vii Abstrak
Injil Matius merupakan bentuk counter narrative terhadap kekuasaan Imperium
Romanum dan Aristokrasi Sinagoge yang mempraktekan dominasi dalam pranata
sosio-politik sebagai tujuan kekuasaan. Pax Romana yang universal ialah yang terbaik menurut
Imperium Romanum. Teologi Sosial Millitary Messiah menjadi penuntun pemberontakan
orang Yahudi melawan si kafir Romawi. Namun keduanya dituduh secara sinis oleh redaktur Matius sebagai model kekuasaan politik yang haus dominasi, manipulatif, menindas dan tak mencerminkan kehendak Allah, itulah mengapa Herodes Agung digambarkan ingin membunuh Mesias. Untuk itu pranata sosio-politik Mesias Yang
Terselamatkan sebagai model yang visioner dan melawan arus utama diajukan sebagai
ganti dua model pertama yang sama-sama palsu dan rentan pelanggengan status quo. Prinsip normatif sebagaimana yang diajukan redaktur Matius dalam menyikapi carut marut pranata sosio-politik dari awal abad pertama ternyata menembus jauh hingga masa Indonesia pasca reformasi. Sebagai negara yang baru lepas dari otokrasi dan bergerak lambat dalam demokrasi, Indonesia tengah terengah-engah mengatasi cengkraman oligarki (dekadensi aristokrasi) yang bertopeng demokrasi. Melalui pengalaman komunitas Matius yang mengajukan pranata sosial Mesias Yang
Terselamatkan, rupanya demokrasi di Indonesia yang hampir kehilangan daya dapat
diperkuat kembali sehingga mampu melawan oligark yang menguasai dua preferensi politik utama di Indonesia: fundamentalisme pasar dan fundamantalisme agama. Pranata Mesianik ini dapat menjadi basis moral religius bagi pembaca Matius di Indonesia sebab prinsip mesianik inheren dalam prinsip demokrasi. Pembaca Matius di Indonesia dapat menengok dasar biblis untuk mewujudkan gerakan Demokrasi yaitu dari uncivil society menjadi civil society yang dididam-idamkan.