• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana. sebenarnya berasal dari Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, namun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana. sebenarnya berasal dari Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, namun"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana yang dikenal di dalam Hukum Indonesia sebenarnya berasal dari Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi strafbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti terhadap istilah strafbaarfeit menurut persepsi dan sudut pandang mereka masing-masing.6

Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum pidana, wirjono menterjemahkan istilah strafbaarfeit mrtupakan hal yang sama dengan tindak pidana yakni suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.7 Sedangkan salah satu ahli lainya Simons, merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah tindakan yang menurut rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.8

6 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001, Hlm. 69

7 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta ; PT. Eresco, 1981, Hlm. 12

8 Simons, D, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (judul asli : Leerboek van Het Nederlandse Strafrecht) ditrjemahkan oleh P.A.F. Lamintang, Bandung : Pioner jaya, 1992, Hlm. 72 diakses dari http://library.walisongo.ac.id/digilib, pada tanggal 28 Oktober 2019.

(2)

18 Pengertian kejahatan atau tindak pidana menurut Djoko Prakoso9 tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh undangundang dan pelanggarannya dikenakan sanksi” Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (Crime atau Verbrechen atau Misdaad) yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Sebagai gambaran umum, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut.10

Sedangkan menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Sedangkan menurut Roeslan Saleh mengatakan bahwa pidana adalah

9 Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam Konteks KUHAP. Bina Aksara, Jakarta. hlm 137

10 Ibid

(3)

19 reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu.11

Secara historis dapat kita jumpai istilah-istilah yang sama dengan strafbaarfeit pada perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia antara lain terdapat di dalam:12

1. Peristiwa pidana, terdapat dalam ketentuan Undang-undang Dasar sementara (UUDS) Tahun 1950 pasal 14 ayat 1;

2. Perbuatan pidana, istilah ini dapat ditemukan di dalm UU No. 1 Tahun 1951 pasal 5 ayat 3b mengenai tindakan sementara untuk menyelenggarakan satuan susunan kekuasaan dan acara peradilanperadilan sipil;

3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, ketentuan ini terdapat dalam Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1951;

4. Hal – hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan- perbuatan yang dapat dikenakan hukuman, ketentuan ini terdapat dalam Undang-undang Darurat No. 16 Tahun 1951 pasal 19, 21 dan 22 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan;

5. Tindak pidana, istilah ini terdapat dalam Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1953 pasal 129 tentang pemilihan umum;

11 Muladi, 1985. Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni, Bandung. hlm. 22

12 Sudarto, Hukum Pidana, 1997, Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Hlm. 12.

(4)

20 6. Tindak pidana, ketentuan ini terdapat dalam Undang-

undang Darurat No. 7 Tahun 1955 pasal 1 tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi;

7. Tindak pidana, ketetapan ini terdapat dalam penetapan Presiden No.4 Tahun 1961 pasal 1 tentang kewajiban kerja bakti dalam rangka pemasyarakatan bagi terpidana karena melakukan tindak pidana.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Muljatno berpendapat, bahwa lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan pidana, yakni sebuah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.13

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektifdan unsur objektif.Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:14

1. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);

2. Maksud atau Voornemenpada suatu percobaan atau poging.

Seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

13 Muljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, cet. VI, Yogyakarta : Rineka Cipta, Hlm.54.

14 P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 194.

(5)

21 3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang

terdapatdalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,pemalsuan, dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau

voorbedachteraadyangterdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

5. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindakpidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur objektif suatu tindak Pidana:

1. Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid;

2. Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorangpegawai negeri.

3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagaipenyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Selain itu, unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat menurutbeberapa teoretis. Teoretis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum yang tercermin pada bunyi rumusannya. Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman yang menunjukkan bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan pendapat Moeljatno karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dijatuhi pidana.

