• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI KOSAKATA BAHASA BALI DIALEK BALI AGA PADA RANAH LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VARIASI KOSAKATA BAHASA BALI DIALEK BALI AGA PADA RANAH LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN

UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

(TAHUN II)

VARIASI KOSAKATA

BAHASA BALI DIALEK BALI AGA

PADA RANAH LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

TIM PENELITI Ketua

Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.; NIDN 0006085605 Anggota

Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A.: NIDN 007015305 Prof. Dr. I Wayan Simpen,M.Hum.; NIDN 0031126071

Dr. Ni Made Suryati, M.Hum.; NIDN 0008065605

UNIVERSITAS UDAYANA

NOVEMBER 2015

Bidang Unggulan* : Fungsi Bahasa

(2)
(3)

BAB I PENDAHULUAN

Seperti telah dikemukakan dalam penelitian Tahun I, bahasa Bali di Bali, secara garis besar oleh Bawa {1983), dipilah atas (1) bahasa Bali Dialek Bali Dataran (DBD), yang tersebar di daerah Bali dataran dan (2) bahasa Bali Dialek Bali Aga (DBA) yang tersebar di daerah-daerah pegunungan pulau Bali, Nusa Penida, dan di Nusa Lembongan. DBA memiliki struktur gramatikal, karateristik leksikal, dan fonologis yang berbeda dengan DBD sehingga sulit dipahami oleh penutur bahasa Bali DBD, apalagi oleh penutur bahasa lain.

Kesulitan pemahaman itu juga banyak dialami oleh para insan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan sehingga paramedis dan dokter kadang-kadang mengalami hambatan dalam menjalankan tugas akibat komunikasi kurang lancar. Pustaka acuan untuk membantu pemahamannya juga sampai saat ini belum ada. Hambatan kebahasaan dapat mengganggu keefektifan komunikasi, bahkan kadang-kadang dapat menimbulkan simpang komunikasi (miscommnication), yang dapat berakibat fatal dalam layanan kesehatan. Salah satu contoh, di dalam bahasa Bali DBA di Nusa Penida dikenal kosakata bengel yang dalam dalam dialek setempat bermakna‘sakit kepala’, sementara dalam DBD dan juga dalam Kamus Bahasa Bali – Indonesia (Panitian Penyusun, 1978), kata bengel bermakna ‘bintik-bintik gatal pada kulit’. Jika tidak dibantu oleh mereka yang paham dialek itu bisa jadi akan terjadi salah obat. Karena itu, diperlukan adanya acuan yang dapat memudahkan penutur lain, terutama bagi mereka yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat, terlebih-lebih di bidang pelayanan kesehatan, memahami DBA agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat, khususnya pasien/klien (dan keluarga). Dari Senarai multidialektal mereka dapat mencari istilah bahasa Bali umum, setelah itu mereka akan terbantu oleh Kamus Bali – Indonesia. Dengan demikian, mereka dapat melakukan komunikasi secara efektif dalam pelayanan dan asuhan kesehatan atau komunikasi antara dokter – pasien/klien (dan keluarga) dan antara paramedis – pasien/klien (dan keluarga).

(4)

asuhan kesehatan atau keperawatan dari peran kuratif menjadi peran preventif dan promotif yang mandiri tanpa melupakan peran kuratif dan rehabilitatif. Hal ini terkait dengan kecenderungan perubahan pola penyakit dari penyakit. infeksi menjadi penyakit degeneratif. Ini berarti, selain pengobatan, perlu dilakukan pembinaan pola hidup sehat dan promosi-promosi tentang kesehatan bagi masyarakat. Karena itu, dalam pola asuhan kesehatan yang baru, komunikasi merupakan kata kunci dan pemakaian bahasa, termasuk di dalamnya etika berbahasa, memegang peranan penting dalam membangun komunikasi yang efektif. Dalam komunikasi dengan pasien, dokter dan paramedis perlu berkonvergensi secara linguistik. Soetjiningsih (2008) juga menekankan bahwa salah satu hal penting dalam bertanya kepada pasien adalah dokter hendaknya menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien.

Salah satu program Pemerintah Bali dalam pembangunan masyarakat Bali di bidang kesehatan.adalah upaya peningkatan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan jaringannya. Untuk menyukseskan program itu, Pemerintah Bali membuat program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang memungkinkan pemerataan layanan kesehatan terhadap penduduk kurang mampu. Semua kelompok masyarakat yang rentan memperoleh pelayanan kesehatan gratis di desa sasaran (http://www.diskes.baliprov.go.id/informasi/2010/10/program-kerja-dan-kegiatan)

(5)

segenap lapisan masyarakat. Karena itu diperlukan dukungan senarai kosakata yang umum digunakan dalam ranah layanan kesehatan.

Berpautan dengan kenyataan tersebut, maka dipandang perlu dilakukan upaya ke arah penyusunan senarai (kamus kecil) bahasa Bali DBA. Penelitian ini bertujuan menginventarisasi variasi kosakata bahasa Bali DBA pada ranah layanan kesehatan dengan target final tersusunnya sebuah senarai kosakata pada ranah layanan kesehatan masyarakat yang multilektal dan Bali – Indonesia. Kamus ini diharapkan dapat mendukung peningkatan layanan kesehatan di Bali, yang berarti mendukung program pemerintah daerah provinsi Bali dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

Bertolak dari latar belakang di atas secara umum permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah variasi kosakata bahasa Bali Dialek Bali Aga dalam ranah layanan kesehatan masyarakat?

(2) Bagiamanakah perbandingan makna kosakata antarvariasi?

(3) Bagaimanakah hasil pengelompokan variasi secara dialektal leksikal? (4) Bagaimanakah karakteristik gramatikal dan fonetis kosakata bidang

kesehatan bahasa Bali DBA?

Penelitian Tahun I dibatasi pada permasalahan no. (1) , (2), dan (3). Pada Tahun II ini permasalahan difokuskan pada masalah (4) yang dapat dirinci sebagai berikut.

1) Bagaimanakah karakteristik fonologis kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan?

2) Bagaimanakah karateristik morfologis kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan?

3) Bagaimanakah pengelompokan karakteristik fonologis dan morfologis kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan antara?

(6)

senarai (kamus kecil) pada ranah kesehatan guna mendukung upaya peningkatan layanan kesehatan masyarakat di provinsi Bali. Sesuai dengan permasalahan Tahun II di atas tujuan khusus penelitian ini untuk Tahun II adalah untuk (1) menelaah variasi fonologis kosakata untuk melihat adanya kata yang mengalami proses fonologis tertentu sehingga dari segi pelafalan mirip dengan kosakata lain dalam bahasa Bali DBD; (2) menelaah variasi morfologis kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan; (3) melakukan pengelompokkan berdasarkan karateristik fonologis dan morfologis kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan di seluruh Bali. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh pada tataran leksikal, maka selain untuk ketiga tujuan di atas, khusus untuk kosakata DBA dalam ranah layanan kesehatan di Kabupaten Buleleng dan Tabanan akan dikaji juga berdasarkan variasi leksikal dan pengelompokan dialektalnya. Penelitian Tahun II ini menyisakan tujuan akhir penelitian, yakni penyusunan senarai/kamus kosakata DBA pada ranah layanan kesehatan, yang direncanakan dilakukan pada penelitian Tahun III.

(7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terhadap bahasa Bali dalam berbagai aspeknya telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang bersentuhan dengan bahasa Bali DBA masih terbatas dan pembahasan variasi bahasa Bali DBA umumnya tercakup dalam penelitian dialektologi di Bali.

Penelitian bahasa Bali yang merupakan studi dialektologi dirintis oleh Bawa (1979/1980) dengan penelitian berjudul “Bahasa Bali di daerah Propinsi Bali: Sebuah Pemerian Geografi Dialek”. Penelitian ini kemudian dikembangkan menjadi “Bahasa Bali di Propinsi Bali: Sebuah Analisis Geografi Dialek” (1983). Kedua penelitian tersebut menerapkan metode pupuan lapangan dalam mengumpulkan data. Analisis fonologisnya menerapkan kajian dialektologi struktural, sedangkan analisis leksikalnya menerapkan metode dialektometri.

(8)

Sejalan dengan penelitian Bawa, di Bali banyak dilakukan penelitian dialektologi dengan model yang sama dengan penelitian Bawa (1979/1980 dan 1983). Selain sebagai bagian penelitian Bawa, telah ada beberapa kajian dialek geografis terhadap bahasa Bali di Kabupaten Tabanan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dhanawaty (1984, 1985). Dari kedua penelitian itu dapat diketahui bahwa di daerah Tabanan terdapat dua kelompok dialek, yakni bahasa Bali dialek Bali Aga yang terdapat di daerah Sanda dan bahasa Bali dialek Dataran di daerah pengamatan lainnya..

