• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL SKRIPSI ALESIA LORENZZA SINAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL SKRIPSI ALESIA LORENZZA SINAGA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL

SKRIPSI

ALESIA LORENZZA SINAGA 160801024

DAPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ALESIA LORENZZA SINAGA 160801024

DAPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 07 September 2020

Alesia Lorenzza Sinaga

160801024

(4)
(5)

PENGARUH PENAMBAHAN STYROFOAM BEKAS TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ASPAL

ABSTRAK

Styrofoam sangat banyak kegunaannya terutama untuk pengaman benda elektronik, karena sifatnya yang ringan, tahan lama dan kuat. Volume Styrofoam sangat besar mencapai 30% dari total sampah di dunia. Sehingga menimbulkan masalah apabila dibuang akan menjadi limbah yang sangat mengganggu dan dapat merusak lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah styrofoam bekas pada aspal terhadap karakteristik aspal pen 60/70. Pembuatan sampel dilakukan dengan melelehkan Styrofoam dengan Xylene kemudian dimasukkan ke dalam aspal yang telah dipanaskan lalu di aduk merata.

Lalu di masukan bahan tersebut kedalam wadah sampel lalu di dingin kan dengan ruanga terbuka selama 1 jam. Setelah itu sampel di rendam dengan air selama 3jam.

Sampel memenuhi uji persyaratan aspal pada masing-masing sampel meliputi, uji penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar, berat jenis, dan daktilitas. Dimana menunjukan bahwa semakin tinggi konsetrasi penambahan styrofoam yang di campur dengan aspal mengakibatkan terjdi perubahan dan semakin meningkat kinerja campuran. Sedangakan pada masa jenis terlihat bahwa penambahan styrofoam mengakibatkan nilai massa jenis akan semakin rendah.

Kata kunci : Styrofoam, Aspal, Uji fisik

(6)

THE EFFECT OF FORMER STYROFOAM ADDITION ON THE PHYSICAL PROPERTIES OF ASPHALT

ABSTRACT

Styrofoam had many purposes, especially for the safety of electronic objects, because it is light, durable and strong. The volume of styrofoam is enormous, reaching 30% of total waste in the world. Therefore, it causes problems if disposed and it will become very inconvenience waste and it can undermine the environment.

This study aims to determine the effect of adding former styrofoam waste to asphalt on the characteristics of the 60/70 pen asphalt. The sample was made by melting the Styrofoam with Xylene then putting it in heated asphalt and then stirring it evenly.

Next, Styrofoam enters the material into the sample container and then be refrigerated it in outside for 1 hour. After that, the sample is immersed in water for 3 hours. The sample meets the asphalt requirements test for each sample including penetration test, softening point, flash point, burning point, density, and ductility.

This shows that the higher the concentration, the addition of styrofoam mixed with asphalt resulted in conversion and increased performance of the mixture. While at density, it appears that the addition of Styrofoam results in a lower density value.

KeywordS: Styrofoam, Asphalt , Uji fisik

(7)

PENGHARGAAN

Segala Puji Syukur saya Ucapkan Kehadiran Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala berkat dan AnugerahNya yang telah memberikan kesehataan dan kesempataan sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini, meskipun penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Adapun dari judul skripsi ini adalah “Pengaruh Penambahan Styrofoam Bekas Terhadap Karakteristik Sifat Fisik Aspal’’

Saya mengucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan skripsi ini antaranya :

1. Ibu Dr. Diana Alemin, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan kesempatan, motivasi, ilmu, nasihat serta dukungan dalam membimbing penulis selama ini.

2. Bapak Prof. Dr. Kerista Sebayang, M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua Departemen Fisika dan Bapak Awan Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris Departemen Fisika, seluruh staf pengajar serta pegawai administrasi di lingkungan FMIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Son Syafara Simatupang, ST.MM selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Bahan Kontruksi Dinas Bina Marga Bina Kontruksi provinsi Sumatera Utara, dan juga kepada Bapak Surya Ramadhan Batubara, ST selaku Plt. Kepala Seksi Pengujian Bahan Dan Geologi Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Bahan Kontruksi Dinas Bina Marga Bina Kontruksi provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu serta memberikan bimbingan selama proses penelitian hingga sampai ke penulisan skripsi.

5. Segenap pegawai Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Bahan Kontruksi Dinas Bina Marga Bina Kontruksi provinsi Sumatera Utara : Pak Rudy, Ibu Satriyani Siahaan ST, Pak Risky, Pak Syaiful dan juga pegawai-pegawai lainnya buat waktu dan bimbingan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Dr. T. Sembiring, M,Sc, dan Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS

selaku Penguji Terima Kasih buat Masukan dan Saran kepada penulis.

(8)

7. Terima Kasih kepada Orang Tua Tercinta Bapak T. Parulian Sinaga dan Mamak Risma Wita Purba (+) serta Adik Anci Lasea Sinaga yang telah membesarkan dan mendidik saya, Saya sangat berterima kasih kepada beliau yang telah memberi semangat, dorongan dan dukungan penuh serta doa selama saya dibangku kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. Kepada segenap Keluarga besar Sinaga dan Purba Pak- pak yang telah hadir dalam membantu baik materi atau dukungan kepada penulis.

8. Terima kasih juga buat Frans Erijio Simarmata yang telah sabar mendukung dan memotivasi penulis dan mendengar setiap keluh kesah penulis.

9. Terima Kasih kepada Vivi, Tuty, Bang Raja, Vedrico, Ona, Christia, selaku sahabat yang senantiasa membantu dan mendengar keluh kesah penulis.

10. Terima Kasih buat Rekan Fisika REFORM Ariyanti, Juli, Erika, Esra, Fani, Gracia, Ayub, Esda, Regina, There, Hotrini, Renova, Sri, Mila, Risty, inka, Putri, Dicky Dan Rekan Fisika st 2016, Serta Rekan Asisten Fisika Inti yang tidak dapat disebut satu-persatu yang telah memberi dukungan serta bantuaan disetiap langkah semasa perkuliahan baik materi dorongan dan motivasi.

11. Terima Kasih buat sahabat di Fisika Indah Suci Utami buat kesabaran dan bimbingan serta motivasi bersama semasa kuliah.

12. Seperdopingan Supeto Nababan dan Irfan patar yang telah banyak memberi pengetahuan, waktu dan kesabarannya kepada penulis.

serta semua pihak yang telah membantu dimana tidak dapat disebutkan satu- persatu.

Medan, 07 September 2020

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS...iii

PENGESAHAN SKRIPSI...iv

ABSTRAK...v

ABSTRACT...vi

PENGHARGAAN...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...4

1.3 Batasan Masalah...4

1.4 Tujuan Penelitian...4

1.5 Manfaat penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Aspal...6

2.1.1 Jenis Aspal...7

2.1.2 Sifat – Sifat Fisik Aspal...8

2.1.3 Pemeriksaan Propertis Aspal...10

2.1.4 Aspal Modifikasi...12

2.1.5 Kandungan Dalam Aspal...13

2.2 Styrofoam...13

2.2.1 Sifat – Sifat Styrofoam...15

2.3 Aquadest...16

2.4 Xylene...16

BAB III METODE PENELITIAN...17

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian...17

3.1.1 Tempat Penelitian...17

3.1.2 Waktu Penelitian...17

3.2 Peralatan Dan Bahan Penelitan...17

3.2.1 Peralatan...17

3.2.3 Bahan...20

3.3 Prosedur Penelitian...20

3.3.1 Preparasi Styrofoam...20

3.3.2 Penelitian Utama...21

3.4 Diagram Alir Pencampuran Bahan...23

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...24

4.1 Hasil Penelitian...24

4.1.1 Hasil Pengujian Penetrasi...24

4.1.2 Hasil Pengujian Titik Lembek ...25

4.1.3 Hasil Pengujian Titik Nyala Dan Titik Bakar...26

4.1.4 Hasil Pengujian Daktilitas...27

4.1.5 Hasil Pengujian Berat Jenis...28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...31

5.1 Kesimpulan...31

5.2 Saran...31

DAFTAR PUSTAKA...32

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Ketentuan Aspal Modifikasi 12