(6)

22 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam Hukum Indonesia untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu yang secara teori lebih dikenal dengan istilah unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana ataupun perbuatan pidana. Menurut Sudarto, pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-undang. Pengertian yang pertama (unsur) ialah lebih luas dari pada kedua (unsur- unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362 KUHP.15

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari 2 (dua) sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang- undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-Pasal peraturan perundang-undangan yang ada. Menurut Moeljatno untuk dapat dikatakan adanya perbuatan pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Perbuatan;

15 Sudarto, Op.Cit..Hlm 43.

(7)

23 2) Yang dilarang (oleh aturan hukum);

3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).16

Sedangkan menurut R. Tresna, merumuskan bahwa unsur-unsur perbuatan pidana harus memuat hal-hal seperti di bawah ini:

1) Perbuatan/rangkaian perbuatan manusia;

2) Yang bertentangan dengan pertauran perudang-undangan;

3) Diadakan tindakan hukuman.17

Dari ketiga unsur diatas, kalimat diadakan tindakan penghukuman, terdapat perngertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan), hal ini berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Moeljatno yang menyebutkan bahwa setiap perbuatan pidana itu tidak selalu harus dijatuhi pidana.18

Adapun unsur-unsur tindak Pidana berdasarkan teoriBatasan tindak pidana oleh teoretis, menurut Moeljatno, R.Tresna, Vos yang merupakan penganut aliran monistis dan Jonkers, Schravendijk yang merupakan penganut aliran dualistis. Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah:19

1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia;

16 Moeljatno, Op.Cit.. Hlm. 57.

17 R. Tresna, 1990, Azas-azas Hukum Pidana, cet. ke-3, Jakarta: PT. Tiara, Hlm. 20.

18 Ibid.

19 Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, Hlm. 98

(8)

24 2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman

oleh Undang-Undang;

3. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum;

4. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat Dipertanggungjawabkan;

5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada pembuat.

Hanya perbuatan manusia yang boleh dilarang oleh aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak harus perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana.

3. Tindak Pidana Penghinaan/Penistaan Agama

Istilah tindak pidana penghinaan pada umumnya juga biasa digunakan untuk tindak pidana terhadapa kehormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang merupakan maksud dari tujuan dari Pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana kehormatan/penghinaan adalah tindak pidana yang menyerang hak seseorang berupa merusak nama baik atau kehormatan seseorang.20

Demikian halnya dengan istilah penghinaan yaitu semua jenis kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XVI buku II. Dalam Pasal 310 ayat (1) dimuat semua unsur, baik yang bersifat objektif

20 Laden Marpaung, 2007, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan Penerapannya. Grafindo Persada. Jakarta. 2007. Hal. 9

(9)

25 (perbuatan/objeknya) maupun yang bersifat subjektif (kesalahan, berupa sengaja melakukan perbuatan dan maksud pembuat dalam hal melakukan perbuatan). Pada kenyataannya memang semua kejahatan yang masuk penghinaan (Bab XVI buku II), maupun penghinaan khusus di luar Bab XVI mengandung sifat yang sama dengan kejahatan pencemaran Secara umum pencemaran nama baik (Defamation) adalah tindakan mencemarkan nama baik seseorang dengan cara menyatakan sesuatu baik melalui lisan ataupun tulisan, pencemaran nama baik terbagi ke dalam beberapa bagian:

a) Secara lisan, yaitu pencemaran nama baik yang diucapkan.

b) Secara tertulis, yaitu pencemaran yang dilakukan memalui tulisan.21

Secara etimologi kata “menista” berasal dari kata “nista”.

Sebagian pakar mempergunakan kata “celaan”. Perbedaan istilah tersebut disebabkan karena penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata smaad dari bahasa Belanda. Kata nista dan kata celaan merupakan kata sinonim. “Nista” berarti hina, rendah, cela, noda.22 Sedangkan Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistematau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian

21 Mudzakir, 2004, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3, hlm. 17.

22 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional edisi ketiga, 2002), Hlm 74.

(10)

26 dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

21 Berkaitan dengan hal tersebut Koentjaraningrat berpendapat bahwa, agama merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat komponen:23

1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap religius.

2. Sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, serta segala nilai, norma, dan ajaran dari religi yang bersangkutan.

3. Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam gaib.

4. Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan tersebut butir b, dan yang melakukan sistem ritus dan upacara tersebut butir c.

Keempat komponen di atas terjalin erat satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara utuh. Kepentingan agama menyangkut kepentingan mengenai emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan umat yang merupakan satu kesatuan. Hal

23 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1985), Hlm. 144-145.

(11)

27 inilah yang menyebabkan diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap agama atau kepentingan agama.