Kajian dialek geografis terhadap bahasa Bali di Kecamatan Nusa Penida telah dilakukan oleh Madia (1984), yang mengkaji sistem fonologisnya berdasarkan dialektologi struktural dan oleh Adhiti (1984) yang meneliti variasi kosakatanya. Hasil penelitian Madia, secara garis besar, mengelompokkan bahasa Bali di Kecamatan Nusa Penida atas dialek pegunungan, dialek dataran, dan dialek Lembongan.

Kajian dialek geografi terhadap bahasa Bali di Kabupaten Karangasem dilakukan oleh Sukartha (1980). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bahasa Bali di Karangasem dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) dialek [a] yang tersebar di daerah Bali Aga yakni Seraya, Bunutan, dan Tenganan; (2) dialek [O] yang terdapat di daerah Tangkup dan Antigua; (3) dialek [ə] yang terdapat di titik pengamatan lainya. Daerah asal transmigran Bali Karangasem di Lampung Tengah tergolong daerah pakai bahasa Bali dialek [ə].

(9)

Dhanawaty dkk. (2012) dalam penelitian yang berjudul “Model Akomodasi dalam Upaya Pengembangan Toleransi Antaretnis Pada Masyarakat Transmigran di Provinsi Lampung”, menjadikan konvergensi lingusitik dalam komunikasi paramedis —pasien sebagai bagian pembahasan. Dari penelitian yang dikumpulkan dengan menerapkan metode simak dan cakap; dan metode analisis padan intra maupun ekstralingual (Band. Mahsun, 2005) yang didukung teori akomodasi komunikasi dapat diketahui bahwa konvergensi bahasa berperan penting dalam membangun hubungan asosiatif atau hubungan sosial yang harmonis, tidak saja hubungan sosial intraetnis, tetapi juga hubungan sosial antaretnis. Salah satu bagian penting hasil penelitian tersebut yang relevan dengan penelitian ini adalah bahwa konvergensi linguistik yang dilakukan oleh paramedis ke arah para pasiennya di Lampung terbukti berhasil mengefektifkan komunikasi paramedis—pasien/klien.

(10)

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini memedukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif diterapkan dalam melakukan pengelompokan variasi, selebihnya digunakan pendekatan kualitatif. Tahapan pengumpulan data digunakan metode simak, baik simak libat cakap maupun simak bebas libat cakap, dan metode cakap semuka (periksa Sudaryanto, 1988). Metode tersebut didukung oleh teknik catat dan rekam. Pada tahapan analisis data diterapkan metode metode distribusional untuk kajian gramtikalnya; metode padan fonetis artikular, untuk kajian fonetis, metode padan translasional, dan padan referensial untuk kajian leksikalnya (Sudaryanto; dan, 1993) yang oleh Mahsun (2005) masing-masing dikelompokkan menjadi metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual. Pengelompokan variasi dilakukan dengan menerapkan metode dialektometri dengan rumus yang dikemukakan oleh Seguy dan pengelompokan oleh Guiter, dengan rumus sebagai berikut.

periksa Ayatrohaedi (1978) dan Lauder (2003). Analisis juga bertolak dari Teori Akomodasi Komunikasi.

Hasil analisis disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal.

(s x 100)

= d% N

s = jumlah beda

(11)

BAB III VARIASI LEKSIKAL

KOSAKATA BAHASA BALI DIAKEK BALI AGA

BIDANG LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Pembahasan deskripsi variasi leksikal kosakata bahasa Bali dialek Bali Aga bidang istilah kesehatan dilakukan dengan mendeskripsikan kosakata yang bervariasi di dalam lima medan makna. Kelima medan makna tersebut adalah (1) medan makna nama bagian tubuh; (2) medan makna penyakit dan pengobatannya; (3) medan makna gerak dan kerja; (4) medan makna kata ganti, sapaan, dan acuan; dan (5) medan makna sistem kererabatan. Kosakata yang terdapat di daerah pengamatan dibandingkan dengan kosakata bahasa Bali Umum (BBU). Hal itu dilakukan untuk mengetahui seberapa jarak kosakata antara BBU dan DBA di desa Pedawa dan Sembiran di Kabupaten Buleleng yang menjadi objek penelitian sehingga dapat diketahui perbedaan kosakata BBU dengan kosakata DBA pada ranah kesehatan masyarakat di dua desa tersebut.

Perlu disampaikan bahwa untuk tiga medan makna, yaitu medan makna bagian tubuh, medan makna penyakit dan pengobatan, dan medan makna gerak dan kerja masing-masing variasi leksikalnya disajikan hanya 20 kosakata. Hal itu dilakukan untuk lebih mengefektifkan hasil penelitian ini. Jumlah variasi leksikal secara utuh disajikan dalam perhitungan dialektometri untuk menentukan status hubungan antara BBU dengan DBA di dua desa yang sudah ditentukan.

4.1 Variasi Leksikal Medan Makna Bagian Tubuh

(12)

Dari 112 glos yang dibandingkan, yang diuraikan hanya kosakata yang menunjukkan variasi leksikal di dua desa atau daerah penelitian (DP) yang telah ditetapkan. Beberapa tersebut diuraikan berikut ini.

Glosa 'anak tekak' pada BBU disebut [cantik kəkɔlɔŋan], di Desa Belantih sama dengan BBU, di DP Pedawa disebut [kancɪl kolɔŋan] dan di DP Sembiran disebut

[batʊn kuluŋan]

Glosa ‘bibir’ sumbing beriannya di DP Pedawa sama dengan salah satu berian pada BBU yaitu [cuŋɪh/; di DP Sembiran [cuŋɪk]. Berian pada ketiga DP ini sesungguhnya hanya berbeda secara fonologis, namun dalam BBU selain [cuŋɪh]

ditemukan juga berian [suwɪŋ].

Glosa ‘bulu kuduk; dalam BBU beriannya [bulʊn cikʊt] atau [bulun kalɔŋ], pada DP Pedawa sama dengan salah satu berian BBU, yakni [bulʊn kalɔŋ], sementara di DP Sembiran [bulʊn bətʊt]

Glos ‘kantung kemih’ dalam BBU /siksikan/, pada DP Pedawa [kəmbʊŋan]. Di DP Sembiran sangat unik, yakni [kantɔŋ butʊh].

Glosa ‘mata kaki’ di DP Pedawa beriannya sama dengan pada BBU, yaitu /matan batis/, sementara di DP Sembiran diperoleh berian [kəmɔŋ kəmɔŋan].

Glosa ‘kuduk’, pada BBU beriannya [tuəd baɔŋ], pada DP Pedawa disebut

[kalɔŋ], dan pada DP Sembiran disebut [bətʊk]

Glosa ‘tulang rusuk’, pada BBU ditemukan berian /tulaŋ iga iga/, pada DP Pedawa ditemukan berian [tulaŋ usʊk], dan pada DP Sembiran disebut [tulaŋ kəpət].

Untuk lebih lengkapnya variasi leksikal yang ditemukan dapat dilihat pada Bagan 1 berikut ini.

(13)

No. Glosa BBU DP Pedawa DP Sembiran

1

anak tekak [cantɪk kəkɔlɔŋan] kancɪl kolɔŋan] batʊn kuluŋan

2 Bibir

sumbing [suʷɪŋ], [cuŋɪh] [cuŋɪh] [cungɪk] 3

bulu kuduk [bulʊn cikʊt] [bulʊn kalɔŋ] [bulunbəţʊţ

4

cambang [capɪŋ], [kalɛs] [kalɛs] [kalɪs]

5 kantung

kemih [siksɪkan] [kəmbʊŋan kantɔŋ butʊh

6

kepala botak [ləŋar] [baŋlah] [bonglak]

7

ibu jari [inan limə [imen ima] Liman meme

8 gigi yang bertumpuk tumbuhnya

[manjak] [giŋsʊl] [ktula]

9

jari manis [linjɔŋ] [lɛʔ] [lɛk]

1

0 jari tengah [lɛk] [lenjɔŋ] [njɔng]

1

1 kepala [sirah], duʊr. təras [təras] [gundʊl]

1

2 kerongkonga

n [kɔlɔŋan] [kəkɔlɔŋan [bahʊng]

1 3

(14)

1

4 mata juling [diləŋ], [sero] [sero] [sahʊp]

1

5 mata kaki [matan batɪs] [matan batɪs] [kə mong-kəmongan]

1

6 punggung [tundʊn] [tundʊn] [pundʊk]

1

7 (kuduk) [tuwəd baɔŋ] [kalɔŋ] [bətʊk]

1

8 tulang

punggung [tulaŋ giʸɪn] - [tulaŋ pundʊk] 1

9 tulang rusuk [tulaŋ igə igə] [tulaŋ usʊk] [tulaŋ kəpət]

2

0 tumit [jɛŋgot batɪs] [togɔk] [gɛnjɔt]

2

1 ubun-ubun [bunbʊnan/pəbaan] [pəmabaan] pələbahan]

4.2 Variasi Kosakata Medan Makna Gerak dan Kerja

(15)

ditemukan berian sama dengan BBU, yakni [mədbəd], sementara pada DP Pedawa ditemukan berian [mɔntɔt].

