• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 672006229 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 672006229 Full text"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4

1. Pendahuluan

Pada Konferensi UnitedNations Summiton ClimateChange yang diadakan di Bali pada awal Desember 2007. Konferensi ini menandai kesepahaman internasional akan resiko perubahan cuaca global bagi keberlangsungan kehidupan. Meskipun berbagai kalangan telah merasakan dampak perubahan pemanasan global, namun tampaknya grand design yang nyata dan operasional belum disosialisasikan secara luas. Ancaman dan krisis pangan dunia yang menggejala secara global sejak awal 2008 memiliki kaitan sangat erat dengan perubahan iklim global. Ancaman penurunan produksi pangan di berbagai negara oleh perubahan iklim yang memicu banjir, kemarau panjang dan kekeringan, kenaikan suhu, penurunan kualitas lahan dan lain-lain menjadi semakin nyata.

Dampak perubahan iklim pada peningkatan temperatur sebenarnya sudah ditengarai sejak tahun 1990an rata-rata kenaikan suhu per tahun sebesar 0.3 derajat celsius. Pada tahun 1998 terjadi kenaikan suhu yang luar biasa mencapai satu derajat celsius. Indonesia diprediksi akan mengalami lebih banyak hujan dengan perubahan dua sampai tiga persen per tahun. Intensitas hujan akan meningkat, namun jumlah hari hujan akan semakin pendek. Dampak yang nyata adalah meningkatnya resiko banjir. Secara umum, perubahan cuaca akan memicu kemarau panjang dan penurunan kesuburan tanah. Hal ini akan mempengaruhui kelangsungan produksi pangan secara nasional. Pemanasan global juga mengandung resiko yang besar akan kegagalan panen dan kematian hewan ternak. Ancaman produksi pangan global warming mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off, kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif yang secara keseluruhan mengancam keberhasilan produksi pangan. Kajian terkait dampak perubahan iklim pada bidang pertanian oleh National Academy of Science / NAS pada tahun 2007 menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya variasi hujan tahunan dan antar tahun yang disebabkan oleh Austral-Asia Monsoon dan El Nino-Southern Oscilation (ENSO). Sebagaimana dilaporkan oleh Food and Agriculturure Organization (FAO) pada tahun 1996, kekeringan akibat kemarau panjang yang merupakan efek El Nino pada tahun 1997 telah menyebabkan gagalnya produksi padi dalam skala yang sangat besar yaitu mencakup luasan 426.000 ha. Selain tanaman padi, komoditas pertanian non-pangan yang lain seperti kopi, coklat, karet dan kelapa sawit juga mengalami penurunan produksi yang nyata akibat adanya kemarau panjang. .

(2)

5

berbagai aspek pembangunan, khususnya ketahanan pangan. Beberapa rekomendasi dari World Development Report pada tahun 2008 antara lain: menanam varitas yang memiliki daya adaptasi tinggi, mengubah masa tanam menyesuaikan cuaca, mempraktekkan pertanian dengan masa tanam yang lebih singkat. Petani Indonesia memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Selain karena kepemilikan lahan yang sangat kecil serta lemahnya akses terhadap berbagai input pertanian serta keterbatasan akses pada pasar dan pengolahan hasil pertanian, petani juga memiliki pengetahuan yang sangat minim tentang strategi adaptasi produksi pertanian terhadap perubahan iklim global.

Tampaknya tidak mungkin bagi petani diharapkan mencari strategi sendiri. Pemerintah harus mampu mendukung petani beradaptasi terhadap perubahan iklim global. Penyediaan informasi cuaca yang akurasinya tinggi dan terintegrasi akan sangat bermanfaat untuk kepentingan produksi pertanian dan juga menjadi kebutuhan yang semakin mendesak. Informasi tersebut mestinya mencakup variasi lokal sehingga dapat diakses oleh petani-petani lokal dan digunakan untuk antisipasi dalam produksi pertaniannya. Pemerintah perlu menyiapkan dukungan berbagai sumber daya baik sumber daya manusia, finansial maupun prasarana untuk mempercepat proses pengembangan berbagai komoditas yang memiliki daya adaptabilitas tinggi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global. Kerjasama penelitian dan diseminasi produk antara peneliti di lembaga penelitian, universitas, pusat penelitian Private Corporation dan Non Grovermental Organization dengan melibatkan penyuluh lapangan dan tokoh asosiasi petani sangat perlu dilakukan [1].