Penghinaan adalah mengihina yaitu “ menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”, Yang di serang itu merasakan malu.

Kehormantan yang di serang disni hanya mengenai kehormatan yang dapat dicemarkan. Penghinaan itu ada 6 (enam ) macam:

1. Menista (smaad);

2. Menista dengan surat (smaadchrift);

3. Menfitnah (laster);

4. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging);

5. Mengadu secara menfitnah (lasterajke aanklacht); dan

6. Tuduhan sevara menfitnah (lasterajke verdhartmaking).

Semua penghinaan itu hanya dapat di tuntut, apabila ada pengaduan dari orang yang menderita (delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalakan tugas yang sah.

Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri, hinaan diartikan sebagai nistaan, cercaan dan caci-makian. Sedangkan Penghinaan yaitu proses, perbuatan, cara menistakan. Adapun arti Menghina yaitu memandang rendah, merendahkan, memburukkan nama baik orang lain, mencemarkan nama baik orang lain,

(12)

28 Di dalam KUHP pengertian penistaan agama sendiri tidak dijelaskan secara rinci, namun di dalam buku lain dijelaskan bahwa definisi penistaan agama ialah “penyerangan dengan sengaja atas kehormatan atau nama baik orang lain atau suatu golongan baik secara lisan maupun tulisan dengan maksud agar diketahui oleh banyak orang”.24

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbarfeit”. Tim penerjemah badan Pembinaan Hukum Nasional dalam menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, menerjemahkan istilah strafbaarfeitini sebagai tindak pidana.25

Secara terminologis trafbaarfeit dalam hukum pidana terdapat perbedaan dalam penyebutan ke dalam bahasa Indonesia. Strafbaarfeit oleh Moeljatno disamakan pengertiannya dengan “perbuatan pidana”.

Adapun strafbaarfeit oleh beberapa ahli hukum pidana Indonesia ada yang menyamakan pengertiannya dengan “tindak pidana”.26

Beberapa istilah lainnya tentang tindak pidana, antara lain:

1) Menurut WirdjonoProdjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

24 J.C.T. Simorangkir, S.H, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika 1995), hlm. 1

25 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 55

26 Agus Rusianto, Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Tinjauan Kritis Melalui Konsistensi anatara Asas, Teori, dan Penerapannya, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 11.

(13)

29 2) Menurut D. Simons, tindak pidana (strafbaarfeit) adalah kekuatan (handeling) yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

3) Menurut G.A van Hamel, sebagaimana yang diterjemahkan oleh Moeljatno, strafbaarfeit adalah kelakuan orang (mendrlijkegedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan kesalahan.

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi). yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.27 Menurut Pasal 156a KHUP yang dimaksud dengan tindak pidana penistaan agama adalah barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

4. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penghinaan/Penistaan Agama

Tindak pidana agama dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu:28

a) Tindak pidana menurut agama;

27 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Hlm. 71.

28 Barda Nawawi Arief, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan (Blasphemy) Di Indonesia dan Perbandingan Berbagai Negara, (Semarang: BP UNDIP, 2010), hlm 1.

(14)

30 b) Tindak pidana terhadap agama;

c) Tindak pidana yang berhubungan dengan agama atau kehidupan beragama.

Menurut Barda Nawawi, delik agama dalam pengertian tindak pidana “menurut agama”,dapat mencakup perbuatan-perbuatan yang menurut hukum yang berlaku, merupakan tindak pidana dan dilihat dari sudut pandang agama juga merupakan perbuatan terlarang/

tercela, atau perbuatan lainnya yang tidak merupakan tindak pidana menurut hukum yang berlaku tetapi dilihat dari sudut pandang agama merupakan perbuatan terlarang/tercela.

Penyusunan delik-delik agama tersebut dapat didasarkan atas suatu alternatif atau penggabungan antara beberapa teori, tergantung daripada kepentingan hukum yang hendak dilindungi. Dalam

“Laporan penelitian Pengaruh Agama terhadap Hukum Pidana”

LPHN, menyebutkan tiga macam teori yang dapat dijadikan dasar pembentukan delikdelik tersebut antara lain:29

a) Friedensschutz Theorie, yaitu teori yang memandang ketertiban atau ketenteraman umum sebagai kepentingan hukum yang harus dilindungi;

b) Gefuhlsschutz Theorie, yaitu teori yang hendak melindungi rasa keagamaan;

29 Juhaya S.Praja, Delik Agama Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Angkasa, 98), Hlm. 57.

(15)

31 c) Religionsschutz Theorie, yaitu teori yang memandang

agama itu sebagai kepentingan hukum yang harus dilindungi.

