Nas
ANALISIS DI KAB
skah Publika Memp
PROGRAM F UNIVERS
PUBLIKAS S SPASIAL BUPATEN S
asi ini Disusu peroleh Ijaza
Di SU
J
M STUDI K FAKULTAS
ITAS MUH
SI KARYA KEJADIAN SUKOHAR
un untuk Me ah S1 Keseh
isusun Oleh UPRIYONO
410 060 032
KESEHATA S ILMU KE HAMMADIY
2013
A ILMIAH N TUBERK RJO TAHUN
emenuhi Sala hatan Masyar
: O 2
AN MASYA SEHATAN YAH SURA
KULOSIS N 2012
ah Satu Syar rakat
ARAKAT N
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
ANALISIS SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2012
SUPRIYONO
SUPRIYONO J 410 060 032
SPATIAL ANALYSIS OF TUBERCULOSIS IN THE SUKOHARJO DISTRICT EVENTS IN 2012
Tuberculosis is a contagious disease remains a health problem in Indonesia. Cases of tuberculosis in Sukoharjo from 2010 to 2012, tends to increase. The purpose of this study to analyze the spatial incidence of tuberculosis in Sukoharjo. This research is a descriptive study of spatial analysis takes the coordinates of residence tuberculosis smear (+) using the tools of GPS (Global Positioning System). A number of 105 samples had taken, the method of proportional stratification. Results of this study showed spread the incidence of tuberculosis in 12 health centers spread Sukoharjo at the health center with highest case in Nguter there are 17 patients (16.2%) and lowest in the case of a number of health centers Gatak 4 patients (3.8%). Incidence distribution of tuberculosis by the home environment: water-resistant floor houses as many as 59 patients (56.2%) and there 46 patients (43.8%) waterproof environtment, ventilation qualify as many as 35 patients (33.3%) and did not meet conditions were 70 patients (66.7%), residential density of 100 homes eligible patients (92.5%), are not eligible 5 patients (4.8%). Buffer Health Center with tuberculosis, longest distance were 43 patients (40.95%), sparatting distance as many as 45 patients (42.86%), and close distance 17 patients (16.19%).
Keywords: Spatial Analysis, Tuberculosis, Home Environment
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
PENDAHULUAN
Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati menyebabkan setiap orang yang menderita akan aktif menginfeksi rata-rata 10 sampai 15 orang setiap tahunnya (WHO, 2009). Wilayah Jawa dan Bali, angka prevalensi tuberkulosis sebesar 110 per 100.000 penduduk. Wilayah Indonesia bagian timur, angka prevalensi tuberkulosis sebesar 210 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan laporan Depkes (2009), penemuan kasus tuberkulosis BTA posistif secara nasional pada tahun 2008 sebanyak 228.485 kasus. Angka penemuan penderita tuberkulosis dengan BTA positif baru di Jawa Tengah pada tahun 2008 sebanyak 16.748 kasus dengan CDR 47,97%. Angka penemuan ini berarti masih banyak kasus tuberkulosis yang belum terdeteksi dan belum terobati sehingga dapat menjadi sumber penularan (Dinkes, 2008). Angka penemuan kasus ini juga masih jauh dari target 70% yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Sukoharjo sebagai Kabupaten di salah satu provinsi Jawa Tengah,
penemuan kasus pada tahun 2010 sebanyak 234 kasus dengan CDR 28,78% dari 813 perkiraan penemuan kasus, mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 498 kasus dengan BTA positif 241. Berdasarkan data register tri wulan I dan II tahun 2012 Dinas Kabupaten Sukoharjo, tuberkulosis sudah mencapai 343 suspek dengan tuberkulosis BTA positif 144 kasus dan 2 kasus pasien meninggal dengan Case Fatalite Rate (DCR) 1,4% (Dinkes. 2012).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo (2009), menunjukkan prosentase rumah sehat dengan jumlah keseluruhan 203,100. Dari jumlah keseluruhan ini telah berhasil diperiksa sebanyak 74,252 (36,56%) dengan jumlah rumah sehat 46,072 (62,05%), artinya masih ada 64,44% rumah yang belum diperiksa, di sisi lain kondisi rumah menjadi faktor penting timbul dan penyebaran penyakit.
