MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN
PARAMETER MORFOMETRI
(STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU)
BEJO SLAMET
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2006
ABSTRAK
BEJO SLAMET. Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu). Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan HENDRAYANTO.
Salah satu luaran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai yang merupakan indikator fungsi DAS dalam pengaturan proses, khususnya dalam alih ragam hujan menjadi aliran. Terdapat sifat khas dalam sistem DAS yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan (hujan) tertentu dan sifat ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Sifat khas sistem DAS ini adalah hidrograf satuan (unit hydrograph). Data pengukuran tinggi muka air, debit, hujan harian dan hujan yang lebih pendek dengan kualitas baik tidak selalu tersedia di setiap DAS sehingga untuk mendapatkan informasi tentang hidrograf satuan didekati dengan pendekatan hidrograf satuan sintetik (HSS) yang diantaranya memanfaatkan data morfometri DAS. Pendekatan dengan HSS bersifat empiris dan seringkali bersifat setempat, sehingga untuk digunakan di tempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan model hidrograf satuan sintetik terbaik di DAS Ciliwung Hulu, (2) Mendapatkan informasi keberlakuan model hidrograf satuan sintetik di DAS yang lainnya, dan (3) Mendapatkan model HSS dengan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi. Penerapan HSS Gama 1 untuk menduga hidrograf satuan di DAS Ciliwung Hulu masih belum memuaskan terlihat dari besarnya nilai coefficient of efficiency (CE) yang hanya 0,81, 0,85, 0,73 dan 0,81 secara bertutut-turut untuk HSS tahun 2003, 2004, 2005 dan HS periode 2003 -2005. Setelah dilakukan penyesuaian konstanta model terjadi peningkatan keakuratan dibandingkan dengan hidrograf satuan (HS) pengukurannya dimana nilai CE secara berturut-turut untuk tahun 2003, 2004 dan 2005 adalah sebesar 0,98, 0,95,dan 0,93. Penyesuaian untuk HSS Gama 1 dengan HS pengukuran rata -rata (HS periode 2003-2005) diperoleh 2 (dua) buah set model penyesuaian yaitu HSS Gama 1 Solver 1 dan HSS Gama 1 Solver 2. Nilai CE kedua set model tersebut adalah sebesar 0,98 yang berarti kedua model memberikan bentuk hidrograf yang tidak berbeda dengan HS pengukuran. Validasi kedua set model dengan data DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu belum memberikan unjuk kerja yang baik dimana nilai CE hanya sebesar -1,02 dan 0,37. Nilai CE masih jauh dari nilai 1 (satu) sehingga bentuk HSS masih jauh berbeda dengan HS pengukurannya. Validasi kedua set model di DAS Progo diperoleh nilai CE secara berturut -turut sebesar 0,86 dan 0,92. Namun besarnya Absolute Error dari debit puncak HSS terhadap HS pengukuran masih tinggi yaitu sebesar -6,22 m3/det dan -4,48 m3/det. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa parameter morfometri DAS dapat dipergunakan untuk menduga hidrograf satuan, namun konstanta model sangat bervariasi untuk setiap DAS, sehingga untuk mendapatkan hasil pendugaan yang lebih akurat diperlukan penyesuaian konstanta di setiap tempat. Simplifikasi model HSS dilakukan dengan menggunakan parameter yang relatif mudah diukur di Peta Rupa Bumi yaitu luas DAS (A), panjang sunga i utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN). Besarnya koefisien determinasi (R2) secara berturut-turut untuk
persamaan penduga waktu puncak (TP), debit puncak (QP) dan waktu dasar (TB) adalah sebesar 90,30 %, 99,20 % dan 93,50 %.
MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN
PARAMETER MORFOMETRI
(STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU)
BEJO SLAMET
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu)
Nama : Bejo Slamet
NIM : E051030021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Lailan Syaufina, M.Sc Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc dan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran, dan kritik kepada penulis selama penelitian dan penyus unan tesis ini.
2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA atas kesediannya untuk menjadi dosen penguji luar komisi atas koreksian, saran dan masukannya dalam perbaikan tesis ini.
3 . Kepala Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (PIPWS) Jakarta atas bantuan data yang diberikan kepada penulis. 4 . Fadli, S.Hut atas bantuan data morfometri DTA Cipopokol, data Tinggi
Muka Air (TMA) dari AWLR di Cipopokol, kurva lengkung kalibrasi dan data debitnya.
5 . Ir. Sayogo Hutomo, MSi yang telah membantu penulis dalam me ncari literatur di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarya.
6 . Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa (BPPS) kepada penulis.
7 . Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan biaya pendidikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8 . Teman -teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi IPK angkatan 2002, 2003 dan 2004 atas bantuan dan kebersamaan selama penulis mengkuti kuliah di IPB, terutama Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si atas bantuan Laptopnya.
9 . Orang tua dan mertua penulis yang telah memberikan doa dan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana IPB.
10.Istri dan kedua buah hati penulis yang telah dengan sabar dalam menghad api berbagai suka duka selama penulis menyelesaikan studi S2 ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 9 Juli 1975 dari orang tua Bapak Sunarjo dan Ibu Mujamilah.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMAN 1 Temanggung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1994 penulis diterima di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan lulus Bulan Desember tahun 1997.
Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 5
Daerah Aliran Sungai ... 5
Morfometri Daerah Aliran Sungai ... 6
Hidrograf ... 7
Bentuk Hidrograf ... 8
Hidrograf Satuan ... 9
Penentuan Hidrograf Satuan Pengukuran ... 13
Penentuan Tebal Hujan Efektif... 14
Hidrograf Satuan Sintetik ... 15
METODOLOGI PENELITIAN ... 21
Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
Bahan dan Alat ... 21
Sumber Data... 21
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 29
Letak dan Luas ... 29
Bentuk dan Hidrologi DAS... 29
Jenis Tanah dan Topografi ... 30
Iklim ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
Curah Hujan ... 34
Hidrograf Aliran Sungai Ciliwung... 36
Morfometri DAS Ciliwung Hulu ... 41
Penerapan Model Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 DAS Ciliwung Hulu... 42
Penyesuaian HSS Gama 1 Dengan DAS Ciliwung Hulu... 47
Validasi Model HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian... 53
Simplifikasi Model HSS Menggunakan Parameter Morfometri DAS ... 60
SIMPULAN DAN SARAN ... 70
Simpulan ... 70
Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
1 . Luas Masing-Masing Sub DAS yang Berada di DAS Ciliwung Hulu30
2 . Jenis Tanah di DAS Ciliwung Hulu... 31
3 . Kelas Kelerengan di DAS Ciliwung Hulu ... 31
4 . Keadaan Iklim DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Pengukuran pada Stasiun Klimatologi Citeko... 32
5 . Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ciliwung Hulu Periode 1981-2002... 33
6 . Curah Hujan Tahunan di DAS Ciliwung Hulu Periode 1981-2002 . 33 7 . Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu... 34
8 . Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum di DAS Ciliwung Hulu ... 35
9 . Lengkung Kalibrasi Hubungan Antara Tinggi Muka Air (H) dengan Debit Sungai Ciliwung di SPAS Katulampa ... 37
10. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun 2003... 38
11. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun 2004... 39
12. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun 2005... 39
13. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2003... 39
14. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2004... 40
15. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2005... 40
16. Hasil Pengukuran Morfometri Jaringan Sungai di DAS Ciliwung Hulu... ... 41
17. Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu ... 42
18. Komponen HSS Gama 1 dan HS Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu... 44
19. Hasil Uji Kuantitatif HSS Gama 1 terhadap HS Pengukuran...45
21. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Model HSS Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model Terhadap HS Rata-Rata Pengukuran... ... 52 22. Morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu ... 54 23. Nilai Parameter Uji Kuantitatif HSS Gama 1 Terhadap
Hidrograf Satuan Pengukuran DTA Cipopokol Sub-Das Cisadane Hulu ... 54 24. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model
HSS Gama 1 Di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu... 56 25. Morfometri DAS Progo... 57 26. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Progo ... ... 58 27. Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model HSS Gama 1
Dan HSS Gama 1 Penyesuaian di DAS Progo ... 59 28. Morfometri DAS Contoh untuk Pendugaan Besaran TP, QP
dan TB ... 61 29. Matriks Korelasi Antar Parameter dan Korelasi Antara