Delik Agama dalam pengertian Delik Terhadap Agama, terlihat terutama dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS 1965 dan khususnya Pasal 156a KUHP (penodaan terhadap agama dan melakukan perbuatan agar orang tidak menganut agama). Pada delik agama dalam pengertian delik “terhadap agama” (Pasal 156 KUHP) awalnya tidak dijumpai dalam ketentuan KUHP. Delik ini ditujukan khusus untuk melindungi keagungan dan kemuliaan Tuhan, sabda dan sifatnya, Nabi/Rasul, kitab suci, lembaga-lembaga agama, ajaran ibadah keagamaan, dan tempat beribadah atau tempat suci lainnya.

Perlu ditegaskan, bahwa delik agama dalam pengertian “delik terhadap agama”, yakni Pasal 156a dalam KUHP, sudah ada sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1/PNPS 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama, Lembaran Negara No. 3 Tahun 1965, tertanggal 27 Januari 1965, di mana salah satu Pasalnya, yaitu Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1/PNPS 1965 dimasukkan ke dalam KUHP menjadi Pasal 156a. Tindak pidana dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, diatur dalam Pasal 156a KUHP yang rumusannya sebagai berikut:

(16)

32 Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang ada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.30

Menurut Pasal 156a unsur-unsur tindak pidana penistaan agama adalah sebagai berikut:

1. Barang siapa Menurut Sudarto, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan orang dan pada dasarnya yang melakukan tindak pidana adalah manusia. Rumusan tindak pidana dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata-kata “Barang siapa….., kata “barang siapa” tidak diartikan lain lebih dari pada orang.31

2. Dengan sengaja Unsur kedua dari kesalahan dengan sengaja dalam arti seluas-luasnya adalah hubungan batin anatara si pembuat terhadap perbuatan yang dicelakan kepada si pembuat (pertanggung jawaban pidana).

Hubungan batin ini bisa berupa sengaja atau culpa.

Apa yang diartikan dengan sengaja, KUHP tidak memberikan definisi. Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan dapat diambil dari M.v.T (Memorie van Teolichting), yang mengartikan kesengajaan (opzet) sebagai menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan.

30 Lihat pasal 156a KUHP.

31 Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto dan Fak. Hukum UNDIP, 1990), hlm. 50.

(17)

33 Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu ia mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu.32

Dalam hal ini seseorang melakukan sesuatu dengan sengaja dapat dibedakan menjadi 3 (corak) sikap batin yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari kesengajaan itu. Corak-corak kesengajaan adalah sebagai berikut:33

1) Kesengajaan sebagai maksud;

2) Kesengajaan dengan sadar kepastian;

3) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (Doluseventualis atau Voorwaardelijkopzet).

Dalam hal ini pada waktu seseorang pelaku melakukan tindakan menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang, ia mungkin mempunyai kesadaran tentang kemungkinan timbulnya suatu akibat lain daripada akibat yang timbulnya memang ia kehendaki.

Apabila adanya kesadaran tentang kemungkinan timbulnya akibat lain itu tidak membuat akibat semacam itu benar-benar terjadi, maka akibat terhadap seperti itu

32 Ibid

33 Ibid

(18)

34 pelaku dikatakan telah mempunyai suatu kesengajaan dengan sadar kemungkinan. Dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan perbuatan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang, ia telah menyadari kemungkinan akan timbulnya suatu akibat yang lain daripada akibat yang memang ia kehendaki.34

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia 1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Istilah hak asasi manusia adalah terjemahan dari istilah droit de l’ homme (bahasa Perancis) yang berarti “hak manusia”. Hak asasi manusia dalam bahasa Inggris adalah human rights, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan menselijke rechten.35 Di Indonesia pada umumnya dipergunakan istilah “hak-hak asasi” atau “hak-hak dasar” yang merupakan terjemahan dari basic rights (bahasa Inggris) dan grodrechten (bahasa Belanda).