2.2 Karakteristik Styrofoam 15

3.1 Komposisi Bahan Baku 22

4.1 Hasil uji Penetrasi aspal pen 60/70 dengan Styrofoam 24 4.2 Hasil uji Titik Lembek aspal pen 60/70 dengan Styrofoam 25 4.3 Hasil uji Titik Nyala dan Bakar aspal pen 60/70 dengan

Styrofoam

26

4.4 Hasil uji Daktilitas aspal pen 60/70 dengan Styrofoam 27

4.5 Hasil uji Berat Jenis aspal pen 60/70 dengan Styrofoam 28

4.6 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 0,5 % 29

4.7 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 1 % 29

4.8 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 1,5 % 30

4.9 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 2 % 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

4.1 Grafik Hubungan antara nilai Penetrasi campuran Aspal

dengan Styrofoam 24

4.2 Grafik Hubungan antara nilai Titik Lembek campuran Aspal

dengan Styrofoam 25

4.3 Grafik Hubungan antara nilai Titik Nyala campuran Aspal

dengan Styrofoam 26

4.4 Grafik Hubungan antara nilai Titik Bakar campuran Aspal

dengan Styrofoam 26

4.5 Grafik Hubungan antara nilai Daktilitas campuran Aspal

dengan Styrofoam 27

4.6 Grafik Hubungan antara nilai Berat Jenis campuran Aspal

dengan Styrofoam 28

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Peralatan dan Bahan 34

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan pembangunan di Indonesia. Kualitas jalan sebanding dengan tingkat kelancaran transportasi jalan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas jalan raya adalah material yang digunakan dalam pembuatan jalan. Material yang digunakan dalam pembuatan jalan diantaranya adalah aspal dan agregat.

Penggunaan aspal murnidalam pembuatan sangat mempengaruhi ketersediaan aspal yang ada di dunia. Untuk meminimalisir penggunaan aspal dalam pembuatan jalan maka digunakan aspal modifikasi. Aspal modifikasi terdiri campuran material lain yang digunakan sebagai material penyusun aspal.

Pencampuran material tersebut membuat penggunaan aspal menjadi berkurang.

Ada beberapa material yang dapat digunakan sebagai material pencampur aspal yaitu salah satunya adalah styrofoam.

Styrofoam memiliki sifat yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah. Hal ini membuat styrofoam memiliki potensi menjadi material pencampur yang Dari hasil pengamatan digunakan untuk membuat aspal modifikasi. Styrofoam digunakan didasarkan pada cukup banyaknya penggunaan dalam kehidupan sehari-hari tetapi sedikit dimanfaatkan. Penggunaan aspal modifikasi menggunakan bahan campuran styrofoam masih harus melewati beberapa tahapan pengujian dan evaluasi. Pengujian dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui kekuatan dari aspal modifikasi apabila diterapkan sebagai material pembuatan jalan raya. di lapangan, penggunaan aspal pen 60/70 pada perkerasan dalam jangka panjang tidak cukup baik untuk menahan beban berat (overloading), sehingga perlu penambahan aditif agar aspal lebih tahan lama.

(Soehartono, 2014). Saat ini sudah banyak digunakan berbagai macam bahan

tambah untuk meningkatkan mutu campuran aspal, antara lain dengan

menambahkan polimer (Soehartono, 2014). Salah satu jenis polimer yang

digunakan adalah styrofoam. Styrofoam terbagi menjadi 2 bagian yaitu Foamed

Styrofoam (FS), danExpandedStyrofoam(EPS), atau disebut juga sebagai

(15)

2

Polystrene busa, yang sehari-hari dikenal sebagai styrofoam.Di beberapa negara, styrofoam telah diaplikasikan sebagai bahan tambahan pada aspal. Di Baghdad, Iraq, styrofoam telah digunakan pada beberapa ruas jalan dan dapat menurunkan retak dan rutting, berkurangnya penuaan, meningkatkan skid resistance (Israa, S.

J., 2017). Styrofoam dapat mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi suhu, sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan karena dapat meningkatkan daya tahan dan kinerja perkerasan. Disamping itu penggunaannya dalam campuran aspal dapat mengurangi limbah styrofoam sebanyak 40-88% (Baker, M. 2016).

Jalan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan pembangunan di Indonesia. Kualitas jalan sebanding dengan tingkat kelancaran transportasi jalan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas jalan raya adalah material yang digunakan dalam pembuatan jalan. Material yang digunakan dalam pembuatan jalan diantaranya adalah aspal. Pencampuran material tersebut membuat penggunaan aspal menjadi berkurang. Ada beberapa material yang dapat digunakan sebagai material pencampur aspal yaitu salah satunya adalah styrofoam. Styrofoam memiliki sifat yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah. Hal ini membuat styrofoam memiliki potensi menjadi material pencampur yang digunakan untuk membuat aspal modifikasi. Styrofoam digunakan didasarkan pada cukup banyaknya penggunaan dalam kehidupan sehari-hari tetapi sedikit dimanfaatkan. Penggunaan aspal modifikasi menggunakan bahan campuran styrofoam masih harus melewati beberapa tahapan pengujian dan evaluasi. Pengujian dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui kekuatan dari aspal modifikasi apabila diterapkan sebagai material pembuatan jalan raya. Dari Pengkajian Penanganan Deformasi Plastis dan Retak akibat Beban Lalu Lintas oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum (2007).

kerusakan yang dominan terjadi pada ruas-ruas jalan yang melayani lalu

lintas berat dengan waktu pembebanan relatif lama adalah deformasi plastis dan

retak. Kerusakan tersebut biasanya terjadi di daerah tanjakan, turunan,

persimpangan, dan pintu Tol. Disamping pengaruh waktu pembebanan, pada

lokasi-lokasi tersebut sering terjadi akselerasi dan deselerasi. Campuran yang

tahan terhadap deformasi plastis adalah memiliki gradasi rapat (dense), agregat

(16)

3

ukuran besar/gradasi kasar, pecah dengan tekstur permukaan kasar dan proporsi agregat halus yang tepat serta pemadatan yang cukup saat konstruksi.

Rutting/deformasi plastis dapat terjadi akibat dari kadar aspal tinggi, VIM (Void In the Mix) rendah serta bahan pengikat (aspal) mempunyai titik lembek dan kekakuan rendah. Banyak usaha yang telah dilakukan dalam meningkatkan kualitas aspal sebagai bahan pengikat beton aspal campuran panas. Penggunaan jenis bahan tambah pada material aspal sangat tergantung kepada tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan kimia aspal dengan material-material tambahan seperti arbocell, roadcel-50.

Pada penelitian ini, dicoba menggunakan bahan Styrofoam yang dicampurkan dengan material aspal untuk melihat perubahan sifat-sifat fisik aspal.

Hasil dari penelitian ini akan memberikan informasi awal tentang karakteristik- karakteristik dari campuran beton aspal yang dapat diperbaiki dengan adanya penambahan Styrofoam ke dalam campuran beton aspal.(Mashuri 2010). Seiring dengan pertambahan penduduk di suatu daerah, maka peran jalan sebagai prasarana perhubungan darat sangatlah penting. Jalan sebagai salah satu bentuk sistem transportasi darat yang berfungsi untuk menghubungkan daerah yang satu dengan daerah yang lain. Jaringan jalan di Indonesia telah dilalui oleh lalu lintas dengan karakteristik beban yang semakin meningkat, volume lalu lintas tinggi dan tidak sebanding dengan kapasitas yang tersedia, serta tekanan gandar yang semakin meningkat.

Berbagai usaha dilakukan untuk mengatasi kerusakan gelombang, alur, retak, dan lain lain. Hal demikian merupakan tantangan yang harus diatasi dengan melakukan pengkajian untuk mengatasi kendala tersebut. Dalam usaha meningkatkan kualitas lapis keras tersebut hendaknya tetap memperhitungkan kondisi pendanaan, sehingga dipilih suatu cara yang efisien dan ekonomis untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perkerasan jalan raya merupakan bidang sentuh antara beban kendaraan melalui roda dengan jalan raya melalui lapis permukaan.

Jenis-jenis perkerasan yang digunakan di Indonesia antara lain Latasir (Lapis

Tipis Aspal Pasir), Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton/HRS), SMA (Split Mastic

Asphalt), HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt), dan lainnya yang memiliki

sifat dan karakteristik yang berbeda Kekuatan campuran ini didapat dari gesekan

(17)

4

(internal friction) yang dipengaruhi oleh sifat fisik agregat baik butirannya maupun tekstur permukaannya (kekerasan batuan) sehingga nilal stabilitasnya tinggi. Styrofoam merupakan limbah yang mudah ditemukan namun sulit untuk di daur ulang. Styrofoam merupakan salah satu jenis polimer plastik yang memiliki sifat termoplastik, yaitu menjadi lunak jika dipanaskan dan mengeras kembali setelah dingin. Styrofoamjuga dapat berfungsi sebagai perekat jika dicampur dengan bensin. Sehingga peneliti melakukan penilitian dengan judul “ Pengaruh Penambahan Styrofoam Bekas Terhadap Karakteristik Sifat Fisik Aspal”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini memberikan beberapa perumusan masalah yang akan diselesaikan antara lain:

1. Bagaimana pengaruh Penambahan Styrofoam terhadap campuran Aspal ? 2. Bagaimana sifat fisis limbah Styrofoam yang terikat dengan sifat fisis aspal

yang digunakan ?

3. Apakah penggunaan limbah Styrofoam memberikan pengaruh terhadap karakteristik pada campuran Aspal ?

1.3 Batasan Masalah

1. Pengujian sifat dengan komposisi Styrofoam 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%

dari berat aspal.

2. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode pengujian sifat Aspal dan pencampuran Styrofoam.

3. Komposisi kimia pada agregat dan bahan additive (Styrofoam) dan pengaruhnya terhadap campuran.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan styrofoam bekas terhadap karakteristik sifat fisik aspal

2. Mengetahui kemampuan campuran aspal terhadap persentase penambahan

styrofoam bekas.

(18)

5

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian mengenai Styrofoam sebagai bahan additive dalam campuran aspal adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengoptimalisasikan pemanfaatan Styrofoam dalam mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah Styrofoam.

2. Sebagai pedoman dalam perencanaan penggunaan Styrofoam sebagai bahan additive dalam aspal pada perkerasan jalan.

3. Sebagai sebab untuk mendorong penelitian lainnya mengenai pemanfaatan

Styrofoam.

(19)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun.

Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman, S., 2003). Bahan dasar dari aspal adalah hidrokarbon yang umum disebut sebagai bitumen. Aspal yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi, dan disamping itu mulai banyak pula digunakan aspal yang berasal dari pulau Buton.

Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya 4%-10% bedasarkan berat atau 10%-15%

bedasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relative mahal (Sukirman, 1992).

Aspal merupakan bahan yang larut dalam Karbon Disulfida yang mempunyai

sifat tidak tembus air dan mempunyai sifat adesi atau daya lekat sehingga umum

digunakan dalam campuran perkerasan jalan dimana aspal sebagai bahan

pengikatnya. Aspal merupakan material yang berwarna hitam sampai coklat tua

dimana pada temperatur ruang berbentuk padat sampai semi padat. Jika

temperatur tinggi aspal akan mencair dan pada saat temperatur menurun aspal

akan kembali menjadi keras (padat) sehingga aspal merupakan material yang

termoplastis. Berdasarkan cara memperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal

alam dan aspal buatan. Aspal alam adalah aspal yang tersedia di alam seperti

aspal danau di Trinidad dan aspal gunung seperti aspal di Pulau Buton. Aspal

buatan adalah aspal yang diperoleh dari proses destilasi minyak bumi (aspal

minyak) dan batu bara. Jenis aspal yang umum digunakan pada campuran aspal

panas adalah aspal minyak. Aspal keras/aspal semen , AC dikategorikan

berdasarkan nilai penetrasinya seperti AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi

40 – 50, AC pen 60/70, yaitu penetrasi 60 – 70, AC pen 85/100, yaitu AC

penetrasi 85 – 100.

(20)

7

2.1.1. Jenis Aspal

Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan menjadi dua (Sukirman,S., 2012) yaitu :

1. Aspal Alam, adalah material aspal tambang yang diperoleh dari alam, jenis aspal alam terbagi menjadi dua, yaitu; Aspal Gunung (Rock Asphalt) dan Aspal Danau (Lake Asphalt). Di Indonesia aspal gunung dikenal dengan nama Asbuton (Aspal Batu Buton) yang berasal dari pulau Buton di Sulawesi Tenggara, dimana di dalam batu mengandung unsur aspal. Sedangkan aspal danau yang paling terkenal adalah aspal danau Trinidad dan aspal Bermudez.

2. Aspal Buatan, adalah aspal yang diperoleh dari residu destilasi minyak bumi atau hasil penyulingan pembakaran batu bara. Jenis aspal buatan antara lain:

a. Bitumen/Aspal Minyak, adalah hasil penyulingan minyak bumi yang dipisahkan dari material lainnya.

b. Tar/Aspal Batu Bara, adalah hasil penyulingan batu bara dan kayu (jarang digunakan dan beracun).

Aspal minyak dalam penggunaanya dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain (Sukirman, S., 2012):

a. Aspal Keras/semen/beton (Asphalt Concrete)

Aspal keras adalah aspal yang memiliki bentuk padat atau semi

padat pada suhu ruang dan akan menjadi cair jika dipanaskan,

yang merupakan hasil destilasi minyak bumi. Aspal keras harus

terlebih dahulu dipanaskan sebelum digunakan sebagai bahan

pengikat agregat. Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan

berdasarkan niai penetrasinya yaitu: 1. AC pen 40/50, yaitu AC

dengan penetrasi antara 40-50 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan

penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan

penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan

penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan

penetrasi antara 200-300 Aspal yang nilai penetrasi rendah

digunakan pada daerah yang bercuaca panas, serta volume lalu

(21)

8

lintas tinggi. Sedangkan aspal dengan nilai penetrasi yang tinggi digunakan pada daerah yang dingin, serta volume lalu lintas yang rendah. Di Indonesia Aspal penetrasi 60/70 yang umum digunakan.

b. Aspal Dingin/cair Aspal cair adalah aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang yang merupakan campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. 1. Rapid Curing Cut Back (RC), yaitu aspal Cair pada dengan bahan pencar bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap. 2. Medium Curing Cut Back (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah (kerosene). 3. Slow Curing Cut Back (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar (minyak disel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap

c. Aspal Emulsi (Emulsified asphalt) Aspal emulsi adalah pencampuran antara aspal dengan air dan bahan pengemulsi, yang dibuat di pabrik pencampuran. Aspal emulsi jauh lebih cair dari aspal cair.

2.1.2 Sifat-sifat fisik aspal

Aspal sebagai bahan pengikat sering dikarakterisasi sesuai dengan sifatsifat

fisiknya. Sifat-sifat fisik aspal secara langsung menggambarkan bagaimana

aspal tersebut berkontribusi terhadap kualitas perkerasan aspal campuran

panas. Pengujian fisik aspal yang paling awal adalah pengujian yang

diturunkan secara empiris seperti pengujian penetrasi, pengujian viskositas

aspal yang merupakan cara untuk menggambarkan sifat-sifat fisik aspal

sebagai bahan pengikat. Hingga kini hunbungan sifatsifat fisik aspal hasil

pengujian dan di lapangan terkadang tidak memuaskan. Kemudian pada Tahun

1980-an dan 1990-an dikembangkan pengujian fisik berupa pengujian bahan

pengikat superpave yang bertujuan untuk mengetahui kinerja bahan pengikat

aspal yang secara langsung terkait dengan kinerja perkerasan. Bentuk lain dari

sifat-sifat fisik aspal adalah keawetan aspal dalam hubungannya dengan usia

(22)

9

atau masa layan perkerasan. Aspal secara umum, seiring dengan bertambahnya waktu aspal akan mengalami peningkatan viskositas yang membuat aspal cenderung keras dan rapuh. Aspal yang cenderung keras dan rapuh dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

1. Proses oksidasi yaitu adanya reaksi antara aspal dengan oksigen di udara.

2. Penguapan, yaitu penguapan bahanbahan pembentuk aspal yang terjadi selama proses produksi campuran aspal panas.

3. Polimerisasi, yaitu proses pembentukan molekul yang lebih besar dimana molekul-molekul ini akan menyebabkan pengerasan pada aspal yang bersifat progresif.

4. Polimerisasi, yaitu proses pembentukan molekul yang lebih besar dimana molekul-molekul ini akan menyebabkan pengerasan pada aspal yang bersifat progresif

5. Proses syneresis, yaitu proses pemisahan bahan yang kurang viskos dari dalam aspal yang lebih viskos yang diakibatkan oleh penyusutan atau pengaturan ulang struktur-struktur bahan pengikat dalam aspal akibat proses fisik dan kimia.

6. Proses pemisahan yaitu, hilangnya material-material yang turut membentuk aspal akibat proses pemisahan resins, aspaltenes dan oil oleh penyerapan selektif dari beberapa jenis agregat.

Sampai saat ini tidak ada pengukuran langsung mengenai proses penuaan aspal sebagai bahan pengikat. Yang ada sekarang ini adalah pengukuran penuaan aspal dengan melakukan proses simulasi di laboratorium seperti pengujian nilai penetrasinya, pengujian geser dinamis (Direct Shear Reometer), uji tarik tidak langsung, Uji bending rheometer serta pengujian viskositasnya.

Mensimulasikan efek dari penuaan aspal adalah penting dilakukan karena kualitas aspal yang tersedia di setiap negara adalah berbeda sehingga sifat-sifat fisik dalam hal proses penuaan juga akan berbeda. Penuaan aspal sebagai bahan pengikat dapat dikategorikan sebagai berirkut:

1. Proses penuaan jangka pendek, terjadi pada saat aspal dipanaskan dan

dicampur dengan agregat panas dalam alat pencampur di AMP.

(23)

10

2. Proses penuaan jangka panjang, yaitu terjadi pada saat jalan telah dibangun dan biasanya diakibatkan oleh pengaruh lingkungan dan beban lalu-lintas yang lewat di atasnya.

Sifat fisik aspal sangat berpengaruh terhadap perencanaan,produksi, dan kinerjacampuranberaspal antara lain adalah :

a. Durabilitas, kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan disebut durabilitas aspal.

b. Adhesi dan kohesi, adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat satu samalainnya,dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adhesi dan kohesi sangat berpengaruh terhadap kinerja dan durabilitas campuran.

c. Kepekaan aspal terhadap temperatur, pengetahuan tentangkepekaan aspalterhadap temperatur sangat penting dalam pembuatan campuran dan perkerasan beraspal. Pengetahuan ini berguna untuk mengetahui padatemperatur berapa aspal dan agregat dapat dicampur dan dipadatkan.

d. Pengerasan dan penuaan, penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal danoksidasi (Penuaan jangka panjang dan jangka pendek). Dua faktor utama penuaan tersebut menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal dan akanmeningkatkan kekakuan campuran beraspal sehingga akan mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Peningkatan kekakuan tersebut akan meningkatkan ketahanan campuran beraspal terhadap deformasi permanen dan kemampuan menyebarkan beban, tetapi kekakuan juga mengakibatkan campuran beraspal menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak(Permana,2009).

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal padat atau keras denganpenetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhipersyaratan yang ditetapkan Bina Marga.

2.1.3 Pemeriksaan Propertis Aspal

Pengujian aspal propertis dilakukan untuk mengetahui apakah aspal yang

digunakan memnuhi syarat yang ditentukan. Beberapa pengujian aspal

(24)

11

propertis antara lain : penetrasi, titik lembek, titik nyala dan titik bakar, berat jenis, kehilangan berat, daktilitas dan kelekatan aspal terhadap agregat.

1) Penetrasi

Tes penetrasi merupakan tes yang mudah dilakukan dan menggunakan peralatan yang sederhana/murah, sehingga digolongkan sebagai tes dasar yang harus dilakukan untuk menentukan kelas aspal, tes ini dilakukan dengan cara menuangkan aspal panas yang telah dipanaskan kedalam cawan, setelah itu rendam dalam bak perendam selama 1–1,5 jam. Kemudian Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature 25

o

C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm.

2) Titik lembek

Tes titik lembek merupakan tes yang dianjurkan sebagai tes awal untuk penerimaan bahan aspal di lapangan. Aspal biasa memliki nilai titik lembek di sekitar 48

o

C. Pengujian titik lembek dilakukan dengan melihat berapa waktu dan suhu yang dibutuhkan untuk bola baja mendorong aspal yang terletak di cawan cincin untuk menyentuh plat dasar. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal.

3) Berat jenis Berat jenis adalah pemeriksaan berat jenis aspal yang akan menjadi penting untuk informasi selanjutnya dalam mencari besaran tes pada waktu pelaksanaan pekerjaan. Batasan minimal yang dicantumkan dalam spesifikasi syarat berat jenis di atas 1,0 gram/cc.

4) Daktilitas Daktilitas adalah panjang tarikan tanpa putus dari mesin daktilitas yang terdiri dari sepasang mangkuk aspal yang dapat ditarik terpisah pada kecepatan tertentu hingga mencapai jarak minimal 100 cm. Tes ini di lakukan pada suhu kamar 250 oC sebagai standar suhu testing daktilitas.

Tabel 2.1 Ketentuan Aspal Modifikasi

No Jenis Unit Metode Uji Aspal Aspal

(25)

12

Pemeriksaan 60/70

Min Max

Modifika si Min

1. Penetrasi mm SNI-06-

24561991

60 70 40

2. Titik Lembek

o

C SNI2434- 2011

48 - ≥54

3. Berat Jenis Aspal

gr/m l

SNI 2441:2011

≥1 - ≥1

4. Daktilitas cm SNI 2432-

2011

≥10 0

- ≥100

2.1.4 Aspal Modifikasi

Aspal modifikasi adalah aspal minyak yang ditambah dengan beberapa aditif, dengan maksud untuk meningkatkan kinerjanya. Aspal minyak yang ada di pasaran sekarang cenderung kehilangan beberapa sifat yang sangat dibutuhkan dalam fungsinya sebagai bahan pengikat agregrat batuan pada lapis perkerasan. Awal kesadaran tentang hal itu adalah pelunakan aspal beton akibat panas permukaan jalan yang jauh lebih tinggi dari apa yang dikenal di negara subtropik, yang beranggapan panas permukaan jalan tidak akan lebih dari 60

o

C (Asphalt Institute, 1997). Berbagai cara dan jenis aditif dicoba untuk ditemukan agar titik lembek aspal yang ada di pasaran dapat dinaikkan dari 48

o

C menjadi paling tinggi 55

o

C, bahkan lebih tinggi untuk mengantisipasi permukaan beton aspal yang menderita panas permukaan tinggi, beban as berat, kendaraan berjalan lambat dan alur ban bergerak seperti berjalan di atas kereta api (kanalisasi).

Pemakaian aditif untuk menaikkan titik lembek ternyata berakibat

menurunnya angka penetrasi aspal, sehingga aspal menjadi kering dan

keras, serta menyulitkan dalam pengerjaannya. Aditif lain harus ditemukan

untuk mengembalikan kelas aspal menjadi 60/70 kembali agar tidak mudah

mengalami ageing (penuan), batas terendah untuk angka penetrasi

sementara ini disepakati tidak kurang dari 40. Kesulitan lain mulai tampak

dengan terlihatnya secara nyata aspal modifikasi yang terbentuk dengan titik

lembek tinggi dan penetrasi 40 sehingga kehilangan kelengketan. Kesulitan

(26)

13

produksi akhirnya berujung dengan tidak selalu semua aditif yang ditambahkan itu dapat bekerja sama secara sinergi membentuk kesatuan dalam peningkatan kinerja aspal. Salah satu contoh aspal modifikasi adalah aspal modifikasi polimer (Listiani, A., 2012). Penambahan bahan aditif jenis polimer dalam jumlah kecil ke dalam aspal terbukti dapat meningkatkan kinerja aspal dan memperpanjang umur kekuatan/masa layan perkerasan tersebut (Abinaya, S., 2016). Polimer juga dapat meningkatkan daya tahan perkerasan terhadap berbagai kerusakan, seperti deformasi permanen, retak akibat perubahan suhu, fatigue damage serta pemisahan/pelepasan material (Bani, M.B., 2016).

2.1.5 Kandungan Dalam Aspal

Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes.

Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut dalam heptane. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut dalam heptanes. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Oils adalah media dari asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda. Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal dalam campuran.

2.2 Styrofoam

Styrofoam adalah sejenis plastik yang terbuat dari 90%-95% polistirena

dan 5%-10% gas seperti n-butana atau n-pentana, yang banyak digunakan

sebagai pelindung dan penahan getaran barang-barang seperti barang

elektronik. Penggunaan limbah sebagai bahan tambah alternatif sangat

menguntungkan bagi lingkungan terutama penggunaan limbah yang sangat

sulit untuk terurai seperti styrorofam. Soandrijanie (2011), Tetapi dari hasil

pengujian Marshall tidak menggembirakan, penambahan kadar styrofoam

seiring dengan penambahan kadar aspal dapat menurunkan nilai stabilitas,

dan nilai Marshall mencapai optimal pada kadar aspal 6%. Campuran yang

(27)

14

memenuhi syarat adalah komposisi styrofoam 0,01% dengan kadar aspal 5%.

Tetapi hasil penelitian Mashuri dan Batti (2011) menunjukan kebaikan penggunaan styrofoam. Dia menyatakan, styrofoam memiliki kekuatan tarik sehingga dapat bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan khususnya elastisitas aspal. Saleh, dkk (2014) telah meneliti penggunaan styrofoam pada perkerasan aspal porus.

Berdasarkan hasil penelitiannya pada kadar aspal 6,26% dengan substitusi styrofoam 9%, semua parameternya telah memenuhi spesifikasi kecuali nilai stabilitas yang hanya 495,92 kg. sehingga disamping menghasilkan perkerasan yang lebih stabil juga dapat menjaga lingkungan dengan mengurangi jumlah limbah styrofoam. Salah satu jenis Polistirena Foam/PS yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah styrofoam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya polistirene dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan.

Styrofoam(Polistirena Foam/PS) pertama kali dibuat pada 1839 oleh Edward Simon, seorang apoteker Jerman. Styrofoam adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, styrofoam biasanya bersifat termoplastik padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Styrofoam adalah molekul yang memiliki berat molekul ringan, terbentuk dari monomer stirena yang berbau harum. Styrofoam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan.

Pemanfaatan Styrofoam bekas untuk bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer merupakan salah satu cara meminimalisir limbah tersebut [Damayanthi, 2004].

Tabel 2.2 Karakteristik Styrofoam

Sifat Fisis Ukuran

Densitas 1050 kg/m³

(28)

15

Spesifik Gravitasi 1,05

Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m Konduktivitas Panas (k) 0.08 W/(m·K)

Modulus Young(E) 3000-3600 MPa Kekuatan Tarik (st) 46–60 Mpa

Perpanjangan 3–4%

Notch test 2–5 kJ/m²

Temperatur Transisi gelas (Tg) 95 °C

Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Styrofoam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik [Badan POM, 2008].

2.2.1 Sifat –Sifat Styrofoam

Styrofoam padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang 20 bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Styrofoam jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Styrofoam murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding.

Styrofoam banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Peralatan rumah tangga yang terbuat dari polistirena, : sapu, sisir, baskom, gantungan baju, ember.

Karakteristik

1. Stabilitas dimensi yang tinggi dan shrinkage yang rendah 2. Temperatur operasi maksimal < 90 °C

3. Tahan air, bahan kimia non-organik, alcohol 4. Rapuh ( perpanjangan 1-3%)

5. Tidak cocok untuk aplikasi luar ruangan

(29)

16

6. Mudah terbakar [Machine,2011].

2.3 Aqudest

Aquadest merupakan air hasil dari destilasi atau penyulingan, dapat disebut juga air murni (H2O). karena H2O hampir tidak mengandung mineral.

Sedangkan air mineral merupakan pelarut yang universal. Air tersebut mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi terkontaminasi. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme.

Jadi,air mineral bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral.

Aquadest memiliki tiga jenis jika ditinjau dari bahan baku pembuatnya, yaitu :

Air aquadest dari sumur

Air aquadest dari mata air pegunungan

Air aquadest dari Air tanah hujan (Santosa, 2011) 2.4 Xylene

Xylene merupakan bahan kimia yang memiliki rumus C6H4(CH3)2, Xylene memiliki berat molekul 106,17 gr/mol dengan komposisi karbon C sebesar 90,5

% dan Hidrogen (H) 9,5 %. Xylene memiliki tiga isomer yaitu ortho-xylene, meta-xylen, para-xylene. Xylene cairan tak berwarna berbau seperti benzene.

Larutan dalam alkohol dan eter tidak larut dalam air. Xlene merupakan cairan tidak berwarna yang diproduksi dari minyak bumi atau aspal cair dan sering digunakan sebagai pelarut dalam industri. Xylene merupakan hidrokarbon aromatik yang secara luas digunakan dalam industri dan teknologi medis sebagai pelarut.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Kontruksi Dinas Bina Marga dan

Bina Kontruksi Provinsi Sumatera Utara.

(30)

17

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai juni 2020

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum ke dalam Tabel 3.1 sampai Tabel 3.5 :

Tabel 3.1. Peralatan Proses Pengujian Penetrasi Aspal

No Nama Alat Fungsi

1 Electric Laboratory Penetration Test

Sebagai penusuk aspal padat untuk mengukur nilai penentrasinya.

2 Jarum penetrasi Sebagai pengujian mutu aspal harus memenuhi kriteria tersebut diatas disertai dengan hasil pengujian dari pihak yang berwenang

3 Cawan Sebagai cetakan aspal padatyang terbuat dari logam kuningan.

4 Wadah Perendam Sebagai tempat perendaman aspal sebelum diuji, agar suhu aspal turun terlebih dahulu.

5 Lampu Untuk alat penerang saat melakukan uji penetrasi.

Tabel 3.2. Peralatan Proses Pengujian Titik Lembek

No Nama Alat Fungsi

1 Bola Baja Sebagai beban dalam uji titik lembek

2 Cincin Kuningan Sebagai tempat untuk meletakkan aspal yang akan diuji

3 Termometer Sebagai alat yang digunakan untuk mengukur suhu.

4 Dudukan benda uji Sebagai meletakkan benda uji yang telah

diletakkan dalam cincin kuningan

(31)

18

5 Electric Ring And Ball Softening Point Apparatus BT-106B

Sebagai memanaskan benda uji yang sedang diuji .

6 Kain lap Sebagai membersihkan cincin kuningan, bola baja, termometer dan meja.

7 Stopwatch Sebagai mengukur waktu ketika proses pengujian titik lembek aspal.

8 Kawat kassa sebagai alas tabung ukur ketika dalam proses pemanasan.

9 Tabung ukur sebagai wadah yang berisi air es untuk merendam aspal

10 Penjepit Sebagai mengangkat benda yang panas

Tabel 3.3. Peralatan Proses Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar No Nama Alat Fungsi

1 Electrick Cleveland Open Cup Flash And Fire Point Tester BT- 140B

sebagai sumber panas agar mempermudah proses penggunakan api pada saat pengujian.

2 Tongkat Sumbu Sebagai menghantarkan api dari nyala penguji

3 Cleveland Open Cup Sebagai wadah aspal yang akan dipanaskan

4 Korek Api Sebagai menyalakan sumbu pada nyala

penguji.

(32)

19

Tabel 3.4. Peralatan Proses Pengujian Berat Jenis Aspal

No Nama Alat Fungsi

1 Neraca Ohauss Sebagai alat ukur massa benda dengan ketelitian 0,0001 gram.

2 Pecnometer Sebagai alat yang digunakan sebagai wadah menimbang aspal dan juga aquades.

3 Piring seng sebagai alas ketika menuangkan aspal cair ke dalam cincin kuningan

Tabel 3.5. Peralatan Proses pengujian Daktilitas Aspal

No Nama Alat Fungsi

1 Ductility Testing Machine Sebagai mesin untuk melakukan pengujian pada aspal.

2 Cetakan sebagai wadah pencetak untuk melakukan pengujian aspal.

3 oven Sebagai memanaskan aspal agar

mudah dibersihkan dari cetakan pengujian aspal.

4 Pisau Sebagai meratakan permukaan

aspal dalam cetakan sebelum

(33)

20

dilakukan pengujian 3.2.2 Bahan

Bahan pengujian dalam penelitian ini adalah : 1. Aspal pen 60/70

2. Styrofoam 3. Xylene 4. Air kapur 5. Minyak Tanah 6. Aquadest

3.2 Prosedur Penelitian 3.3.1 Preparasi Styrofoam

1. Styrofoam bekas dihancurkan sehingga menjadi bagian-bagian yang kecil kemudian dibuat kedalam variasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan masing- masing di larutkan dengan xylene 10ml

3.3.2 Penelitian Utama

a. Pencampuran aspal dengan Styrofoam

1. Aspal pen 60-70 dipanaskan diatas kompor yang telah diberi penangas

hingga suhu 150

o

C sambil diaduk dengan kecepatan 250 rpm. Setelah

aspal mencair masukkan larutan styrofoam sedikit demi sedikit sambil

tetap diaduk. Aspal dan styrofoam diaduk selama 30 menit. Tiap 10

menit dilihat kehomogenannya hingga tidak terjadi penumpukan

styrofoam diwadah pemanasan. Lalu masukan kedalam cawan dan

cetakan setiap pengujian, lalu di dinginkan dengan ruangan terbuka

selama 1,5 jam dan direndam didalam bak perendam pada suhu 25

o

C

selama 3 jam.

(34)

21

1. Penetrasi

Cawan penetrasi yang berisikan aspal dimasukan kedalam wadah air, lalu pasang jarum penetrasi pada alat dan atur hingga jarum penetrasi menyentuh permukaan aspal, kemudian tekan tombol mulai pada alat tes penetrasi, tunggu hingga selesai alat bekerja kemudian turunkan tuas ditas jarum penetrasi, lalu baca hasil tes penetrasi kemudian bersihkan kembali ujung jarum penetrasi dan ulangi hal yang sama di 5 titik yang berbeda pada permukaan aspal dan catat hasil data yang diperoleh.

2. Titik Lembek

Isi bekker glass dengan aquades sebanyak 300 ml, kemudian masukan es batu kedalam bekker glass, kemudian tunggu hingga suhu turun sampai 5

o

C, lalu letakan cincin kuningan kedudukan pengujian titik lembek, lalu posisikan bekker glass diatas alat Electric Ring And Ball Softening Point Apparatus BT-160B, kemudian letakan termometer pada alat uji titik lembek, kemudian hidupkan alat Electric Ring And Ball Softening Point Apparatus BT-160B, lalu hitung waktu penaikan suhu, dimulai dari 5

o

C lalu 10

o

C, 15

o

C, 20

o

C, 25

o

C, 30

o

C, 35

o

C, 40

o

C, 45

o

C, 50

o

C, dan catat suhu ketika bola 1 dan bola 2 lepas dari cicin kuningan.

3. Titik Nyala dan Bakar

Letakan cawan uji titik nyala dan bakar kealat Electrick Cleveland Open Cup Flash And Fire Point Tester BT-140B, yang telah terpasang thermometer, lali hidupkan alat Electrick Cleveland Open Cup Flash And Fire Point Tester BT-140B, kemudian hidupkan sumbu penyala sambil diayun perlahan-lahan, dan baca suhu hingga terjadi percikan api dan sampai aspal terbakar seutuhnya.

4. Berat Jenis Aspal

Ukur massa pecnometer kosong, kemudian isi aspal hingga ¾ bagian pecnometer, dan didiamkan pada suhu 25

o

C hingga 30 menit, kemudian ukur massa pecnometer berisikan aspal, lalu isi aquades hingga pecnometer penuh, kemudian ditimbang massa penometer berisikan aspal dan aquades, dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai massa jenis aspal.

5. Daktilitas Aspal

(35)

22

Lepaskan aspal dari cetakan untuk uji daktilitas aspal, lalu letakan aspal pada alat Ductility Testing Machine, kemudian alat Ductility Testing Machine dihidupkan, lalu amati hingga aspal putus dan catat panjang aspal putus saat pengujian daktilitas aspal.

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Baku No

Sampe l

Komposisi bahan

Aspal (g) Styrofoam (%)

A1 800 0,5

A2 800 1

A3 800 1,5

A4 800 2

3.4 Diagram Alir Pencampuran Bahan

Berikut merupakan diagram alir dari penelitian tentang Pengaruh Penambahan Styrofoam Bekas Terhadap Karakteristik Aspal pen 60-70

Aspal 800g Styrofoam 0,5%, 1%,

1,5%, 2%

Dilarutkan dengan Xylene

Dipanaskan dengan suhu 100

o

C

Pencampuran

Didinginkan diudara terbuka selama 1jam Pencetakan

Direndam dalam air Sampel Aspal

(36)

23

Gambara 3.1 Diagram alir pencampuran Aspal dengan Styrofoam BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Material aspal yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu aspal penetrasi 60/70.

Dari keseluruhan persyaratan sifat fisik aspal, yang dapat dilakukan adalah sebanyak 4 (Empat) variasi

4.1.1 Hasil Pengujian Penetrasi

Uji penetrasi dilakukan untuk menentukan tingkat kekerasan aspal menggunakan beban jarum penetrasai 100 gr, selama 5 detik kedalam aspal.

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil uji Penetrasi aspal pen 60/70 dengan Styrofoam

No Sampe

l

Komposisi Bahan Hasil Penetrasi Aspal (g) Styrofoam (%) (mm)

A1 800 0 60

A2 800 0,5 65

A3 800 1 69

A4 800 1,5 71

A5 800 2 73

1. Penetrasi 2. Daktilitas 3. Titik lembek

4. Titik nyala 5. Titik bakar 6. Berat jenis

Analisa Hasil Uji

Hasil Akhir

Kesimpulan

(37)

24

Menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan Styrofoam yang dicampurkan pada aspal mengakibatkan terjadinya perubahan nilai penetrasi aspal.

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%

0 20 40 60 80

Nilai Penetrasi Terhadap Campuran Aspal dengan Styrofoam

Komposisi campuran Aspal dengan Styrofoam (%)

P en et ra si (m m )

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara nilai penetrasi campuran aspal dengan styrofoam

4.1.2 Hasil Pengujian Titik Lembek

Uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu minimal dari aspal untuk menjadi lembek dan mengalami deformasi atau pelelehan akibat perubahan suhu.

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil uji Titik Lembek aspal pen 60/70 dengan Styrofoam

No Sampe

l

Komposisi Bahan Waktu (s) Hasil Titik Lembek (

o

C) Aspal (g) Styrofoam (%)

L1 800 0 10.13 48

L2 800 0,5 12.45 49

L3 800 1 16.50 50

L4 800 1,5 15.26 51

L5 800 2 14.17 53

Menunjukkan bahwa nilai titik lembek aspal adalah 48°C. Penambahan

Styrofoam sebanyak 0,5% sampai 2 % berdampak pada penaikan nilai titik

lembek menjadi 48°C sampai 53°C.

(38)

25

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%

44 46 48 50 52 54

Nilai Titik Lembek Terhadap Campuran Aspal dengan Styrofoam

Komposisi campuran Aspal dengan Styrofoam (%)

T it ik le m be k (O C )

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara nilai titik lembek campuran aspal dengan styrofoam

4.1.3 Hasil Pengujian Titik nyala dan Titik Bakar

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat data hasil pengujian titik nyala dan titik bakar sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil uji Titik Nyala dan Bakar aspal pen 60/70 dengan Styrofoam

No Sampe

l

Komposisi Bahan Hasil

Aspal (g) Styrofoam (%) Titik Nyala

o

C

Titik Bakar

o

C

N1 800 0 200 250

N2 800 0,5 255 285

N3 800 1 260 290

N4 800 1,5 266 295

N5 800 2 268 300

Menunjukkan bahwa nilai titik Nyala aspal adalah 200°C. Penambahan

Styrofoam sebanyak 0,5% sampai 2% berdampak pada penaikan nilai titik

nyala menjadi 255°C sampai 266°C. Lalu pada nilai titik bakar aspal adalah

250°C. Penambahan Styrofoam sebanyak 0,5% sampai 2% berdampak pada

penaikan nilai titik nyala menjadi 285°C sampai 300°C.

(39)

26

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%

0 100 200 300 400

Nilai Titik Nyala dan Titik Bakar Terhadap Campuran Aspal dengan Styrofoam

Komposisi campuran Aspal dengan Styrofoam (%)

T it ik N ya la (O C )

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara nilai titik nyala dan titik bakar terhadap campuran aspal dengan styrofoam

4.1.4 Hasil Pengujian Daktilitas

Daktilitas adalah kemampuan dari bahan untuk mengalami perubahan bentuk yang bersifat plastis akibat adanya gaya tarik secara terus-menerus tanpa terjadinya retak. Dari uji daktilitas bahan aspal dengan cara ditarik menggunakan alat daktilitas hingga putus didapatkan data nilai daktilitas sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hasil uji Daktilitas aspal pen 60/70 dengan Styrofoam

No Sampe

l

Komposisi Bahan Hasil Daktilitas Aspal (g) Styrofoam (%) (cm)

D1 800 0 100

D2 800 0,5 110

D3 800 1 118

D4 800 1,5 126

D5 800 2 130

Menunjukkan bahwa Panjang bak pengujian dalam penelitian ini adalah 152 cm. Standar minimal nilai daktilitas yang dipersyaratkan adalah 100 cm.

Berikut hasil pengujian daktilitas penambahan Styrofoam adalah 110 cm

sampai 140 cm.

(40)

27

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%

0 50 100 150

Nilai Daktilitas Terhadap Campuran Aspal dengan Styrofoam

Komposisi campuran Aspal dengan Styrofoam (%)

D ak ti li ta s (c m )

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara nilai Daktilitas campuran aspal dengan styrofoam

4.1.5 Hasil Pengujian Berat Jenis

Berat jenis aspal adalah perbandingan antara kerapatan campuran aspal dan kerapatan air dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Berikut adalah hasil perhitungan berat jenis sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil uji Berat Jenis aspal pen 60/70 dengan Styrofoam

No Sampe

l

Komposisi Bahan Hasil (gr/ml) Aspal (g) Styrofoam (%)

J1 800 0 1

J2 800 0,5 1,0855

J3 800 1 1,0189

J4 800 1,5 0,9861

J5 800 2 0,9810

Menunjukkan bahwa Nilai Massa jenis aspal merupakan massa jenis yang

tertinggi, yakni sebesar 1 gr/ml. Terlihat bahwa penambahan Styrofoam

mengakibatkan nilai Massa jenis akan semakin rendah.

(41)

28

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00%

0.9 0.95 1 1.05 1.1

Nilai Berat Jenis Terhadap Campuran Aspal dengan Styrofoam

Komposisi campuran Aspal dengan Styrofoam (%)

B er at J en is (g r/ m l)

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai Berat Jenis campuran aspal dengan styrofoam

Tabel 4.6 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 0,5 %

No Nama Alat Hasil pengujian

Berat Jenis (gr)

1 Berat Picnometer + Aspal 48,1801

2 Berat Picnometer Kosong 31,6054

3 Berat Aspal a 16.5747

4 Berat Picnometer + Air 56,8201

5 Berat Picnometer Kosong 31,6054

6 Berat Air b 25,2147

7 Berat Picnometer + Aspal + Air 58,1258

8 Berat Picnometer + Aspal 48,1801

9 Berat Air c 9,9457

10 Isi Aspal b-c 15,269

11 Berat Jenis = Berat Aspal/ Isi Aspal 1,0855

Tabel 4.7 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 1 %

No Nama Alat Hasil pengujian

Berat Jenis (gr)

1 Berat Picnometer + Aspal 48,7205

2 Berat Picnometer Kosong 32,3911

3 Berat Aspal a 16,3294

(42)

29

4 Berat Picnometer + Air 57,1626

5 Berat Picnometer Kosong 32,3911

6 Berat Air b 24,7715

7 Berat Picnometer + Aspal + Air 57,4656

8 Berat Picnometer + Aspal 48,7205

9 Berat Air c 8,7451

10 Isi Aspal b-c 16,0264

11 Berat Jenis = Berat Aspal/ Isi Aspal 1,0189

Tabel 4.8 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 1,5 %

No Nama Alat Hasil pengujian

Berat Jenis (gr)

1 Berat Picnometer + Aspal 48,6803

2 Berat Picnometer Kosong 32,3876

3 Berat Aspal a 16.2927

4 Berat Picnometer + Air 57,5172

5 Berat Picnometer Kosong 32,3876

6 Berat Air b 25,1296

7 Berat Picnometer + Aspal + Air 57,2888

8 Berat Picnometer + Aspal 48,6803

9 Berat Air c 8,6085

10 Isi Aspal b-c 16,5211

11 Berat Jenis = Berat Aspal/ Isi Aspal 0,9861

Tabel 4.9 Data Berat jenis Aspal 800 gr + Styrofoam 2 %

No Nama Alat Hasil pengujian

Berat Jenis (gr)

1 Berat Picnometer + Aspal 48,5676

2 Berat Picnometer Kosong 32,3208

3 Berat Aspal a 16.2468

4 Berat Picnometer + Air 57,4431

5 Berat Picnometer Kosong 32,3208

6 Berat Air b 25,1223

7 Berat Picnometer + Aspal + Air 57,1288

8 Berat Picnometer + Aspal 48,5676

(43)

30

9 Berat Air c 8,5612

10 Isi Aspal b-c 16,5611

11 Berat Jenis = Berat Aspal/ Isi Aspal 0,9810

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu perubahan karakteristik aspal tambah styroform bekas.

1. Penambahan styrofoam ke dalam aspal cenderung akan menurunkan nilai penetrasi aspal yang berarti aspal menjadi lebih lunak. Nilai sifat fisik aspal sebagai berikut : Nilai pengujian Penetrasi pada campuran kadar 0% sampai 2% adalah sebesar 60mm sampai 73mm. Nilai pengujian titik lembek pada kadar campuran 0% sampai 2% adalah sebesar 48

o

C sampai 53

o

C. lalu mengalami kenaikan pada kadar 2%. Nilai pengujian titik nyala pada kadar campuran 0% sampai 2% adalah sebesar 200

o

C sampai 268

o

C. Nilai pengujian titik bakar sebesar 250

o

C sampai 300

o

C. Seiring bertambahnya suhu maka semakin cepat naik titik nyala dan bakarnya. Nilai pengujian daktilitas pada kadar campuran 0% sampai 2% adalah sebesar 100cm sampai 130cm. Nilai pengujian masa jenis pada kadar campuran 0% sampai 2%

adalah sebesar 1 gr/ml sampai 0,9810gr/ml mengalami nilai penurunan terhadap penambahan kadar styrofoam.

2. Penelitian ini yang merupakan penelitian dasar untuk melihat kemampuan

campuran aspal dengan bahan polimer dimana pada penelitian ini adalah

styrofoam. Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak persentase

styrofoam pada aspal akan semakin meningkatkan kinerja campuran Dengan

penggunaan styrofoam.

(44)

31

5.2 Saran

1. Sebaiknya variasi styrofoam diperbanyak, sehingga didapat nilai sampel dengan hasil yang lebih baik.

2. Sebaiknya pada penelitan selanjutnya pelarutan styrofoam dilakukan penambahan suatu zat lain (BPO) lagi agar tidak terjadi cairan

3. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya pada pencampuran komposisi dan variasi agar lebih memperhatikan agar hasil pengujiannya lebih akurat

4. Dalam pembuatan benda uji dapat ditambah kuantitasnya, agar data yang didapatkan dapat lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Abinaya, S., dkk. An Experimental Study on the Properties of Extuded Polystyrene Waste Polymer Modified Bitumen for Flexible Pavment. International

Research Journal of Engineering and Technology (IRJET) Volume 3 issue VI, June 2016 No. ISSN: 2395-0056.

Aquina, H., dkk., 2014. Pengaruh Substitusi Styrofoam Ke Dalam Aspal Penetrasi 60/70 Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Porus. Jurnal Teknik Sipil Vol.

3, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Agustus 2014. D.I. Aceh.

Baker M., dkk. 2016. Production of Sustainable Asphalt Mixes Using Recycled Ploystyrene, International Journal of Applied Enviromental Sciences. Vol 11.

No. ISSN: 0973- 6077

Bani, M. B., dkk. Production of Sustainable Asphalt Mixes Using Recycled

Polystyrene. International Journal of Applied Environmental Sciences Volume 11, april 2016 No. ISSN 0973-6077

British Standard (BS), 2005. Bituminous mixtures – Test methods for hot mix asphalt, Part 25: Cyclic compression test, BS EN 12697-25:2005.

Diansari, S. 2016. AspalModifikasi dengan Penambahan Plastik Low LiniearDensity Poly Ethylene (LLDPE) Ditinjau Dari Karakteristik Marshall danUji Penetrasi Pada Lapisan Aspal Beton (AC-BC).Skripsi. Universitas Lampung.

Lampung.Hal. 39-45

Enieb, M.,andDiab, A. 2017. Characteristics of Asphalt Binder and

Mixture Containingnanosilica.International Journal of Pavement Research

(45)

32

And Technology. Vol. 10. No.1. Pp.148–157.

Isra S. J., dkk. Benefit of Using Expanded Polystyrene Packing Material o Improve Pavment Mixture Properties. International Journal of Science and Technology (APRN) Volume 2, November 2012 No. ISSN 2225-7217

JACOBSON, G., McLEAN, S. (2003). Biological monitoring of low level

occupational xylene exposure and the role of recent exposure. Ann Occup Hyg47(4). p. 331-336.

Kunhua, W., Chuming, F., Tao, L., Yanmei, Y., Xin, Y., Xiaoming, Z., ... & Xun, L.

(2012). Novel Non-Toxic Xylene Substitute (SBO) for Histology.African Journal of Traditional, .

Listiani, A., dkk 2012. Evaluation of Expanded Polystrene (EPS) Plastic Waste Utilizaton as an Asphalt Subtitution Material in Asphalt Concrete Wearing Course. International Journal for research in Applied Science. No. ISSN: 2321- 965.

LUNBERG, I dan SOLLENBERG. J., (1986). Correlation of Xylene Exposure and Methyl Hippuric Acid Excretion in Urine Among Paint Industry Workers.

Scand J Work Environ Health 12(2). 149-153.

Mashuri, 2010, Karakteristik Aspal Sebagai Bahan Pengikat yang Ditambahkan Styrofoam, Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 1 Februari 2010

Permana, R. 2009. StudiSifat-Sifat Reologi Aspal yang Dimodifikasi LimbahTasPlastik.Simposium XII FSTPT. Universitas Kristen Petra Surabaya.Surabaya.Hal. 1-12.

Saleh, S.M, Anggraini. R dan Aquina.H, 2014. Karakteristik Campuran Aspal Porus dengan Substitusi Styrofoam pada Aspal Penetrasi 60/70, Jurnal Teknik Sipil, ISSN 0853-2982, Vol. 21 No. 3.

Sitanggang. YL., 2010. Pengaruh Penggunaan Styrofoam Sebagai Bahan Tambah Terhadap Karakteristik Beton Aspal.Tugas Akhir Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit: Granit, Jakarta,

Indonesia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

pengujian ( SNI No.1737-1989-F) yaitu: uji penetrasi, uji daktilitas, uji titik lembek, uji titik nyala dan titik bakar, uji berat jenis, dan uji kelekatan tar terhadap

titik lembek dan daktilitas variasi waktu penyimpanan. 4) Penentuan temperatur pencampuran antara plastik dan aspal. 5) Membuat campuran untuk pengujian Marshall dengan cara

Dari hasil pengujian akseptibiltas yang telah dilakukan baik aroma, tekstur, warna menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk yang diberikan ialah pada

Dari hasil pengujian akseptibiltas yang telah dilakukan baik aroma, tekstur, warna menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk yang diberikan ialah pada