Parameter Morfometri dengan Variabel Hidrograf Satuan ... 61 30. Persamaan -Persamaan Model Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)
Simplifikasi... ... 62 31. Rasio Dimensi Hidrograf Satuan ... 64 32. Perbandingan Hasil Simulasi antara HSS Gama 1 dengan HSS
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 . Bentuk Hidrograf ... 9
2 . Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu Dan Limpasannya Berbanding Lurus Dengan Tebal Hujan Efektif (Soemarto 1987).. 11
3 . Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi (Soemarto 1987) 11 4 . Metode Pemisahan Aliran Dasar (Base Flow) dari Hidrograf Aliran Total...12
5 . Konsep Indeks Phi (F)...15
6 . Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik US SCS...18
7 . Penetapan Tingkat-Tingkat Sungai Menurut Strahler... 19
8 . Penentuan Faktor Lebar DAS... 19
9 . Penetapan Relatif Upper Area (RUA) suatu DAS... 20
10. Diagram alir Tahapan Penelitian ... 28
11. Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu di Katulampa dengan Alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) ...36
12. Hubungan Antara Orde Sungai Dengan Jumlah Segmen... 41
13. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik DAS Ciliwung Hulu dengan Menggunakan Model HSS Gama 1... 44
14. Hidrograf Satuan Pengukuran Tahunan dan HSS Gama 1 Hasil Pemodelan di DAS Ciliwung Hulu... 44
15. Hidrograf Satuan Pengukuran Periode 2003-2005 dan Hasil Pemodelan Dengan HSS Gama 1 di DAS Ciliwung Hulu...45
16. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2003 ... 48
17. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2004 ... 49
18. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2005 ... 50
19. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Setelah Dilakukan Penyesuaian Dan Hidrograf Satuan Rata-Rata Hasil Pengukuran ...52
21. Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu ...56 22. Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik
DAS Progo ...59 23. Bentuk Umum Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Simplifikasi...63 24. Gambar HSS Simplifikasi Setelah Penghalusan ...63 25. Boxplot Analisis Uji -t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan
Hasil Simulasi dengan HSS Gama 1 terhadap Hasil Simulasi HSS Simplifikasi...67 26. Hasil Uji-t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan Hasil
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu ... 74 2. HSS Gama 1 Hasil Simulasi dan Hidrograf Satuan
Pengukuran Di DAS Ciliwung Hulu ... 76 3. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata, HSS Gama 1, HSS
Gama 1 Penyesuaian dengan Data DAS Ciliwung Hulu ...77 4. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol
Sub-DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian dengan Menggunakan Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000...78 5. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol
Sub-DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Dengan Mempertimbangkan Lembah Sebagai Saluran Drainase ...79 6. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DAS Progo, HSS
Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian ...80 7. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun
2003...82 8. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun
2004...83 9. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun
2005...84 10.Hidrograf Satuan Pengukuran di DTA Cipopokol Sub-DAS
Cisadane Hulu ...85 11.Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan
Waktu Puncak (TP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...86 12.Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan
Debit Puncak (QP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...87 13.Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan
Waktu Dasar (TB) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...88 14.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Gama 1 dengan
TP HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14 ...89 15.Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan
16.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan TB HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14 ...89 17.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Gama 1 dengan
TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...90 18.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Simplifikasi
dengan TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14 ...90 19.Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan
QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...90 20.Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Simplifikasi
dengan QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14 ...91 21.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan
TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14...91 22.Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Simplifikasi
dengan TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14 ...91 23.Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 1 (Satu) di DAS Ciliwung
Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000...92 24.Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 2 (dua) di DAS Ciliwung
Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000...93 25.Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 3 (tiga) di DAS Ciliwung
Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000...94 26.Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 4 (empat) dan Panjang
Sungai orde 5 (lima) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 ...95 27.Morfometri 32 DAS yang Dipergunakan untuk Perbandingan
PENDAHULUAN
Latar B elakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu sistem hidrologi, yang terdiri dari
subsistem masukan, proses dan subsistem luaran. Salah satu luaran dari sistem
DAS adalah debit aliran sungai (Agus et al. 2002). Debit aliran sungai dapat
dijadikan sebagai indikator fungsi DAS dalam pengaturan proses, khususnya alih
ragam hujan menjadi aliran. Debit sungai juga dapat dijadikan sebagai bahan
evaluasi kondisi DAS yang bersangkutan, sehingga debit aliran sungai perlu
disajikan dalam bentuk sajian yang informatif. Bentuk penyajian debit yang
informatif adalah dalam bentuk hidrograf. Hidrograf merupakan penyajian grafis
hubungan debit aliran dengan waktu (Sri Harto 1993) yang menggambarkan
perilaku debit dalam kurun waktu tertentu.
Proses alih ragam curah hujan menjadi debit sebenarnya melalui dua tahap.
Tahap pertama adalah fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi
hujan efektif yang kemudian bergerak menuju jaringan aliran terdekat, dan tahap
kedua adalah fungsi transfer yang mentransfer air dari titik masuknya di jaringan
aliran sampai outlet yang diekspresikan dalam bentuk kurva hidrograf satuan
sesaat (instaneous unit hydrograph/IUH) yang merupakan fungsi debit aliran
terhadap waktu (Dooge 1973).
Sherman (1932, diacu dalam Sri Harto 1993) mengemukakan bahwa dalam
sistem DAS terdapat sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan (respon) DAS
terhadap suatu masukan (hujan) tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk
masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian
dalam konsep hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan (unit hydrograph).
Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct runoff
hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi secara merata di
seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satuan waktu yang ditetapkan (Seyhan
1977). Hujan efektif merupakan sisa hujan dalam bentuk limpasan setelah
dikurangi dengan evaporasi, intersepsi dan infiltrasi.
Hidrograf satuan dapat diperoleh jika terdapat rekaman data curah hujan
kualitas dan kontinuitas yang baik dari DAS yang bersangkutan. Data hasil
pengukuran tinggi muka air, debit, hujan harian dan hujan yang lebih pendek,
dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang baik tidak selalu tersedia di setiap
DAS sehingga dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan tanpa
mempergunakan data tersebut.
Selama bertahun-tahun para ahli hidrologi mencoba untuk menghubungkan
antara respon hidrologi suatu DAS dengan morfologi DAS dan struktur
topografinya (Ajward & Muzik 2000). Metode seperti ini dikenal dengan
hidrograf satuan sintetik. Dengan demikian berkembang penurunan hidrograf
satuan sintetik yang didasarkan atas karakteristik fisik dari suatu DAS. Beberapa
pendekatan telah dikemukakan oleh para ahli hidrologi diantaranya adalah yang
dikembangkan oleh Snyder 1938, metode Nakayasu, US SCS, dan Common.
Metode hidrograf satuan sintetik dikembangkan berdasarkan data empiris, dimana
pendekatan empiris ini seringkali bersifat setempat sehingga untuk digunakan
ditempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya. Sri Harto (200a)
mengemukakan bahwa metode-metode yang dikembangkan di luar negeri tersebut
ketika diterapkan di Indonesia menunjukkan penyimpangan yang besar
dibandingkan dengan hidrograf-satuan terukurnya. Sehingga Sri Harto (1993)
mengembangkan model hidrograf satuan yang dikenal dengan Hidrograf Satuan
Sintetik (HSS) Gama 1.
