HUBUNGAN ANTARA OVERINDULGENCE YANG DILAKUKAN AYAH DENGAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA 4-6
TAHUN ANNISA AMALIA
Dosen Pembimbing: Dra. Marisa Fransiska Moeliono, M.Pd ABSTRAK
Dalam penelitian ”The Overindulgence Project”, Bredehoft mengusung konsep pemanjaan yang bernama overindulgence (!998). Dari penelitian berikutnya diketahui bahwa overindulgence memiliki hubungan dengan kemampuan menunda kepuasan (Bredehoft., 2010). Kemampuan menunda kepuasan merupakan cikal bakal regulasi diri pada anak usia 4-6 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji konsep overindulgence yang diusung oleh Bredehoft terutama hubungannya dengan kemampuan menunda kepuasan pada anak usia 4-6 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan studi korelasi. Responden dalam penelitian ini berjumlah 31 pasang ayah dan anaknya yang berusia 4-6 tahun Pengambilan data dilakukan dengan alat ukur Parental Overindulgence Assessment
Scale (1.2) dan panduan observasi.
Dari hasil diperoleh Sig sebesar 0.020, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara overindulgence yang diberikan oleh ayah dengan kemampuan menunda kepuasan pada anaknya yang berusia 4-6 tahun. Overindulgence yang
dilakukan ayah berkontribusi sebesar 17,4% terhadap kemampuan menunda kepuasan pada anak usia 4-6 tahun (Kd = 17,45). Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara overindulgence yang diberikan ayah dengan kemampuan menunda kepuasan pada anak usia 4-6 tahun yang menjadi responden penelitian ini. Dalam penelitian ini juga dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai
overindulgence yang dilakukan ayah pada penelitian ini, termasuk kategori
rendah.(67-81), artinya kurang dari setengah ayah dalam penelitian ini (25,8%) yang melakukan overindulgence kepada anaknya. Kemudian sebagian besar nilai kemampuan menunda kepuasan anak usia 4-6 tahun pada penelitian ini (83,9%), termasuk kategori tinggi (692-900)
PENDAHULUAN
Overindulgence merupakan konsep pemanjaan yang diusung oleh Bredehoft yang berarti perilaku memberikan terlalu banyak apa yang terlihat baik, terlalu cepat, terlalu panjang kepada anak; memberikan anak materi atau pengalaman yang tidak sesuai dengan usia, ketertarikan, atau bakat mereka. Konsep overindulgence berbeda dengan konsep pemanjaan lainnya, overindulgence muncul karena didasari oleh kebutuhan orangtua, yang tidak disesuaian dengan kebutuhan anak. (1998)
Overindulgence dapat dilihat melalui tiga bentuk yaitu material overindulgence
(pemberian materi atau pengalaman yang berlebihan), relational overindulgence (pemberian perhatian dan perawatan yang berelebihan), dan structural
overindulgence (pemberian kelonggaran aturan dan batasan yang berlebihan).
Bredehoft menyatakan bahwa overindulgence dapat dilakukan oleh siapapun yang ikut dalam pengasuhan anak, namun diketahui bahwa orangtua lah yang bertanggung jawab akan terjadi atau tidaknya overindulgence (1998). Pada penelitian berikutnya diketahui bahwa ayah merupakan figur yang lebih sering melakukan
overindulgence dibandingkan dengan ibu, kakek, nenek, ataupun pengasuh lainnya,
dimana overindulgence lebih sering dilakukan oleh ayah yang berusia lebih muda (Bredehoft., 2013).
Overindulgence akan memiliki dampak terhadap perkembangan anak, salah
(Russel, et al., 2012). Kemampuan ini merupakan bagian pusat regulasi diri awal pada anak (Mischel, et al., 1989), dan dapat dilihat pada anak usia 4 tahun ke atas (Lee, et al., 2008).
Hasil dari penelitan longitudinal, diketahui bahwa durasi waktu anak dalam menunggu reward yang lebih diinginkan saat usia prasekolah, memiliki hubungan dengan rating kepribadian yang diberikan oleh orang tua ketika anak mencapai usia remaja (Mischel, at al., 1998). Secara spesifik, anak yang mampu untuk menunggu menunda kepuasannya lebih lama pada saat usia prasekolah, dinilai oleh orangtua memiliki kompetensi akademik dan sosial yang lebih baik, kefasihan verbal, rasional, perhatian yang baik, terencana dan mampu menghadapi stress serta frustasi dengan baik (Lee, et al., 2008)
Dari apa yang telah dijabarkan diatas, dapat dilihat bahwa kemampuan menunda kepuasan merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh anak prasekolah, dimana pada penelitian Bredehoft (2010) diketahui bahwa kemampuan ini dipengaruhi oleh overindulgence yang diberikan kepada anak. Sayangnya, penelitian di Indonesia yang mengkaji overindulgence yang dilakukan oleh ayah dan hubungannya terhadap kemampuan anak prasekolah dalam menunda kepuasan masih sangat sedikit, sehingga hubungan diantara keduanya pun masih belum jelas.
pada ayah sebagai figur yang memberikan overindulgence dan anaknya yang masih berada pada masa prasekolah.