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik lingkungan rumah yang meliputi jenis lantai, ventilasi, dan padatan hunian dalam ruangan rumah. Penelitian Ishak dan Daud (2010), di Kabupaten Luwu, juga menunjukkan hasil yang sama, tuberkulosis ditinjau karakteristik lingkungan rumah dipengaruhi oleh faktor kepadatan hunian, ventilasi, dan jenis lantai rumah.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, saat ini analisis data register tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo masih terbatas dalam bentuk analisis tabular dan grafik. Analisis sebaran kasus masih berupa agregasi di tingkat desa dan kecamatan belum dalam bentuk pemetaan. Ishak & Daut (2008) menyatakan, agar dapat mengidentifikasi rantai penularan tuberkulosis, dan sebaran kasus tuberkulosis hingga tingkat individual tidak hanya berupa agregat. Identifikasi lokasi penderita tuberkulosis paru sampai tingkat lokasi individu sangat dimungkinkan karena dalam register tuberkulosis terdapat alamat penderita yang dapat dipetakan menggunakan pendekatan Geographic Information System (GIS) (Kraak & Ormeling, 2007).
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis spasial kejadian kasus tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo. TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengenai bagian paru (Aziz, 2008). Bakteri ini berbentuk batang merupakan organisme patogen maupun saprofit, yang berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, lebih kecil daripada sel darah merah (Prince & Wilson, 2006). Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes, 2011).
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
Tuberkulosis Ekstra Paru, yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Tuberkulosis paru pada sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anaoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Brunner & Suddarth, 2002). Seseorang yang dicurigai menderita tuberkulosis harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes mantaoux, foto toraks, dan pemeriksaan radiologi atau
histology. (Prince & Wilson, 2006). Menurut Achmadi (2008), resiko tuberkolosis dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok faktor resiko, yaitu kependudukan dan faktor lingkungan.
Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG menawarkan berbagai kemungkinan integrasi data dari berbagai sumber, contohnya dari data penginderaan jauh, dan data olahan peta lainya (Kraak & Omerling, 2007).
Dari uraian di atas, SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem yaitu (a) Data Input, yakni bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber, (b) Data Output, yakni hasil keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti tabel, grafik, peta, dan lain-lain, (c) Data Manajemen, yakni subsistem yang mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit, dan (d) Data manipulasi dan analisis, yakni subsistem yang menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan (Prahasta, 2009).
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ. Sedangkan Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya: jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya (Konsorsium. 2007)
Analisis spasial adalah sebagian dari bagian manajemen penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan uraian tentang data penyakit secara geografi berkenaan dengan kependudukkan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan antara faktor tersebut (Achmadi, 2008).
Menurut WHO (2011), SIG dan penginderaan jauh memiliki kemampuan yang secara ideal cocok untuk digunakan dalam surveilans dan kontrol penyakit menular, terutama untuk vector-borne penyakit yang sering ditemukan pada populasi miskin di daerah pedesaan terpencil.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitin ini adalah penelitian deskriptif, dengan analisis spasial yang menempuh langkah-langkah
pengumpulan data, klasifikasi data, pengolahan/analisis data yang menghasilkan sebuah gambaran atau peta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita penyakit tuberkulosis BTA Positif tri wulan I dan II tahun 2012 di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo sebanyak 144 kasus yang tersebar di 12 pusekesmas di wilayah Dinas Kabupaten Sukoharjo. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 105 penderita tuberkulosis BTA Positif.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode stratifikasi proporsional
(Stratified Proportionate), yaitu
pengambilan sampel dari populasi dalam kelas, kategori, kelompok atau klasifikasi yang disebut strata yang sebanding untuk setiap strata (Kristaung, 2011).
Pengolahan data dilakukan dengan Geografic Information System (GIS) menggunakan perangkat lunak, sehingga diperoleh hasil akhir berupa peta titik sebaran kasus dan peta terhadap kasus penyakit tuberkulosis.
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
Sukoharjo. Analisis buffer untuk memperoleh informasi data seberapa banyak jumlah persebaran penyakit tuberkulosis pada penduduk dengan jarak yang telah ditentukan dari layanan kesehatan di Kabupaten Sukoharjo.
HASIL DAN PEMBAHASAN A.Karakteristik Responden
1. Karakteristik Responden berdasarkan umur
Tabel Karakteristik Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Umur Karakteristik
Min-max Mean N
Median
Umur 16 - 90 48,15
37
105
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata umur responden adalah 48,15 tahun, median umur responden adalah 37 tahun, dan umur termuda responden adalah 16 tahun dan umur tertua responden adalah 90 tahun.