Hak Asasi Mnusia, yang selanjut disebut HAM adalah dasar agar dapat terlaksanakannya penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan seseorang, dalam batas-batas yang tidak menyebabkan kerugian maupun penderitaan pada individu lainnya. pemahaman akan

34 P.A.F Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 464.

35 Joko Sulistyanto, 1997, Hak Asasi Manusia di Negara Pancasila: Suatu Tinjauan Yuridis Normatif tentang Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Hubungannya dengan UndangUndang Dasar 1945, Jakarta:

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal. 14.

(19)

35 pengertian HAM memberikan kita cara bagaimana HAM itu dapat diterapkan dalam dunia nyata. Bukan hanya sekedar tulisan-tulisan di atas kertas saja. 36

HAM adalah hak hukum yang dimiliki orang sebagai manusia yang bersifat Universal, serta tidak memandang apakah orang tersebut kaya-miskin atau laki-laki perempuan.37

Secara Definitif unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta jaminan adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.38

Dalam sejumlah kepustakaan istilah hak asasi manusia disebut dengan istilah hak-hak fundamental, sebagai terjemahan dari istilah fundamental rights (bahasa Inggris) dan fundamentele rechten (bahasa Belanda). Di Amerika Serikat disamping dipergunakan istilah human rights juga digunakan istilah civil rights.39

Menurut John Locke hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental)

36 David P. Forsythe, 1993. Hak-Hak Asasi Manusia dan Politik Dunia. Angkasa Edisi Ketiga. Bandung.

37 C. De Roder. Op.cit. Hal. 47.

38 Azyumardi Azra, Op.cit. Hal. 199.

39 Ibid

(20)

36 bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.40

Menurut Arlina Permanisari menyebutkan bahwa intisari dari hak - hak asasi manusia (hard core rights) atau disebutkan juga sebagai hak - hak yang paling dasar merupakan jaminan perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap siapapun baik dimasa damai maupun diwaktu perang Hak - hak yang paling dasar tersebut adalah hak untuk hidup, larangan perbudakan, jaminan peradilan.41

Dalam pasal 1 Undang - undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Pun Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, memberikan pengertian Hak Asasi Manusia yang sama seperti apa disebutkan pada pasal 1 (satu) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.

40 Masyhur Effendi. 1994, Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 3.

41 Arlina Permanisari, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of The Red Cross, Jakarta, hal. 342.

(21)

37 2. Unsur-Unsur Hak Asasi Manusia

Berdasarkan beberapa perumusan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Bagir Manan membagi Hak Asasi Manusia kedalam beberapa Kategori, yaitu:42

1. Hak sipil

Hak sipil terdiri dari hak perlakuan yang sama dimuka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok annggota masyarakat tertentu, hak hidup dan kehidupan

2. Hak Politik

Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan hak menyampaikan pendapat dimuka umum.

42 Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat MADANI, Jakarta: Tim ICCE, UIN, Kencana Pranada Media Group, hal. 214

(22)

38 3. Hak Ekonomi

Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan social, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan, dan hak pembangunan berkelanjutan

4. Hak Sosial Budaya

Hak social budaya terdiri dari hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman

Sementara itu, Baharuddin Lopa membagi HAM dalam beberapa jenis yaitu:43

1) Hak persamaan dan kebebasan 2) Hak hidup

3) Hak memperoleh perlindungan 4) Hak penghormatan pribadi 5) Hak menikah dan berkeluarga

6) Hak wanita sederajat dengan pria 7) Hak anak dari orang tua

8) Hak memperoleh pendidikan 9) Hak kebebasan memilih agama

43 Ibid

(23)

39 10) Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka

11) Hak untuk bekerja

12) Hak memperoleh kesempatan yang sama 13) Hak milik pribadi

14) Hak menikmati hasil/produk

15) Hak tahanan dan narapidan.

Terkait Hak Asasi di Indonesia dijamin perlindungannya di dalam Konstitusi Indonesia, khususnya sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 28 F dan pasal G ayat (1)”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah, bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan kewajiban asas manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.

(24)

40 C. Tinjauan Umum Tentang Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Hakim

Putusan atau pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa: “Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-indang ini”.44

Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala bukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP.