Untuk glosa ‘berkelahi’ ditemukan berian [miyəgan/mərəbat] pada BBU, pada DP Pedawa ditemukan berian [məjaɔran], dan pada DP Sembiran ditemukan berian [məgəlʊt].

Glosa ‘memeluk’, pada BBU beriannya [ŋəlʊt], pada DP Pedawa ditemukan berian [məməlʊʔ], sama dengan dalam bahasa Indonesia. Pada DP Sembiran ditemukan berian [mrɔkɔt]

Glosa ‘memijit’, beriannya sangat bervariasi. Pada BBU ditemukan berian

[ŋusʊg] atau ŋuladaŋ, pada DP Pedawa ditemukan berian [ əljəl],ɲ dan [ŋəludlad],

pada DP Sembiran ditemukan berian [məcək] dan [ŋuhutaŋ]

Glosa ‘bersandar’, pada BBU, beriannya [məsadah] dan [ əl l g],ɲ ɛ ɛ berian pada DP Pedawa untuk glosa ini adalah [ əl l d].ɲ ɛ ɛ Jadi hanya berb\eda secara fonologis. Pada DP Sembiran berian untuk glosa ini adalah [məsadahan], hanya berbeda secara norfologis dengan berian [məsadah] akibat tambahan sufiks {-an}

Glosa ‘menyuruh’, dalam BBU ditemukan berian [nund n],ɛ pada DP Pedawa dan Sembiran ditemukan berian yang sama, yaitu [ŋəsʊh]. Variasi lebih lengkapnya dapat dilihat pada Bagan 2 berikut ini.

No. Glosa BBU DP Pedawa DP Sembiran

1. balut (luka)[

B [mədbəd] m/bɔntɔt] [mədbəd]

2.

buai (meng-) [ŋəlʊs] [usuɪn] kusu-kusu nɪ 3.

bujuk (meng-) [ŋələməsɪn] [ŋaj m aj m]ʊ ʊ ape-ape

4. kelahi (ber) miyəgan,

mərəbat] [məja ran]ɔ [məgəl tʊ

(16)

6.

Peluk (meng-) [gəlʊt] [məməlʊʔ] [mr k t]ɔ ɔ 7.

pergi [məgədi] [uwas] [luwas]

8.

pijit (meng-) [ŋus g]ʊ [jəljəl]/[məludlad] [məcək/nguh taŋ]ʊ 9. raba (meng-)

[ŋadab] [ŋus d]ʊ [ŋadab-ŋadab]

10. rangkul

(meng-) [saŋk l] ɔ [mərambaŋ] [mər k t]ɔ ɔ 11.

sandar ber-) məsadah] [ əl l d]ɲ ɛ ɛ [məsadahan]

12.

suruh (meng-) [nund n] ɛ [s h]/[s haʊ ʊ [ngəs h/suha]ʊ 13.

(17)

Bagan 3 Variasi Leksikal Medan Makna Obat dan Pengobatan

No. Glosa BBU DP Pedawa DP Sembiran

1. bekas luka [tampak tatu] [mətampaɁ tatu] laja ogak

2. berkunang- kunang [məkunaŋniŋan

7. gigi berlobang [gigi bərək] [cərɔŋrɔʔan] [gigi bɔrɔk]

8. gigi tanggal [gigi kəpʊs] [kət sɔ ] [gigi kəpʊh

11. keguguran [krur n]ɔ [ŋəlabuhwaŋ] [ŋlabuhaŋ]

12. kejang [ŋəjat] [kəjət kəjət] [krəjəŋ]

19. mencret [misɪŋ] [parʊs] [mancʊr/lɔlɔs]

20. menguap...[məwaban] [muwaban] [muhabban]

21. ngilu [ŋilu] [ŋilu] [macəm]

22. perut buncit [basaŋ bacl] [basaŋ bəntaŋ] [bad h]ɔ

23. perut kembung [basaŋ mbət] [basaŋ bəntaŋ] [basang badɔh]

24. pilek [paad] [paad] [pəhad]

25. pingsan [ɲ əle ati] [ara iŋət] [tunggah]

26. susuban [subsuban] [sIings ngan]ɪ

27. tertusuk duri [tusʊk du i]ʷ [bəlbəlan]/[təbə

dui] [təbək duhi]

(18)

belakang pəŋijəŋ] pəŋijəŋ]

4.3Variasi Kosakata Medan Makna Gata Ganti, Sapaan, dan Acuan

No. Glosa BBU Pedawa Sembiran

1

kami (berdua) [caŋ jak dadwa] [aku ayaŋku

dadwa] oke jak duwa 2

kami (bertiga) [caŋ jak təlu] [aku ayaŋku

təlu] oke jak telu

3 panggilang untuk anak laki kecil

[nak cənik muwani]

[kəcicak muwani] 4 panggilan

untuk gadis kecil

[kəcicak luwa luwa]

5 (yang) mana [ane c n/k n]ɛ ɛ [ani kɛn] [əngk n jah]ɛ

BAB IV

VARIASI FONOLOGIS DAN KARAKTERISTIK MORFOLOGIS

BAHASA BALI DIALEK BALI AGA

PADA LAYANAN KESEHATAN

4.1 Variasi F onologis

(19)

beriannya berbeda secara leksikal terdapat juga variasi fonologis yang meliputi variasi fonem dan suku kata.

Kenyataan menunjukkan bahwa sering sekali sebuah glos memiliki berian yang berbeda secara leksikaldan fonologis. Jika sebuah glos memiliki berian yang berbeda secara leksikal juga memilikivariasi secara fonologis, makaberianglositu dianggap berbeda secara leksikal, karena derajat perbedaan leksikal lebih tinggi dari

padaderajat perbedaan fonologis.Walaupundemikian,

variasifonologisnyajugaakandibahasdalambabini.

Perbedaan segmen bahasa, khususnya BBU dan BBDBA, dapat terjadi secara teratur dan tidak teratur (sporadis). Perbedaan bunyi bahasa, baik yang terjadi secara teratur maupun tidak teratur (sporadis) masing-masing berkaitan erat dengan ciri linguistik dan ciri geografis.

Secara linguistik, perbedaan bunyi bahasa secara teratur dan sporadis terjadi karena ada tidaknya persyaratan lingkungan linguistik tertentu. Perbedaan bunyi dikatakan terjadi secara teratur (variasi teratur) apabila ada persyaratan lingkungan linguistik tertentu, sedangkan dikatakan tidak teratur (variasi sporadis) terjadi apabila tidak ada persyaratan lingkungan linguistik tertentu. Secara geografis, perbedaan bunyi dikatakan teratur apabila penyebaran variasinya di titik pengamatan yang sama dan perbedaan bunyi sporadis apabila penyebarannya tidak di titik pengamatan yang sama. Dengan demikian, perbedaan bunyi itu terjadi secara teratur apabila ada persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan penyebaran tiap-tiap variasinya di titik pengamatan yang sama. Begitu juga, perbedaan bunyi dikatakan sporadis, apabila kemunculannya tidak diperlukan syarat lingkungan linguistik tertentu dan penyebaran tiap-tiap variasinya tidak sama. Di samping itu, kendati perbedaan bunyi itu terjadi karena syarat lingkungan linguistik tertentu, tetapi jika wilayah sebarnya tidak sama, maka perbedaan itu dianggap sporadis.

(20)

selanjutnya, variasi bunyi secara teratur akan ditandai dengan lambang ≈ dan variasi bunyi sporadis ditandai dengan lambang ~.

Sesuai dengan temuan jenis bunyi BB bidang layanan kesehatan. bahwa bunyi bahasa terdiri atas bunyi vokal dan konsonan, serta variasi suku kata; maka ketiga jenis variasi ini masing-masing memuat variasi vokal, konsonan, dan suku kata. Dengan demikian, disajikan (1) variasi bunyi teratur yang meliputi variasi bunyi vokal dan variasil bunyi konsonan; (2) variasi bunyi sporadis yang meliputi variasi bunyi vokal dan variasi bunyi konsonan; serta (3) variasi suku kata, baik yang teratur .

4.1.1 Variasi Teratur

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan maka dapat dikeahui bahwa variasi teratur hanya dapat terjadi pada vokal dan konsonan; sedangkan variasi suku kata tidak ditemukan. Berikut disajikan uraiannya.

4.1.1.1 Variasi Vokal yang Teratur

Variasi vokal teratur berdasarkan data ditemukan 9 buah. Kesembilan buah variasi itu diuraikan sebagai berikut.

1) Vokal [i-] [ɛ-] / # __ K

Vokal atas, depan, tak bundar [i] berkorespondensi dengan vokal atas, tengah rendah, tak bundar pada posisi awal. Penyebaran varian [i] terdapat pada BU dan DBA di Desa Belantih, Ped, Sembiran; sedangkan varian [3] umumnya terdapat di Desa Klumpu. Hal itu dapat diketahui berdasarkan data berikut

(21)

Sembiran Klumpu 2) Vokal [-i-][-ɛ-] /K __ K

Vokal [i] berkorespondensi dengan vokal [3] pada ultima, dimana varian [i] terdapat pada BU dan di daerah BA di desa Belantih, dan Sembiran, varian [3] umumnya terdapat di Desa Klumpu; sedangkan Desa Ped dan Seraya T kadag-kadang menggunakan kedua varian. Berikut disajikan contoh-contohnya.No. Glos

Varian [-i-] Varian [-ɛ---]

(22)

Vokal atas, depan tak bundar [i] berkorespondensi dengan vokal tengah, depan, tak bundar pada posisi ultima. Untuk penyebaran masing-masing varian dapat diketahui berdasarkan contoh berikut ini.

No. Glos Varian [-i-] Varian [-e---]

1. ‘bibir’ bibɪh]: BU, Belantih, ST, Klumpu

[bebɛh]: Ped 2. ‘tahitelinga’ [tilu]: BU, Seraya T,

Belantih

Vokal atas, depan, tak bundar [i] juga dapat berkorespondensi dengan vokal tengah, pusat, tak bundar [ə] pada posisi ultima. Daerah penyebaran varian [i] pada BU dan BA di Desa Seraya T dan Ped; sedangkan varian [ə] terdapat di Desa Belantih dan Klumpu. Berikut disajikan datanya.

2. ‘picingkan mata’ [ngicIr]: BU [ngicer]: Belantih, Klumpu

3. ‘pikul’ [nikUl]: BU, Ped [nəkUl]: Klumpu

(23)

Vokal atas, belakang, bundar, tegang [u] berkorespondensi dengan vokal atas, belakang, bundar, kendur [U] pada posisi ultima. Daerah penyebaran masing-masing varian dapat disajikan berdasarkan data dalam tabel berikut ini.

No. Glos

Varian [-u---] Varian [-U-] 1. ‘sakit kuning’ [sakIt kuning]: BU [sakIt kUning]: Seraya

Timur, Ped, Klumpu 2. ‘sakit punggung’ [sakIt tundUn]: BU [sakIt tUndUn]: Seraya

Timur 6) Vokal [-u-] [-ɔ-] /K __ K

Vokal atas, belakang, bundar [u] bekorespondensi dengan vokal belakang, tengah, bundar, kendor [O] pada posisi ultima setelah dan sebelum konsonan. Data penunjang variasi ini cukup banyak ditemukan. Penyebaran masing-masing varian

(24)

10 ‘tenggorokan’ [kuluNan]: Belantih [kɔlɔNan]: BU, seraya

Vokal tengah, pusat, tak bundar [ə] berkorespondensi dengan vokan bawah, depan, tak bundar [a] pada penultima setelah konsonan. Variasi ini cukup banyak ditemukan. Varian [ə] terdapat pada BU; sedangkan varian [a[ terdapat pada wilayah BA. Data disajikan pada tabel berikut ini.

No. Glos Varian [-E] Varian [-a]

1. ‘bahu’ [palE]; BU [pala]; Belantih,

Seraya T, Ped, Klumpu

2. ‘bulumata’ [bulunmatE]: BU [bulunmata]:

Belantih, Seraya T, Ped, Klumpu

3. Ibujari [inanlimE]: BU [inan lima]:

Belantih, Seraya T, Ped, Klumpu

4. ‘telapaktangan’ [tlapakanlimE]; BU [tlapakan lima]: eraya t, Belantih

5 ‘tangan’ [limE]: BU [lima]: Seraya T,

elantih

(25)

Klumpu, sembiran

8) Vokal [-E-] [-E:-] / K __ K

Vokal tengah, pusat, tak bundar [ə] juga bervariasi dengan vokal yang sama tetapi diucapkan agak panjang pada posisi ultima setelah dan sebelum konsonan. Daerah penyebarannya dapat dilihat pada tabel berikt ini.

No. Glos Varian [-E-] Varian [-E:---]

1. ‘tahilalat’ [adENan]: BU, SerayaTimur adə:Nan]: Ped, Klumpu 2 ‘bengkak’ [bEsEh]: BU, Seraya Timur [bəsə:h]: Ped 3. ‘bekas luka’ [bikət]: Belantih, Klumpu [bikə:t]: Ped 9) Vokal[-E -] [-@-] / K __ K

Vokal tengah, pusat, tak bendar [ə] juga berkorespondensi dengan kekosongan pada posisi ultima setelah dan sebeluk konsonan. Daerah penyebaran varian kekosongan terdapat di Desa Belantih, sedangkan varian [ə] terdapat di daerah lainnya seperti yang tertera dalam tabel berikut ini.

No. Glos Varian [-E---] Varian [-@-]

1. ‘bulukemaluanwanita

[bulUntEli]: BU, Seraya T

[bɔlUntEli: Ped, Klumpu

[bulUntli]: Belantih

2. ‘jari’ [jEriji]: BU, Seraya T, Ped, Klumpu

[jriji]: Belantih 3 ‘melahirkan’ [NElEkadaN]: Klumpu [NlEkadaN]: BU,

Belantih 4.1.1.2 VariasiKonsonan yang Teratur

Variasi konsonan teratur ditemukan hanya empat buah. Keempatnya diuraikan di bawah ini.

(26)

Konsona [t] berkorespondensi dengan kekosongan pada posisi ultima setelah dan sebelum vokal pada posisi ultima. Varian [t] terdapat pada BU dan BA di Desa Seraya T, Ped, dan Klumpu; sedangkan kekosongan terdapat di Desa Belantih. Hal itu dapatdiketahui berdasarkan data dalam tabel berikut ini.

No. Glos Varian [-t-] Varian [-@-] masing-masing varian disajikan dalam tabel berikut ini.

No. Glos Varian [-k-] Varian [-@-]

Konsonan lateral [l] berkorespondensi dengan kekosongan pada posisi ultima sesudah dan sebelum vokal. Daerah penyebaran varian [l] adalah pada BU dan BA di Desa Seraya T, Ped, dan Klumpu; sedangkan varian kekosongan hanya terdapat di Desa Belantih. Untuk lebih jelasnya, data disajikan pada tabel berikut ini.

(27)

Konsonan [h] berkorespondensi dengan kekosongan pada posisi ultima sesudah dan sebelum vokal. Daerah penyebaran masing-masing varian disajikan pada tabel berikut ini.

No. Glos Varian -h-] Varian [-@-]

1. ‘paha’ [paha]: Belantih [pEE]: Klumpu

[paE]: BU, maupun suku kata. Baik variasi sporadis vokal maupun konsonan banyak ditemukan, sedangkan variasi sporadis suku kata ditemukan hanya 5 buah. Berikut disajikan uraiannya.

4.1.2.1 Variasi Vokal 1) Vokal [-i] ~ [-ɛ] / K __ #

No. Glos Varian [-i] Varian [-ɛ-]

(28)

4) Vokal [u-]~[ɔ-] /# __ K

No. Glos Varian [u---] Varian [ɔ-]

1 ‘obat’ [ubad]: BU, Seraya T, Belantih

[ɔbad]: Ped, Klumpu

5) Vokal [-o-] [-ɔ-] / K – K

Vokal [o] tegang berkorespondensi dengan vokal [O] kendur pada posisi ultima setelah dan sebelum konsonan. Distribusi penyebarannya disajikan dalam tabel berikut ini.

No. Glos Varian [-ɔ-] Varian [-ɔ---]

1. ‘air susu’ yɛhňoňo: BU, Sembiran, Ped, Kulumpu

yɛɔňɔ: Klumpu 2. ‘otak’ [polo]: BU, Belantih [pɔlo]:

SerayaTimur 5) Vokal [-3-] ~ [-a]

No. Glos Varian [-e-] Varian [-a]

1. ‘matajuling’ [jerɛN]: Ped, Klumpu [jɛra]: Belantih]

6) Vokal [-E-] ~ [-u-] / K __ K

No. Glos Varian [-E-] Varian [-u--]

1 ‘senut-senut’ [klEbEt-klEbEt]: BU, Seraya T

[klEbUt-klEbUt]: Ped, Klumpu 7) Vokal [-E-]~ [-ɔ-] K __ K

No. Glos Varian [-E-] Varian [-ɔ-]

1. ‘mulut’ [caNkEm]: Belantih [caNkɔm]: Ped

(29)

No. Glos Varian [-u-] Varian [-u:---]

1. ‘langit-langit’ [tanEN]: Seraya T [nanEN]: Belantih

[tanɔ:N]: Klumpu

10) Vokal [--] ~ [-a-] / K __ K

No. Glos Varian [-E -] Varian [-a--]

(30)

1. ‘tahimata’ [sirɪp]: Ped [sɛrɪt]: Klumpu 3) Konsonan [-b-] ~ [-@-] / V __ K

No. Glos Varian [-t-] Varian [-@-]

1. ‘susuban’ [subsuban]: BU, Seraya T [susubab]: Belantih 4) Konsonan [t-] ~[c-] / # __ V

No. Glos Varian [t-] Varian [c-]

1. ‘kemaluanlaki-laki’

[tElak]: Belantih] [cElak]: BU 2. ‘tompel’ [tOmpEl]: BU, Seraya T,

Belantih, Klumpu

[cOmpEl]: Ped

5) Konsonan [t-] ~ [n-] ? # __ V

No. Glos Varian [t-] Varian [n-]

1. ‘langit-langit’ [tanEN]: Seraya T [nanEN]: Belantih

6) Konsonan [-t] ~ [-ng] / V __ #

No. Glos Varian [t-] Varian [n-]

1. ‘kejang’ [kəjang]: Belantih [ngəjat]: BU [kəjat]: Seraya T,

Ped, Klumpu 7) Konsonan [-d-] ~ [-j-] /K __ V

No. Glos Varian [-d-] Varian [-j-]

1. ‘mandi’ [mandUs]: BU, Ped, Klumpu, Belantih

[manjuUs]: Belantih 8) Konsonan [-d-] ~ [-zero-] / V __ K

No. Glos Varian [-d-] Varian [-j-]

(31)

ped, Klumpu, Seraya T 9) Konsonan [-k-] ~ [-g-] / K __ V

No. Glos Varian [-k-] Varian [-g-]

1. ‘rambutkeriting’ [bɔkiNk E l]: BelantihT [bɔkiNgEl]: BU, Seraya 10) Konsonan [k-] ~[ng-] / # __ V

No. Glos Varian [k-] Varian [ng-]

1. ‘kejang’ [kəjat-kəjat]: Seraya Timur, Ped, klumpu

[ngəjat]: BU

11)Konsonan [-k] ~ [-s]

No. Glos Varian [-k-] Varian [-s-]

1. ‘kotoranmata’ [pElɛk]: BU [pElɪs]:Seraya T 12)Konsonan [g-]~ [@-]

No. Glos Varian [-g-] Varian [-@-]

1. ‘gendongan’ [gəndOngan]: BU, Belantih [əndOngan]: Ped [EndOngan]:

Klumpu] 13)Konsonan [-g-] ~ [-@-]

No. Glos Varian [-g-] Varian [-@-]

1. ‘gigimenonjolkeluar

[gigitɔNgɔ]: BU [gigitɔNɔs]: Ped, Klumpu 2.

14)Konsonan [--g] ~[-h]

(32)

1. ‘terbit’ [əndag]: BU,

[pEbanan]: Ped [pEbahan]: Belantih

17) Konsonan [--ng]~[-h]

No. Glos Varian [-ng] Varian [-h]

(33)

21) Konsonan [l-] ~ [r-]

1. ‘tulangkering’ [tulaNlunas]:BU, Seraya T, Belantih

(34)

3) Variasi Suku Kata [əng-] ~ [zero-]

No. Glos Varian [eng-] Varian [en-]

1. ‘lupa’ [əngsap]: Belantih [sap]: Ped,

Klumpu, Seraya T, Sembiran 2. ‘terbenan’ [əngsəb]: BU [səb]: Ped, Klumpu 4) Variasi Suku Kata [nuN-] ~ [lə-]

No. Glos Varian [nuN-] Varian [lə-]

1. ‘nungkayak’ [nuNkayak]: BU, Seraya T [ləkayak]: Ped 5) Variasi Suku Kata [-hu] ~ [zero-]

No. Glos Varian [-hu] Varian [zero-]

1. ‘berak’ [mejuhu]: Ped, Klumpu, Seraya T, Sembiran

[meju]: BU

4.2 Variasi Gramatikal

Pembahasan karakteristik gramatikal DBA dalam ranah layanan kesehatan masyarakat dilakukan secara terintegrasi, dalam artian tidak dilakukan perbandingan variasi antardaerah pengamatan karena secara gramatikal kosakata bahasa Bali DBA dalam ranah layanan kesehatan masyarakat tidak terlalu menampakkan perbedaan atau variasi antar-DP. Kalaupun terdapat perbedaan, lebih diakibatkan oleh faktor fonologis.

Contoh

Kosakata [uluŋ-aŋ-ə] ‘dijatuhkan’ pada kalimat BBU “Ubad-e ulung-ang-a.” [ubade uluŋ-aŋ-ə]

obat-DEF jatuh-KAUS-.PAS

(35)

bervariasi dengan [uluŋ-aŋ-a] dalam DPdw, DSb, dan DST, dan varian [uluŋ-a -a]ɳ pada DSd.

Kosakata bapaɳɳe ‘ayahnya’ pada kalimat BBU bervariasi dengan [bapa a e]ɳ ɳ pada DSb dan [bapa e] ɳ pada DSd.

Made ng-ateh bapa-n-ne ke dokter.”

Nama AKT-antar ayah-LIG-3SGPOS ke dokter ‘Made mengantar ayahnya ke dokter.’

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebervariasian pada tataran morfologis lebih merupakan variasi morfofonemis.

Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan bentuk atau tataran gramatikalnya, kosakata DBA dalam ranah layanan kesehatan masyarakat dapat diklasifikasi atas kosakata pada tataran kata dan dan kosa kata pada tataran frasa. Kedua tataran tersebut diuraikan berikut ini.

4.2.1 Kosakata dalam Bentuk Kata

Seperti bahasa Bali pada umumnya, berdasarkan bentuknya kosakata DBA dalam ranah layanan kesehatan masyarakat pada semua DP dapat dipilah atas kata dasar dan kata turunan yang terdri atas kata berafiks, kata berklitik, kata ulang, dan kata majemuk. Kelima bentuk tersebut diuraikan berikut ini.

4.2.1.1 Kosakata dalam Bentuk Kata Dasar

Kata dasar mendominasi kosakata DBA dalam ranah layanan kesehatan masyarakat. Berikut ditampilkan beberapa contoh.

Contoh

No. DBD DPdw DSb DSd Makna

1. [palə] [pala] [pala] [pala] ‘bahu’

2. [gi at]ɖ [gi at]ɖ [gi at]ɖ [gi at]ɖ ‘dahi’

(36)

]

Contoh di atas kebetulan merupakan kosakata dalam bentuk kata dasar, yang secara leksikal, tidak berbeda di antara DP satu dengan yang lainnya. Berikut beberapa contoh kosakata dalam bentuk kata dasar yang menunjukkan variasi leksikal.

No. DBD DPdw DSb DSd makna

(37)

(3) Kicak-in ng-amah be-be ati

Kecil-APL AKT-makan daging-R hati ‘Kurangi makan (daging) hati.’

(4) Nyen ng-anget -ang yeh

siapa AKT-hangat-APL air ‘Siapa yang menghangatkan air?.’

Kata [matatu] pada kalimat (1)dibentuk dengan menambahkan prefiks [ma-]

pada kata dasar [tatu] sehingga menjadi [matatu]. Pada DSb prefiks [ma-] memiliki dua alomorf, yakni {ma-} dan alomorf yang dilambangkan dengan {m-}, yang dapat direalisasikan dengan berbagai bunyi nasal, sesuai dengan bunyi yang mengikuti. Misalnya pada kata [ -saput], {ɳ M-} diikuti dengan konsonan alveolar [s] sehingga direalisasikan dengan retrofleks nasal alveolar [ ].ɳ Lambang {m-} dipilih untuk alomorf ini karena distribusinya paling luas dapat diikuti oleh konsonan bilabial [p, b], [l] dan semua jenis vokal.

Contoh lain

No. makna DBD DPdw DSb DSd

1. ‘berparam’ [m b r h]ǝ ɔ ɛ [mabur h]ɛ [mb r h]ɔ ɛ [mab r h]ɔ ɛ 2. ‘terkupas’ [m p l ]ǝ ǝ ʊʈ [map l ]ǝ ʊʈ [mp l ]ǝ ʊʈ [map l ]ǝ ʊʈ 3. ‘berobat’ [m(a)uba ]ɖ [mauba ]ɖ [muba ]ɖ [mauba ]ɖ 4. ‘berjalan’ [m jala ]ǝ ɳ [majala ]ɳ [ jala ]ɲ ɳ [majala ]ɳ 5. ‘makan’ [mǝɖaar] [ŋamah] [ɳɖahar] [ma aar]ɖ 6. ‘bergendong’ [m gaǝ ɳɖɔŋ

]

[magaɳɖɔŋ ]

[ŋgaɳɖɔŋ ]

[magaɳɖɔŋ ]

(38)

Kata [bɔɳʈɔ ɳi a] dibentuk dari kata dasar [bɔɳʈɔʈ] ‘balut’ yang dilekati sufiks [–in]

sehingga menjadi [bɔɳʈɔʈ ɳi ] setelah itu dilekati sufiks [–a] sehingga menjadi

[bɔɳʈɔʈ ɳi a]. Untuk lebih jelasnya tahap pembentukan kedua kata itu dapat dirumuskan sebagai berikut

tatu + ma- > matatu ‘luka’

bontot + -in > bontotin + -a > bontotina ‘dibalut (nya)

Hierarki gramatikal kedua kata tersebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

matatu bontotina

bontotin

ma- tatu

bontot -in -a

Kata [məwaba ]ɳ ‘menguap’ dibentuk dari bentuk dasar uab ditambah konfiks

ma-/-aɳ menjadi [mauaba ]ɳ yang mengalami proses morfofonik menjadi [məwaba ]ɳ dan [muwaba ]ɳ . Tahapan prosesnya sebagai berikut.

Varian [məwaba ]ɳ

Proses morfologis : {uab} + {ma-/-an} > [mauwabaɳ] Pelemahan vokal pada

pilahan awal konfiks

: [məuwabaɳ]

Segmentalisasi luncuran [məuwabaɳ]

pemotongan vokal

(vowel truncation)

: [məwabaɳ]

Varian [muwaba ]ɳ

(39)

> [mauwabaɳ] Pelemahan vokal pada

pilah awal konfiks

: [məuwaba]

Segmentalisasi luncuran : [məuwabaɳ]

Pelesapan vokal pada pilah awal konfiks

: [muwabaɳ]

Kata [ŋaŋə aŋ] ʈ dibentuk dari dasar [aŋə ] ʈ ditambah sufiks pemarkah kausatif [– aŋ] menjadi [aŋə aŋ], ʈ selanjutnya ditambah sufiks pemarkah pasif [ŋ-], maka menjadi

[ŋaŋə aŋ]. ʈ Sufiks [ŋ-] memiliki dua varian, yakni [–aŋ] dan [–a ]ɳ . Kata ŋələkadaŋ]

‘melahirkan’ dibentuk dari kata dasar lekad ditambah sufiks pemarkah Kausatif–aŋ.

menjadi [ləkadaŋ], pada tahap berikutnya ditambah dengan prefiks pemarkah aktif

Kata [məwaba ]ɳ ‘menguap’ dibentuk dari bentuk dasar [uwab] ditambah konfiks [ma-/-a ] ɳ menjadi [mauwaba ]ɳ yang mengalami proses morfofonik menjadi

(40)

Varian [məwaba ]ɳ

Proses morfologis : {uab} + {ma-/-an} > [mauwabaɳ] Pelemahan vokal pada

pilah awal konfiks

: [məuwabaɳ]

Segmentalisasi luncuran : [məuwabaɳ]

Pelesapan vokal pada pilah awal konfiks

: [muwabaɳ]

ǝɔʊɛɖʈŋɔɲɪɳ

Jadi pada DSd terdapat kehomoniman sufiks -aɳ, yakni {-a }ɳ hanya yang hanya merupakan alomorf {-aŋ} dan {-aɳ} sebagai pemarkah komparatif seperti pada kosakata berikut ini.

Ia suba seger-an jani.

2TG sudah sehat-KOMP sekarang ‘Dia sudah lebih sehat sekarang.’

Panak-me-ne kicak-an anyang panak-ku-ne

anak-2TGPOS-DEF kecil-KOMP dengan anak-1TGPOS-DEF ‘Anakmu lebih kecil daripada anakku.’

4.2.1.2 Kosakata dalam Bentuk Kata Berklitik

(41)

1) Kata dengan Klitik Pemarkah Posesif.

Dalam dialek-dialek DBA pada umumnya hanya ditemukan klitik pemarkah posesif O3, yakni [– e]ɳ , sedangkan dalam DPdw ditemukan, baik klitik pemarkah posesif O1, O2, maupun O3, masing-masing [–ku], [-me], dan [- e]ɳ , psds DSb ditemukan juga klitik pemarkah posesif O1.

Kata [ima-ɳ-ɳe] pada kalimat (1) dibentuk dengan menambahkan klitik pemarkah posesif O3 [– e]ɳ pada kata dasar. Selain klitik pemarkah posesif O3 ditemukan juga klitik pemarkah posesif O1 dan O2 seperti terlihat pada contoh berikut ini.

(5) Ba kento panak-ane ento ngara gaenanga banten terus mati. sudah begitu anak-POS itu tidak dibuatkan sajen terus

meninggal

‘Lalu anaknya itu tidak dibuatkan sajen terus meninggal.’ (6) Cunguh-me-ne barak.

hidung 2Sg (POS)-DEF merah’ ‘Hidungmu merah’

.

(7) Ima-n ime-ng -ku -ne beseh

tangan-LIG ibu-LIG-POS-DEF bengkak ‘Tangan Ibu saya bengkak.’

Kata [pa akaɳ ɳɳe] ‘anaknya’ pada kalimat (2) dibentuk dari kata dasar [pa ak] ɳ ‘anak’ dilekati klitik pemarkah posesif O2 tunggal sehingga menjadi [pa akaɳ ɳɳe]. Kata

[cuŋuhme e] ɳ ‘hidungmu’ pada kalimat (3) dibentuk dari kata dasar [cuŋuh] dilekati klitik pemarkah posesif O2 tunggal [–me] sehingga menjadi [cuŋuhme], kemudian dilekati klitik pemarkah definit –e sehingga terbentuk kata [cuŋuhme ]eɳ . Jadi ada dua klitik pada kata ini, yakni klitik pemarkah posesif O2 tunggal [–me] dan klitik pemarkah definit [–e]. Hierarki gramatikal kata-kata tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini.

(42)

[ cuŋuhme]

[paɳɳak] [- e]ɳ

[cuŋuh] [-me] [- e]ɳ

Klitik pemarkah posesif yang ditemukan pada semua DP hanyalah pemarkah posesif O3, sedangkan klitik pemarkah posesif O1 dan O2 hanya ditemukan pada dialek Pedawa. Contoh lainnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

No. Glosa DBD Pdw Sb Sd

1. ‘ayahnya’ [bapaɳɳ

e

[bapaɳɳe] [bapaɳaɳe] [bapaɳe]

2. ‘ayahku’ - [bapaŋku e]ɳ -

-3. ‘ayahmu’ - [bapame e]ɳ -

-4. ‘bajunya’ bajʊɳɳe [bajuɳɳe] [baju a e]ɳ ɳ [bajʊɳe]

5. ‘bajuku’ - [bajuŋku e]ɳ -

-6. ‘bajumu’ - [bajume e]ɳ -

-Dari data di atas dapat dilihat, selain karena ada dan tidaknya klitik, kebervariasian juga terjadi karena variasi morfofonemik di antara kata [bapaɳe], [bapaɳɳe], dan [bapaɳaɳe] ‘ayahnya’. Pada varian [bapaɳe] hanya terjadi proses morfologis klitisasi, yakni penambahan klitik pemarkah posesif {-ne} pada kata bapa; pada varian [bapaɳɳe], terjadi proses morfologis klitisasi disertai penambahan konsonan [ ]ɳ , yang berfungsi sebagai ligatur, di antara kata dasar dan klitik; pada

[bapanane], terjadi proses morfologis, penambahan ligatur [ ],ɳ dan penambahan vokal pelancaran ucapan [a] di antara ligatur [ ]ɳ dan klitik {–ɳe}. Proses serupa terjadi pada variasi kata baju e, bajuɳ ɳɳe, baju a e. ɳ ɳ

Klitik [–ku] pada kata [im ŋku]ɛ dalam kalimat (7) merupakan pemarkah posesif O2. Contoh lain

(43)

1. ‘cucuku’ [cucuŋku e]ɳ [cucu oke e]ɳ ɳ [cucu kaka e]ɳ ɳ direalisasikan dengan konsonan nasal alveolar [ɳ], sementara pada DPdw direalisasik-an dengdirealisasik-an [ŋ]. Perbedaan ini terjadi karena [-ɳ-] diikuti konsonan dorsovelar. Dengan kata lain terjadi asimilasi prsial regresif–n-sebagai akibat asimilasi da

(1) Getih-e ane ng-sambung idup-ne. diikuti darah-DEF yang AKT-sambung hidup-POS ‘Darah yang menyambung hidupnya.’

(2) Ima-n ime-ng -ku -ne beseh.

tangan-LIG ibu-LIG-POS-DEF bengkak ‘Tangan Ibu saya bengkak.’

Klitik –ne pada kalimat (2) dan kalimat (3) di atas merupakan pemarkah definit. Pada kalimat (2) klitik – eɳ merupakan pemarkah definit pada tataran frasa, yakni memarkahi frasa ima im ŋkuɳ ɛ ‘tangan ibuku’, sedangkan – eɳ pada kalimat (3) merupakah pemarkah definit pada tataran kata, yakni memarkahi kata cuŋuhme

‘hidungmu’

4.2.1.3 Kosakata dalam Bentuk Kata Ulang

(44)

Kosakata dalam DBA pada ranah layanan kesehatan masyarakat, ditemukan cukup bervariasi, seperti terlihat pada kalimat-kalimat berikut ini.

(1) Ara dadi alu ngamah mi sai-sai

tidak boleh dulu makan mi sering-R ‘Belum boleh dulu sering-sering makan mi.’ (2) Ara baanga ngamah kacang-kacangan. tidak beri-PAS makan kacang-R-an

‘Tidak diberi makan kacang-kacangan.’ (3) Ke-kolongan-ne sakit. Rpar-kerongkongan-POS sakit ‘Kerongkongannya sakit.’

(4) Batis-a-ne sakit kebet-kebet.

Kaki-PU-POS sakit senut-R ‘Kakinya sakit se nut-senut.’

Kata sai-sai ‘sering-sering’ dibentuk dari kata sai ‘sering’ ditambah morfem {R}

Dasar sai

Penambahan morfem {R-} sai-sai

Kata sai-sai tergolong kata ulang murni atau dwilingga. Proses perulangan ini menyatakan makna ’iteratif’.

Contoh lain

k b t-k b tǝ ǝ ǝ ǝ ’senut-senut’

aŋs g-aŋs gǝ ǝ ’terengah-engah’

kliyǝs-kliyǝs ’terasa sebentar-sebentar mules’

Kata kacaŋ-kacaŋan ’aneka kacang’ dibentuk degan proses sebagai berikut.

Dasar kacaŋ

Penambahan morfem {R-} kacaŋ-kacaŋ

(45)

Sesuai tahapan prosesnya, kata kacaŋ-kacaŋa ɳtergolong kata ulang berimbuhan dalam hal ini kata ulang bersufiks. Proses penambahan morfem R, yang dilanjutkan dengan penambahan sufiks –aɳ, menghadirkan makna ’bermacam-oacam’.

Contoh lain

do -do aɳ ɳ ɳ ’sayur-sayuran’

sayur-sayuraɳ

be-beaɳ’daging-dagingan’

Kata kekolongan ’kerongkongan’ dibentuk dengan proses sebagai berikut.

Dasar kol ŋaɔ ɳ

Penambahan morfem {Rpar-} kokol ŋanɔ Pelemahan vokal pada #K__ kəkol ŋanɔ Contoh lain

2. ‘paru-paru’ [paru paru] [paparu] [paru paru] [paru paru]

(46)

Dalam DBA cukup banyak ditemukan kosakata dalam bentuk kata majemuk, tetapi tidak menampakkan adanya variasi secara gramatikal. Kalaupun ada variasi antar-DP lebih bersifat leksikal. Berikut dapat dilihat contoh kosakata dalam bentuk katamajemuk

fonologis. Kebervariasian secara gramatikal sangat terbatas pada frasa dengan

pewatas numeralia.

Contoh

No .

(47)

1. kami (berdua) [caŋ ɉaʔ

Dari contoh di atas dapat dilihat DPdw memiliki kekhasan struktur frasa. Pada

DBD, DSd, dan DSb struktur frasa untuk glosa ‘kami berdua’ dan ‘kami

Pronomina + Preposisi + Pronomina + Numeralia

aku ayaŋ ku ɖ ɖa wa

aku ayaŋ ku ʈəlu

Jadi ada repetisi pronomina di sini sehingga terbentuk konstruksi berpronomina

ganda, [aku ayaŋku aɖ ɖwa]. Dalam DBD ditemukan juga konstruksi [ɉa ʔ caŋ

u

ɖ wa] atau [ɖ ɖa wa], tetapi tidak didahului oleh pronomina, kecuali pronomina

yang diawal berfungsi sebagai subjek. Jadi strukturnya hanya

Preposisi + Pronomina + Numeralia

ajak caŋ ( a) waɖ ɖ

Kosakata dalam bentuk frasa, yang kebervariasiannya hanya leksikal dan/atau

fonologis dapat dilihat pada contoh berikut.

No. Glosa DPdw DSd DSb

(48)

2. ‘ayahku’ [bapaŋku] [bapa oke e]ɳ ɳ [bapa uke e]ɳ ɳ 3. ‘ibuku’ [im ŋku] ɛ [meme oke e]ɳ ɳ [memeɳ

oke e]ɳ

4. ‘mataku’ ‘perutku’

[ma aŋku e]ʈ ɳ

[basaŋku]

[mata oke e]ɳ ɳ

[basaŋ uke e]ɳ

[mata oke e]ɳ ɳ

[basaŋ uke e]ɳ

5. ‘tertusuk duri, [bəlbəla / əbəkɳ ʈ dui]

[ us k u i]ʈ ʊ ɖ ʷ [ əbək uhi]ʈ ɖ

6. ‘sakit punggung’ [sak uɪʈ ʈ ɳɖʊŋ] [ aki aŋ uɲ ʈ ʈ ɳɖʊ] [sak tɪ puɳɖʊk]

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan

hal-hal berikut ini.

1. DBA bervariasi secara fonologis, baik dibandingkan dengan DBA maupun di antara DP yang satu dengan yang lainnya. Variasi fonologis dapat

dibedakan atas variasi teratur dan variasi sporadis..

2. Secara gramatikal DBA tidak terlalu berbeda dengan DBA. Perbedaannya

lebih diakibatkan oleh pengaruh fonologis yang tampak pada proses

morfofonemis.

3. Pengelompokan variasi secara fonologis, khususnya variasi teratur, yang menonjol adalah (1) realisasi fonem /a/ pada posisi akhir yang memiliki dua

varian, yakni [ɘ] pada DNP dan[a] pada semua DP lainnya; (2) distribusi

fonem /h/ dalam kapasitasnya sebagai onset di tengah kata, yang pada

DPdw dan DSd tidak wujud , dan pada sejumlah DP lainnya wujud.

Pengelompokan secara gramatikal (1) pada tataran morfologis dapat

(49)

klisasi semata (pipine) pada DSd, klitisasi yang disertai penambahan ligatur

[n] (pipinne) pada DPdw dan DST, dan klitisasi yang disertai ligatur [n]

dan pelancar ucapan [a] (pipinnane) pada DSb dan (2) pada tataran

sintaksis dalam hal ini frasa dapat diklsifikasi atas konstruksi frasa

pronominal dengan satu pronomina dan frasa pronominal dengan

(50)

4.

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 1978. “Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabahasa” Disertasi. Unuversitas Indonesia Jakarta.

Bawa, I Wayan. 1979/1980. "Bahasa Bali di daerah Propinsi Bali: Sebuah Pemerian Geografi Dialek". Jakarta: Proyek Penelitian ILDEP melalui Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Bawa, I Wayan. 1983. "Bahasa Bali di Daerah Propinsi Bali: Sebuah Analisis Geografi Dialek'. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia

Dhanawaty, Ni Made. 1981. "Bahasa Bali di Kabupaten Tabanan: Sebuah Telaah Geografi Dialek". Skripsi. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Dhanawaty, Ni Made dkk. 2012. “Model Akomodasi dalam Upaya Pengembangan Toleransi Antaretnis Pada Masyarakat Transmigran di Provinsi Lampung”. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Strategis Nasional Universitas Udayana. Ismani, Hj. Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Lauder, Multamia R.M.T. 2002. ”Revaluasi Konsep Pemilah Bahasa dan Dialek untuk Bahasa Nusantara”, dalam Makara: Sosial Humaniora. Volume VI, No. 2. Agustus 2002: 34—42. Jakarta:Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Madia, I Made. 1984. "Variasi Sistem Fonologi Bahasa Bali di Nusa Penida: Sebuah Kajian Dialektologi Struktural" Laporan Penelitian. Singaraja: Balai Penelitian Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(51)

Lampiran 1 Makalah Senastek

VARIASI PRONOMINA PERSONA BAHASA BALI DALAM LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Ni Made Suryati, Ni Made Dhanawaty, I Made Budiarsa, I Wayan Simpen,

Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Jl. Nias 13 Denpasar, Telp 224121

suryati.jirnaya@yahoo.com, sainandana@yahoo.co.id Abstrak

Bahasa Bali dibedakan atas dialek bahasa Bali Dataran (DBD) dan dialek bahasa Bali Aga (DBA). DBD memiliki variasi secara vertikal, sedangkan DBA tidak kosakata yang dalam DBD tergolong tak-Alus (TA), dalam DBA merupakan varian biasa. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam ranah layanan kesehatan jika petugas kesehatan yang bertugas di daerah DBA berasal dari DBD.

Penelitian ini bertujuan membahas variasi pronomina persona tunggal DBA di desa Sembiran (DS) dan Seraya Timur (DST) dalam komunikasi layanan kesehatan masyarakat. Hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi para medis yang bertugas di desa tersebut.

Hasil penelitian, dengan menerapkan teori dialektologi dan metode padan ini, menunjukkan bahwa pronomina persona DS dan DST dan DBD bervariasi secara leksikal dan fonologis. Secara leksikal persona I tunggal DBD /(ti)tiyaŋ/, /(i)–caŋ/ dan /yaŋ/ direalisasikan menjadi /oke/ dan /kaka/ pada DS; /(b)–iba/, /uke/, dan /wane/ pada DST. Pronomina II tunggal /ragane/, /cai/,/ ai/, dan /ibə/ pada DBD, pada DSɲ /cai/, / ai/, dan /ŋko/, pada DST /cai/ dan / ai/. Pronomina III tunggal /idə/, /dane/ danɲ ɲ /(i) –yə/ pada DBD, direalisasikan menjadi /ya/ pada DS dan DST. Secara fonologis, fonem /a/ pada distribusi akhir, pada DBD direalisasikan dengan /ə/, pada DS dan DST dengan /a/.