2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis kelamin
Tabel Karakteristik Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Jenis
Kelamin No Jenis
Kelamin
Frekuensi Presentase
1 Laki-laki 58 55,2
2 Perempuan 47 44,8
Jumlah 105 100%
Berdasarkan data jenis kelamin pada tabel diatas, angka kejadian tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo
tahun 2012, penderita laki-laki lebih besar dengan jumlah 58 jiwa (55,2%) dibandingkan penderita perempuan dengan jumlah sebanyak 47 jiwa (44,8%).
3. Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan
Tabel Karakteristik Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Pekerjaan No Pekerjaan Frekuensi Presentase
1 PNS 3 2,9
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
jenis pekerjaan PNS sebanyak 3 jiwa (2,9%).
B. Analisis Diskripsi Karakteristik Lingkungan Rumah
1. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Kepadatan Hunian
Tabel Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Kepadatan Hunian
No UPK
JUMLAH 100 (95,2%) 5 (4,8%) 105
Bersadarkan tabel diatas, menunujukan hasil kejadian tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan karakteristik kepadatan hunian menunjukan bahwa rumah memenuhi syarat sejumlah 100 responden (95,2%) dan tidak memenuhi syarat sebanyak 5 responden (4,8%).
2. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Jenis Lantai Rumah
Tabel Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Jenis Lantai
Berdasarkan tabel 7 diatas, kejadian tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo tahun 2012 berdasarkan karakteristik jenis lantai rumah menunujukan bahwa jenis lantai yang kedap air sebanyak 59 responden (56,2%) dan rumah dengan jenis lantai tidak kedap air sebanyak 46 responden (43,8%). Dimana UPK Weru dari 7 penderita, 100% kondisi rumah penderita tidak memenuhi syarat atau rumahnya tidak kedap air.
3. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Ventilasi Rumah
Tabel Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Ventilasi Rumah
No UPK
11 Tawangsari 5 (55,6%) 4 (44,4%) 9
12 Weru 0 (0%) 7 (100%) 7
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
5 Grogol 9 (69,2%) 4 (30,8%) 13
6 Kartasura 2 (60%) 3 (40%) 5
7 Mojolaba
n
3 (30%) 7 (70%) 10
8 Nguter 5 (29,4%) 12 (70,6%) 17
9 Polokarto 1 (14,3%) 6 (85,7%) 7
10 Sukoharjo 3 (30%) 7 (70%) 10
11 Tawangsa
ri
6 (66,7%) 3 (33,3%) 9
12 Weru 0 (0%) 7 (100%) 7
JUMLAH 35
(33,3%)
70 (66,7%) 105
Berdasarkan tabel 8 diatas, distribusi kejadian penyakit tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan karakteristik ventilasi rumah menunjukan bahwa rumah yang memenuhi syarat sebanyak 35 responden (33,3%) dan tidak memenuhi syarat sebanyak 70 responden (66,7%).
B.Analisis Spasial
1. Distribusi Persebaran Penderita Tuberkulosis
Persebaran kejadian tuberkulosis pada masing-masing UPK di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan kejadian tertinggi di wilayah kerja Puskesmas/UPK Nguter dengan jumlah 17 responden (16,2%), kedua di wilayah kerja Puskesmas/UPK Grogol sejumlah 13 responden (12,4%), ketiga di Puskesmas/UPK Sukoharjo, dan Puskesmas/UPK Mojolaban masing-masing 10 penderita (9,5%), keempat di UPK Bendosari, dan UPK Tawangsari masing-masing 9 penderita (8,6%), kelima di UPK Weru, Bulu, Baki, dan Polokarto masing-masing 7 pederita dan keenam di puskesmas Kartasura dengan jumlah penderita 5 (4,8%) dan angka terendah di wilayah kerja UPK Gatak sejumlah 4 responden (3,8%).
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
Kejadian tuberkulosis di 12 UPK wilayah kerja Dinas Kabupaten Sukoharjo menunjukkan, rumah yang tidak memenuhi syarat hanya pada wilayah kerja UPK Grogol sejumlah 2 (15,2%) responden dari 11 responden, 1 responden di UPK Kartasura dari 4 responden, 1 responden dari 9 responden, dan 1 responden di UPK Nguter dari 16 responden.
3. Analisis Spasial Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Lantai Rumah
Hasil analisa yang disajikan pada gambar 4 diatas dari jumlah 105 penderita, menunjukan bahwa rumah penderita yang kedap air sejumlah 59 penderita (56,2%) dan rumah penderita yang tidak kedap air sejumlah 46
penderita (43,8%). Analisis pada masing-masing di 12 UPK Kabupaten Sukoharjo didapatkan hasil rumah penderita yang tidak memenuhi syarat atau tidak kedap air terjadi pada UPK Bulu sebanyak 4 responden (57,5%), Nguter sebanyak 9 responden (52,9%), Polokarto sebanyak 6 responden (85,7%), Sukoharjo sebanyak 5 responden (50%) dan Weru sebanyak 7 responden (100%).
4. Analisis Spasial Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Ventilasi di Kabupaten Sukohajo
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
memenuhi syarat sejumlah 35 penderita (33,3%), dan rumah penderita yang tidak memenuhi syarat sejumlah 70 penderita (66,7%).
Analisa pada masing-masing di 12 wilayah UPK Kabupaten Sukoharjo menunjukkan, bahwa rumah yang yang tidak memenuhi syarat terjadi pada UPK Baki sebanyak 4 Responden (57,1%), Bendosari sebanyak 7 responden (77,3%), Bulu sebanyak 7 responden (100%), Mojolaban sebanyak 7 Responden (70%), Nguter sebanyak 12 responden (70,6%), Polokarto sebanyak 6 responden (85,7%), Sukoharjo sebanyak 7 responden (70%) dan Weru sebanyak 7 responden (100%).
5. Persebaran Puskesmas Di Kabupaten Sukoharjo
Persebaran Puskesmas di 12 kecamatan antara lain; Puskesmas Nguter 1 (utama), Bulu, Weru, Sukoharjo 1 (utama), Sukoharjo 2, Bendosari 1 (utama), Polokarto 1 (utama), Polokarto 2, Mojolaban 1 (utama), Mojolaban 2, Grogol 1 (utama), Grogol 2, Baki 1 (utama), Baki 2, Gatak 1 (utama), Gatak 2, Kartasura 1 (utama) dan Kartasura 2. Gambaran tentang persebaran letak Puskesmas Di Kabupaten Sukoharjo menggunakan data lokasi koordinat masing-masing Puskesmas dengan alat GPS.
6. Jarak Unit Pelayanan Kesehatan dengan Penderita Tuberkulosis Di Kabupaten Sukoharjo
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
distribusi yang berwarna ungu adalah puskesmas, sedangkan yang berwarna biru adalah penderita tuberkulosis. Jarak unit layanan kesehatan dengan penderita tuberkulosis yang digambarkan dengan warna kuning mempunyai jarak dekat (< 1 Km), warna abu-abu (jauh = 1 – 2 Km) dan warna coklat sangat jauh (> 3 Km). Jarak unit pelayanan kesehatan dengan penderita tuberkulosis di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2012, dapat diklasifikasikan dengan tabel dibawah ini.
Tabel Jarak Unit Pelayanan Kesehatan dengan Penderita Tuberkulosis
No Jarak Frekuensi Prosentase
1 Dekat (>
Berdasarkan data tabel diatas, diketahui jarak penderita tuberkulosis dengan jarak sangat jauh sebanyak 43 penderita (40,95%), jarak jauh sebanyak 45 penderita (42,86%), dan jarak dekat sebanyak 17 penderita (16,19%).
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Kejadian tuberkulosis pada rumah dengan kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat berjumlah 100 (95,2%) penderita dan tidak memenuhi syarat berjumlah 5 penderita (4,8%)
2) Kejadian tuberkulosis pada rumah dengan jenis lantai rumah kedap air sejumlah 59 penderita (56,2%) dan rumah dengan jenis lantai tidak kedap air sejumlah 46 penderita (43,8%) 3) Kejadian tuberkulosis pada rumah
dengan ventilasi memenuhi syarat 35 penderita (33,3%) dan rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat 70 penderita (66,7%)
4) Persebaran kejadian tuberkulosis merata wilayah kerja UPK Kabupaten Sukoharjo dengan kejadian tertinggi di UPK Nguter dengan jumlah 17 responden (16,2%) dan kejadian terendah di UPK Gatak dengan jumlah 4 responden (3,8%)
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
yang dekat dan mudah dijangkau akan mempermudah masyarakat mendapat informasi dan pelayanan kesehatan dalam usaha melakukan prefentif terhadap kejadian penyakit.
B. Saran
a. Hasil penelitian dapat menjadi acuan dan rekomendasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo, untuk merumuskan langkah pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis.
b. Bagi masyarakat, dapat
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis, sehigga dapat berpatisipasi aktif dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit tuberkulosis.
c. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melanjutkan penelitian sejenis yang lebih mendalam terkait analisis kejadian tuberkulosis misalnya meliha kejadian dengan letak geografis (dataran tingigi/rendah, dan cuaca/iklim daerah) tempat penderita berada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmadi Umar fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI Press
2. Alsagaff & Mukty (ed). 2008. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Unaer Press
3. Aziz, A. Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika 4. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Dialihbahasakan Waluyo Agung, dkk. Jakarta: EGC
5. Bustan. M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta 6. Chrysantina. Kusnanto & Fuad. 2004.
Analisis Spasial dan Temporal Kasus Tuberkulosis di Kota Yogya. 2004. Yogjakarta: FKM FK UGM
7. Davey Patrick. 2006. At a Glace Medicine. Dialihbahasakan oleh Ramlia, A dan Novianty, RC. Bandung: Erlangga
8. ¬¬¬¬¬¬Depkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta: Depkes RI
9. Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua. Jakarta: Depkes RI
10.Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua. Jakarta: Depkes RI
11.Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi kedua. Jakarta: Depkes RI
12.Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta : Depkes RI
13.Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
15.Dep. Perpraswil RI. 2002. Pedoman Perumahan Sederhana Sehat. Jakarta: Dep.Perpraswil RI
16.Dinkes. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008. Semarang: Dinkes Jateng
17.Dinkes. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2009. Sukoharjo: DKK Sukoahrjo
18.Dinkes. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2010. Sukoharjo: DKK Sukoahrjo
19.Dinkes. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2012. Sukoharjo: DKK Sukoharjo
20.Fatimah Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sidareja, Cipari,
Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun
2008. (Tesis) Semarang: Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
21.Konsorsium Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGis Dasar. Aceh: Pemkot Banda Aceh Nias
22.Icksan AG dan Luhur R. 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta: Sagung Seto
23.Ishak dan Daud. 2010. Analisa Spasial Sebaran tuberkuloasis Ditinjau Dari Faktor Karakteristik Lingkungan Dalam Rumah di Kabupaten Luwu Utara.
24.Kliegman Behrman dan Arvin. 2008. Ilmu Kesehaan Anak. Vol 2. Edisi ke-15. Dialihbahasakan oleh Wahab Samik. Jakata: EGC
25.Kraak & Ormeling. 2007. Kartografi Visualisasi Data Geospasial. Edisi II. Dialihbahasakan oleh Martha dkk. Yogyakarta: UGM Press
26.Kristaung Robert. 2011. Metode Penelitian Sistem Informasi dan
Manajemen Informatika. Jakarta: Mitra Wacana Media
27.Lumban Tobing Tonny. 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008. (Tesis). Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU
28.MZW. 2012. Tuberkulosis
Mengancam Kemiskinan Mempersulit. Kompas. Senin, 20
Februari 2012: 13. Kol 1-2
29.Noor Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta
30.Notoatmodjo Soekidjo. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
31.¬¬¬¬Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
32.Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
33.Nuarsa. 2004. Mengolah Data Spasial dengan Map Info Professional. Yogyakarta
34.Prahasta Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar Perspektif Geodesi & Geomatika. Bandung: Penerbit Informatika
35.Prince dan Standringe. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Vol.2 Dalam Pince, SA dan Wilson, LM (ed). Dialihbahasakan oleh Brahm, U, dkk. Editor edisi bahasa Huriwati Hartanto, dkk. Jakarta: EGC
*Mahasiswa S‐ Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Page
37.Raharjo, Rio (ed). 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC
38.Rohmad. 2012. Analisis Spasial Kejadian Penyakit Kusta di Kabupaten Rembang tahun 2012. (Skripsi) Surakarta: Progdi Kesehatan Masyarakat FIK UMS
39.Ruswanto Bambang. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten Pekalongan. (Tesis) Semarang: Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
40.Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika 41.Sulistiyanto Arifudin. 2011. Analisis
Spasial Aksebilitas Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009. (Skripsi). Surakarta: Progdi. Kesehatan Masyarakat FIK UMS
42.Wahyu Genis Ginanjar. 2008. Panduan Praktis Mencegah Dan Mengobati TBC Pada Anak. Jakarta: Dian Rakyat
43.WHO. 2005. Global Tuberculosis Control Surveillance, Planning, Financing. Geneva : WHO
44.WHO. 2009. Tuberculosis Epidemiology and Control. New Delhi : Regional Office For SEA
45.¬¬¬¬WHO. 2011. Global
Tuberculosis Control. Ganeva. WHO 46.WHO. 2011. Geographic Informasi
System and Public Health Mapping. http://www.who.int/health_mapping/gi sandphm/en/index.html. Diakses: 12/07/2012
47.WHO. 2011. About the Public Health Mapping and GIS Programme. http://www.who.int/health_mapping/a bout/en/. Diakses 12/07/2012