Dengan demikian surat dakwaan dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada dakwaan itulah pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan. Dalam suatu persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan.45

Dengan demikian yang menjadi syarat bagi hakim untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap suatu perkara pidana, Pertama, Adanya alat bukti yang cukup dan sah, Kedua, Adanya keyakinan

44 Lihat Pasal 1 butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

45 Andi Hamzah, 1996, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, Hlm. 167.

(25)

41 hakim. Kemudian Mengenai alat bukti yang sah, ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP bahwa Alat bukti yang sah yaitu:46

a) Keterangan saksi;

b) Keterangan ahli;

c) Surat;

d) Keterangan terdakwa.

Putusan yang di ucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidan pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara.47

Kemudian terkait isi putusan pengadilan diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa:

1. Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan- alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus menuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturanperaturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili;

46 Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

47 Lilik Mulyadi, 2007, Kompilasi hukum pidana dalam perspektif teoritis dan prakter pradilan. Mandar Maju. Hlm 127

(26)

42 2. Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta

hakim-hakim yang Memutuskan dan panitera yang ikut serta bersidang;

3. Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar rapat permusyawaratan dan berita-berita.

Adapun Hakim dalam menjalankan tugasnya dipersidangan harus berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku bagi hakim, diantaranya Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, sehingga dalam menjatuhkan putusannya menceriminkan tujuan hukum itu sendiri yakni memberikan rasa keadilan, kepastian hukum, dan juga kemanfaatan.

2. Macam-Macam Putusan Pengadilan

Menurut ketentuan Pasal 193 KUHAP, putusan perkara pidana dapat dijatuhkan apabila pengadilan dalam hal ini hakim berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Dan dari fungsinya mengakhiri perkara maka putusan hakim dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) jenis putusan yakni:

1. Putusan Akhir

Putusan ini dapat terjadi apabila majelis hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan sampai pokok perkaranya selesai diperiksa.

Maksud dari pokok perkaranya selesai diperiksa adalah sebelum menjatuhkan putusan telah melakukan proses-proses berupa sidang

(27)

43 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, pemeriksaan identitas dan peringatan ketua majelis kepada terdakwa untuk mendengar dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan serta pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum;

2. Putusan Sela

Putusan yang bukan putusan akhir ini mangacu pada ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yaitu dalam penasihat hukum mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/ penuntut umum.

Penetapan atau putusan sela ini mengakhiri perkara apabila terdakwadan penuntut umum menerima apa yang diputuskan oleh majelis hakim tersebut.

Namun, secara materill perkara tersebut dapat dibuka kembali apabila perlawanan dari penuntut umum oleh Pengadilan Tinggi dibenarkan sehingga Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan. Putusan sela ini bukan putusan akhir karena disamping memungkinkan perkara tersebut secara material dibuka kembali karena adanya perlawanan yang dibenarkan, juga dikarenakan dalam hak ini materi pokok perkara atau pokok perkara yang sebenarnya yaitu dari keterangan para saksi, terdakwa serta proses berikutnya belum diperiksa oleh majelis hakim.48 Jadi, bentuk putusan yang dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan

48 Lilik Mulyadi, 2010, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 47.

(28)

44 dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Referensi

Dokumen terkait

NO PENGUSUL PRODI JUDUL PENELITIAN REVIEWER Waktu dan Tempat 1 Amaliyah Ulfah.,S.Pd., M.Pd PGSD Motivasi Mahasiswa Dalam Memilih Program Studi PGSD.. 2 Panji Hidayat.,

Penelitan ini mereplikasi penelitian Rachmayani dan Suyono (2007) yang berjudul pengaruh ketidakamanan kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap pengunduran

Pada penelitian identifikasi terhadap tingkat resiko penyakit lemak darah menggunakan algoritme backpropagation, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Hotel Plaza Tanjungpinang, terdapat beberapa unsur pengendalian internal terkait dengan prosedur atau sistem

Dengan lebih dari 4.000 karyawan dan sekian banyak pusat distribusi yang terletak secara strategis di seluruh dunia, kami siap dan diperlengkapi secara baik untuk

b) Melakukan montoring target di bawah ini sesuai dengan Lampiran I: setidaknya 95% hewan dipingsankan dengan efektif pada kali pertama proses pemingsanan. • Lakukan

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada