1 1.1 Latar Belakang Masalah
Instansi selaku pengguna barang atau jasa membutuhkan barang atau jasa untuk melaksanakan fungsinya dan untuk mencapai kinerjanya. Instansi atau organisasi membutuhkan barang atau jasa untuk meningkatkan pelayanannya, begitu pula dengan instansi pemerintah. Berkaitan dengan pengadaan barang atau jasa, instansi pemerintah harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.
Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang atau Jasa Instansi Pemerintah pada Bagian 2 Pasal 2, menyebutkan bahwa tujuan pengadaan barang atau jasa ialah untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu, secara efektif dan efesien, menurut ketentuan dan proses yang berlaku. Pengadaan barang atau jasa berpegang teguh pada etika dan norma pengadaan yang berlaku, berdasarkan metode dan proses yang berlaku, serta mengikuti prinsip-prinsip dan prosedur yang berlaku.
Pengadaan barang atau jasa juga menimbulkan beberapa risiko yang dapat
menimbulkan kerugian bagi negara. Risiko tersebut dapat berupa penyuapan,
menggabungkan atau memecah paket pekerjaan, penggelembungan harga, bahkan
mengurangi kuantitas atau kualitas barang atau jasa. Risiko dalam pengadaan
barang atau jasa pemerintah diindikasikan juga dengan banyaknya penanganan
tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan barang atau jasa yang dilakukan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan tabel 1.1., penyimpangan pengadaan barang atau jasa menempati urutan kedua kasus terbesar yang ada sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Tabel 1.1
Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2010 –2014
No Jabatan 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah 1 Pengadaan Barang atau Jasa 16 10 8 9 15 58
2 Perizinan 0 0 0 3 5 8
3 Penyuapan 19 25 34 50 20 148
4 Pungutan 0 0 0 1 6 7
5 Penyalahgunaan Anggaran 5 4 3 0 4 16
6 TPPU 0 0 2 7 5 14
7 Merintangi Proses KPK 0 0 2 0 3 5
TOTAL 40 39 49 70 58 256
Sumber : www.kpk.go.id
Beberapa kasus pengadaan yang tersangkut masalah korupsi di antaranya ialah mantan pejabat di Kementerian Kesehatan, yang dimuat di surat kabar elektronik (Tempo,13 September 2013) bahwa Mulya A. Hasjmi dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi pengadaan Alat Kesehatan dan Keluarga Berencana Linear Accelerator (LINAC) di RSUP Adam Malik Medan dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2007. Mulya dijatuhi hukuman empat tahun penjara serta denda Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan subsider tiga tahun kurungan.
Kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) ditemukan di
RSUD Yogyakarta yang dilakukan oleh Bambang Saparyono. Seperti yang
diberitakan dalam surat kabar elektronik (Harian Jogja, 24 Oktober 2014),
dijelaskan bahwa terpidana kasus korupsi Bambang Saparyono divonis dua tahun
penjara karena terbukti melakukan tindakan korupsi pengadaan alkes di RSUD
Yogyakarta. Bambang dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Yogyakarta. Ia selaku PPK dianggap tidak menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) dengan benar. Ia hanya menggunakan harga dari brosur yang diberikan oleh sales. Ia tidak melakukan pengecekan harga terlebih dahulu ke distributor sebelum menyusun HPS. Johan Hendarman, direktur CV Jogja Mitra Solusindo selaku pemenang tender dianggap mengambil keuntungan terlalu banyak dalam pengadaan alkes RSUD Yogyakarta sehingga ada selisih harga alkes terlalu besar. Selain itu, perusahaan Johan tidak memenuhi berbagai persyaratan, tetapi dimenangkan. CV Jogja Mitra Solusindo tidak menampilkan harga penawaran dan semua alat yang didatangkan tidak dilengkapi dengan Sertifikat Asli Pabrikan (Certificate of Origin). Selain itu, dari 13 item alkes, satu di antaranya terlambat datang, tetapi
CV Jogja Mitra Solusindo telah memperoleh pembayaran 100 persen yaitu Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah).
Penilitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta bertugas memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat Kota Yogyakarta. Dinas Kesehatan Pemerintah
Kota Yogyakarta memiliki unit pelaksana teknis (UPT) untuk melaksanakan
fungsinya. UPT adalah unsur pelaksana di lingkungan Dinas Kesehatan yang
melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu. UPT terdiri atas 3 bagian yakni UPT Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), UPT Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), dan
UPT Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmakes).
Puskesmas merupakan sarana pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat miskin. Puskesmas sangat sesuai untuk melayani kesehatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia berpenghasilan menengah ke bawah.
Sehubungan dengan itu, saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya berusaha meningkatkan pelayanan yang ada di Puskesmas agar masyarakat yang berpenghasilan kecil juga dapat menikmati layanan kesehatan.
Puskemas yang ada di Pemerintah Kota Yogyakarta sering mengalami kurangnya ketersediaan obat. Sering kosongnya ketersediaan obat ini menyebabkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas. Unit Kerja pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta yang melakukan pengadaan obat dan alat kesehatan ialah UPT Farmakes. Anggaran biaya untuk pengadaan obat dan alat kesehatan setiap tahunnya berkisar antara 6 sampai dengan 8 milyar rupiah per tahun. Tahun 2014 anggaran biaya UPT Farmakes senilai Rp7.665.130.730,00. Anggaran biaya ini senilai 12,4% dari total anggaran seluruh biaya Dinas Kesehatan. UPT Farmakes itu bertugas untuk melaksanakan pengelolaan obat dan alat kesehatan, dengan anggaran pengadaan obat dan alat kesehatan untuk tahun 2014 senilai Rp7.229.400.830,00. Hal ini berarti 94% dari anggaran UPT Farmakes digunakan untuk pengadaan obat dan alat kesehatan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat korupsi pada pemerintah kota/pemerintah kabupaten menempati urutan kedua sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Dilihat dari tabulasi data penanganan korupsi oleh KPK, korupsi di pemerintah kabupaten/pemerintah kota meningkat setiap tahunnya.
Dimulai dari 8 kasus di tahun 2010 hingga menjadi 19 kasus di tahun 2014.
Tabel 1.2
Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Berdasarkan Instansi Tahun 2010 –2014
No Jabatan 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
1 DPR RI 7 2 6 2 2 19
2 Kementrian/Lembaga 16 23 18 46 26 129
3 BUMN/BUMD 7 3 1 0 0 11
4 Komisi 2 1 0 0 0 3
5 Pemerintah Provinsi 0 3 13 4 11 31
6 Pemkab/Pemkot 8 7 10 18 19 62
TOTAL 40 39 48 70 58 255
Sumber : www.kpk.go.id