SKRIPSI
Oleh :
Fir asidah Hasnah
0941010036
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “IMPLEMENTASI KEBIJ AKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI
KABUPATEN GRESIK (Studi tentang par kir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gr esik)’’.
Skripsi ini merupakan salah satu kewajiban bagi kami mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khusus fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dalam jurusan Administrasi Publikdalam rangka memenuhi tujuan akademik guna
melengkapi sebagian syarat untuk menempuh ujian skripsi. Hasil drai penulisan skripsi ini
bukanlah kemampuan dari penulis semata. Namun berkat bantuan serta dorongan dari
berbagai pihak baik dalam bentuk bantuan tenaga, pikiran, waktu, moril, maupun materil
serta bantuan dalam bentuk yang lain.
Pada dasarnya bertujuan untuk dapat mempermudah dan mempercepat proses
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Dr. Ertien rining N, Msi selaku Dosen
Pembimbing dengan penuh kesabaran yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. Atas terselesainya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini kiranya tidaklah terlalu berlebihan apabila penulis menyampaikan
rasa terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh :
1. Ibu Hj. Suparwati, Dra., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembanguanan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
4. Kedua Orang Tuaku, yang selalu memberikan dorongan dan bantuan baik spiritual
dan materil. Kasih sayang dan perhatian yang beliau berikan kepada penulis tidak
dapat tergantikan oleh apapun. Terima kasih ayah dan ibu, semoga Allah SWT selalu
melindungi beliau berdua.
Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa dalam penulisan proposal
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Sebagai bahan acuan bagi
penulisan yang akan datang. Akhir kata semoga dengan terselesainya proposal skripsi ini
dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan, khususnya bagi penulis maupun
bagi pihak fakultas dan para pembaca pada umumnya.
Surabaya 2013
HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 15
2.2.1 Pengertian Implementasi ... 15
2.2.1.1 Implementasi Kebijakan ... 16
2.2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan ... 17
2.2.2.1 Pengertian Kebijakan publik ... 24
2.2.2.2 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik ... 24
2.2.2.3 Aktor-aktor dan Pelaku Pembuat kebijakan publik 26
2.2.2.4 Aktor yang Berperan Dalam Proses Kebijaksanaan 29
2.2.2.5 Sifat Kebijakan Publik ... 32
2.2.3 Pengertian Peraturan daerah ... 33
2.2.4 Kerangka Berpikir ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3.1 Jenis Penelitian ... 38
3.2 Fokus Penelitian ... 39
3.3 Lokasi Penelitian ... 41
3.4 Sumber dan Jenis Data ... 42
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.6 Metode Analisa Data ... 44
3.7 Keabsahan data ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 51
4.1.1 Sejarah Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik ... 51
4.1.2 Sektor/ Sub Sektor ... 52
4.1.5.1 Tugas Dinas Perhubungan Kabupaten
Gresik ... 56
4.1.5.2 Fungsi Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik ... 56
4.1.6 Tugas Seksi Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan ... 57
4.1.7 Parkir Tepi Jalan Umum Kabupaten Gresik ... 59
4.1.8 Dasar Hukum ... 60
4.1.9 Komposisi Pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik ... 60
4.1.10 Gambaran Umum Parkir di Kabupaten Gresik ... 63
4.1.11 Gambaran Umum Alun-alun Gresik ... 68
4.2 Hasil Penelitian ... 69
4.3 Pembahasan ... 83
4.3.1 Pengelolaan Tempat Parkir di Tepi Jalan Umum .... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3.1 Analisis Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman ... 47
Tabel 4.1 Komposisi Pegawai Negri Sipil Dinas Perhubungan kabupaten
Gresik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
Tabel 4.2 Komposisi Pegawai Negri Sipil Dinas Perhubungan kabupaten
Gresik Berdasarkan Jenis Pendidikan ... 61
Tabel 4.3 Komposisi Pegawai Negri Sipil Dinas Perhubungan kabupaten
ABSTRAK
Firasidah Hasnah 2013. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Tempat Parkir Di Kabupaten Gresik (Studi Tentang Parkir Non Berlangganan Di Tepi Jalan Umum Kawasan Alun-Alun Gresik
).
Penelitian ini didasarkan fakta bahwa sering ada pengaturan parkir yang mengganggu arus lalu lintas sehingga fungsi dan tanggung jawab dari pemerintah mengatasi masalah parkir dipertanyakan. Terdapat oknum juru parkir yang menggunakan tepi jalan umum di tempat keramaian (kawasan alun-alun Gresik) terkadang kurang memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah yang menjadi tempat umum.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif. Lokasi dalam penelitian ini adalah alun-alun Kabupaten Gresik. Sumber data penelitian ini diperoleh dari key informan, tempat peristiwa dan lokasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian bahwa implementasi kebijakan pengelolaan tempat parkir umum di kawasan Alun-alun Gresik belum terimplementasi sepenuhnya karena masih terdapat pelanggaran yang dilakukan petugas parkir dilapangan. Dalam melayani masuk dan keluarnya kendaraan di tempat parkir belum terimplementasi sepenuhnya karena batas parkir yang seharusnya digunakan itu terkadang ada dan terkadang tidak ada. Menata kendaraan yang di parkir agar tidak mengganggu arus lalu lintas, masih belum terimplementasi dikarenakan petugas dilapangan masih adanya petugas parkir yang menata kendaraan di tepi jalan umum melebihi satu shap/ satu baris. Menjaga kebersihan dan keamanan kendaraan yang diparkir sudah terimplementasi dengan baik. Penggunakan tanda bukti (karcis) yang telah di porporasi oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset petugas parkir dalam menggunakan tanda bukti (karcis) belum terimplementasi secara maksimal karena masih adanya petugas parkir yang menjadikan tanda bukti (karcis) menjadi satu fungsi saja. Karcis yang digunakan sudah sedah sesuai tetapi masih ada petugas yang menggunakan tanda bukti (karcis) menjadi satu fungsi saja. Dalam pembayaran parkir sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
1.1. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan sebuah awal dalam hal peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat sekaligus ditujukan untuk peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Otonomi Daerah menurut
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 yang disempurnakan dalam
Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
perundang-undangan sehingga pemerintah daerah harus mampu melaksanakan berbagai
kewenangan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Tujuan
utama otonomi daerah adalah tercapainya penyelenggaraan pemerintahan
yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang
menitikberatkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan,
memperhatikan keanekaragaman sosial, ekonomi, dan budaya.
