• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU BHP dan Prospek Pengelolaan Pendidikan Tinggi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UU BHP dan Prospek Pengelolaan Pendidikan Tinggi."

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

MEDIAIND@NESIA

o

Selasa

0

Rabu

0

Kamis

0

Jumat

4 5 6 7 8 9 10 11

20 21 22 23 24 25 26

o

Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags

o Sabtu 0 Minggu

12 13 14 15 16

27

~

29 30 31

8Sep OOkt ONov ODes

UU BHP dan Prospek

-

-

-

.

"""~

-Pengelolaan

Pendldik"an ~Tinggi

...-

;:0::-

_

-.-

_~

~__

Oleh Tatang Muttaqin

A JS :::urtlnUniversity-Australia

<; 'ektoratAgama dan PendidikanBappenas

O

AYA saing nasional sang at diten-tukan oleh kemampuan mengem-bangkan iImu pengetahuan, melakukan inovasi teknologi, dan mendorong program penelitian dan pengem-bangan untuk melahirkan penemuan-pene-muan baru yang bermanfaat bagi pengembang-an ekonomi berbasis pengetahuan, Dalam konteks ini, lembaga pendidikan tinggi me-nempati posisi sangat penting dan strategis karena berperan daIam (1) ~elahirkan tenaga kerja terlatih, kompetitif, dan profesionaI, (2) mengembangkan iptek sebagai instrumen pokok di era globalisasi ekonomi, dan (3) meningkatkan kemampuan mengakses perkembangan ilmu pengetahuan di tingkat global dan mengadaptasinya menurut konteks lokal (World Bank 2002).

Menurut World Competitiveness Report,

-

serta hngKungan oIsmsl1ClSlOnal}, menem':-patkan Indonesia pada urutan ke-19 di an tara negara-negara anggotaAPEC, jauh di bawah Singapura yang berada di posisi ke-2, Taiwan ke-6, Korea Selatan ke-9, dan Malaysia ke-lO. Sementara itu, Thailand menempati urutan ke-ll, China ke-13, Vietnam ke-16, dan Fil-ipina ke-17.

Dengan posisi peta kekuatan persaingan di tingkat dunia seperti ini, tidak ada pilihan lain bagi bangs a Indonesia untuk memper-cepat peningkatan daya saing nasional mela-lui penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berkualitas.

Education Supplement

-

QS World Univer-sity Rankings (2005-2008), yait).J UGM, ITB, UI, Undip, Unair, IPB, serta UI;\'ibraw.

Relevansi pendidikan tinggi juga belum menunjukkan hasil yang sig{lifikan yang ditandai adanya kecenderungan peningkatan pengangguran lulusan PT, dari sekitar 183.629 pada 2006 menjadi 409.~90 pada 2007. Demikian halnya dengan perolehan paten dan publikasi internasional yang belum menunjukkan peningkatan si'gnifikan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang demikian besar. Pada 2006, perolehan paten sebanyak

:U

paten dan mengaIami sedikit peningkatiln menjadi 15 paten pada 2007. Adapun pub(ikasinterna-sional baru mencapai 21 art*el pada 2006 dan 30 artikel pada 2007 (Ditjen Dikti Dep-diknas,2007).

Seiring dengan terjadinya perubahan da-lam ketatanegaraan, otonoII)i PT kembali menjadi pilihan terbaik untuk)hengembang-kan perguruan tinggi salah satunya melaIui PP nomor 61 / 1999 tentang Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, (PT-BHMN).

Potret pengelolaan pendldikan tinggi

Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (2003-2010) difokus-kan untuk menjawab tiga isu strategis yaitu (1) daya saing nasional melalui keunggulan

(excellence) serta eqriity dan social responsibil-ity, (2) otonomi perguruan tinggi melalui reformasi peraturan (legal reform) dan

struk-tur pendanaan (junding structure), serta (3)

kesehatan 'organisasi dengan meningkatkan pengembangan kapasitas dan kerja sarna kelembagaan (capacity building and institu-tiolJalcooperatiOlI).

Berbagai upaya pemerintah dan masyarakat dalam membangun pendidikan tinggi telah menunjukkan hasiI yang cukup menggembira-kan yang ditunjukmenggembira-kan dengan semakin me-ningkatoya angka partisipasi kasar (APK) pada jenjang pendidikan tinggi yang pada 2007 telah mencapai 17,26% atau sekitar 4,375 juta mahasiswa telah tertampung dalam sistem pendidikan tinggi nasional (Depdik-nas,2007).

Meskipun demikian, keberhasilan tersebut tampaknya belum mampu melampaui APK PT di negara ASEAN lainnya, seperti Thai-land 42,7%, Malaysia 32,5%, dan Filipina

28,1°10.Bila ditilik dari sisi kualitas, sudah menunjukkan peningkatan yang ditandai dengan adanya tujuh PTN yang masuk World Top Universities versi The Times Higher

;;;;:;I

___

berdasarkan growth competitiveness index

(GCl) yang mencakup tiga indikator (teknolo-gi, lembaga-lembaga pubIik, dan Iingkungan makroekonomi), posisi Indonesia bertengger di peringkat ke-69 pada 2004 dan membaik di 2007 menjadi peringkat ke-54. Malaysia semakin menanjak dari nomor 31 pad a 2004 menjadi nom or 21 pad a 2007. Merujuk lapo-ran '(lng sarna, berdasarkan business

com-pet

'lessmdex (BCl) yang mencakup dua

ind , :or (stral~gL dan operasi p~rusahaan

Dalam pelaksanaannya, otonomi PT bukan tanpa masalah, apalagi di era tran-sisi saat ini dengan setiap perubahan senantiasa melahirkan berbagai ekses dan berbagai ketidakakuratan penafsiran yang ~pada akhirnva

ber-- ber--ber--. ber--ber--

-

K lip i n 9

Hum Q5 Un p Qd

2009

(2)

-

~n-biaya sosial yang cukup

tinggi.

Kesan inilah yang

me-nguat ketika

Undang-Un-dang No 9/2009 tentang

Ba-dan Hukum Pendidikan (UU

BHP) ditetapkan pada 17

Desem-ber

2008.

Sejatinya undang-undang

itu ditujukan untuk memperkuat oto-nomi penyelenggaraan pendidikan, tetapi dalam ranah publik dimaknai sebagai usaha lepas tangan pemerintah sehingga menjadi kontroversi yang berkelanjutan. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, UU terse-but merupakan kelanjutan dari manajemen

berbasis sekolah / madrasah

(school based management)yang

merupakan bentuk

oto-nomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan.

Semen tara itu, pad a jenjang perguruan tinggi, UU tersebut menjadi landasan oto-'nomi perguruan tinggi yang merupakan

kemandirian perguruan tinggi untuk menge-lola sendiri lembaganya.

Kelahiran UU BHP sejalan dengan perkem-bangan masyarakat yang semakin menuntut layanan yang lebih baik dan responsif dengan pengelolaan perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas layanannya. Hal itu semakin dirasakan dengan semakin terbu-kanya persaingan dalam penyediaan jasa pendidikan tinggi.

Setidaknya ada tiga model pengelolaan perguruan tinggi negeri yang berkembang saat ini. Pertama pola PTN konvensional yang selama ini dilakukan PTN dengan mengacu pada UU No 2/1989 ten tang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 60/1999 ten tang Pendidikan Tinggi. Kedua, pol a BHMN dengan mengacu pada UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No 61/1999 ten tang Perguruan Tinggi Badan Hukum, dan PP 152-155/2000 untuk empat PTN, yaitu Universitas Indonesia (VI), Insti-tut Teknologi Bandung (lTB), Universitas

~

-Gadjah Mada (UGM), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahap selanjutnya Univer-sitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UP!), dan Universitas Airlangga (Unair) menyusul menjadi PT BHMN. Ketiga, pola badan layanan umum yang bersandar pada UU No 2/1989 dan UU No 20/2003 ten tang Sistem Pendidikan Na-sional dan UU No 1/2004 ten tang Perbenda-haraan Negara serta PP No 60/1999 dan PP No 23/2005 ten tang Pengelolaan Keuangan BLU. Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) adalah penganut model BLU ini.

Keanekaragaman model pengelolaan per-guruan tinggi di Indonesia merupakan sebuah respons perguruan tinggi terhadap perkembangan di dalam masyarakat. Kebera-gaman respons perguruan tinggi juga terjadi di berbagai negara.

Setidaknya ada empat model perguruan

tinggi yang berkembang saat ini yaitu

(1) model corporatisation universities seperti yang terjadi di Australia, Malaysia, dan ]epang, (2) model entrepreneurial universities seperti di

Singapura,

(3)

model autonomousuniversities

_ ~I?erti yang dicoba _dilak'!:!,kanIndonesia dan

Thailand, dan (4) model people-founded

uni-versities sebagaimana yang diterapkan di China dan Vietnam. Keempat model tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan mas-ing-masing sehingga sangat tergantung

dengan konteks dan dinamika

stakeholder-nya.

Dalam upaya memfasilitasi pengaturan pengelolaan pendidikan, termasuk pendidik-an tinggi sebagaimpendidik-ana tersurat dalam UU No 20/2003 ten tang Sistem Pendidikan Na-sional Pasal53ayat (1) dan (2), di penghujung 2008 pemerintah bersama DPR menetapkan UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pen-didikan (BHP) yang secara bertahap menun-tut konvergensi pengelolaan perguruan

tinggi.

Kehadiran UU BHP sejatinya bisa men-jadi instrumen untuk memperkuat

otonomi PT sehingga kemandirian pengelolaan PT benar-benar

di-laksanakan secara transparan dan akuntabel. Pengelo-laan PT yang transparan dan akuntabel akan mampu memperkuat

kepercayaan (trust)

stakehold-er terhadap PT

se-hingga civitas

academica dapat fokus memperkuat kualitas layanannya.

Seperti halnya otonomi dan desentralisasi pe-merintah daerah, oto-nomi PT melalui BHP juga bisa menimbulkan keruwetan baru apa-bila pemerintah, da-lam hal ini Departe-men Pembina PTN tetap ambigu da-lam memetakan an tara tug as, ke-wenangan, dan pem-biayaan. Salah satu keruwetan desentralisasi kepemerintahanadalah

kar-ena pemerintah pusat menyerahkan tang-gung jawab dan kewenangannya kepada pemerintah daerah, sedangkan pembiayaan-nya tetap dipegang pemerintah pusat seh-ingga muncul adagium 'melepas kepala sambil memegang buntut'. Jika pelimpahan tersebut benar-benar dilaksanakan dan diberikan dukungan sumber daya dan super-visi yang memadai, penguatan pengelolaan satuan penyelenggara pendidikan benar-benar akan menjadi kenyataan. Satuan pe-nyelenggara pendidike:h yang kokoh akan

menjadi prasyarat

(qonditiosinequanon)

unh~k

menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.

EBET

Referensi

Dokumen terkait

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat

We adapt the results of Oelschl¨ager (1985) to prove a weak law of large numbers for an interacting particles process which, in the limit, produces a solution to Burgers equation

Pada hari ini, senin tanggal dua belas bulan september tahun dua ribu sebelas, kami yang bertanda tangan dibawah ini, Panitia Pengadaan BarangiJasa Dinas Kesehatan

Setiap citra kecamatan menggunakan sebuah training sample yang sama, kemudian dilakukan klasifikasi citra dengan keempat metode tersebut serta dihitung pula nilai kesalahan

Adalah suatu “gerbang” terdiri dari 2 marka “Gate Marker” untuk menandai suatu hambatan lintasan dan atau menandai arah lintasan dalam suatu SS yang harus dilalui peserta.

mendemonstrasikan proses menggunakan media muatan, (b) belajar dalam kelompok dengan berlatih mandiri dan menjawab pertanyaan menggunakan media muatan, (c) pelaksanaan game

Sikap tanggung jawab merupakan ciri orang yang memiliki kepercayaan diri (Iswidharmanjaya &amp; Enterprise, 2014:48-49). Pernyataan positif yang keenam terkait dengan proses

Indus delta a coastal wetland, Uchhali complex an inland wetland which are both protected sites while another site Nurri Lagoon which is not sheltered under any category of protected