METODE PENELITIAN
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan non-eksperimental dengan metode penelitian korelasional. Penelitian nonnon-eksperimental adalah telaah empirik sistematis dimana ilmuwan tidak dapat mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestiasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat variabel itu memang menutup kemungkinan manipulasi. Inferensi tetang relasi antarvariabel dibuat, tanpa intervensi langsung, berdasarkan variasi yang muncul seiring dalam variabel dan variabel terikatnya (Kerlinger, 1986).
Studi korelasional terdiri dari pengukuran 2 variabel dan menentukan hubungan yang ada di antara kedua variable tersebut (Christensen, Johnson, & Turner, 2011). Pendekatan korelasional cukup efektif dalam mencapai tujuan penelitian yaitu deskripsi dan prediksi. Jika sebuah hubungan ditemukan di antara 2 variabel, maka kita dapat mendeskripsikan hubungan dan juga memprediksi 1 variabel berdasarkan pengetahuan terhadap 1 variabel lainnya (Christensen, Johnson, & Turner, 2011).
PARTISIPAN
Pengukuran
Terdapat dua Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, alat ukur yang pertama adalah kuisioner yang mengukur overindulgence yang dilakukan oleh ayah dilihat melalui frekuensi, yang terdiri dari 4 bagian. Bagian pertama adalah bagian lembar pengesahan, kemudian data pribadi responden dan data diri anak responden yang akan digunakan sebagai data penunjang pembahasan, bagian yang ketiga adalah kuisioner yang mengukur overindulgence yang diadaptasi dari alat ukur Parental
Overindulgence Assessment (1.2) yang dibuat oleh Bredehoft dan Walchecki (2008)
sebanyak 30 item, dan bagian yang terakhir adalah pertanyaan mengenai interaksi ayah dan anak yang digunakan sebagai data penunjang pembahasan.
Alat ukur yang kedua mengukur kemampuan menunda kepuasan anak usia 4-6 tahun yang dilihat melalui durasi waktu anak menunggu. Pengukuran dilakukan dengan protokol penelitian, panduan instruksi, dan panduan observasi. Parameter yang diukur adalah waktu dalam satuan detik yang dihitung dengan stopwatch
HASIL
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini mengenai hubungan antara overindulgence dengan kemampuan menunda kepuasan, peneliti mendapatkan kesimpulan yaitu:
anaknya yang berusia 4-6 tahun. Sebaliknya, semakin jarang ayah melakukan
overindulgence kepada anaknya yang berusia 4-6 tahun, maka anak akan mampu
untuk menunda kepuasan semakin lama.
2. Kurang dari setengah jumlah responden ayah dalam penelitian ini (25.8%) melakukan overindulgence terhadap anaknya yang berusia 4-6 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Bredehoft, D. J., Mennicke, S. A., Potter, A. M., & Clarke, J. I. (1998). Perceptions attributed by adults to parental overindulgence during childhood. Journal of Marriage and Family Consumer Sciences Education, 16, 3-17.
Bredehoft, D. J., & Michael J. Walcheski (2008). Parental Overindulgence
Assessment Scale (1.2) manual.
Bredehoft, David J. 2013. Empirical Connections Between Parental Overindulgence Patterns, Parenting Styles, and Parent Sense of Competence : Executive Summary : Study 9. Minnesota.
Christensen, L. B., Johnson, R. B., & Turner, L. A. (2011). Research Methods,
Design, and Analysis. Boston: Pearson.
Clarke, J. I., Dawson, C., & Bredehoft, D. J. (2004). How much is enough? Everything you need to know to steer clear of overindulgence and raise likeable, responsible and respectful children – from toddlers to teens. New York: Marlowe and Company.
Duvall, Evelyn Mills. 1977. Marriage and Family Development 5th Edition.
Philadelphia. J.B. Lippincott Company.
Harris, Robby D. 2010. A Meta-Analysis on Father Involvement and Early
Childhood Social-Emotional Development. New York. Opus.
Karniol, Rachel., et al. 2011. Why Superman Can Wait: Cognitive
Self-Transformation in Delay of Gratification Paradigm. Israel. Taylor &
Francis Group, LCC.
Kerlinger, F. N. (1990). Asas-asas Penelitian Behavioral (Translation). Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Lee, Pai-Lin, et al. 2008. Helping Young Children to Delay Gratification. KOTA. Springer
Mischel, Walter, et al. 1989. Delay Gratification in Children. New York. American Associatin for the Advancement of Science.
Russell, Beth S et al. 2012. Parental Contributions to the Delay of Gratification
in Preschool-aged Children. KOTA. Springer
Slinger, Mary R & David J. Bredehoft. 2010. Relationships Between Childhood
Overindulgence & Adult Attitudes & behavior. Minneapolis. NCFR Annual
Conference