Kata kunci: variasi, pronomina, komunikasi, leksikal, fonologis

DIALECT VARIATION IN BALINESE PERSONAL PRONOUNS APPLIED IN PUBLIC HEALTH SERVICE

Abstract

(52)

common variants in DBA, therefore it often create misunderstanding, especially for DBD public health workers when they serve the people in DBA area.

This research aims to explore the Balinese personal pronoun variations in DBA Sembiran(DA), and Seraya Timur(DST). Hopefully, this research can be useful for the DBD public health workers who work in DBA areas.

The results, by applying the dialectology theory and correlation method or

metode padan, showed that the personal pronouns of DS and DST varied lexically and phonologically. Lexically, the personal pronoun of first person singular in DBD / (ti)tiyaŋ/(A), /(i)–caŋ/ and /yaŋ/(TA) was realized as /oke/ and /kaka/ in DS also /(b)– iba/, /uke/, and /wane/ in DST. The second person singular /ragane/(A), /cai/ / ai/,ɲ and /ibə/(TA) in DBD, were realized as /cai/, / ai/, and /ŋko/ in DS also /cai/ and / ai/ɲ ɲ in DST; and the third person singular /idə/, /dane/(A) and /(i) –yə/(TA) in DBD, were realized as /ya/, in DS and DST. Meanwhile phonologically, the realization of phoneme /a/ at the end of the word in DBD was realized as /ə/, in DS and DST was /a/. Keywords: variation, pronoun, communication, lexical, phonological

1. PENDAHULUAN

Bahasa Bali (BB) seperti bahasa daerah lainya di Indonesia yaitu bahasa Jawa, Sunda, Madura memiliki variasi baik secara geografis maupun secara stratifikas sosial, Variasi yang dimunculkan oleh kedua pengklasifikasian di atas disebut dengan dialek (Fishman, 1975: 22; Linn (ed.), 1998: 5). Variasi yang didasarkan atas perbedaannya secara geografis disebut dengan istilah geografi dialek atau dialek region-al, sedangkan variasi yang ditimbulkan oleh stratifikasi sosial disebut dengan istilah dialek sosial atau sosiole. Selanjutnya, dialek sosial dapat dibedakan berdasarkan: etnik, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan mata pencaharian (Trungill, 1977).

Secara geografis, berdasarkan hasil penelitian secara garis besar BB dapat dikelompokkan menjadi (1) bahasa Bali Dialek Bali Dataran (DBD) yang tersebar di daerah Bali dataran dan (2) bahasa Bali Dialek Bali Aga (DBA) yang tersebar di daerahdaerah pegunungan pulau Bali, Nusa Penida, Lem -bongan, dan pulau Serangan (Bawa, 1983). DBA memiliki karakter (fonologis, gramatikal, dan leksikal) yang berbeda dengan DBD. Oleh karena itu sulit dipahami oleh penutur DBD. Berdasarkan stratifikasi sosial, secara tradisional variasi BB dipengaruhi oleh adanya sistem wangsa yang dimiliki oleh penutur BB. Secara moderen, variasi BB juga dipengaruhi oleh stratifikai sosial penutur BB berdasarkan jabatan, kedudukan penutur BB di masyarakat. Variasi BB berdasarkan stratifikasi sosial hanya dimiliki masyarakat DBD.

Dengan adanya variasi BB berdasarkan stratifikasi sosial, BB khususnya pada tataran kata dapat dipilah menjadi beberapa macam. Pembagian kata dalam BB dikemukakan oleh beberapa ahli bahasa, seperti Bagus (1975), Kersten (1957), Naryana (1984), Tinggen (1995). Pembagian yang terakhir dan paling lengkap dikemukakan oleh Suasta (2001) walaupun hanya ditunjukkan melalui kalimat-kalimat. Suryati (2008) menegaskan kembali pembagian kata dalam BB, yang dala tulisan itu ada kekeliruan dalam menempatkan satu kata yaitu kata (krua mider) yang seharusnya bentuk tersendiri dimasukkan bagian dari kruna alus. Untuk selanjutnya istilah kata diganti dengan kruna. Berikut disajikan pembagian kruna

(53)

memiliki satu bentuk halus; 2) kruna mider digunakan untuk semua lapisan masyarakat Bali karena bentuk ini hanya memiliki satu bentuk; (3) Kruna Andap digunakan dalam pergaulan masyarakat pada umumnya, nilai rasanya biasa atau sering disebut kruna kepara/lumrah: (4) Kruna Kasar biasanya digunakan apabila berkomunikasi dengan keluarga kalangan non tri wangsa, dengan kerahabat dekat, dan ada juga bentuk untuk bertengkar.

Memperhatikan situasi kebahasaan seperti diuraikan di atas, satu kata dalam DBD memiliki beberapa bentuk tergantung pemakainya dan dengan siapa berbicara. Oleh karena itu satu kata dalam DBD yang merupakan bentuk kasar, dalam DBA seorang dokter yang berasal dari DBD bertanya pada pasiennya: Kenapa Me? Kenapa Bu? Pasiennya menjawab Iba bengel. Bisa dibayangkan dokter yang tidak mengenal bahasa pasiennya akan berkata: Pih kasar sajan munyin pasiene, buina balikanga. I raga nakonin ia, mabalik I raga orange bengel. Padahal kulit I ragane alus.’Pih kasar sekali perkataan pasien, lagi pula dibalik, saya menanyai dia, terbalik malahan saya dikatakan bintik-bintik, padahal kulit saya halus’. Sebenarnya maksud pasien tidak begitu, makna kalimat sebenarnya adalah ‘Saya pusing’. Oleh karena itulah penelitian ini membahas salah satu aspek yang merupakan bagian dari layanan kesehatan masyarakat, yaitu variasi pronomina persona bahasa Bali dengan membandingkan DBD dengan DBA khusus DBA Sembiran (selanjutnya disingkat DS) dan DBA Seraya Timur (selanjutnya disingkat DST). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskrifsikan variasi pronomina persona tunggal DBD dengan DBA khususnya DS dan DST baik secara leksikal maupun fonologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bekal bagi para medis yang berasal dari DBD jika bertugas di wilayah DBA agar tidak terjadi kesalahpahaman.

2. BAHAN DAN METODE

Sumber data penelitian ini adalah tuturan lisan yang digunakan oleh penutur DBD, penutur DS, dan DST.

Metode yang diterapkan dalam penyediaan data adalah metode pupuan lapangan. Metode ini lebih lanjut dijabarkan menjadi metode simak dan metode cakap (khususnya cakap semuka) (Sudaryanto, 1988: 2—9). Pada tahap penganalisisan data digunakan metode padan dengan teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutannya yaitu teknik hubung banding (Sudaryanto, 1993: 13— 30; bdk dengan Djajasudarma, 1993: 58). Dalam penerapan metode padan dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan, masing-masing digunakan untuk memilah unsur-unsur kebahasaan BB, khususnya unsur-unsur yang sama atau unsur yang tidak sama. Dengan meng teori gunakan kedua teknik itu, dapat dipisahkan bentuk-bentuk yang sama dan bentuk-bentuk yang berbeda.

Penelitian ini menerapkan teori dialektologi yang didukung oleh teori tradisional dan struktural (Chambers dan Peter Tradgill, 1980: 37—46 dan Petyt, 1980: 171)

Gambar

tabel berikut ini.

Referensi

Dokumen terkait

Melihat hal tersebut penulis menawarkan sebuah solusi mekanisme pendistribusian gaji yang dilakukan secara otomatis oleh komputer melalui aplikasi microsoft access ,yang

Setelah dilakukan seleksi kandidat serta pemodelan diperoleh hasil nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR) dari yang paling besar sebagai berikut : Variabel

Skripsi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,. Universitas

Batu bata konvensional dengan bahan baku tanah lempung yang benar- benar merata saat pembakaran dengan suhu tinggi memiliki tekstur yang lebih rapat dan

Dari jenis ubahan, mineralogi, dan tekstur yang dijumpai dalam urat kuarsa serta rasio kandungan emas dan logam dasar, maka dapat disimpulkan bahwa cebakan emas di daerah

(1) mendeskripsikan teknik-teknik yang digunakan dalam pembelajaran menyimak, (2) mendeskripsikan berbagai tanggapan siswa terhadap teknik yang digunakan guru dalam

Dengan pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai pappasang, maka bangsa Indonesia yang sangat terbuka dengan arus globalisasi dapat menjaga etika dan moralitas

Jadi inti dari pemerintahan demokratis adalah partisipasi rakyat yang ikut ambil andil dan pemerintahan yang menjunjung rasa demokrasi seutuhnya, sebaliknya dengan