2. Tinjaun Pustaka

Penerapan MapServer dalam pengembangan sistem sudah cukup banyak digunakan. Seperti pada Model Spasial Klasifikasi Wilayah Resiko Demam Berdarah Dengue (DBD) Menggunakan Fungsi Gi* Statistik (Studi Kasus Sosiodemografi Kota Surakarta 2005-2009) [2] yang memanfaatkan MapServer,

PHP, MapScript dan Chameleon. Disini peneliti mengolah data spasial sosiodemografi di kota Surakarta dengan Gi*Statistik sehingga muncul suatu pola spasial yang dapat dianalisis keterkaitan antar wilayah. Dengan fungsi Gi*Statistik ini menghasilkan pola sesuai dengan data asli. Keterkaitan antar wilayah dapat dilihat dari hasil perhitungan Gi*Statistik dalam range nilai antara dua sampai -2 per wilayah.

Selanjutnya penerapan MapServer juga terdapat pada penelitian Pemodelan Pola Spasial Persebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Fungsi

(3)

6

dibandingkan dengan variabel curah hujan, jenis tanah dan ketinggian tanah. Sehingga kita dapat menentukkan komoditas mana yang cocok ditanam pada tahun-tahun berikutnya.

Metode Spatio Temporal adalah suatu bentuk analisis dari suatu permasalahan yang ada dengan menggunakan metode penelitian jangka panjang dalam suatu lingkup daerah. Metode Spatio Temporal menggunakan data-data yang dikumpulkan dalam kurung waktu tertentu (Spatio), yang kemudian data itu diproses menggunakan Gi*Statistik sehingga dapat dilihat perubahan data yang terjadi dari kurung waktu tertentu. Data yang telah diproses itu dapat ditentukan hasil apa saja yang terjadi dalam kurun waktu data itu diambil seperti perubahan data atau penambahan data. Pada penelitian ini metode Spatio Temporal ini didukung menggunakan fungsi Gi*statistik dalam perhitungan datanya, sehingga menghasilkan data berdasarkan region-region yang telah ditentukan sebelumnya. Dari data hasil perhitungan ini peneliti dapat melihat keterkaitan region satu dengan region yang lain dari nilai hasil Gi*Statistik. Menggunakan pendekatan analisis Spatio Temporal, dapat diketahui seberapa besar perubahan iklim dan pola tanam dalam kurun waktu 2005-2009 di Kabupaten Boyolali. Analisis Spatio Temporal merupakan metode analisis gabungan antara analisis keruangan dan multiwaktu.[4]

Curah Hujan dan Pola Tanam. Kondisi iklim di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh sirkulasi monsoon yang menimbulkan perbedaan iklim antara musim hujan dan musim kemarau. Besarnya curah hujan akan sangat tergantung pada sirkulasi monsoon. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang secara meteorologis diekspresikan dalam nilai Southern Oscillation Index (SOI). Berdasarkan hal tersebut maka fluktuasi curah hujan sangat berkorelasi dengan fluktuasi SOI. Kejadian El Nino dapat berdampak pada penurunan curah hujan, dan kejadian La Nina dapat menimbulkan peningkatan curah hujan. Pola produksi tanaman pangan umumnya berbeda pada musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan dimulai manakala curah hujan pada hari tertentu telah mencapai antara 200 - 350 mm. Definisi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, awal musim hujan curah hujan harian sebesar 50 mm selama 10 hari berturur-turut yang kemudian diikuti dengan curah hujan diatas 50 mm pada 10 hari berikutnya. Dengan menggunakan batasan curah hujan tersebut periode musim hujan di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi tetapi umumnya berlangsung antara bulan September/Oktober hingga bulan Maret/April [5]. Anomali iklim El Nino dan La Nina menimbulkan pengaruh terhadap besaran curah hujan dan ketersediaan air irigasi, periode musim hujan dan musim kemarau dan pergeseran musim tanam. Di Provinsi Lampung, El Nino

(4)

7

musim tanam sangat variatif menurut daerah yaitu sekitar 1-8 dasarian. Peristiwa

ElNino dan La Nina dapat menimbulkan variasi besarnya dampak yaitu besarnya dampak yang ditimbulkan oleh anomali iklim terhadap situasi iklim lokal atau curah hujan lokal, dan kemampuan petani dalam mencegah penurunan produksi yang disebabkan oleh anomali iklim di setiap daerah. Kedua faktor tersebut menyebabkan penurunan curah hujan yang tergolong besar di suatu daerah, dapat saja tidak menimbulkan dampak serius terhadap produksi pangan jika penurunan suplai air akibat El Nino dapat ditanggulangi. Sebaliknya, daerah yang mengalami penurunan curah hujan relatif kecil dapat mengalami dampak penurunan produksi yang tinggi, jika petani tidak mampu melakukan adaptasi dan antisipasi yang diperlukan [5].

PostGIS. Pembangunan teknologi GIS (Geographic Information Sistem) telah berkembang pesat dan membutuhkan teknologi basis data Spatial, PostgreSQL merupakan pilihan basis data Open Source yang paling popular, dengan dukungan ekstensi spatial yang bernama PostGIS [6]. Postgis merupakan tambahan pendukung objek geografis untuk objek pada PostgreSQL (basis data relasional). ESRI Shapefile umumnya terdiri dari tiga ekstension file yaitu shp, shx dn dbf. Shp dan shx meyimpan informasi spasial dari data sedangkan dbf menyimpan data atribut. Kelemahan dari data format dbf adalah struktur basis datanya masih

flat file, semua data disimpan dalam satu tabel, bukan termasuk ke dalam basis data relational. Jika menggunakan PostGIS, maka data shp akan dikonversi lalu disimpan ke dalam geo-database di PostgreSQL dan PostGIS, ada dua manfaat yang akan diperolah dengan konversi data ini, yaitu dapat memanfaatkan keunggulan geo database dalam GIS dan memungkinkan terhindar dari virus [6].

Gi* Statistik. Data spasial yang berkembang secara besar dan modern dengan kemampuan untuk visualisasi dan manipulasi di Sistem Informasi Geografis (SIG), menciptakan permintaan sebuah teknik baru untuk analisis data spasial pada eksplorasi dan sebuah penerimaan [7]. Pengukuran Global dari Gi*Statistik untuk semua studi area menggunakan penjumlahan rata-rata. Untuk deteksi

hotspot, pengukuran dengan statistik lokal memiliki kuantitas variasi pada autokorelasi spasial daripada global [8]. Hotspot (titik panas) adalah suatu kondisi yang mengindikasi suatu wilayah membentuk clustering atau pengelompokan di sebuah distribusi spasial. Hotspot secara sederhana dideteksi dengan cara mengamati suatu lokasi dengan fenomena melimpah/besar. Pada ekologi, hotspot

sering dideteksi di puncak global secara spasial, dimana sebuah nilai pada observasi disatukan dengan semua nilai-nilai data set. Hubungan data spasial penting dan arti dari lokal spasial yaitu, menggabungkan nilai observasi dengan lokasi-lokasi sekitar/tetangga dari letak yang diobservasi. Mendeteksi hotspot

(5)

8

berkaitan dan segala yang dekat lebih banyak daripada yang jauh [9]. Sehingga Petugas Dinas Pertanian sebagai pengguna nantinya dapat menganalisis output berdasarkan pada keterkaitan nilai Gi*Statistik antar region. Pengukuran asosiasi spasial oleh Getis dan Ord [9], berdasarkan definisi dari sebuah tetangga tiap lokasi dari observasi dari sebuah jarak d. Metode Gi* statistik z(Gi) dari Getis dan Ord merupakan metode yang membantu mencari lokasi panas (hotspot), titik panas ini berguna dalam menentukan nilai dari tetangga-tetangga yang berdekatan dengan titik panas tersebut. Penentuan indikator suatu wilayah dikatakan ekstrim tinggi hingga sangat rendah bergantung dari nilai z(Gi), dimana z(Gi) > 2 artinya ada hubungan lokal nilai positif signifikan, sedangkan apabila z(Gi) < -2 mengindikasikan bahwa nilai keterkaitan sangat kecil, rendah. Pada penelitian ini yang dijadikan titik awal adalah kecamatan Klego(xi), dimana daerah ini memiliki keragaman data dan jumlah data luas dan panen yang tinggi. Selain itu dalam penentuan (xi) ini dihitung dengan metode Queen Move yang membandingkan Klego dengan rata-rata kasus Klego dengan tetangga sekitarnya. Didapat hasil Klego memiliki nilai rata-rata yang mendekati dari keragaman kasus yang ada sehingga Klego dijadikan sebagai titik awal dari penentuan tetangga per region.

Gambar 1 Metode Queen Move[7]

dimana,

X : Titik awal yang kita tentutan. A, B, C : Tetangga disekitar titik X

Rumus Metode QueenMove

Yang dapat dilihat pada Persamaan (1) [7]

n Wij

Q

(1)

dimana,

Q : Rata-rata dari Queen Move

Wij : Jumlah data pada titik awal dan daerah sekitarnya

n : Jumlah daerah titik awal dan daerah sekitarnya

Tetangga atau Region

(6)

9

Sedangkan tetangga (xj) yang berada di antara wilayah studi yang dihitung berdasarkan letak geografis yang berdekatan dengan titik awal yang telah ditentukan. Kota Boyolali dikelilingi oleh Kabupaten Semarang (16 Kecamatan), Kabupaten Grobogan (19 Kecamatan), Kabupaten Sragen (20 Kecamatan), Kabupaten Karanganyar (17 Kecamatan), Kabupaten Surakarta (5 Kecamatan), Kabupaten Sukoharjo (12 Kecamatan), Kabupaten Klaten (26 Kecamatan), Kabupaten Yogyakarta (14 Kecamatan) dan Kabupaten Magelang (21 Kecamatan) sehingga jumlah kecamatan yang mengelilingi Kota Boyolali sebanyak 150 wilayah dan menjadi 169 wilayah dihitung dengan Kecamatan Boyolali sendiri. Keseluruhan kecamatan yang berjumlah 169 menjadi penentu n

(jumlah wilayah studi keseluruhan berdasarkan letak geografis). Tetangga yang berdekatan dengan Klego dibagi menjadi enam bagian terdekat yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tabel Penentuan Tetangga di Kabupaten Boyolali

No Tetangga Terdekat Ke-

Meliputi Kelurahan Jumlah Tetangga

Jumlah Tetangga dari Tetangga 1 I Klego, Karanggede,

Wonosegoro, Kemusu, Andong, Simo

6 6

2 II Juwangi, Sambi, Nogosari 3 9 3 III Ngemplak, Banyudono,

Teras

3 12

4 IV Mojosongo, Sawit 2 14

5 V Boyolali, Musuk 2 16

6 VI Cempogo, Selo, Ampel 3 1

9

Jumlah tetangga pertama didapat dari jumlah tetangga dari Klego sebagai titik awal yang memiliki jumlah tetangga termasuk Klego enam kecamatan. Kemudian pada jumlah tetangga kedua adalah tiga kecamatan dengan jumlah tetangga dari tetangga adalah sembilan kecamatan ( Jumlah tetangga pertama ditambah dengan jumlah tetangga kedua). Begitu dengan jumlah tetangga dari tetangga didapat dengan menjumlahkan jumlah tetangga dengan tetangga-tetangga selanjutnya.

Rumus Gi*Statistik

Yang dapat dilihat pada Persamaan (2) [9]

 





  2 1 2 2 1

1

)

(

i n j ij n j i j ij i

w

w

n

n

s

W

X

X

d

W

G

(7)

10

j ij i w w n x

x

i i

n x x s

i i

2 2

dimana,

z(Gi) : nilai Gi*statistik j

ij d x w ( )

: Jumlah data per region atau tetangga dari tetangga

X : Rata-rata seluruh kasus pada wilayah studi.

i

w : Jumlah tetangga antara wilayah studi dengan tetangga terdekatnya

s2 : variance / perbedaan antar i (sites)

n :Jumlah tetangga yang berdekatan dengan studi area (letak geografis)

Gambar 2 Hasil Hitung ManualGi*Statistik Luas Padi Sawah Tahun 2005

Contoh Perhitungan Manual Gi*Statistik pada luas panen padi sawah kecamatan Juwangi :

Kecamatan Juwangi memiliki:

j ij d x w ( )

: 24.959 (Jumlah Kasus pada region Juwangi)

X : 2.036,11 (Rata-rata seluruh kasus pada wilayah studi)

i

w : 9 (Jumlah Tetangga dari tetangga pada region Juwangi)

s2 : 234.409,13 (Nilai Pembeda antar Sites)

n :169 (Jumlah tetangga yang berdekatan dengan studi area (letak geografis))

Pada perhitungan Gi*Statistik Juwangi :

(8)

11

  

169*81 81

168 13 , 234409 ) 9 * 11 , 2036 ( 3846 4672 596 2550 1015 4264 1846 2972 3198            i G z

 

13608 * 29 , 1395 9 , 18324 24959  i G

z

 

42 . 4357 1 . 6634  i G

z z

 

Gi 1,52

Berdasar perhitungan dengan rumus Gi*Statistik maka pada data pertanian memunculkan pola spasial autokorelasi berdasarkan nilai Gi*Statistik masing-masing wilayah kecamatan dengan inputan berupa jumlah dan luas panen padi, jagung dan ubi kayu, yang kemudian dibandingkan dengan jenis tanah, ketinggian lahan dan curah hujan pada wilayah Boyolali.

3. Metode Pengembangan Sistem

Simulasi membawa peran penting dalam analisis dari pola spasial, sehingga metode yang digunakan untuk pengembangan sistem ialah dengan menggunakan model Analisis Simulasi (Simulation Analysis). Metode Analisis Simulasi merupakan teknik permodelan deskriptif, penggambaran sistem menggunakan model dimana tidak memerlukan formasi permasalahan/rumusan masalah secara eksplisit dan langkah-langkah solusi yang merupakan bagian dari model optimisasi [10].

Langkah-langkah model Analisis Simulasi sebagai berikut:

1. Rumusan Masalah

2. Pengumpulan Data dan Analisis

3. Pengembangan Model

4. Verifikasi Model dan Validasi 5. Eksperimen Model dan Optimisasi 6. Implementasi dari Hasil Simulasi.

(9)

12

- Rumusan Masalah

Pada tahap rumusan masalah dilakukan dengan membuat pertanyaan untuk mendapatkan jawaban dari kesesuaian lahan dan iklim serta mengukur performasi sistem yang akan digunakan.

- Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dan analisis data dilakukan dengan pencarian informasi dan kebutuhan data untuk mengetahui dengan jelas masalah yang telah dirumuskan. Pencarian data pola tanam dan iklim didapat dari Dinas Pertanian Kota Boyolali. Data yang didapat adalah data jumlah panen, luas panen, jenis tanah, ketinggian lahan dan curah hujan pada tahun 2005-2009. Penganalisisan data dilakukan dengan mengolah data yang telah diperoleh, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam permodelan untuk melakukan perhitungan/analisis data.

- Pengembangan Model

Pengembangan Model menyangkut pengerjaan dan testing model dari sistem nyata termasuk memilih bahasa pemrograman komputer, model dari coding, dan debugging.

- Verifikasi Model dan Validasi

Kemudian pada langkah Verifikasi Model dan Validasi, membangun model yang sesuai dan representatif dengan sistem nyata. Sebuah model dikatakan memiliki validasi jika hasil keluaran memiliki nilai yang mendekati pengukuran sistem nyata. Tujuan test dari sebuah model adalah

validasi harus menghasilkan prediksi masa depan dengan baik. - Model Eksperimen dan Optimisasi

Tahap model eksperimen dan optimisasi yang dilakukan adalah ketepatan seperti seberapa luas sampel yang dibutuhkan untuk mengestimasi performa sistem, dan desain dari eksperimen yang efektif dengan hasil dari perhitungan Gi*statistik yang menghasilkan pemetaan pola tanam sudah sesuai dengan data original atau belum.

- Implementasi dari Hasil Simulasi

Tahap ini berisi tentang kepastian penerimaan dari hasil oleh user sistem dan pengembangan keputusan dari analisis yang dilakukan. Alasan dari ketidaksuksesan tujuan implementasi sering menyangkut dari sebuah gap komunikasi, atau ketidakmampuan user dalam penguasaan teknik menganalisis, kurangnya kesadaran personal atau organisasional memandang perkembangan pola tanam yang dihasilkan oleh perhitungan dari sistem. Sebagian user lebih menggunakan pengetahuan berdasar pengalaman daripada data yang terjadi sesungguhnya sehingga kurang menerima sistem yang dibangun.

Data Flow Diagram (DFD). DFD merupakan penggambaran sistem yang

menggunakan bentuk simbol untuk menggambarkan aliran data dalam suatu proses yang saling berhubungan [11]

Adapun deskripsi Rumusan Masalah dalam sistem ini,

1. Pengelolaan nilai masukan untuk menentukan pola tanam oleh Admin

(10)

13

3. Menampilkan peta hasil perhitungan Gi*Statistik.

4. Menganalisis peta pola tanam sesuai dengan indikator yang ditunjukkan dengan warna pada peta.

0 Pemodelan Pola

Tanam dan Kesesuaian Lahan

Admin

Kesimpulan Analisis

Data Variable Wilayah

Data Perhitungan Gi*Statistik

Gambar 4Data Flow DiagramLevel Nol Pola Tanam dan Kesesuain Lahan

Diagram Level Nol pada Gambar 4 menunjukkan proses sistem secara garis besarnya, dimana Admin (Petugas Dinas Pertanian) dapat memasukkan data jumlah tanam, luas tanam, curah hujan, ketinggian lahan dan jenis tanah. Admin

melihat peta pola tanam dan kesesuaian lahan pada kota Boyolali sehingga dapat melakukan analisis pola tanam yang cocok untuk tahun-tahun ke depan.

Admin

1 Input Variabel Wilayah

Header

2 Menghitung Gi*Statistik

Footer

3 Menampilkan

Peta

4 Analisis Peta

Data Variabel Wilayah

Peta Pola Tanam Kesimpulan Analisis

Data Variabel Wilayah

Data Variabel Wilayah

Data Variabel Wilayah Data Perhitungan

Gi*Statistik

Data Perhitungan Gi*Statistik

Data Perhitungan Gi*Statistik Data Perhitungan

Gi*Statistik

Gambar 5Data Flow DiagramLevel Satu Proses Kerja pada Model

Diagram Level Satu pada Gambar 5 proses kerja pemodelan sistem pola tanam dan lahan. Proses pertama Admin memasukkan database variable wilayah yang disimpan pada database Header (Database Header berisi data tetangga, data periode, data kecamatan dan data Kabupaten) kemudian yang kedua Admin

(11)

14

wilayah yang didapat dari database Header. Setelah itu data hasil perhitungan Gi*Statistik disimpan pada database Footer(Database Footer berisi hasil perhitungan Gi*Statistik). Kemudian yang ketiga Admin memilih data peta pola tanam untuk ditampilkan peta pemodelan pola tanam, yang berasal dari database Header (Data Wilayah) dan database Footer (Data Gi*Statistik). Langkah terakhir Admin menganalisis peta pemodelan pola tanam dan menarik kesimpulan dari pemodelan.

Admin

2.1 Memilih Variabel Wilayah

Header

2.2 Input Kasus Gi*Statistik

2.3 Hitung

Gi*Statistik

Footer

Data Variabel Wilayah

Data Variabel Wilayah

Data Wilayah Terpilih

Data Kasus

Data Perhitungan Gi*Statistik

Data Perhitungan Gi*Statistik

Gambar 6 Data Flow DiagramLevel Dua Proses Hitung Gi* statistik

Gambar 6 menunjukkan DFD level Dua proses hitung Gi*Statistik yang pertama dimulai dengan Admin memilih variable wilayah terpilih yang didapat dari database Header, kemudian yang kedua Admin memasukkan data kasus yang akan dihitung. Data perhitungan Gi*Statistik yang didapat dari data kasus dan data wilayah(Database Header) dihitung menggunakan Gi*Statistik pada proses ketiga. Kemudian hasil dari perhitungan Gi*Statistik ini disimpan di database Footer.

4. Hasil dan Pembahasan

Setelah tahapan perancangan sistem, maka selanjutnya adalah implementasi sistem yang dibangun. Pengembangan sistem prediksi pola tanam ini memiliki

(12)

15

Gambar 7 Halaman Start Server

Gambar 7 menunjukkan antarmuka start server yang digunakan untuk menjalankan koneksi server ke client.

Gambar 8 Halaman Client

Gambar 8 merupakan antarmuka Client yang terdiri dari :1. File, Pada halaman ini terdapat shortcut untuk keluar dari sistem; 2. Master, Pada halaman ini terdapat tiga link yaitu:Master, Pada master sendiri terdapat tiga link lagi yaitu Kabupaten, yang digunakan untuk menambah kabupaten di database, Region, digunakan untuk mengatur jumlah region yang dimiliki Kabupaten, Kecamatan, digunakan untuk menambah kecamatan pada Kabupaten, Years, memasukkan data tahun di database, Periode, menentukan tahun mana saja yang akan dipakai dari databaseyears; 3. Transactions, Pada halaman ini terdapat dua link yaitu Gi*Statistik App ,Antarmuka perhitungan Gi*Statistik, dihalaman ini user dapat menginput data dan menampilkan hasil perhitungan Gi*Statistik dalam bentuk tabel maupun tampilan peta dengan komposisi warna menurut hasil perhitungan. Pola Tanam Komoditas, Pada halaman ini berisi persebaran pola tanam di Boyolali yang meliputi padi, jagung dan ubi; 4. Help, Berisi kontak person Admin. Antarmuka pemodelan data spasial yang dibangun berisi tampilan permodelan data pola tanam dan pola hasil keluaran dari masukkan data pada Model dari hasil hitungan dengan fungsi Gi* statistik.

(13)

16

sekitarnya memiliki nilai z(Gi) > +2, sedangkan suatu wilayah dikatakan memiliki nilai rendah apabila nilai dari wilayah tersebut memiliki nilai z(Gi) < -2. Antara

range -2 ≥ z(Gi)≤ +2 , penentuan warna dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Keterangan Warna Legend pada Pola z(Gi)

Range Nilai Warna

≤-2 Biru

-1< -2 Ungu

-0 < -1 Hijau Muda

0 < 1 Hijau Tua

1<2 Coklat

≥ +2 Merah

Wilayah pemodelan kesesuaian lahan dan iklim merupakan keluaran dari model yang dibuat berupa peta data spasial. Peta tersebut akan memiliki warna di tiap wilayah sesuai dengan nilai masukan yang telah diproses oleh model.

Wilayah pemodelan kesesuaian lahan dan iklim tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok/ level yang meliputi:

Gambar 9 Petunjuk Klasifikasi Tingkatan Nilai Gi*Statistik[2]

Peta hasil klasifikasi tersebut dapat membantu jajaran Dinas Pertanian untuk segera mengambil tindakan penyuluhan terhadap petani.

(14)

17

+2, akan berakibat wilayah ini akan terpengaruh oleh tetangganya yang bernilai tinggi. Pada level Tiga, jika suatu wilayah misal z(Gi) =1, sedangkan tetangga sekitar z(Gi) < -2, dikatakan moderat, bisa saja wilayah tersebut menjadi bernilai < -2 atau tetangga-tetangganya akan potensi tingkatan yang sama dengan wilayah studi. Level Dua Jika suatu wilayah studi di sekitar tetangganya ada yang z(Gi) > +2 dan ada pula z(Gi) < -2, sedangkan Level Satu terjadi bila wilayah studi dan daerah sekitarnya memiliki nilai z(Gi) < -2.

Gambar 10 Jumlah Panen Padi Sawah Tahun 2005

Jumlah Panen Padi Sawah pada tahun 2005 adalah 213.081 Ton, pola yang terbentuk pada Gambar 10 terlihat tingkat moderat antara Klego dan tetangga sekitarnya yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan nilai region lain. Pola ini berdampak pada jumlah panen padi tetangga terdekat dari daerah Klego yang besar dibandingkan daerah sekitar Cepogo.

Gambar 11 Curah Hujan Tahun 2005

(15)

18

Gambar 12 Jenis Tanah di Boyolali

Gambar 12 menunjukkan Jenis Tanah di Boyolali memiliki keterkaitan dengan pola tanam padi sawah di kabupaten boyolali. Kecamatan dengan jenis tanah yang lebih dari satu jenis memiliki jumlah panen dan luas panen yang lebih besar daripada daerah yang hanya memiliki satu jenis tanah saja.

Gambar 13 Ketinggian Tanah di Boyolali

Gambar 13 menunjukkan Ketinggian Tanah di Boyolali memiliki keterkaitan dengan pola tanam padi sawah. Daerah dengan ketinggian tanah antara 75-400 DPL lebih cocok ditanami padi daripada palawija.

Berdasarkan perbandingan perhitungan Gi*Statistik pada jumlah panen padi sawah dengan curah hujan, jenis tanah dan ketinggian tanah. Ketiga variabel mempengaruhi pola tanam padi sawah, seperti pada dataran rendah maka jenis tanaman yang ditanam adalah padi dibandingkan dengan dataran tinggi lebih banyak menanam palawija. Kemudian keragaman jenis tanah juga mempengaruhi komoditas apa yang akan ditanam, sedangkan daerah dengan curah hujan tinggi lebih banyak menanam padi yang bergantung kepada debit air dibandingkan dengan palawija.

Pengujian Server

Pengujian pada Server dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tabel Server

Proses Kondisi

Stabil Tidak Stabil

Run Server

(16)

19

Keterangan :

-Stabil (proses berjalan dengan lancar) -Tidak stabil (dalam proses terdapat error)

Pada Pengujian ini Admin menjalankan server dan melakukan start server

untuk menjalankan program.

Berdasarkan pengujian pada Tabel 1 disimpulkan bahwa Server dapat dijalankan dengan baik dan tidak mengalami masalah.

Pengujian Client

Pengujian pada Client dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tabel Uji Client

Proses Kondisi

Stabil Tidak Stabil

Start Client

Input Data 

Proses Hitung

Gi*statistik 

Load Peta 

Print Data 

Keterangan :

- Stabil (proses berjalan dengan lancar) - Tidak stabil (dalam proses terdapat error)

Pada Pengujian ini Admin menjalankan client kemudian memasukkan data dan menghitung Gi*Statistik dan menampilkan peta.

Berdasarkan pengujian pada Tabel 3 dan Tabel 4 proses start client, input

data, proses hitung Gi*statistik, load peta dan print data berjalan dengan stabil atau lancar dan tidak mengalami kendala serta data yang diinput menghasilkan data yang sama.

5. Simpulan

(17)

20

panen komuditas berbanding dengan parameter jenis tanah dan ketinggian lahan memiliki pola yang mirip atau hampir sama dengan pola tanam tahun 2005-2009. Pola spasial tersebut menunjukkan hotspot pada wilayah kecamatan Klego dengan sekitarnya memiliki keeratan sangat tinggi, terutama pada kecamatan Karanggede, Andong, Wonosegoro, Kemusu dan Simo yang berbatasan langsung dengan

hotspot.

6. Daftar Pustaka

[1] Suberjo, 2009. Adaptasi Pertanian dalam Pemanasan Global. Dosen Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta dan Mahasiswa Doktoral The University of Tokyo.

[2] Iriani, 2011, Model Spasial Klasifikasi Wilayah Resiko Demam Berdarah Dengue (DBD) Menggunakan Fungsi Gi* Statistik (Studi Kasus Sosiodemografi Kota Surakarta 2005-2009), Fakultas Teknologi Informasi, UKSW.

[3] Naftali, 2011, Pemodelan Pola Spasial Persebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Fungsi Moran’s I ( Studi Kasus : Demam Berdarah Dengue Kota Banjarmasin, Fakultas Teknologi Informasi, UKSW.

[4] Yuwono, 2001, Analisis Perubahan Kawasan Hutan Kabupaten Blora Dengan Pendekatan Kajian Spatio-Temporal, BAKOSURTANAL.

[5] Irawan B.,2006, Fenomena Anomali Iklim El Nino La Nina ; Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pangan, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

[6] Hatma, 2008, Tutorial_webGIS, http://infogis.com, Diakses tanggal April 2010.

[7] Anselin, L. & A. Getis, 1992, Spatial Statistical Analysis and Geographic Information Systems. Paper presented at the DOSES/urostat Workshop n New Tools for Spatial Analysis, Lisbon, Portugal, November.

[8] Tobler, W, 1965, Computation of the correspondence of geographical patterns, Pap. Reg. Sci. Assoc. 15: 131-139.

[9] Getis A., Ord. J.K, 1992, The analysis of spatial association by use of distance statistics, Geographical Analysis, 24, 189-206.

[10] Hoover, S.V. & Perry, R.F., 1989, Simulation: A Problem-Solving Approach. Boston: Addison-Weshey

Gambar

Gambar 1  Metode Queen Move[7]
Tabel 1 Tabel Penentuan Tetangga di Kabupaten Boyolali
Gambar 2 Hasil Hitung Manual Gi*Statistik Luas Padi Sawah Tahun 2005
Gambar 3  Model Analisis Simulasi [10]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, agar tercapai interaksi perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan peserta didik, sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni

Indikator kinerja untuk siswa membaca hasil diskusi didepan kelas (penelitian awal sebelum tindakan) sebesar 0%, siklus I sebesar 37,5%, siklus II sebesar 50%, siklus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Manado, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas Wenang belum sesuai dengan pedoman pengelolaan

Hasil Survey Kepuasan Orang Tua, Alumni, dan Stakeholder No Respon den Nilai Indeks Kepua san Nilai Kon- versi Mutu Pelaya nan 1 Orang Tua 2,92 73,01 B 2 Alumni 3,52 88,06 A 3

Dalam penulisan ini, penulis mengunakan pendekatan Analysis Content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan

Adanya pemberitaan di berbagai media cetak mengenai penghapusan APBD untuk wartawan di Provinsi Jawa Tengah menjadi dasar kajian penelitian yang mempersoalkan

Spektrum serapan derivat pertama dari basis krim sampel simulasi (mengandung nipagin) pada λ 257,0 nm nilai dA/dλ = 0 (Gambar 5) , hal ini menunjukkan bahwa kurva basis

Berdasarkan hasil observasi dengan guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Ingin Jaya Aceh Besar pada tanggal 12 September 2017 pada hari rabu, salah satu permasalahan