Politeknik Negeri Jakarta Halaman 1 ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING DALAM PENINGKATAN EFISIENSI BEBAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009
(STUDI KASUS PT XYZ TAHUN 2019)
Latifa Nuraini
[email protected]
Lia Ekowati
[email protected]
Rodiana Listiawati
[email protected]
Program Studi D4 Akuntansi Keuangan Politeknik Negeri Jakarta
ABSTRACT
Taxes are the largest state revenue used to finance development and state expenditures. Tax in terms of taxpayers is one of the burdens that can reduce company profits. Efforts to minimize or suppress the tax burden as small as possible is by means of tax planning. There are several methods used to save taxes that are still within the legal scope. One of the tax savings that can be done is tax planning on Value Added Tax (VAT). This study aims to determine the tax planning implemented by PT XYZ is in accordance with Law Number 42 of 2009 and is maximal in order to make the efficiency of the payment of Value Added Tax and to minimize the amount of Value Added Tax owed. The research method used in this research is descriptive quantitative. The results showed that tax planning using the deferred tax crediting method has not shown efficiency, while the BKP/JKP purchase method with VAT shows an efficiency of 5.96%. In addition to using the delay method of making output tax invoices, you can save on special tax payments for the February period of Rp. 12,260,000. So the tax planning carried out by PT XYZ using the BKP/JKP purchase method can streamline VAT Payable or VAT paid.
Keywords: Tax, Tax planning, Value Added Tax, Efficiency
ABSTRAK
Pajak merupakan penerimaan terbesar negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan serta pengeluaran negara. Pajak dilihat dari segi wajib pajak merupakan salah satu beban yang dapat mengurangi laba perusahaan. Upaya dalam miminimalkan atau menekan beban pajak sekecil mungkin adalah dengan cara tax planning. Ada bebrapa metode yang digunakan dalam menghemat pajak yang masih dalam ruang lingkup secara legal. Salah satu penghematan pajak yang dapat dilakukan adalah tax planning atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tax planning yang diterapkan PT XYZ sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan maksimal dalam rangka untuk melakukan efisiensi terhadap pembayaran Pajak Pertambahan Nilai serta untuk meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai terutang. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tax planning dengan menggunakan metode penundaan pengkreditan pajak belum menunjukan efisien sedangkan dengan metode pembelian BKP/JKP dengan PPN menunjukan efisiensi sebesar 5,96%. Selain itu, dengan menggunakan metode penundaan pembuatan faktur pajak keluaran dapat menghemat pembayaran pajak khusus masa februari Rp. 12.260.000. Sehingga Tax planning yang dilakukan PT XYZ dengan menggunakan metode pembelian BKP/JKP dapat mengefisiensikan PPN Terutang atau PPN yang dibayar.
Kata kunci: Pajak, Perencanaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai, Efisiensi
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber
penerimaan negara dari tiga sektor yaitu penerimaan pajak, bukan pajak dan hibah. Pada tahun 2020 sumber penerimaan dari sektor pajak merupakan sumber penerimaan
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 2 terbesar. Menurut Kementerian Keuangan R.I,
(2020) sumber penerimaan negara dari sektor pajak tahun 2020 mencapai 1.865,7 triliun.
Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat baik orang pribadi maupun badan yang memiliki penghasilan kepada Negara. Dan negara memiliki kekuatan untuk memaksa dan pajak tersebut dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain pajak memiliki peran yang sangat besar untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah.
Bagi pemerintah pajak merupakan salah satu bentuk penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan serta pengeluaran-pengeluaran negara sedangkan bagi perusahaan pajak merupakan suatu beban yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan, Aamalia (2017). Hal ini terlihat bahwa adanya perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan pemerintah. Bagi perusahaan pajak merupakan salah satu unsur beban yang dapat memperkecil laba (Budiarso, 2016).