Model HSS Gama 1 dibangun berdasarkan hasil pengukuran terhadap
morfometri 30 DAS yang ada di Pulau Jawa. Daerah aliran sungai di Jawa Barat
yang digunakan untuk membangun model HSS Gama 1 adalah DAS
Cikapundung, Cikarang, Cimanuk, Cisanggarung, Citandui, Cimandiri, Ciliman,
Ciujung, dan Cisadane (Sri Harto 2000a). Mengingat model HSS Gama 1 juga
dikembangkan berdasarkan data empiris, maka model ini harus diuji
keberlakuannya pada DAS-DAS yang lain.
Pendugaan hidrograf satuan sintetik dari DAS yang tidak mempunyai
stasiun hidrometri dengan menggunakan parameter morfom etri banyak
dipergunakan karena data morfometri lebih mudah diperoleh. Selain itu,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sherman (1932, diacu dalam Sri Harto
tanggapan (respon) DAS terha dap suatu masukan (hujan) tertentu. Sifat khas ini
dapat dijadikan sebagai dasar penentuan tipologi suatu DAS yang diperlukan
dalam penilaian kinerja pengelolaan DAS. HSS Gama 1 dan metode hidrograf
satuan sintetik lainnya masih menggunakan parameter morfometri DAS yang
relatif sulit diukur. Pengukuran morfometri untuk model HSS Gama 1
memerlukan ketelitian dan waktu yang lama, sehingga model ini tentunya kurang
diminati oleh para penggunan meskipun menurut Sri Harto (2000a) model ini
mempunyai tingkat ke akuratan yang baik dalam menduga hidrograf satuan di
Indonesia. Diperlukan penyederhanaan (simplifikasi) terhadap model HSS Gama
1 menjadi model yang tingkat ketelitiannya memadai namun menggunakan
parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan model hidrograf satuan sintetik menggunakan parameter
morfometri DAS yang sesuai dengan hidrograf satuan pengukuran DAS
Ciliwung Hulu.
2. Mendapatkan informasi keberlakuan persamaan model hidrograf satuan
sintetik DAS Ciliwung pada saat diterapkan di DAS yang lainnya.
3. Mendapatkan model HSS simplifikasi yang menggunakan parameter
morfometri DAS yang lebih mudah diukur pada Peta Rupa Bumi.
Manfaat Penelitian
Sebagai salah satu alat yang sederhana (simple tool) untuk pendugaan
hidrograf satuan bagi DAS-DAS yang tidak mempunyai stasiun hidrometri terutama
dalam kegiatan perancangan bangunan air serta untuk pengembangan kriteria
Hipotesis penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Model empiris yang dibangun dari beberapa DAS contoh akan selalu
memerlukan penyesuaian ketika diterapkan di DAS lain.
2. Model yang lebih sederhana tidak selalu mempunyai ke akuratan yang rendah
dalam menduga variabel pokok hidrograf satuan dibandingkan dengan model
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah aliran Sungai
Daerah aliran sungai yang diartikan sebagai bentang lahan yang dibatasi
oleh pembatas topografi (to pography divide) yang menangkap, menampung dan
mengalirkan air hujan ke suatu titik patusan (outlet) telah secara luas diterima
sebagai satuan (unit) pengelolaan sumberdaya alam yang ada di dalam DAS (Tim
IPB 2002).
DAS sebagai sistem hidrologi dimana titik patusan merupakan titik kajian
hasil air (water yield) menjelaskan lebih lanjut bahwa air di titik patusan tidak
hanya berasal dari aliran di permukaan tanah (surface flow) tetapi juga berasal
dari aliran di dalam tanah, yaitu aliran bawah permukaan (sub surface flow) dan
aliran bumi (ground water flow). Pergerakan aliran bawah permukaan dan aliran
bumi dipengaruhi oleh sifat tanah dan jenis serta struktur batuan (geology) yang
terdapat disuatu DAS. Dengan melihat sistem hidrologi tersebut, batas s uatu DAS
tidak hanya batas di permukaan tanah saja tetapi juga terdapat batas di dalam
tanah, di mana batas keduanya tidak selalu bersesuaian (coincide). Batas di dalam
tanah (di bawah permukaan tanah) relatif lebih sulit ditetapkan dan cenderung
bersifat dinamis, sehingga dalam kegiatan praktis, batas suatu DAS hanya
menggunakan batas di permukaan tanah, yang bersifat definitif untuk aliran
permukaan dan bersifat indikatif untuk aliran di dalam tanah dan untuk
keseluruhan sistem hidrologi DAS tersebut (Putro et al. 2003).
Mengacu kepada pengertian DAS dalam uraian di atas, maka di dalam suatu
DAS terdapat berbagai komponen sumberdaya, baik sumberdaya alam (natural
capital), yaitu udara (atmosphere), tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi,
satwa, sumberdaya manusia (human capital) beserta pranata institusi formal
maupun informal masyarakat (social capital), maupun sumberdaya buatan (man
made capital) yang satu sama lain saling berinteraksi (interaction).
Komponen-komponen sumberdaya tersebut adalah khas untuk suatu DAS sehingga menjadi
karakteristik dari DAS tersebut (Putro et al. 2003).
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satuan perencanaan terkecil
topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan tataguna lahan (Seyhan 1977).
Istilah “one river, one plan, one management” yang populer mengindikasikan
pentingnya DAS dikelola sebagai suatu kesatuan utuh ekosistem sumberdaya
alam (Tim IPB 2002).
Cakupan luas suatu DAS bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi
sampai dengan ratusan ribu hektar yang memiliki komponen-komponen masukan
yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan polusi/sedimen, dan
komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi, sehingga
Asdak (2002), menyatakan bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses
formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi
sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat
produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan
air.
Morfometri Daerah Aliran Sungai
Istilah morfometri secara umum diaplikasikan pada pengukuran bentuk dan
pola. Terkait dengan morfometri DAS maka yang dimaksud dengan morfometri
DAS adalah pengukuran bentuk dan pola DAS dari suatu peta. Dikarenakan
adanya saling hubungan antar faktor, salah satu (biasanya yang paling mudah
diukur) seringkali dapat dijadikan sebagai pewakil untuk faktor yang lainnya.
Faktor-faktor yang terpilih dapat dipergunakan untuk menduga respon hidrologi
dari suatu daerah aliran sungai atau DAS terhadap masukan curah hujan di
kawasan tersebut. Selain itu morfometri DAS juga dapat dijadikan sebagai faktor
pembeda antara satu DAS dengan DAS lainnya untuk tujuan pembandingan
maupun klasifikasi (Gordon et al. 1992).
Parameter daerah tangkapan baik itu parameter topografi maupun parameter
morfometri telah dikenal mempunyai pengaruh terhadap proses alih ragam hujan
menjadi aliran/debit. Terdapat beberapa persamaan aliran yang kebanyakan
persamaan empiris dan sintetik yang dibangun dengan menggunakan parameter
DAS dikarenakan oleh ketiadaan data aliran (Sri Harto 2000a).
Kontribusi dari aliran interflow yang tertunda dan aliran air tanah (ground
Faktor topografi yang dominan adalah kelerengan DAS dan kerapatan Drainase
(Mazvimavi et al. 2004).
Hidrograf
Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu
unsur aliran dengan waktu (Sri Harto 1993). Sedangkan hidrogaf limpasan
didefinisikan sebagi grafik yang kontinyu yang menunjukkan sifat-sifat dari aliran
sungai berkaitan dengan waktu. Normalnya diperoleh dari garis pencatatan
kontinyu yang mengindikasikan debit dengan waktu (Viessman et al. 1989).
Hidrograf memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi (karakteristik)
yang ada di DAS secara bersama-sama, sehingga apabila karakteristik DAS
berubah maka akan menyebabkan perubahan bentuk hidrograf (Sosrodarsono &
Takeda 1983). Hidrograf juga menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS
terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang
bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu
terjadinya masukan (Sri Harto 1993).
Linsley et al. (1982) menyatakan terdapat 3 (tiga) komponen penyusun
hidrograf, yaitu : (1) aliran di atas tanah (overland flow/surface runoff), ialah air
yang dalam perjalannya menuju saluran melalui permukaan tanah; (2) aliran
bawah permukaan (interflow/ subsurface storm flow), ialah sebagian air yang
memasuki permukaan tanah dan bergerak ke samping melalui lapisan atas tanah
sampai saluran sungai. Kecepatan pergerakan aliran bawah permukaan ini lebih
lambat dibandingkan dengan aliran permukaan; dan (3) aliran air tanah
(groundwater flow) yang juga disebut sebagai aliran dasar. Sedangkan Viessman
et al. (1989) menambahkan satu komponen lagi sebagai penyusun hidrograf.
Sehingga menurutnya komponen hidrograf terdiri dari : (1) aliran permukaan
langsung, (2) aliran antara (inter flow), (3) air tanah atau aliran dasar, dan (4)
presipitasi di saluran air (channel precipitation).
Wilson (1990) mengemukakan bahwa mula-mula yang ada hanya aliran
dasar yaitu aliran yang berasal dari air tanah dan akuifer-akuifer yang berbatasan
dengan sungai yang mengalir terus menerus secara perlahan-lahan sepanjang
waktu. Segera setelah hujan mulai turun, terdapat suatu periode awal dari
sungai/anak sungai dan selama per iode turunnya hujan kehilangan tersebut akan
terus berlangsung tetapi dalam jumlah yang semakin kecil. Apabila kehilangan
awal telah terpenuhi, maka limpasan permukaan akan mulai terjadi dan akan
berlanjut terus hingga mencapai suatu nilai puncak yang terjadi pada waktu TP.
Kemudian limpasan permukaan akan turun sepanjang sisi turun (recession limb)
sampai hilang sama sekali.
Bentuk Hidrograf
Bentuk hidrograf pada umumnya dapat sangat dipengaruhi oleh sifat hujan
yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain (Sri
Harto 1993; Viessman et al. 1989). Seyhan (1977) mengemukakan bahwa
hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan
cabang turun. Sedangkan untuk hidrograf jangka panjang dibedakan menjadi 3
(tiga) yaitu Hidrograf bergigi, hidrograf halus dan hidrograf yang ditunjukkan
oleh sungai-sungai besar (Ward 1967, diacu dalam Seyhan 1977). Perbedaan
antara jangka pendek dan jangka panjang tersebut tergantung pada panjang waktu
dari tujuan pengamatan yang dilakukan (Kobatake 2000).
Seyhan (1977), Viessman et al. (1989) dan Sri Harto (1993) membagi
hidrograf menjadi 3 (tiga) bagian yaitu sisi naik (rising limb), Puncak (crest) dan
sisi resesi (recession limb). Oleh sebab itu bentuk hidrograf dapat ditandai dari
tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge)
dan waktu dasar (base time).
Waktu naik adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik
sampai terjadinya debit puncak. Debit puncak (Qp) adalah debit maksimum yang
terjadi dalam kejadian hujan tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang
diukur saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu
besaran yang ditetapkan (Sri Harto 1993).
Karakter kontribusi air tanah pada aliran banjir sangat berbeda dari
limpasan permukaan, maka kontribusi air tanah harus dianalisis secara terpisah,
dan oleh karenanya salah satu syarat utama dalam analisis hidrograf ialah
Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct runoff
hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi secara merata di
seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satuan waktu yang ditetapkan
(Sherman 1932, diacu dalam Sri Harto 1993). Bentuk hidrograf satuan yang
benar untuk DAS tertentu dapat diperkirakan dengan suatu rata -rata dari sejumlah
hidrograf satuan yang diperoleh untuk DAS yang sama atau dengan hidrograf
satuan tunggal dari suatu hujan badai yang hebat, yang terpusatkan dan
terdistribusi dengan baik (Banes 1952; Gray 1973, diacu dalam Seyhan 1977).
Namun demikian Sri Harto (1993) mengemukakan bahwa tidak pernah terdapat
petunjuk tentang berapa jumlah kasus yang diperlukan untuk memperoleh
hidrograf satuan ini. Semakin sedikit jumlah kasus banjir yang dipergunakan,
makin besar nilai debit puncak yang diperoleh dibandingkan dengan
menggunakan jumlah kasus banjir yang banyak.
Wilson (1990) menekankan bahwa korelasi yang dicari adalah antara hujan
bersih atau hujan ef ektif (yaitu sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah semua
kehilangan akibat evaporasi, intersepsi dan infiltrasi telah diperhitungkan) dan
limpasan permukaan (yaitu hidrograf limpasan dikurangi aliran dasar). Metode
ini meliputi 3 (tiga) prinsip, yaitu :
Tp = waktu naik Qp = debit puncak Tb = waktu dasar
Gambar 1. Bentuk Hidrograf Waktu (jam) QP
TB TP
Sisi Resesi/Lengkung Resesi Debit
(m3/detik)
a. Pada hujan bersih intensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi mempunyai durasi yang sama
menghasilkan limpasan dengan periode yang sama, meskipun jumlahnya
berbeda
b. Pada hujan bersih intensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi mempunyai durasi yang sama
menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada setiap waktu
sembarang memiliki proporsi yang sama terhadap satu sama lain seperti
intensitas hujan. Ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam suatu
waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebanyak n
kali lipat. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh
hujan bersih berintensitas seragam yang memiliki pe riode -periode yang
berdekatan dan atau tersendiri.
Soemarto (1987) mengemukakan 4 (empat) dalil dalam teori klasik
tentang hidrograf satuan, yang menganggap bahwa teori hidrograf satuan
merupakan penerapan dari teori sistem linier dalam bidang hidrologi. Keempat
dalil tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dalil I (Prinsip merata) : hidrograf satuan ditimbulkan oleh satu satuan
hujan lebih yang terjadi merata di seluruh DAS, selama waktu yang
ditetapkan.
b. Dalil II (prinsip waktu dasar konstan) : dalam suatu DAS, hidrograf satuan
yang dihasilkan oleh hujan-hujan efektif dalam waktu yang sama akan
mempunyai waktu dasar yang sama, tanpa melihat intensitas hujannya
(Gambar 2).
c. Dalil III (prinsip linearitas) : besarnya limpasan langsung pada suatu DAS
berbanding lurus terhadap tebal hujan efektif, yang berlaku bagi semua
hujan dengan waktu yang sama (Gambar 2).
d. Dalil IV (prinsip superposisi): total hidrograf limpasan langsung yang
disebabkan oleh beberapa kejadian hujan yang terpisah merupakan
Gambar 2. Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu Dan Limpasannya Berbanding Lurus Dengan Tebal Hujan Efektif (Soemarto 1987)
Gambar 3. Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi (Soemarto 1987)
Hujan (Masukan)
Qh1 = Q11 + 0
Qh2 = Q12 + Q21
Qh3 = Q13 + Q22
Hujan (Masukan)
Hidrograf Satuan (Keluaran) Q2 = d2
Schulz (1980) mengemukakan bahwa aplikasi dari konsep hidrograf satuan
dari suatu hidrograf aliran permukaan membutuhkan analisis pemisahan aliran
permukaan dari aliran dasar terhadap hidrograf hasil pencatatan. Analisis hidrograf
satuan dari perekaman aliran membutuhkan pengisolasian aliran permukaan dari
total aliran. Terdapat tiga metode yang umum digunakan untuk memisahkan aliran
dasar (base flow) dari total hidrograf yang tercatat, yaitu :
a. Straight line method
b. Fixed Base Length Method
c. Variab le Slope Method
Gambar 4. Metode Pemisahan Aliran Dasar (Base Flow) dari Hidrograf Aliran Total
Hidrograf satuan pengukuran dapat diperoleh jika tersedia data rekaman
AWLR (automatic water level recorder), pengukuran debit yang cukup dan data
hujan (manual dan otomatis). Untuk memudahkan analisis, dipilih kasus hidrograf
yang terpisah (isolated) dan mempunyai satu puncak (single peak) serta distribusi
hujan yang cukup (Sri Harto 1993). Sesudah hidrograf satuan ditentukan untuk
suatu lokasi tertentu, adalah mungkin untuk menaksir limpasan permukaan dari
suatu curah hujan dengan berbagai lama hujan dan intensitas. Hal ini dapat
diketahui dengan memanfaatkan informasi kedalaman hujan dan lama hujan
efektif yang ditentukan (Seyhan 1977). Untuk mengatasi kendala tidak Debit
T itik Infleksi
T Days
Waktu
1 3
2
1 = Straight Line Method 2 = Fixed Base Lenght Method 3 = Variable Slope Method T Days = (DA)0.2
tersedianya data yang cukup dikarenakan oleh kurangnya stasiun pengukuran pada
sejumlah sungai, maka dikembangkanlah beberapa hidrograf satuan sintetik
(Veissman et al. 1989).
Penentuan Hidrograf Satuan Pengukuran
Untuk me nurunkan hidrograf satuan dari suatu hujan yang sederhana dapat
dilakukan dengan cara membagi nilai aliran langsung kurva debit dengan
besarnya kedalaman hujan efektif sehingga diperoleh hidrograf satuan. Waktu
dasar (Tb) diasumsikan konstan untuk hujan denan durasi yang sama (Bedient &
Huber 1989).
Persamaan Konvolusi diskret, seperti yang tersebut di bawah, merupakan
kegunaan dari hidrograf satuan untuk menentukan aliran langsung (direct runoff)
Qn, dengan hujan efektif tertentu Pm, dan hidrograf satuan Un-m+1 (Wilson 1990).
Q1 = P1U1 +
Q2 = P2U1 + P1U2 + Q3 = P3U1 + P2U2 + P1U3 ...
QM = PMU1 + PM-1U2 + ... + P1UM
QM+1 = 0 + PMU2 + ... + P2UM P1UM+1 ...
QN-1 = 0 + 0 + + ... + 0 + 0 + + ... + PMUN- M+1 PM-1UN-M+1 QN = 0 + 0 + + ... + 0 + 0 + + ... + 0 + PMU N- M+1
Jika terdapat M denyut (pulse) hujan efektif dan N denyut (pulse) aliran langsung
dari sutau hujan yang dipertimbangkan untuk dipergunakan dalam menetapkan
hidrograf satuan, maka terdapat sebanyak N persamaan yang dapat dibuat untuk
menentukan besarnya Qn, dengan n = 1, 2,3, ..., N. Persamaan tersebut akan
terdiri dari N-M +1 nilai yang belum diketahui dari hidrograf satuan. Beberapa
persamaan akan berulang karena terdapat lebih banyak persamaan (N) daripada
yang tidak diketahui (N-M + 1). Proses kebalikannya disebut dengan
Dekonvolusi, yaitu dipergunakan untuk menurunkan hidrograf satuan dari data
hujan efektif Pm tertentu dan aliran langsung Qn tertentu. Besaran hidrograf
satuan pada U1 dan U2 dapat dicari dengan cara seperti berikut :
U1 = Q1/P1
U2 = (Q2 – P2U1)/P1 demikian seterusnya, sehingga diperoleh hasil hidrograf
Penentuan Tebal Hujan Efektif
Hujan kotor (gross rainfall) yang jatuh dalam suatu kawasan akan
terdistribusi dalam beberapa komponen. Komponen tersebut adalah Evaporasi,
infiltrasi, depression storage, detention storage, dan direct runoff/aliran langsung
(Bedient & Huber 1989). Dengan demikian Hujan lebih atau hujan efektif adalah
sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah kehilangan akibat evaporasi, intersepsi dan
infiltrasi (Wilson 1990). Hujan lebih (volume dari limpasan) untuk suatu kejadian
hujan dapat ditentukan dengan menggunakan sala h satu dari persamaan infiltrasi yang
sudah dikembangkan (Ward 1995).
Viessman et al. (1989) mengemukakan bahwa salah satu metode untuk
mengetahui tebal hujan yang menyebabkan direct runoff (DRO) ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Tebal Hujan efektif =
(
)
At DROx
∑
∆... (1)
Dimana :
DRO : Aliran langsung yang terukur (m3/s)
t
∆ : Interval waktu pengukuran (jam) A : Luas DAS (m2)
Schulz (1980) mengemukakan bahwa manakala hidrograf pengukuran dan
hujan dianalisis, perbedaan antara volume hujan dengan volume runoff dapat
didefinisikan sebagai indeks phi (F). Indeks phi (F) merupakan laju hujan rata-rata
dimana diatas indeks ini besarnya volume runoff sama dengan volume hujan. Jika
volume infiltrasi desebut dengan basin recharge, maka indeks phi (F) dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
Basin Recharge F Lama Hujan t
φ = = ... (2)
Konsep indeks phi (F ) adalah sebagaimana yang disajikan pada Gambar 5.
Perkiraan indeks infiltrasi juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
pengaruh parameter DAS yang secara hidrologik dapat diketahui pengaruhnya
terhadap indeks infiltrasi. Persamaan pendekatannya (Harto 1993) adalah sebagai
berikut :
Dimana :
A = luas DAS (dalam km2)
SN = perbandingan antara jumlah orde sungai tingkat satu dengan jumlah orde
sungai semua tingkat
0 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (Jam)
Intensitas Hujan (mm/Jam)
[image:31.612.157.481.184.367.2]Intensistas Hujan Indeks Phi
Gambar 5. Konsep Indeks Phi (F)
Hidrograf Satuan Sintetik
Seyhan (1977) mengemukakan bahwa beberapa parameter fisik DAS
berperan dalam menentukan bentuk hidrograf satuan selain karakteristik hujan.
Parameter fisik DAS tersebut adalah luas DAS, kemiringan, pola drainase, dan
lain-lain. Parameter-parameter fisik DAS itulah yang akan dipergunakan untuk
menetapkan besarnya hidrograf satuan dari DAS yang bersangkutan dengan metode
hidrograf satuan sintetik.
Keuntungan dari penggunaan hidrograf satuan sintetik adalah bisa
mensintesasikan hidrograf dari DAS yang terukur dan menggunakannya untuk DAS
yang tidak terukur (Seyhan 1977). Kelemahan dari hidrograf satuan sintetik adalah
karena persamaan hidrograf satuan sintetik dibuat secara empiris dengan data yang
diperoleh pada tempat-tempat lokal. Oleh karena itu, persamaan tersebut terbatas
pada kawasan dengan kondisi geografis yang serupa dengan kawasan dimana
persamaan tersebut diperoleh (Seyhan 1977; Sri Harto 1993). Basin Recharge
F
Hidrograf satuan sintetik yang memanfaatkan parameter DAS dan sudah
umum dikenal adalah metode yang dikembangkan oleh Snyder tahun 1938. Metode
ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik
pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem
DAS-nya (Seyhan 1977; Linsley et al. 1982; Veissman et al. 1989; Sri Harto
1993). Model-model hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan diantaranya
adalah :
Model Snyder
Persamaan-persamaan yang diturunkan dengan menggunakan metode Snyder
(Seyhan 1977; Linsley et al. 1982; Veissman et al. 1989; Sri Harto 1993) adalah:
tl = Ct (L . Lc)0,3 ... (4)
tr = tl /5,5 ... (5)
Qp = (640 Cp.A)/tl ...(6)
T = 3 + tl/8 ...(7)
tlR = tl + 0,25 (tR – tl) ...(8)
Dengan :
tl = time lag atau waktu capai puncak dari pusat hujan (jam)
Ct = tetapan yang berkisar antara 0,7 -1,0
L = panjang sungai utama (mil)
Lc = panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat
DAS (mil)
tr = lama hujan lebih (jam)
Cp = tetapan berkisar antara 0,35-0,5
tlR = waktu capai puncak bila lama hujan tidak sama dengan tr
T = time base atau waktu dasar (jam)
A = luas DAS (dalam mil persegi)
Qp = debit puncak (kaki kubik per detik atau cfs)
Model US SCS
US SCS mengembangkan rumus dengan koefisien-koefisien empirik yang
menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS.
Qp (m3/detik), Tp (jam), dan Tb (jam). Persamaan-persamaan yang dikembangkan
dari model ini adalah sebagai berikut (Wanielista et al. 1997):
1 . Persamaan time lag (tL)
(
)
5 , 0 7 , 0 8 , 0 L Y 1900 1 S L t ⋅ + ⋅= ... (9)
dimana :
tL = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai
terjadinya aliran puncak (jam)
L = panjang aliran sungai utama (ft)
S = retensi maksimum (inchi), S = 1000/CN – 10
CN= bilangan kurva (curve number), yaitu suatu indeks yang menyatakan
pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah, perlakuan terhadap tanah
pertanian, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.
Y = kemiringan lereng (%)
2 . Persamaan time to peak (Tp)
L
p t
2 D
T = + ... (10)
dimana :
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
tL = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai
terjadinya aliran puncak (jam)
3 . Persam aan peak discharge (Qp)
p p
T A 484
Q = ⋅ ... (11)
dimana :
Qp = debit puncak/laju puncak aliran permukaan (cfs)
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
A = luas DAS (mil2)
4 . Persamaan time base (Tb)
p b 2,67 T
T = ⋅ ... (12)
Tb = waktu dasar (jam)
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
Pada penggambaran kurva hidrograf satuan sintetik, sering pula untuk DAS
kecil diambil nilai Tb = 3 ~ 5 Tp.
Gambar 6. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik US SCS
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1
Untuk kasus di Indonesia, Sri Harto (1993) mengembangkan metode
penentuan hidrograf satuan sintetik yang dikembangkan berdasarkan data empiris
hasil penelitiannya terhadap beberapa parameter morfometri DAS. Parameter DAS
yang diperlukan dalam membuat hubungan antara pengalihragaman hujan menjadi
debit adalah :
1. Faktor-sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang
sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai-sungai-sungai-sungai semua tingkat.
Penetapan tingkat-tingkat sungai dilakukan dengan metode Strahler yaitu:
a) Sungai-sungai paling ujung adalah sungai-sungai tingkat satu.
b) Apabila dua buah sungai dengan tingkat yang sama bertemu akan
terbentuk sungai satu tingkat lebih tinggi
c) Apabila sebuah sungai dengan suatu tingkat bertemu dengan sungai
lain dengan tingkat yang lebih rendah maka tingkat sungai pertama
tidak berubah.
Tb Tp
D
t i
Gambar 7. Penetapan Tingkat-Tingkat Sungai Menurut Strahler
2. Frekuensi-sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah orde
sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah orde sungai-sungai-sungai-sungai semua tingkat
3
3.. Faktor-lebar (WF) yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur pada
titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur pada
titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri (Gambar 8).
4. Rasio luas DAS bagian hulu atau Relatif Upper Area (RUA) adalah
peerrbabandndiningagan n aantntaarara luluaas s DADASS yayanngg didiuukukur r didi huhululu gagarriiss yayanng g didittaarrikik
t
teegagak k lulurrusus gagaririss hhububunung g anantatarara ststaassiiuunn hhididrroommeetrtrii dedengngaan n ttititiikk yayangng
p
paalilinng g dedekakat t dedenngagan n ttititikik beberaratt DDASAS didi susungngaai,i, memelelewwatati ittititiikk tetersrseebbutut
(
(AAuu)) ddeengngaan n lluuasas totottaal l DDASAS ((AA) (Gambar 9). )
5. Faktor-simetri (SIM) yaitu hasil kali antara faktor -lebar (WF) dengan luas
DAS bagian hulu (RUA).
Gambar 8. Penentuan Faktor Lebar DAS
A B
C
WU
WL
A – D = L A – B = 0,25 L A – C = 0,75 L WF = WU/WL
SIM = WF . RUA
[image:35.612.253.418.499.681.2]Gambar 9. Penetapan Relatif Upper Area (RUA) suatu DAS
6. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai di
dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak lain adalah jumlah orde sungai
tingkat satu dikurangi satu.
7. Kerapatan jaringan drainase (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat
tiap satuan luas DAS.
8. Kemiringan rata-rata DAS/Slope (S) yaitu perbandingan selisih antara
ketinggian titik tertinggi dan ketinggian titik keluaran (outlet) pada sungai
utama, dengan panjang sungai utama yang terletak pada kedua titik
tersebut.
9. Panjang Sungai Utama (L) yaitu panjang sungai utama yang diukur mulai
dari outlet sampai ke hulu
10. Luas total DAS (A)
Komponen hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama 1 terdiri dari 4 (empat)
variabel pokok yaitu : waktu-naik/time to rise (TR), debit-puncak/peak-discharge
(QP), waktu dasar/time to base (TB) dan koefisien tampungan (K), dengan
persamaan-persamaan (Sri Harto 1993) sebagai berikut :
TR = 0,43 (L/100 SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 ... (13)
QP = 0,1836 A 0,5886 TR-0,4008 JN0,2381 ...(14)
TB = 27,4132 TR 0,1457 S -0,0986 SN0,7344 RUA0,2574 ...(15)
Sedangkan untuk koefisien tampungan dipergunakan untuk menetapkan
kurva resesi hidrograf satuan sintetik yang didekati dengan persamaan berikut :
K = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF -1,0897 D0,0452 ... (16)
Au
= Titik Berat DAS
Sisi resesi dinyatakan dalam bentuk persamaan eksponensial sebagai
berikut:
Qt = Qp e-t/k ... (17)
Dimana :
Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp, da lam m3/detik
Qp = debit puncak (dengan waktu pada saat debit puncak dianggap t = 0),
dalam m3/detik
K = koefisien tampungan
Sri Harto (2000b) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan selama ini, model Nakayasu juga cukup baik untuk dipergunakan di
Indonesia meskipun memerlukan koreksi. Apabila karena suatu alasan Model HSS
Gama 1 tidak dapat dipergunakan, maka disarankan untuk menggunakan model
Nakayasu dengan koreksi untuk waktu capai puncak (time to peak) dikalikan
dengan 0,75 dan debit puncak dikalikan dengan 1,25.
Selain metode hidrograf satuan sintetik tersebut, masih terdapat beberapa
model hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan. Diantaranya adalah
model Distribusi Gamma, Metode Gray, Espey 10 -minute Synthetic Unit
Hydrograph, Clark’s Instantaneous Unit Hydrograph (IUH) Time-Area Method,
Nash’s Synthetic IUH, Colorado Unit-Hydrograph Procedure/CUHP (Veissman et
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan
selama 7 bulan dimulai pada bulan September 2005 hingga bulan Maret 2006.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : Peta Rupa
Bumi Digital skala 1 : 25.000 Lembar 124 Salabintana, Lembar
1209-141 Ciawi, Lembar 1209-142 Cisarua, data tinggi muka air jam-jaman, data
curah hujan jam-jaman, curvimeter, planimeter, seperangkat PC, perangkat
lunak Microsoft Excel dan perangkat lunak Rainbow versi 1.1.
Data tinggi muka air (TMA) jam-jaman dan curah hujan jam-jaman di
DAS Ciliwung Hulu yang dipergunakan adalah periode pengukuran tahun
2003 sampai 2005. Untuk validasi model dipergunakan data morfometri
daerah tangkapan air (DTA) Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu dan
hidrograf satuan pengukur an tahun 2004 sampai 2005 serta data morfometri
dan hidrograf satuan pengukuran DAS Progo tahun 1977 sampai 1980.
Sumber Data
Peta Rupa Bumi Digital Skala 1 : 25.000 diperoleh dari BAKOSURTANAL
sedangkan data tinggi muka air (TMA) hasil rekaman alat automatic water level
recorder (AWLR) dan curah hujan jam-jaman di DAS Ciliwung Hulu diperoleh
dari Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai (PIPWS) Ciliwung-Cisadane
Jakarta dan dari Badan Meteorologi dan Geofisika.
Metode Penelitian
Pemilihan Hidrograf Direct Runoff
Pemilihan hidrograf direct runoff dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pemilihan debit banjir atau direct runoff (DRO) yang mempunyai puncak
tunggal
3. Mencari curah hujan rata -rata DAS sesuai dengan hidrograf DRO terpilih
dengan menggunakan metode aritmatika.
Analisis Hidrograf
Tahap awal adalah memisahkan aliran dasar (base flow) sehingga diperoleh
hidrograf aliran langsung saja. Adapun tahapannya adalah sebagai be rikut :
1. “Stage hydrograph” dialihragamkan menjadi “discharge hydrograph” dengan
bantuan lengkung kalibrasi. Lengkung Kalibrasi DAS Ciliwung Hulu di
Katulampa dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk masing-masing
tahun perekaman.
2. Aliran dasar dipisahkan dari hydrograf total dengan metode Straight line
method.
3. Setelah aliran dasar (base flow) dipisahkan dari hidrograf total maka diperoleh
hidrograf direct runoff (DRO).
Penentuan Tabal Hujan Efektif
1. Penentuan tebal hujan efektif yang menyebabkan direct runoff (DRO)
dilakukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh (Viessman et al. 1989)
yaitu .
Tebal Hujan efektif =
(
)
At DROx
∑
∆DRO : Aliran langsung yang terukur (m3/s)
t
∆ : Interval waktu pengukuran (jam) A : Luas DAS (m2)
2. Setelah diketahui besaran hujan efektif yang membentuk hidrograf DRO,
tahap selanjutnya adalah menurunkan hidrograf satuan dari hidrograf DRO
tersebut.
Penurunan Hidrograf Satuan
Hidrograf Satuan pengukuran diperoleh dengan cara membagi setiap ordinat
hidrograf DRO terukur dengan besarnya hujan efektif yang membentuk DRO.
Sebagai contoh jika total volume hujan efektif adalah 5 mm, maka seluruh nilai
Simulasi Model HSS Gama 1 dengan Morfometri DAS Ciliwung Hulu
Parameter morfometri DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari pengukuran Peta
Rupa Bumi skala 1 : 25.000, pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali untuk mendapatkan
hasil pengukuran yang baik. Pengukuran Morfometri DAS Ciliwung Hulu
dilakukan terhadap parameter :
a) Luas DAS (A),
b) Panjang Sungai Utama (L),
c) Penetapan orde sungai dengan menggunakan metode Strahler dan
pengukuran panjang setiap segmen (orde) sungai,
d) Pengukuran lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,75
L dan lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari
stasiun hidrometri (outlet),
e) Penentuan titik berat DAS
f) Pengukuran luluaas sDADAS S yayangng ddiuiukkurur ddi ihhululuu gagarrisis yayangng ddiittaarrikik tetegagak k lulurrusus
g
gaarrisis huhububungng aantntaarraa ststaassiuiun n hihiddroromemetrtri i dedenngagan n titittikik yayangng papalilinngg dedekakatt
d
deenngagan ntitittiikk bbeerratat DDASAS ddii susungngaai,i, mmeelelewawatti i ttiittiikk tteersrseebubutt ((AAuu) )
g) PPeengnguukukurraan n ketinggian titik tertinggi dan ketinggian titik keluaran (outlet)
pada sungai utama.
Setelah parameter yang diukur tersebut diperoleh, langkah selanjutnya adalah
penghitungan ppaarraammeetteerr--ppaarraammeetteerrbbeerriikkuutt::
a) Faktor Sumber (SF)
b) Frekuensi Sumber (SN)
c) Faktor Lebar (WF)
d) Rasio luas DAS bagian hulu atau Relatif Upper Area (RUA)
e) Faktor Simetri (SIM)
f) Jumlah pertemuan sungai (JN)
g) Kerapatan jaringan drainase (D)
h) Kemiringan rata -rata DAS/Slope (S)
Tahapan selanjutnya adalah memasukkan semua parameter yang diperoleh
ke dalam persamaan model HSS Gama 1 untuk mendapatkan besaran
(TB) dan koefisien tampungan (K). Kurva sisi resesi HSS Gama 1 ditetapkan
dengan menggunakan koefisien tampungan (K). Setelah itu dilakukan
penggambaran HSS Gama 1 untuk DAS Ciliwung Hulu yang merupakan hubungan
antara waktu (pada sumbu x) dengan debit (sumbu y).
Analisis Perbandingan kuantitatif
Untuk membandingkan secara kuantitatif antara hidrograf satuan sintetik dan
hidrograf satuan pengukuran dilakukan dengan metode yang dikemukakan oleh
(Chou & Wang 2002) yaitu:
1. Coefficient of efficiency (CE):
$
2 1 2 1 1( )
( )
( )
N t N t CEq t
q t
q t
q
= = = −
−
∑
−
∑
... (18)2. Relative error dari volume total (EV)
$ 1 1 ( ) ( ) ( ) N t N t
q t q t
EV q t = = − =
∑
∑
x 100 % ... (19)3. Absolute error dari debit puncak (AEQp)
^
AEQp=QP Qp− ... (20)
4. Relative error dari debit puncak (EQp)
$
100% q p qp
EQp x
qp
−
= ... (21)
5. Absolute error dari waktu puncak(ETp)
^
ETp=TP Tp− ... (22)
Dimana q$(t) merupakan estimasi hasil simulasi dari q(t), sedangkan q(t)
Penyesuaian Konstanta Model
Penyesuaian model dilakukan untuk mendapatkan model HSS Gama 1
yang sesuai dengan hidrograf satuan pengukuran DAS Ciliwung Hulu.
Penyesuaian model dilakukan dengan meminimalkan selisih antara hidrograf
sataun hasil pengukuran dengan hidrograf satuan sintetik Gama 1 hasil simulasi
melalui perubahan konstanta model HSS Gama 1 menggunakan solver command
dalam perangkat lunak Microsoft Excel. Model yang mempunyai nilai parameter
uji kuantitatif baik dengan ciri-ciri mempunyai nilai coefficient of efficiency (CE)
mendekati nilai 1 (satu), relative error dari volume total (EV) mendekati nilai 0
(nol), absolute error dari debit puncak (AEQp) yang mendekati nilai 0 (nol),
relative error dari debit puncak (EQp) yang mendekati nilai 0 (nol) , dan absolute
error dari waktu puncak (ETp) yang nilainya mendekati nilai 0 (nol) saja yang
selanjutnya dipergunakan untuk menduga hidrograf satuan di DAS yang lainnya.
Validasi Model Terpilih
Validasi terhadap model yang telah disesuaikan konstantanya tersebut
dilakukan dengan menggunakan data hidrograf satuan pengukuran dan data
morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu yang mempunyai luas 1,40
km2 untuk periode pengukuran tahun 2004 sampai 2005 serta hidrograf satuan
pengukuran DAS Progo yang mempunyai luas 411,67 km2 untuk periode tahun
1977 sampai 1980. Hasil simulasi hidrograf satuan sintetik dari model yang telah
disesuaikan konstantanya tersebut, kemudian diuji lagi dengan metode yang
dikemukakan oleh Chou & Wang (2002).
Penyederhanaan (Simplifikasi) Model
Penyederhanaan (simplifikasi) terhadap model HSS Gama 1 dilakukan
untuk mendapatkan model HSS dengan tingkat keakuratan pendugaan yang baik
namun menggunakan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di
Peta Rupa Bumi.
Tahapan awal dari penyederhanaan (simplifikasi) model ini adalah
melakukan analisis korelasi antara variabel pokok hidrograf satuan sintetik yaitu
dasar/time to base (TB) dengan parameter morfometri DAS. DAS yang
dipergunakan untuk analisis ini adalah sebanyak 9 (sembilan) buah dengan kriteria
mempunyai data pengukuran morfometri dan data pengukuran variabel pokok
hidrograf satuan. Hasil dari analisis korelasi ini kemudian dibuat matrik korelasi
untuk memudahkan pemilihan parameter morfometri DAS yang pengukurannya
pada Peta Rupa Bumi lebih mudah dila kukan namun mempunyai tingkat korelasi
yang tinggi. Parameter morfometri DAS yang dipergunakan dalam simplifikasi
model HSS Gama 1 ini adalah luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan
jumlah pertemuan sungai (JN).
Tahap kedua dari pengembangan Model HSS simplifikasi ini adalah
membuat regresi hubungan antara ketiga parameter morfometri DAS tersebut
dengan masing-masing variabel pokok hidrograf satuan yaitu waktu puncak (TP),
debit puncak (QP) dan waktu dasar (TB). Keakuratan penyederhaan
(simplifikasi) model ini dilihat dari besarnya koefisien determinasi yang
diperoleh. Semakin tinggi koefisien determinasinya maka model akan semakin
baik.
Tahap ketiga adalah melakukan analisi uji-t hasil simulasi menggunakan
model HSS Simplifikasi dengan hasil simulasi yang menggunakan model HSS
Gama 1. Uji-t dilakukan terhadap setiap variabel pokok yang dihasilkan oleh
masing-masing model. Analisis uji-t dilakukan dengan memanfaatkan data
morfometri 31 DAS yang telah diketahui morfometrinya. Uji-t dimaksudkan
untuk mengetahui hasil simulasi dengan model HSS Simplifikasi berbeda nyata
atau tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan hasil simulasi menggunakan model
HSS Gama 1. Penggunaan Model HSS Gama 1 sebagai pembanding adalah
karena model HSS Gama 1 diasumsikan mempunyai keakuratan yang baik dalam
menduga variabel pokok hidrograf satuan DAS-DAS di Indonesia (khususnya di
Pulau Jawa).
0 8 / $ ,
3 ( 5 6 , $ 3 $ 1
3 ( 1 * 8 0 3 8 / $ 1 ' $ 7 $ 8 7 $ 0 $
&XUDK+ XMDQ 7LQJJL0 XND$ LU
3HQHQWXDQ
+ LGURJUDI 6 DWXDQ 3HQJDPDWDQ
8 ML. XDQWLWDWLI
%DLN
0 RGHO9 DOLG
3HQJXNXUDQ 0 RUIRPHWUL' $ 6 & LOLZXQJ + XOX
0 RGHO+ LGURJ UDI 6DWXDQ 6LQWHWLN* DP D
7LGDN%DLN 3HQ\HVXDLDQ0 RGHO
0 RUIRP HWUL' $ 6
$QDOLVLV. RUHODVL
$QDOLVLV5 HJUHVL
0 RGHO+ 6 6 6 LPSOLILNDVL
0RGHO+6 6 * DPD
$QDOLVLV8 MLW
[image:44.612.103.507.76.690.2]0 RGHO+ 6 6 6LPSOLILNDVL9 DOLG
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak dan Luas
Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu mencakup areal seluas 146 km2 yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl.
Secara geografis DAS Ciliwung Hulu berada di posisi 6002’ – 6055’ LS
dan 106035’ – 107000’ BT. Secara administratif pemerintahan DAS Ciliwung
Hulu termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bogor (Kecamatan
Megamendung, Cisarua dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota Madya Bogor
(Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kecamatan Kota Bogor Selatan).
DAS Ciliwung Hulu berbatasan dengan Sub DAS Cisadane Hulu di
sebelah selatan dan Barat, Sub DAS Cibeet di sebelah Utara dan DAS Citarum di
sebelah Timur. Luas DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan adalah 14.946 Ha.
Adapaun tempat pengukuran aliran sungai untuk DAS Ciliw ung Hulu adalah di
Katulampa, yang terletak pada 6038’39’’ LS dan 106050’20’’ BT dengan elevasi
367 m dpl.
Bentuk dan Hidrologi DAS
Bentuk Sub-DAS Ciliwung Hulu lebih menyerupai bentuk kipas dengan
outlet pengukuran di Katulampa. Panjang sungai Ciliwung dari hulu sampai di
SPAS Katulampa adalah 16,5 km dengan kemiringan rata-rata 13,5%. Bentuk
topografi DAS Ciliwung Hulu umumnya kasar -sangat kasar, bentuk lereng
terjal-sangat terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun.
Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu Sub DAS Tugu
(Ciliwung Hulu), Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan
Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras,
variasi kemiringan lereng tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2 ),
15-45% (52,9 km2), dan sisanya lebih dari 45%. Di bagian hulu masih banyak
dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan
Tabel 1. Luas Masing-Masing Sub DAS yang Berada di DAS Ciliwung Hulu
Luas
No. Sub DAS
Ha %
1 Sub DAS Tugu / Hulu Ciliwung 5.082 33.60
2 Sub DAS Cisarua 1.522 10.17
3 Sub DAS Cibogo 1.843 12.32
4 Sub DAS Cisukabirus 2.429 16.23
5 Sub DAS Ciesek 2.453 16.39
6 Sub DAS Ciseuseupan 1.120 13.80
7 Sub DAS K atulampa 596 7.49
Jumlah 14.964 100.00
Sumber : Irianto (2000)
Jenis Tanah dan Topografi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor (1986) dan Lembar Jakarta dan
Kepulauan Seribu (1992), di wilayah hulu terdapat formasi volkanik (komplek
utama Gunung Salak dan Gunung Gede -Pangrango). Lereng di Hulu bervariasi
dan lereng di atas 25% adalah yang dominan. Jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu
merupakan hasil perombakan dari bahan induk tufa vulkanik. Jenis tanah pada
DAS Ciliwung Hulu di didominasi oleh Asosiasi Typic Hapludonds–Typic
Troposammens dan Asosiasi Andic Humitropepts–Typic Dystropepts. Secara
detail jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 2. Fisiografi
DAS Ciliwung Hulu bervariasi mulai dari datar (0-8%) sampai curam (>45%).
DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal sampai terjal sebesar
54,68%. Adapun luas masing-masing kelas lereng di DAS Ciliwung Hulu
Tabel 2. Jenis Tanah di DAS Ciliwung Hulu
No Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase
1 Kompleks Typic Troporthens – Typic Fluvaquents 282,00 1,88
2 Typic Hapludents 1.641,00 10,97
3 Typic Dystropepts 1.879,00 12,56
4 Typic Humitropepts 245,00 1,64
5 TypicEutropepts 2.206,00 14,74
6 Typic Hapludonds 2.154,00 14,39
7 Typic Troposammens 27,00 0,18
8 Asosiasi Typic Hapludonds – Typic Troposammens 3.680,00 24,59
9 Asosiasi Andic Humitropepts – Typic Dystropepts 2.850,00 19,05
Jumlah 14.964,00 100,00
Sumber : Peta tanah semi Detail DAS Ciliwung Hulu, Puslitanak 1992 (Irianto 2000)
Tabel 3. Kelas Kelerengan di DAS Ciliwung Hulu
No Kelas Kelerengan (%) Luas (Ha) Prosentase
1 0 – 8 4.927,00 32,93
2 9 - 15 1.854,00 12,39
3 16 - 25 3.751,00 25,07
4 26 - 45 1.937,00 12,95
5 > 45 2.494,00 16,66
Jumlah 14.964,00 100,00
Sumber : Irianto (200 0)
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar DAS Ciliwung Hulu berada
di daerah dengan kelas kelerengan yang agak curam sampai curam. Kondisi
topografi wilayah yang seperti ini akan mempengaruhi perilaku respon hidrologi
Iklim
Kondisi iklim di DAS Ciliwung Hulu berdasarkan pengukuran pada
Stasiun Klimatologi Citeko disajikan pada Tabel 4. Suhu udara maupun