Penyelenggarakan otonomi daerah dalam Undang-Undang No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berprinsip pada pemberian
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah
secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumberdaya nasional. Dalam sistem penyelenggaraan
vertikal suatu negara dikenal dengan istilah desentralisasi yang membagi
kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat dan daerah.
Upaya penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah dan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah,
maka daerah membutuhkan sumber-sumber kebijakan yang cukup memadai
sesuai dengan batas-batas peraturan perundang-undangan.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, dipandang mampu
menjadi motor penggerak sekaligus sebagai pendorong peningkatan dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang pajak daerah dan retribusi daerah :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan kekayaan dearah yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
5. mengendalikan sumber-sumber yang dimiliki dalam proses produktif.
Dalam perkembangan Kota Gresik dari tahun ke tahun semakin
banyak perubahan terhadap pola hidup masyarakat hal ini berpengaruh pada
sektor kepemilikan kendaraan di Kota Gresik yang makin meningkat
dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan kemudahan untuk
menjalankan aktifitasnya. Meningkatnya penggunaan kendaraan serta
aktivitas masyarakat terutama di alun-alun Gresik maka meningkat pula
selamanya bergerak, ada saatnya kendaraan itu berhenti, menjadikan tempat
parkir sebagai unsur terpenting dalam transportasi.
Dalam pertimbangan pengelolaan perparkiran sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 Tahun 2011 dalam Bab 2
Pasal 3 Nomor 2 tentang pengelolaan parkir tepi jalan umum tersebut timbul
permasalahan dalam pengelolaan yang kurang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Kondisi inilah yang membuat pemerintah Kota Gresik harus
berinisiatif untuk mengatur sisitem pengelolaan perparkiran yang lebih baik.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kemacetan di daerah tertentu
terutama pada kawasan Alun-alun Gresik dikarenakan adanya prilaku
pengelola jasa parkir yang kurang profesional dalam melaksanakan
tugasnya.
Peraturan daerah yang mengatur parkir di tepi jalan umum adalah
peraturan daerah Kabupaten Gresik No 4 tahun 2011 bab 2 pasal 3 no 2
tentang pengelolaan parkir tepi jalan umum. Dalam rangka terwujudnya
pelaksanaan pengelolaan parkir tepi jalan umum secara lebih berdaya guna
dan berhasil guna serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
kota Gresik. Dipandang perlu untuk mengatur pengelolaan parkir tersebut
dalam peraturan Daerah Kabupaten Gresik. Dalam Peraturan Daerah No 4
tahun 2011, pasal 1 menyatakan bahwa parkir adalah keadaan kendaraan
bermotor berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
pengemudinya, sedangkan tempat parkir adalah tempat yang disediakan
maupun di parkir khusus . Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah
jalan raya, namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan.
Salah satu tujuan dari adanya perparkiran ini adalah untuk
meningkatkan efektifitas pengelolaan dalam pemberian pelayanan
perparkiran kepada masyarakat. Retribusi pembayaran parkir juga
memberikan pengaruh dalam meningkatnya pendapatan asli daerah dan
pembangunan daerah, yang bersumber dari masyarakat dimana
pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Hal tersebut menyiratkan bahwa peran penting pemerintah lokal
dalam rangka merumuskan kebijakan-kebijakan yang mempunyai dampak
positif bagi masyarakat. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mewakili
semua pihak dan memiliki dampak yang positif bagi masyarakat, maka
diharapkan adanya kondisi yang sehat bagi perkembangan masyarakat baik
secara ekonomi, sosial, budaya, maupun dimensi lainnya.
Kabupaten Gresik sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur tentunya
lebih meningkatkan penyelenggaraaan pengelolaan perparkiran yang efektif.
dalam pemberian pelayanan pengelolaan perparkiran yang efektif pada
masyarakat dimana agar masyarakat tidak merasa dirugikan dalam
menggunakan jasa parkir yang telah disediakan.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting
dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan
keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan
Dengan adanya kegiatan yang banyak mengundang masyarakat
secara luas untuk datang d Alun-alun Kota Gresik. Karena setiap harinya
banyak pedagang kaki lima yang berjualan di dalam alun-alun, terdapat
tempat makan (pujasera), dan tempat taman bermain untuk anak-anak, dll
.Hal ini tentunya berdampak pada banyaknya parkir di tepi jalan umum
sekitar alun-alun yang terkadang mengganggu arus lalu lintas.
Kondisi tempat parkir
Berdasarkan observasi awal dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1
beberapa kesalahan yang dilakukan oleh petugas parkir dilapangan dalam
hal pemberian tanda bukti pembayaran (karcis) yaitu dengan menjadikan
kacis lebih dari satu kali pemakaian dan dijadikan satu fungsi saja,
terkadang petugas melebihi batas parkir yang sudah di sediakan, masih
kurang mampu untuk menata kendaraannya dengan rapi disaat pengguna
jasa parkir terlalu banyak sehingga mengganggu arus lalu lintas.
Terdapat oknum juru parkir yang menggunakan tepi jalan umum di
tempat keramaian (kawasan alun-alun Gresik) terkadang kurang
memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah yang
menjadi tempat umum.
Kebijakan parkir memunyai mempunyai tujuan untuk terciptanya
ketertiban perparkiran. Semakin berkembangnya tuntutan masyarakat
terhadap ketertiban perparkiran maka dibuatlah peraturan yang dapat
meningkatkan ketertiban pengelolaan perparkiran kepada pemakai jasa
parkir secara maksimal yaitu melalui peraturan Daerah Kabupaten Gresik
No 4 Tahun 2004 Pasal 2 Tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi
Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum Dan Retribusi Tempat Khusus Parkir
pada BAB II pasal 3 Nomor 2 yang menjelaskan pengelola parkir dalam
melaksanakan tugasnya, memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk :
a. melayani masuk dan keluarnya kendaraan di tempat parkir
b. menata kendaraan yang diparkir agar tidak mengganggu arus lalu
c. Menjaga keberhasilan dan keamanan kendaraan yang diparkir
d. Menggunakan tanda bukti (karcis) yang telah diporporasi oleh Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.
e. Menerima pembayaran parkir dari pemakai atau pemilik kendaraan
sebagai imbalan jasa pelayanan yang diberikan kecuali bagi yang
ikut parkir berlangganan.
Kebijakan parkir di Kabupaten Gresik yang sesuai dengan Perda no
4 tahun 2011 menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) jenis pelayanan tempat
parkir, meliputi : 1). Parkir di tepi jalan umum, 2). Parkir di tempat khusus
parkir.
Hal diatas tanpa disadari telah merugikan masyarakat pengguna jasa
parkir non berlangganan di tepi jalan umum kawasan alun-alun Gresik.
Ketidak efektifan yang dilakukan oleh juru parkir ini perlu mendapat
perhatian yang lebih dari Dinas Perhubungan sebagai pihak yang
berkopetensi dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan perparkiran,
sehingga para juru parkir dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan
sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
Melihat fenomena dan permasalahan diatas dalam penerapan
implementasi kebijakan parkir umum, maka hal ini mendorong penulis
untuk melakukan kajian mendalam tentang pelaksanaan parkir umum yang
dilaksanankan di Kabupaten Gresik dengan judul penelitian
PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang par kir di tepi jalan
umum kawasan Alun-alun Gr esik).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba
mengangkat permasalahan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan tempat parkir di
Kabupaten Gresik (studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan
Alun-alun Gresik) ?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Didalam melakukan suatu aktivitas tentunya mempunyai tujuan yang
hendak dicapai, demikian juga penelitian ini dalam rangka penyusunan
skripsi mempunyai tujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan
Pengelolaan Tempat Parkir di Kabupaten Gresik (studi tentang parkir di tepi
jalan umum kawasan Alun-alun Gresik).
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan serta ilmu mengetahui implementasi kebijakan
Pengelolaan Tempat Parkir di Kabupaten Gresik (studi tentang parkir di tepi
jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) dan hal ini sangat berguna bila
terjun ke masyarakat.
2. Bagi Instansi
Memberikan gambaran mengenai implementasi kebijakan Pengelolaan
Perhubungan Kabupaten Gresik sebagai pihak yang berkompetensi
dalam pelaksanaan parkir umum di tepi jalan.
3. Bagi Universitas
Sebagai tambahan referensi dalam perpustakaan Universitas
2.1 Penelitian Terdahulu
Dari beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain
yang penulis pakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan implementasi
kebijakan parkir umum di tepi jalan umum antara lain :
1. Her lina Kusuma N. Tahun 2012. Penelitian Tentang Implementasi
Kebijakan Retribusi Par kir Di Kawasan Maliobor o Kota Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Implementasi kebijakan
retribusi parkir di Kawasan Malioboro; 2) Hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam implementasi kebijakan retribusi parkir di Kawasan
Malioboro; serta 3) Upaya yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pengelolaan Kawasan Malioboro dan Dinas Perhubungan Kota
Yogyakarta untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam implementasi
kebijakan retribusi parkir di Kawasan Malioboro.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penentuan subjek penelitian dengan menggunakan metode
purposive. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
dokumentasi dan observasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data
dengan langkah-langkah reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display
data, dan pengambilan kesimpulan serta verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Implementasi kebijakan retribusi
parkir yang dilakukan antara lain: a) mengadakan sosialisasi pada juru
parkir, b) mengadakan pendekatan pada juru parkir yang melanggar
aturan, c) pengawasan pada juru parkir. Berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Yogyakarta tentang perparkiran, implementasi kebijakan retribusi
parkir di Kawasan Malioboro tidak terimplementasikan dengan baik
karena pada proses implementasi ditemukan juru parkir memakai karcis
parkir lebih dari satu kali, menaikkan tarif parkir menjadi dua kali lipat
dari tarif yang ditentukan, tidak ramah dan tidak bertanggung jawab atas
keamanan kendaraan serta perlengkapannya. 2) Hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam implementasi kebijakan retribusi parkir di Kawasan
Malioboro yaitu: a) juru parkir tidak semua datang saat sosialisasi, b)
adanya juru parkir tembak (diwakilkan), c) adanya juru parkir yang tidak
jujur yang berkeinginan mendapatkan keuntungan yang lebih, d)
kurangnya pengawasan pada juru parkir, e) sanksi yang diberikan dalam
kegiatan perparkiran acapkali hanya berupa teguran kepada pemilik
kendaraan maupun kepada petugas/juru parkir yang melanggar. 3) Upaya
yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam implementasi
kebijakan retribusi parkir di Kawasan Malioboro yaitu: a) pengawasan
pada juru parkir lebih ditingkatkan dan digiatkan, c) operasi penegakan
kedisplinan lebih digiatkan.
2. Yordan Boy. Y,. Tahun 2011. Penelitian Tentang Implementasi
Kebijakan Par kir Insidental Di Kabupaten Sidoar jo (studi kasus di
Gor Gelora Delta Sidoarjo). J ur usan Ilmu Administr asi Negara.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univer sitas Pembangunan
Nasional “Veteran J atim”. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Analisis data yang digunakan adalah model interaktif Milles dan
Huberman yang melalui tiga tahap yaitu : reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Informan dalam penelitian ini adalah dari Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, beberapa petugas juru parkir di Gor
Gelora Delta Sidoarjo dan masyarakat pengguna jasa layanan parkir
insidental.
Dari hasil temuan penelitian dikemukakan bahwa : implementasi
kebijakan parkir insidental dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sidoarjo Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Parkir dan Peraturan
Bupati Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir Oleh Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo. Dalam hal implementasi kebijakan parkir insidental
di Kabupaten Sidoarjo sebagai upaya memberikan pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa layanan parkir insidental, dalam hal
pengelolaan retribusi parkir insidental dikelola oleh UPT Parkir Dinas
insidental belum terimplementasi secara optimal, karena masih ada
beberapa kesalahan yang dialakukan oleh petugas dilapangan dalam hal
pemberian tanda bukti pembayaran (karcis) yaitu dengan menjadikan
karcis tersebut diberikan kepada pengguna jasa parkir lainnya.
Berdasarkan temuan penelitian diatas disarankan : Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo hendaknya memperhatikan lebih jauh dan membuat
aturan pelaksana dengan jelas dan rinci tentang parkir insidental agar
kebijakan parkir insidental dapat terimplementasi secara optimal. Serta
perlunya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan kepada
para juru parkir dalam melaksanakan pemungutan retribusi parkir
insidental di Gor Gelora Delta Sidoarjo sebagai upayanya untuk
memperkecil kesalahan yang terjadi dilapangan, karena pengawasan dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksana kebijakan parkir
insidental.
3. Her min Ariyani Setiyaningsih. 2009. Penelitian Tentang
Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Sur akarta Dalam
Penataan Par kir Guna Mendukung Ketertiban Lalu Lintas, J urusan
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Univer sitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Surakarta Dalam Penataan Parkir
Guna Mendukung Ketertiban Lalu Lintas dan untuk mengetahui
Hambatan-hambatan UPTD Perparkiran dalam Penataan Parkir Guna
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir. Penelitian ini merupakan
penelitian yang bersifat deskriptif. Jenis data yang dipergunakan meliputi
data sekunder. Metode pengumpulan data normatif, karena penulis dalam
penelitian ini mengkaji hukum tertulis yang berasal dari data sekunder.
Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif dengan model
interaktif dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan : (1) Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, dilakukan oleh
UPTD Perparkiran Kota Surakarta pengelolaannya dikerjasamakan dengan
Pihak Kedua baik itu Badan/Yayasan ataupun Perorangan. Untuk
mendapatkan hak mengelola tempat parkir dibutuhkan ijin dari Walikota
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta, ijin pengelolaan tempat
khusus parkir terdiri melalui Tender / Lelang dan Penunjukan / ijin
Walikota; (2) Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Perda kota
Surakarta Nomor 7 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus
Parkir dan upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun masalah
tersebut adalah : (a) Munculnya Parkir Liar dan Petugas Parkir Gadungan;
(b) Tarif parkir yang tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan; (c)
Masalah karcis; (d) masalah atribut seragam dan perlengkapan petugas
parkir; (e) Tempat parkir yang tidak teratur dan (f) kurangnya pengetahuan
petugas parkir terhadap peraturan daerah dan cara mengatur lalu lintas.
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut UPTD Perparkiran kota
terhadap parkir liar dengan melakukan operasi gabungan yang
dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan 3 (tiga) kali dalam satu bulan yang
melibatkan unsur polisi, Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan, UPTD
Perparkiran, Satuan Polisi Pamong Praja, Kejaksaan, Pengadilan dan Dem
pom; (b) melakukan pemeriksaan Kartu Tanda Anggota (KTA); (c)
mengkonfirmasikan masalah-masalah yang ada kepada Pengusaha Parkir
yang di daerah tersebut; (d) Parkir liar yang tidak mau membayar retribusi
ditangkap untuk ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (e)
Memberikan pembinaan tentang tata cara mengatur/menata parkir, serta
memberikan pembinaan tentang cara mengatur lalu lintas kepada petugas
parkir; (f) Mengkoordinasikan pihak terkait untuk melakukan penataan dan
pengaturan terhadap parkir di Kota Surakarta.
Dari ketiga penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan Herlina Kusuma N, memfokuskan pada
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Implementasi kebijakan retribusi
parkir di Kawasan Malioboro; 2) Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
implementasi kebijakan retribusi parkir di Kawasan Malioboro; serta 3) Upaya
yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Kawasan Malioboro
dan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta untuk mengatasi hambatan-hambatan
dalam implementasi kebijakan retribusi parkir di Kawasan Malioboro. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Yordan Boy. Y, memfokuskan Dalam hal
memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa layanan parkir
insidental, dalam hal pengelolaan retribusi parkir insidental dikelola oleh UPT
Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dalam pelaksanaan kebijakan
parkir insidental belum terimplementasi secara optimal, karena masih ada
beberapa kesalahan yang dialakukan oleh petugas dilapangan dalam hal
pemberian tanda bukti pembayaran (karcis) yaitu dengan menjadikan karcis
tersebut diberikan kepada pengguna jasa parkir lainnya. Pada penelitian ketiga
yang dilakukan oleh Hermin Ariyani Setiyaningsih, memfokuskan untuk
mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kota
Surakarta Dalam Penataan Parkir Guna Mendukung Ketertiban Lalu Lintas dan
untuk mengetahui Hambatan-hambatan UPTD Perparkiran dalam Penataan Parkir
Guna Mendukung Ketertiban Lalu lintas dan Cara Mengatasinya Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Tempat Khusus Parkir.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Implementasi
Pada suatu kebijakan kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber
daya lainya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini dapat dilakukan.
Menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003 : 9) bahwa implementasi
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
menginteoretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Jadi tahapan
implementasi merupakan peristiwa yang be rhungan dengan apa yang terjadi
setelah suatu perundang-undangan ditetapkan memberikan otoritas pada suatu
kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan
demikian tugas implementasi kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau
kegiatan dari program pemerintah.
Menurut Jonenes dalam Tangkilisan (2003 : 17) Implementasi merupakan
suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha
untuk mencapai apa yang dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program kedalam
tujuan kebijakan yang diinginkan.
Sedangkan menurut Pressman dan Wilavsky dalam Tangkisan (2003 : 17),
dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapai.
2.2.1.1 Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu
proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan.
Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam
important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets
unless they are implemented”.
Teori yang diungkapkan oleh James Anderson dalam Agustino (2006 : 7)
mengungkapakan bahwa kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang
mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu hal yang
diperhatikan.
Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal dua
pendekatan yaitu:
“Pendekatan top down yang serupa dengan pendekatan command and
control (Lester Stewart, 2000:108) dan pendekatan bottom up yang serupa dengan
pendekatan the market approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top
down atau command and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari
aktor di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat.
Pendekatan top down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik
(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level
bureaucrat)”.
2.2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk mencari
tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.
Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu
kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang
telah di rumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan
mempunyai kedudukan yang penting didalam kebijakan publik.
Menurut Dunn dalam Tangkilisan (2003 : 19) Analisis kebijakan publik
merupakan sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagain
metode kebijakan publik dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan
informasi yang relavan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di dalam
rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood dalam Tangkilisan
(2003 : 17) hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah
keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan
kedalam keputusan-keputusan yang sifatnya khusus.
Menurut Frederickson dan Hart dalam Tangkilisan (2003 : 19),
mengatakan kebijakan adalah “suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang di
usulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,
melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan
sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari
semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya yang berpengaruh terhadap tujuan
kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood dalam Tangkilisan
(2003 : 17) hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah
keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan
kedalam keutusan-keputusan yang bersifat khusus.
Selanjutnya Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2006 : 139)
menyatakan bahwa devinisi implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan.
Sedangkan menurut Andreson dalam Tangkisan (2003 : 19),merumuskan
kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan
oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu perubahan.
Teori yang diungkapkan Seperti yang dikemukakan oleh Edward dalam
Agustino (2006:152) fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam
Teori yang diungkapkan oleh Wildaysky dalam Tangkilisan (2003 : 17),
mengartikan implementasi sebagai interaksi antara penyusun tujuan dengan
sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan atau kemampuan
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan
cara untuk mencapainnya.
Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan, bahwa
proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut
perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula
menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan polotik, ekonomi dan sosial yang
langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak
yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebiujakan,
baik yang negatig maupun yang positif.
2.2.1.3 Model-model Implementasi Kebijakan
Menurut Tangkilisan (2003 : 20) Dalam rangka untuk
mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model,
antara lain :
a. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini
dapat menidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi
tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi,yakni (1) Bentuk dan isi
menstrukturkan proses implementasi (2) kemampuan organisasi dengan
segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan
mendukung implementasi secara efektif (3) pengaruh lingkungan dari
masyarakat berupa karakteristik, motifasi, kecenderungan hubungan antara
warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
b. Model Grindle
Sebagian di kutip oleh Wahab dalam Tngkilisan (2003 : 20) Grindle
menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan
dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai
akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari :
(1) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi,
(2) Tipe-tipe manfaat,
(3) Derajat perubahan yang diharapkan,
(4) Letak pengambilan keputusan,
(5) pelaksanaan program dan,
(6) sumberdaya yang dilibatkan.
Isi sebuah kebijakan menunjukan posisi pengambilan keputusan oleh
sejumlah besar pengambila kebijakan. Pengaruh selanjutnya adalah
lingkungan yang terdiri dari :
(1) kekuasaan, kepentingan dan strategi sektor yang terlibat,
(3) kepatuhan dan daya tangakap. Karena setiap kebijakan perlu
mempertimbangkan konteks atau lingkaran dimana administrasi
dilakukan.
c. Model Meter dan Horn
Menurut Tangkilisan (2003:20) Model implementasi kebijakan ini di
pengaruhi 6 faktor yaitu : (1) Standart kebijakan dan sasaran yang
menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, (2)
sumberdaya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, (3)
komunikasi antar organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh
pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, (4) karakteristik
pelaksanaan artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang
akan menentukan berhasil tidaknya suatu program, (5) kondisi sosial
ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijkan dan, (6) sikap
pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang ditetapkan.
d. Model Deskriptif
William N. Dunn dalam Tangkilisan (2003 : 21) mengemukakan
dalam model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan
menurut sejumlah banyak asumsi yang paling penting diantaranya adalah :
(1) perbedaan menurut tujuan, (2) bentuk penyajian dan, (3) fungsi
2.2.1.4 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Implementasi Kebijakan
Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21) menyatakan
keberhasilan implementasi kebijakan program dan di tinjau dari tiga faktor yaitu:
1. Pr espektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari
kepatuhan strate level burcancrats terhadap atas mereka.
2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan.
3. Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan
semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
Menurut Peters dalam Tangkilisan (2003 : 22) mengatakan, implementasi
kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor :
1. Infor masi
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran
yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para
pelaksana dari isi kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi
kebijkan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.
2. Isi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan
kebijakan atau ketidak tegasan intern maupun ekstern atau kebijakan itu
3. Dukungan
Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya
tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.
4. Pembagian Potensi
Hal ini terkasit dengan pembagian potensi diantaranya para aktor
implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kegiatannya
dengan diferensiasi tugas dan wewenang.
2.2.2 Kebijakan Publik
2.2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Jones dalam Tangkilisan (2003 ; 25) kebijakan publik berarti
dilakukan peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dari dampak yang tidak
diinginkan.
Sedangkan menurut Chander & Plan0 dalam Tangkilisan (2003: 1) bahwa
kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap
sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijkan tersebut telah banyak membantu para
pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para para politisi untuk
memecahkan masalah-masalah publik.
2.2.2.2 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik
Menurut Budi Winarto (2007 : 47) ada beberapa pendekatan dalam analisis
1. Pendekatan kelompok
pendekatan kelompok mempunyai anggapan dasar bahwa interaksi dan
perjuangan antara kelompok-kelompok merupakan kenyataan dari
kehidupan politik.dalam pandangan kelompok, individu akan mempunyai
arti penting hanya bila ia merupakan kepastian dalam atau wakil
kelompok-kelompok tertentu.
2. Pendekatan pr oses fungsional
a. inteligensi : bagaimana informasi tentang maslah-masalah kebijakan
mendapat perhatian para pembuat keputusan-keputusan kebijakan
dikumpulkan dan diproses.
b. rekomendasi : bagaimana rekomendasi-rekomendasi atau
alternatif-alternatif untuk mengatasi suatu masalah tertentu dibuat dan di
kembangkan.
c. Preskipsi : bagaimana peraturan-peraturan umum dipergunakan atau
diterapkan oleh siapa?
d. Permohonan : siapa yang menentukan apakah perilaku tertentu
bertentangan dengan peraturan-peraturan atau undang-undang dan
menuntut penggunaan peraturan-peraturan atau undang-undang?
e. Aplikasi : bagaiamana undang-undnag atau peraturan-peraturan
sebenarnya diterapkan atau diberlakukan?
f. Penilaian : bagaimana pelaksanaan kebijakan, keberhasilan atau
g. Terminasi : bagaimana peraturan-peraturan atau undang-undang
semula dihentikan atau dilanjutkan dalam bentuk yang berubah atau
dimodifikasi?
3. Pendekatan kelembagaan
Pendekatan ini mampunyai kelemahan sebagaimana
pendekatan-pendekatan yang lain. Kelemahan pendekatan-pendekatan tradisional yang paling
mencolok adalah bahwa pendekatan lembaga dalam ilmu politik tidak
mencurahkan perhatian yang banyak pada hubungan antar struktur
lembaga-lembaga pemerintah dan substansi kebijakan publik.
4. Pendekatan peran ser ta warganegara
Penjelasan pembuatan kebijakan publik ini didasarkan pada pemikiran
demokrasi klasik dari John Locke dan pemikiran dari peran John Stuart
Mill, yang menekankan pengaruh yang baik dari peran warganegara dalam
perkembangan kebijakan publik.
2.2.2.3 Aktor -aktor dan Pelaku Pembuat Kebijakan publik
Menurut Agustino (2006 : 29) pejabat membuat kebijakan adalah orang
yang mempunyai wewenang yang sah untuk ikutbserta dalam formulasi hingga
penetapan kebijakan publik – walau dalam kenyataannya, beberapa orang yang
mempunyai wewenang sah untuk bertindak dikendalikan oleh orang lain, seperti
pimpinan partai politik atau kelompok penekan yang termasuk dalam pembuat
kebijakan, secara normatif adalah legislatif, eksekutif, administratif, administratur,
dan para hakim. Masing-masing mempunyai tugas dalam pembuatan kebijakan
1. Legislatif
Yang dikerjakan legislatif adalah mengatakan bahwa mereka berhubungan
dengan tugas politik sentral dalam pembuatan peraturan dan pembentukan
kebijakan dalam suatu sistem politik. Hal ini tidak berarti bahwa hanya
karena legislatif ditunjuk secara formal, maka mempunyai fungsi
memutuskan keputusan-keputusan politik secara bebas. Penetapan
keputusan politik menjadi kebijakan publik merupakan suatu yang harus
ditentukan melalui rangkaian kegiatan empiris yang runtut dan sistematis.
2. Eksekutif
Banyak analisis yang mengatakan bahwa saat ini hidup kita dalam
sebuahera yang disebut dengan exsecutive –center era diman afektifitas
pemerintah – selaku lembaga eksekutif secara subtansial tergantung pada
kepemimpinan eksekutif, baik baik dalam pembentukan kebijakan maupun
dalam pelaksanaan kebijakan.
Menurut William Liddle dalam Agustinio (2006 : 32) Struktur
pembuatan kebijakan, secara singkat lebih mudah dipahami di banyak
negara berkembang. Karena secara sederhana struktur pembuatan kebijakan
di negara-nrgara berkembang hanya terletak pada pundak eksekutif selaku
pembuat kebijakan itu sendiri. Di negara berkembang seperti indonesia pada
masa Orde baru kelompok kepentingan tidak mempunyai pengaruh dalam
pembuatan kebijakan karena kebebasannya yang dibatasi oleh lembaga
3. Instansi Administratif
Sistem administrasi di seluruh dunia dibedakan berdasarkan
karakteristiknya, seperti, ukuran dan keragaman, hirarkisitas organisasi,
hingga tingkat otonominya. Meskipun terdapat suatu doktrin umum dalam
ilmu politik bahwa instansi administrasi hanya dipengaruhi oleh kebijakan
yang di tentukan oleh pemerintah, namun saat ini diakui bahwa politik dan
administrasi dapat berbaur dan instansi administrasi sering terlibat dalam
pengembangan kebijakan publik.
Instansi administrasi pun merupakan sumber utama usulan
perundang-undangan dibuat dalam suatu sistem politik. Lebih jauh lagi, instansi
administrasi tidak hanya mampu menguulkan perundangan yang dibutuhkan
/diinginkan tetapi, lebih dari itu, secara aktif mereka mendekati dan
berusaha untuk mendesakkan penggunaaannya. Oleh karen itu benar sekali
bila sebuah diktum mengatakan, bahwa kebijakan tergantung pada
kemurahan hati administrasinya.
4. Lembaga Peradilan
Pada dasarnya, tinjauan hukum merupakan kekuasaan pengadialan untuk
menentukan hukum bagi kegiatan legislatif dan cabang-cabang eksekutif
serta mengumumkan pembatalan dan tidak berlaku bila didapati kegiatan
2.2.2.4 Aktor -aktor Yang Berperan Dalam Proses Kebijaksanan
Menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 (empat) golongan atau tipe
aktor (pelaku) yang terlibat, yakni : yakni golongan rasionalis, golongan teknis,
golongan inkrementalis, dan golongan reformis. Demikian patut diingat bahwa
pada kesempatan tertentu dan untuk suatu jenis isu tertentu kemungkinan hanya
satu atau dua golongan aktor tertentu yang berpengarun danaktif terlibat. Peran
yang dimaimkan oleh keempat golongan aktor tersebut dalam proses
kebijaksanaan, nilai-nilai dan tujuan yang mereka kejar serta gaya kerja mereka
berdeda satu sama lain.
Berikut ini akan menguraikan bagaimana perilaku masing-masing golongan
aktor tersebut dalamn proses kebijaksanaan. Golongan rasionalis, ciri-ciri dari
golongan aktor rasionalis ialah dalam melakukan pilihan alternatif kebijaksanaan
mereka selalu menempuh metode dan dan langkah-langkah berikut : 1)
mengidentifikasikan masalah, 2) merumuskan tujuan dan menyusunnya dalam
jenjang tertentu, 3) mengidentifikasikan semua alternatif kebijaksanaan, 4)
meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap alternatif.
Golongan aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh
para perencana dan analis kebijaksanaan. Golongan rasionalis ini metode-metode
seperti itu kerap kali merupakan nilai-nilai yang amat dipuja-puja. Golongan
rasional ini di asumsikan bahwa segala tujuan dapat ditetapkan sebelumnya dan
bahwa informasi atau data yang serba lengkap dapat disediakan. Gaya kerja
komprehensif, yakni seorang yang berusaha untuk menganalisis semua aspek dari
setiap isu yang muncul dan menguji setiap alternatif dari akibat dan dukungannya
terhadap tercapainnya tujuan yang telah ditetapkan.
Golongan teknisi, seorang teknisi tidak lebih dari rasionalis, sebab ia adalah
seorang yang karena bidang keah liannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam
beberapa tahapan proses kebijaksanaan.
Golongan teknisi dalam melaksanakan tugasnya boleh jadi memiliki
kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya.
Namun apa yang harus mereka kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain,
nilai-nilai yang mereka yakini adalah nilai-nilai-nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar
belakang keahlian profesional mereka. Golongan teknisi umumnya menunjukkan
enggan untuk melakukan pertimbangan yang amat luas yang melampaoi
batas-batas keahliannya.
Golongan inkrementalis, golongan aktor inkrementalis indentikan dengan
para politisi. Golongan inkrementalis memandang tahap-tahap perkembangan
kebijaksanan dan implementasinya sebagai suatu rangkaian proses penyesuaian
yang terus-menerus terhadap hasil akhir ( yang berjangka dekat dekat maupun
yang berjangka panjang) dari suatu tindakan. Nilai-nilai yang terkait dengan
metode pendekatan ini ialah hal-hal yang berhubungan dengan masa lampau atau
hal-hal yang berhubungan debgan terpeliharanya status quo kestabilan dari sistem
Tujuan kebijaksnaan dianggap sebagai konsekuensi dari adanya
tuntutan-tuntutan, baik karena didorong kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang baru.
Gaya kerja golongan inkrementalis ini dapat dikatagorikan sebagai seorang yang
mampu melakukan tawar-menawar atau bargaining yakni dengan secara teratur
mendengarkan tuntutan, menguji seberapa jauh intensitas tuntutan tersebut dan
menawarkan kompromi.
Golongan reformis (pembaharu). Pendekatan semacam itu umumnya
ditempuh oleh para lobbyist (orang-orang yang berperan selaku juru kasak-kusuk /
perunding di parlement. Nilai-nilai yang mereka junjung tinggi ialah yang
berkaitan dengan upaya untuk melakukan perubahan sosial, namun lebih sering
bersangkut paut dengan kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Tujuan
kebijaksanaan biasanya ditetapkan dalam lingkungan kelompok-kelompok
tersebut, melalui berbagai macam proses, termasuk diantaranya atas dasar
keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dari tindakan pemerintah sekarang
melenceng arahnya atau bahkan gagal. Gaya kerja golongan aktor reformis ini
umumnya sangat radikal, kerap kali disertai dengan tindakan-tindakan
demonstrasi dan konfrontasi dengan pihak pemerintah.
Golongan rasionalis sering dikecam / dikritik tidak memahami kodrat
manusia. Braybrooke dan Linblom, sebagai penganjur teori inkrementalis,
malahan menyatakan bahwa golongan aktor rasionalis itu terlau idealistis
sehingga tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi
masalah. Golongan aktor teknisi kerap kali dituduh memiliki pandangan yang
keahliannya semata dan kurang peduli terhadap maslah-masalah publik yang luas
yang kemungkinan melampaui bidang keahlian yang di kuasainya. Golongan
aktor inkrementalis dilain pihak, sering kali dianggap memiliki sikap konservatif
sebab mereka tidak terlalu tanggap terhadap perubahan sosial atau bentuk-bentuk
inovasi yang lain. Akhirnya golongan aktor revormis dituduh mau menangnya
sendiri, tidak sabaran, tidak kenal kompromi dan karena itu tidak realistis.
2.2.2.5 Sifat Kebijakan Publik
Menurut Agustino (2006 : 9) sifat kebijakan publik sebagai bagian dari
suatu kegiatan dapat di mengerti secara baik bila dibagi-bagi dalam beberapa
kategori ,yaitu :
1. Policy Damans atau Pemerintahan Kebijakan
Merupakan pemerintahan atau kebutuhan klaim yang dibuat oleh warga
masyarakat secara pribadi atau kelompok dengan resmi dalam system
politik oleh karena adanya maslah yang mereka rasakan.
2. Policy Decision atau Putusan Kebiajkan
Adalah keputusan yang dibuat oleh pejabat publik yang memrintahkan
untuk memberi arahan pada kegiatan-kegiatan kebijakan.
3. Policy Statement atau Pernyataan Kebijakan
adalah ungkapan secara formal atau artikel dari keputusan piloyik yang
4. Policy Output atau Hasil Kebijakan
Adalah perwujudan nyata dari kebijakan publik atau sesuatu yang
sesungguhnya dikerjakan menurut keputusabn dan pernyataan kebijakan.
Secara singakat dapat dikatakan bahwa output kebijakan adalah apa yang
dikerjakan pemerintah.
5. Policy Outcome atau Akibat dari Kebijakan
Adalah konsekuensi kebijakan yang diterima masyarakat, baik yang
diingkan, yang berasal dari apa yang dikerjakan atau yang tidak dikerjakan
oleh pemerintah.
2.2.3 Pengertian Peraturan Daerah
Dalam ketentuan daerah tersebut terdapat ketentuan-ketentuan umum,
dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Gresik
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Gresik
4. Dinas Pendapatan, Pengeloalaan Keuangan dan Aset adalah Dinas
Pendapatan, Pengeloalaan, dan Aset Kabupaten Gresik
5. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kbupaten Gresik
6. Kantor Bersama Samsat adalah Kantor Bersama Samsat Kabupaten Gresik
8. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi termasuk pemungut atay pmeotong retribusi tertentu;
9. Badan adalah sekumpulan orang adan/atau modal merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan pembayaran
retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu
10. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum adalah pungutan sebagai pembayaran
atas pelayanan parkir di tepi jalan umum
11. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada
pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah
dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
12. Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pungutan sebagai pembayaran
pelayanan parkir di tempat khusus parkir
13. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang di gerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel.
14. Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa
rumah-rumah dan dengan tanpa keeta samping atau kendaraan beroda tiga
tanpa rumah-rumah.
15. Parkir adalah keadaan kendaraan bermotor berhenti atau tidak bergerak
saat dan ditinggalkan pengemudinya.
16. Parkir berlangganan adalah pemungutan retribusi parkir dengan jumlah
17. Tempat parkir adalah tempat yang disediakan oleh pemerintah daerah baik
untuk pelayanan parkir di tepi jalan umum maupun parkir khusus.
18. Tempat parkir berlangganan adalah semua tempat parkir ditepi jalan
umum
19. Usaha parkir adalah suatu usaha yang bersifat tetap maupun sementara
untuk menyediakan tempat parkir disertai penjaga atau pengawas
kendaraan yang diparkir dengan imbalan jasa berupa uang.
20. Juru parkir adalah petugas yang ditunjuk untuk mengatur kendaraan
dan/atau memungut retribusi parkir kepada wajib retribusi.
21. Surat ketetapan retribusi daerah, yangselanjutnya disingkat SKRD adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi
yang terutang
22. Surat tagihan retribusi daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa denda
23. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tindak
2.2.4 Kerangka Berfikir
Sesuai dengan judul penelitian ini “Implementasi Kebijakan Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pelayanan atau
pengelolaan Parkir di Jalan Umum, KH. Wakhid Hasyim. Seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk dapat
mencari sumber pendapatan daerahnya sendiri agar bisa melaksanakan
pembangunan. Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat dimanfaatkan
adalah Retribusi Daerah. Kabupaten Gresik yang merupakan salah satu daerah
yang berada di Wilayah Jawa Timur saat ini juga berusaha meningkatkan
pendapatan daerahnya. Salah satunya yang di tempuh adalah dengan
meningkatkan pendapatan dari retribusi, khususnya retribusi parkir.
Gambar 1.2
Kerangka Ber fikir
Sumber : teori yang diolah penulis
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Par kir
di Tepi J alan Umum
Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik
Pengelola Par kir Dalam Melaksanakan Tugasnya
Fokus :
1. melayani masuk dan keluarnya kendaraan di
tempat par kir
2. menata kendar aan yang dipar kir agar tidak mengganggu ars lalu lintas.
3. Menjaga keberhasilan dan keamanan kendaraan yang diparkir
4. Menggunakan tanda bukti (karcis) yang telah diporporasi oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.
5. Menerima pembayaran par kir dari pemakai atau pemilik kendaraan sebagai imbalan jasa pelayanan yang diber ikan kecuali bagi yang ikut par kir ber langganan.
3.1. J enis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana akan
diuraikan dan dianalisis permasalahan penelitian. Pendekatan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
pendalaman fakta melalui pendekatan kuantitatif yang merupakan suatu
paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau
suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam
bentuk narasi.
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu penelitian, maka
diperlukan teknik-teknik tertentu secara ilmiah atau sering disebut dengan
metode penelitian. Untuk kepentingan itu maka perlu diketahui dan
dipelajari hingga tercapai tujuan yang diinginkan. Hal ini sangat penting
karena dengan metode penelitian yang mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan arah kegiatan penelitian sehingga tujuan
penelitian tercapai.
Sesuai dengan pendapat Moleong (2007 : 06), dalam penelitian
kualitatif metode yang sesuai penelitian yang dimaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian yang digunakan penelitian kualitatif dengan maksud
ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam tentang
Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik melalui Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2011 dalam hal pelayanan parkir di tepi jalan umum di
Alun-alun Gresik.
3.2. Fokus Penelitian
Menurut Moleong (2007 : 94), menyatakan bahwa ada dua maksud
tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan
jalan memnfaatkan fokus. Pertama, fokus dapat membatasi studi, jadi
dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inkuri sehingga peneliti tidak
perlu kesana kemari untuk mencari subyek penelitian. Kedu, penetapan
fokus itu berfungsi untuk memenuhi kreteria inklusi-eksklusi atau kriteria
masuk-keluar suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Jadi, dengan
penetapan yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat
keputusan yang tepat tentang data yang dikumpulkan dan mana yang tidak
perlu dijamah atau mana yang akan dibuang.
Sesuai dengan masalah penelitian, maka fokus penelitian
ditunjukkan untuk mengetahui implementasi kebijakan perparkiran ini akan
(sebagai sebagian dari kebijaksanaan negara) yang dirumuskan Pemerintah
Kabupaten Gresik, dengan obyek parkir non berlangganan di tepi jalan
dilakukan tanpa adanya fokus. Adapun yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah :
1. Melayani masuk dan keluarnya kendaraan di tempat parkir :
Pengelola parkir /juru parkir yang melayani keluar masuknya
kendaraan suapaya dapat melayani antrian kendaraan yang hendak
parkir dengan mudah dan cepat, yaitu dilihat dari : a) memberi tanda
batas parkir dan b) tanda bukti karcis.
2. Menata kendaraan yang diparkir agar tidak menggangu arus lalu lintas:
Pengelola parkir /juru parkir menata areal tempat parkir agar bisa
terliat rapi, dan teratur, supaya tidak mengganggu arus lalu lintas,
dilihat dari : a) Parkir ditepi jalan umum hanya satu shap b) memberi
tanda batas parkir
3. Menjaga kebersihan dan keamanan kendaraan yang diparkir :
Pengelola parkir /juru parkir harus menjaga kebersihannya supaya
terlihat lebih nyaman dan juru parkir bertanggung jawab atas
keamanan kendaraan beserta kelengkapannya.
4. Menggunakan tanda bukti (karcis) yang telah diporporasi oleh Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset :
Pengelola parkir /juru parkir memberi tanda bukti (karcis) kepada
pengguna jasa parkir sebagai tanda bukti pembayaran parkir, dilihat
dari : a) petugas parkir ha rus memberi tanda bukti (karcis) untuk satu
kali pemakaian, b) memberi tanda bukti karcis yang telah diporporasi
5. Menerima pembayaran parkir dari pemakai atau pemilik kendaraan
sebagai imbalan jasa pelayanan yang diberikan kecuali bagi yang ikut
parkir berlangganan :
Dilihat dari a) petugas parkir menerima pembayaran parkir dari
pemakai/ pemilik kendaraan sebagai imbalan jasa pelayanan yang telah
diberikan, b) pembayaran sesuai tarif yang telah ditentukan
3.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti
untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna
memperoleh data yang akurat. Agar dapat memperoleh data yang akurat
atau mendekati kebenaran yang sesuai dengan fokus penelitian, maka
peneliti memilih dan menetapkan lokasi penelitian ini di kawasan
Alun-alun Jalan KH. Wakhid Hasyim Kota Gresik yang merupakan salah satu
lokasi penerapan parkir non berlangganan di tepi jalan umum. Selain itu,
pemilihan lokasi penelitian ini dimaksudkan agar peneliti dapat lebih
memahami tentang pengelolaan parkir non berlangganan di tepi jalan
umum yang dikeola oleh Dinas Perhubungan.
Alasan dilakukan penelitian di alun-alun Kabupaten Gresik, karena
setiap harinya banyak kegiatan. Terutama banyak pedagang kakilima,
taman bermain untuk anak-anak, serta tempat makan (pujasera). Sehingga
berdampak pada banyaknya parkir di tepi jalan umum sekitar alun-alun,
3.4. Sumber dan J enis Data
Sumber data merupakan asal dari mana data tersebut diperoleh atau
didapatkan. Keberadaan data adalah untuk dapat disajikan sebagai sumber
informasi yang dijadikan sebagai pokok kajian atau sebagai bahan untuk
dapat diteliti. Sumber data menurut Lofland yang dikutip Lexy J, Moleong
dalam Syahrul (2006 : 157) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
kata – kata dan tindakannya selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain – lain. Adapun sumber data yang diperoleh peneliti
dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Informan kunci (key person)
Informan kunci adalah Seksi Pengendalian dan Operasional lalu lintas,
dimana pemilihannya secara purposive sampling dan diseleksi melalui
teknik snow ball sampling yang didasarkan atas subyek yang
menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data
yang benar – benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian
yaitu berupa data keterangan, cerita atau kata – kata yang bermakna.
Sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk membangun
teori, oleh sebab itu dalam penelitian ini yang akan menjadi informan
adalah petugas Dishub, pengelola, juru parkir dan masyarakat.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa yaitu tempat dimana fenomena yang terjadi atau
tentang Pengelolaan tempat parkir di tepi jalan umum khususnya pada
kawasan alun-alun Gresik
3. Dokumen
Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi
data utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian antara
lain meliputi : dalam peraturan Bupati No 4 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat
Khusus serta foto – foto hasil observasi peneliti.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data
primer dan data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Interview (wawancara)
Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2007 : 186),
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu dan dilakukan
oleh pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan
pertanyaan dan wawancara (interview) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut.
Wawancara jenis ini tidak dilakukan dengan pertanyaan yang
semakin memfokus pada permasalahan sehingga informasi yang
dikumpulkan dukup mendalam. Kelonggaran semacam ini mampu
mendapatkan kejujuran informan untuk memberikan informasi yang