Hal yang tidak dapat dipungkiri dari kenyataannya bahwa pajak merupakan beban bagi wajib pajak, baik wajib pajak (WP) orang pribadi maupun wajib pajak (WP) badan yaitu perusahaan. Wajar apabila tidak ada satu pun perusahaan yang dengan senang dan suka rela untuk membayar pajak. Perusahaan akan semaksimal mungkin untuk meminimalkan pembayaran pajak atau berupaya untuk menghindari pembayaran pajak.
upaya yang dilakukan untuk penghindaran pajak yang masih dalam batasan Undang-Undang perpajakan, misalnya tax
planning Amalia (2017). Tax planning
dilakukan untuk mengefisiensikan beban pajak sebagai bagian dari penghematan pajak (tax saving) Haniyadewi (2011). Tax planning diterapkan untuk meminimalkan jumlah pembayaran pajaknya sehingga dapat meningkatkan laba. Dengan kata lain tujuan adanya tax planning adalah merekayasa beban pajak hingga serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada (Budiarso, 2016).
Salah satu tax planning yang diterapkan oleh PT XYZ adalah tax planning atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perencanaan PPN dilakukan untuk meminimalkan besarnya hutang PPN. Dengan harapan akan meringankan beban pajak yang harus ditanggung PT XYZ. PPN dikenakan
atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa di dalam daerah Pabean Arfamaini & Yoliviana (2019).
PT XYZ merupakan perusahaan jasa dan dagang yang bergerak dibidang internet service provider, yang telah dikukuhkan sebagai Perusahaan Kena Pajak (PKP). PT XYZ wajib untuk memungut PPN atas penjualan barang dagangan yang disebut dengan pajak keluaran, dan wajib dipungut PPN atas pembelian barang dagangan maupun bukan barang dagangan yang disebut pajak masukan. PT XYZ selalu membayar PPN terhutang dan melaporkan nya setiap bulan. Dalam upaya meminimalisir beban pajak PT XYZ telah melakukan tax planning atas PPN namun belum secara maksimal. Pada tahun 2019 PT XYZ dari hasil operasional perusahaan setiap masa didapat total pajak yang harus disetorkan perusahaan sebesar Rp. 3.619.348.601 sedangkan pajak masukan yang dapat dikreditkan atas pembelian barang atau jasa untuk kebutuhan perusahaan sebesar Rp. 1.476.765.903. Dari nominal tersebut, nampak bahwa pajak keluaran yang harus dibayarkan perusahaan cukup besar. Hal ini dikarenakan PT XYZ menanggung pembayaran PPN atas faktur pajak keluaran yang sudah diterbitkan sehingga mengakibatkan pajak keluaran lebih besar dibandingkan pajak masukan. Oleh karena itu tax planning pajak pertambahan nilai yang baik dan sesuai dengan undang-undang sangatlah diperlukan untuk perusahaan dalam rangka meminimalisir pembayaran pajak terutang. Keadaan ini memberikan alasan bagi penulis untuk menganalisis tax
planning yang sudah diterapkan oleh PT XYZ
dalam upaya peningkatan efisiensi beban pajak pertambahan nilai yang sesuai dengan peraturan Perundang-undangan perpajakan Nomor 42 tahun 2009.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana analisis penerapan tax planning atas PPN oleh PT XYZ yang sesuai dengan peraturan Perundang-undangan perpajakan Nomor 42 tahun 2009 maka penulis mengambil judul “Analisis Penerapan Tax planning Dalam Peningkatan Efisiensi Beban Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Studi Kasus PT XYZ Tahun 2019).
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 3 Permasalahan
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, maka rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penerapan tax planning atas PPN yang telah dilakukan oleh PT XYZ merujuk kepada ketentuan Undang-Undang Perpajakan Nomor 42 Tahun 2009?
2. Bagaimana pengaruh penerapan tax planning atas PPN terhadap beban PPN
pada PT XYZ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan PT XYZ dalam memaksimalkan penerapan tax
planning atas PPN?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan PT XYZ dalam mengefisiensikan beban PPN ? Tujuan
Merujuk pada permasalahan dan pertanyaan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan penerapan tax planning atas PPN yang telah dilakukan oleh PT XYZ merujuk kepada ketentuan Undang-Undang Perpajakan Nomor 42 Tahun 2009. 2. Menganalisis pengaruh penerapan tax
planning atas PPN terhadap beban PPN
pada PT XYZ.
3. Menganalisis upaya yang dilakukan PT XYZ dalam memaksimalkan penerapan tax
planning atas PPN.
4. Menganalisis upaya yang dilakukan PT XYZ dalam mengefisiensikan beban PPN. TINJAUAN PUSTAKA
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum yang digunakan untuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang No 18 Tahun 2000 dan perubahan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 serta mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan terkait pemungutan PPN. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 PPN merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Subjek Pajak Pertambahan Nilai dijelaskan secara tersirat dalam beberapa
ketentuan perpajakan antara lain Pasal 1, Pasal 3A, dan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Peenjualan atasa Barang Mewah menjelaskan
yang termasuk dalam kategori Subjek Pajak Pertambahan Nilai antara lain:
1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
2. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, rma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
4. Pengusaha Kecil merupakan pengusaha yang satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan omset tidak melebihi Rp 4,8 miliar (Peraturan menkeu nomor: 197/PMK.03/2013 tanggal 20 desember 2013).
Objek PPN menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 PPN
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 4 dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi
karena kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Pajak luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Menurut Pasal 16 C Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan membangun sendiri yaitu yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
Menurut Pasal 16 D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Penyerahan BKP berupa aktiva
2. Tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP
3. Kecuali atas penyerahan yang PM-nya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c
Menurut IAI,(2015) dasar pengenan pajak berupa nilai lain diatur dengan berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010, tanggal 31 maret 2010 yang telah dilakukan perubahan dengan Peraturan Mentri Keuangan Nomor PMK 121/PMK.03/2015 untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:
1. Harga jual, nilai penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor sukar dtetapkan; dan/atau 2. Penyerahan barang kena pajak yang
dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum dan listrik.
Adapun Rumus Dasar Penghitungan PPN yaitu :
Rumus menghitung PPN Terutang yaitu:
PPN terutang = PPN yang harus di bayar jika jumlah PK lebih besar dari jumlah PM, sebaliknya jika PM lebih besar maka perusahaan bisa kompensasikan
ke masa pajak berikutnya
PK= Total Pajak Keluaran selama satu bulan PM= Total Pajak Masukan yang di kreditkan selama satu bulan
Tarif PPN Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen) dan 0% (nol persen) untuk ekspor BKP berwujud, BKP tidak berwujud dan JKP.
Menurut DJP, (2009) Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1 bahwa pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan/atau ekspor jasa kena pajak. Sedangkan menurut pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang kena pajak dan/atau perolehan jasa pena pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor barang kena pajak.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dengan syarat:
1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.
2. Bagi pengusaha kena pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pasal 1 angka 1A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada: 1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 5 2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; 3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam
hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pada prinsipnya faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Misalnya dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Bendahara pemerintah maka Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak. Management Pajak
Menurut iswandar, (2020) menegement pajak adalah pengelolaan kewajiban perpajakan wajib pajak badan sebagai elemen pengatur manajemen dalam suatu perusahaan bisa dikatakan suatu penghematan atas jumlah pajak yang harus dibayar. Perencaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Menurut Lazuardi & Rakhmayani, (2018) tax planning merujuk kepada proses perekayasaan usaha dan transaksi oleh wajib pajak agar hutang pajaknya berada dalam jumlah yang sedikit tetapi masih dalam kawasan peraturan perpajakan yang berlaku. Cara meminimalkan besarnya beban pajak yang harus dibayar, adalah:
1. Upaya penghindaran untuk memperkecil pembayaran pajak, tetapi masih berada dalam kawasan peraturan perpajakan (tax
avoidance), dan
2. Upaya penghindaran untuk memperkecil pembayaran pajak tetapi bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku
(tax evasion).
Menurut Budiarso, (2016) tax planning dilakukan dengan cara:
1. Memaksimalkan pajak masukan yang dapat dikreditkan, Mekanisme pengkreditan pajak masukan sesuai dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
Nomor 42 Tahun 2009 dan aturan pelaksanaannya dapat dijabarkan sebagai berikut DJP, (2009)
a. Pajak masukan dalam suatu mas pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
b. Pajak masukan tetap dapat dikreditkan meskipun dalam suatu masa pajak tidak terdapat pajak keluaran. Keadaan seperti ini mungkin terjadi pada PKP yang belum berproduksi atau belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP atau ekspor sehingga pajak keluarannya belum ada.
c. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, termasuk pajak masukan yang ditemukan dalam pemeriksaan yang harga perolehannya telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berkhirnya masa pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya.
2. Menunda pembuatan faktur pajak atas penjualan BKP atau JKP yang pembayarannya belum diterima, selambat-lambatnya akhir bulan setelah masa pajak berakhir. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 13 angka 2a faktur pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
3. Memaksimalkan perolehan BKP atau JKP dari PKP.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Melalui metode kuantitatif deskriptif ini peneliti ingin membuat gambaran secara menyeluruh dan dapat menjelaskan secara terperinci dan mendalam.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
nonprobability sampling dengan teknik
purposive sampling yang merupakan teknik
pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu. PT XYZ dipilih sebagai sampel dalam penilitian ini merupakan perusahaan jasa dan dagang di daerah jakarta barat.
Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu berupa hasil wawancara dan data sekunder berupa catatan-catatan yang terkait dengan perpajakan PT XZY periode 2019
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 6 yaitu berupa Data Penjualan dan Pembelian
serta laporan pajak pertambahan Nilai (PPN). Tahapan Analisis Data pada penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis daftar penjualan dan pembelian BKP dan/atau JKP, faktur pajak masukan, faktur pajak keluaran SPT dan SSP PT XYZ.
2. Menghitung pajak masukan sebelum dan sesudah tax planning, melakukan penundaan pembuatan faktur pajak keluaran.
3. Menarik kesimpulan dari hasil perhitungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Penelitian
PT. XYZ merupakan perusahaan yang sudah tergolong sebagai Wajib Pajak Badan dan sudah memiliki NPWP dan memiliki omzet pertahun diatas 4,8 M yang berarti PT XYZ tergolong dalam Pengusaha Kena Pajak (PKP). PT XYZ dikukuhkan sebagai PKP pada tahun 2007 dengan NPWP 02.414.833.0-xxx.xxx. Pada Tahun 2019 PT XYZ melakukan berbagai kegiatan bisnis, mulai dari melakukan pembelian barang dagang dan bukan barang dagang, PT XYZ juga melakukan berbagai penyerahan barang dan jasa yang bisa dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak(BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dikarenakan perusahaan menjual bahan baku telekomunikasi dan jasa internet dan penyiaran. Oleh karena itu maka atas penjualan bahan baku dan jasa tersebut maka PT XYZ dikenakan PPN.
PT XYZ mengeluarkan faktur pajak sebagai pajak keluaran kepada customer. Dalam membuat faktur pajak perusahaan sudah menerapkan pengunaan sistem e-Faktur dalam pembuatan faktur pajak. Selain itu PT XYZ mendapatkan faktur pajak masukan dari beberapa supplier yang sudah menjadi PKP sehingga faktur pajak masukan tersebut dapat dikreditkan dengan faktur pajak keluaran. Selisih antara pajak keluaran dengan pajak masukan ini kemudian menjadi PPN terhutang yang akan disetorkan dan dilaporkan oleh PT XYZ setiap bulannya.
PT XYZ wajib menyetorkan PPN nya setiap bulan. Perusahaan menyetorkan PPN yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). PPN tersebut disetorkan melalui e-Billing dan Bank oleh bagian perpajakan PT XYZ. Selain
menyetorkan pajaknya, PT XYZ juga wajib melaporkan PPN nya yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yang dibuat melalui aplikasi SPT dan dilaporkannya melalui aplikasi e-Filling.
Sesuai dengan PER Dirjen Pajak No. 14/PJ./2010, PPN dalam suatu masa pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk SPT Masa PPNnya sendiri harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak.
Table 1 Penyetoran dan Pelaporan PPN Tahun 2019
Sumber: Data, Diolah (2021)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat beberapa periode yang mengalami terlambat bayar dan lapor sehingga PT XYZ dikenakan sanksi atas keterlambatan tersebut. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan bagian perpajakan bahwa telat bayar dan telat lapor pada masa Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember
Masa Pajak Tanggal Lapor Pemb etula n Tanggal Bayar KB/LB Ketera ngan JAN 2/27/2019 3/29/ 2019 LB FEB 3/29/2019 8/28/ 2019 LB MAR 4/30/2019 8/28/ 2019 4/30/2019 KB APR 5/31/2019 5/31/2019 KB MEI 7/30/2019 6/28/2019 KB Telat Lapor JUN 8/28/2019 8/27/2019 KB Telat Lapor dan Telat Bayar JUL 10/18/2019 8/27/ 2019 8/30/2019 KB Telat lapor 9/30/2019 10/9/2019 AGUS 10/31/2019 9/30/2019 KB Telat Lapor 10/30/2019 KB 10/31/2019 KB SEPT 11/29/2019 10/31/2019 KB Telat lapor 11/29/2019 OKT 12/12/2019 12/12/2019 KB Telat lapor dan Telat Bayar NOV 2/27/2020 2/27/2020 KB Telat lapor dan Telat Bayar DES 2/28/2020 2/28/2020 KB Telat lapor dan Telat Bayar
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 7 dikarenakan adanya kebutuhan yang lebih
mendesak sehingga menunda pembayaran serta pelaporan PPN oleh PT XYZ.
Menurut UU No 42 Tahun 2009 Pasal 9 mekanisme pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan dengan cara mengkreditkan atau mengurangkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Jika pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan sehingga kelebihan pajak keluaran maka harus disetorkan ke kas negara dan disebut kurang bayar. Sebaliknya jika pajak masukan yang lebih besar dari pada pajak keluaran maka disebut lebih bayar. Atas lebih bayar dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dapat direstitusi.
Tabel 2 Rekapitulasi Pengkreditan Pajak Masukan (dalam ribuan rupiah)
Sumber: Data, Diolah (2021)
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa mekanisme pengkreditan pajak masukan yang dilaksanakan oleh PT XYZ telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 42 Tahun 2009 Pasal 9. Dalam menerapkan mekanisme pengkreditan pajak masukan yaitu dengan mengurangkan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Pada masa Januari, Februari terdapat lebih bayar pajak yang nilainya masing-masing adalah Rp. 138.321 dan Rp. 8.987 Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut PT XYZ dapat memilih opsi mengajukan restitusi atau kompensasi PPN lebih bayar ke masa pajak bulan berikutnya.
PT XYZ memilih untuk
mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak tersebut ke masa pajak bulan berikutnya. Batas waktu untuk kompesasi lebih bayar paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berkhirnya masa pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya. Misalnya pada masa Januari terdapat lebih bayar sebesar Rp. 138.321 maka dapat dikompensasikan pada masa berikutnya yaitu februari. Selanjutnya kelebihan pada masa Februari maka dapat di kompensasikan pada masa berikutnya maret. Dengan demikian perusahaan dapat menghemat pembayaran pajak pada masa Februari dan Maret atas kompensasi yang digunakan pada pembayaran pajak.
Analisis Penerapan Tax planning
Sebelum dilakukan nya tax planning maka diperlukan data PPN sebelum dilakukannnya
tax planning sebagai perbandingan untuk
melihat perbandingan mampu atau tidaknya mencapai tingkat efiensi dalam memaksimalkan tax planning dalam PT XYZ.
Tabel 3 Data PPN Yang Digunakan Dalam Perencanaan PPN Oleh PT XYZ
(dalam ribuan rupiah)
Sumber: Data, Diolah (2021)
Dalam perhitungan tabel 3 dapat dilihat bahwa data PPN yang digunakan dalam
tax planning PPN kurang bayar pada setiap
bulannya cukup besar. Dinyatakan besar karena pajak keluaran pada tahun 2019 lebih besar dibandingkan dengan pajak masukan sehingga kurang bayar menjadi besar. Maka kurang bayar yang cukup besar pada setiap masa tersebut tidak efisien dalam operasional perusahaan. Misalnya pada masa Desember terdapat kurang bayar yang cukup besar sebesar Rp. 289.679 Hal ini dapat menyebabkan penghambatan terhadap cash flow perusahaan, sehingga perusahaan menerapkan tax planning agar dapat Masa Pajak Pajak Keluaran Pajak Masukan Kurang Bayar/Lebih Bayar 1 2 3 4=2-3 Jan 291.949 430.270 (138.321) Feb 277.486 286.473 (8.987) Mar 292.695 168.117 124.578 Apr 272.290 57.616 214.674 Mei 333.017 81.292 251.725 Jun 276.460 70.054 206.406 Jul 281.025 96.188 184.837 Agus 299.413 54.769 244.644 Sept 321.672 69.671 252.001 Okt 324.358 88.986 235.372 Nov 303.996 105.975 198.021 Des 344.987 55.308 289.679 TTL 3.619.349 1.564.720 2.054.629 Masa Pajak
Pajak Keluaran Pajak Masukan Kurang Bayar/Lebih Bayar 1 2 3 4=2-3 Jan 291.9489 355.113 (63.164) Feb 277.486 285.766 (8.280) Mar 292.695 168.117 124.578 Apr 272.290 57.616 214.674 Mei 333.017 81.292 251.725 Jun 276.460 70.054 206.406 Jul 281.025 92.236 188.789 Agus 299.413 54.769 244.644 Sept 321.672 66.418 255.254 Okt 324.358 88.986 235.372 Nov 303.996 101.090 202.906 Des 344.987 55.308 289.679 TOTAL 3.619.349 1.476.766 2.142.583
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 8 meminimalkan biaya pajak sehingga dapat
dialokasikan ke biaya operasional lainnya.
Tabel 4 Tax planning Pembelian BKP/JKP dengan PPN
(dalam ribuan rupiah)
Sumber: Data, Diolah (2021)
Dari tabel 4 perhitungan tax planning diatas dapat dilihat bahwa perbedaan antara pajak masukan sebelum tax planning sebesar Rp. 1.476.766 dan sesudah tax planning Rp. 1.564.720 terlihat bahwa terjadi kenaikan sebesar Rp. 87.954. Hal ini dikarenakan adanya penambahan pajak masukan dari transaksi pembelian. Sehingga Nilai pajak terhutang sebelum tax planning sebesar Rp. 2.142.583 dan setelah tax planning menurun menjadi Rp. 2.054.629 maka terdepat selisih sebesar Rp. 87.954 Sehingga jika dinyatakan dalam bentuk presatase maka perusahaan menghemat sebesar 5.96%.
Pada hasil wawancara dengan divisi akuntansi dan perpajakan menyatakan bahwa adanya peningkatan pajak masukan karena adanya penambahan pembelian BKP/JKP yang belum dikreditkan oleh karyawan divisi akuntansi dan perpajakan. Sehingga pajak masukan tersebut yang seharusnya dapat dimaksimalkan menjadi tidak maksimal akibat kurangnya ketelitian karyawan bagian akuntansi dan perpajakan.
Tabel 5 Tax planning dengan Penundaan Pengkreditan Pajak Masukan
(dalam ribuan rupiah)
Sumber: Data, Diolah (2021)
Dari tabel 5 pada masa januari dapat dilihat bahwa pajak masukan sebelum tax
planning sebesar Rp. 430.270 dan pajak
masukan setelah tax planning sebesar Rp. 320.005 terlihat adanya penurunan pajak masukan.
Pada masa Januari pajak masukan terlalu besar sehingga beberapa pajak masukannya dikreditkan pada masa maret dan april. Dari tax planning tersebut lebih bayar pada masa januari berkurang sebesar Rp. 128.265 atau dalam persentase berkurang sebesar 30%. Lebih bayar terlalu besar juga tidak terlalu efisien untuk perusahaan dikarenakan cash flow perusahaan akan tertahan di kas negara meskipun lebih bayar tersebut dapat di kompensasikan ke masa pajak selanjutnya maksimal 3 bulan.
Pada masa maret terjadi peningkatan pajak masukan sebesar Rp.53.109. Hal ini dikarenakan ada pajak masukan masa november tahun 2018 yang dikreditkan pada masa maret sehingga pajak masukan meningkat 32%. Dengan demikian perusahaan mengalami penghematan atas pajak masa maret. Pada masa april terjadi peningkatan pajak masukan sebesar Rp. 75.157 atau 130% hal ini di karenakan perusahaan baru mendapatkan faktur pajak dari supplier pada masa april sehingga divisi perpajakan memilih untuk mengkreditkan di masa april dan menyebabkan kurang bayar pajak menjadi menurun. Perlu diingat bahwa penundaan pengkreditan pajak masukan perlu di perhitungkan untuk mencapai tingkat efisien di masa-masa berikutnya. Selain itu juga tidak
Masa Pajak Pajak Keluaran Pajak Masukan Sebelum Tax planning Pajak Masukan Setelah Tax planning Kurang Bayar/Lebi h Bayar (Sebelum Tax planning) Kurang Bayar/Le bih Bayar (Setelah Tax planning) 1 2 3 4 5=2-3 6=2-4 JAN 291.949 355.113 430.270 (63.164) (138.321) FEB 277.486 285.766 286.473 (8.280) (8.987) MAR 292.695 168.117 168.117 124.578 124.578 APR 272.290 57.616 57.616 214.674 214.674 MEI 333.017 81.292 81.292 251.725 251.725 JUN 276.460 70.054 70.054 206.406 206.406 JUL 281.025 92.236 96.188 188.789 184.837 AGUS 299.413 54.769 54.769 244.644 244.644 SEPT 321.672 66.418 69.670 255.254 252.001 OKT 324.358 88.986 88.986 235.372 235.372 NOV 303.996 101.090 105.974 202.906 198.021 DES 344.987 55.308 55.308 289.679 289.679 TOTAL 3.619.349 1.476.766 1.564.720 2.142.583 2.054.629 Masa Pajak Pajak Keluaran Pajak Masukan Sebelum Tax planning Pajak Masukan Setelah Tax planning Kurang Bayar/Le bih Bayar (Sebelum Tax planning) Kurang Bayar/Le bih Bayar (Setelah Tax planning) 1 2 3 4 5=2-3 6=2-4 JAN 291.949 430.270 302.005 (138.321) (10.056) FEB 277.486 286.473 286.473 (8.987) (8.987) MAR 292.695 168.117 221.225 124.578 71.470 APR 272.290 57.616 132.773 214.674 139.517 MEI 333.017 81.292 81.292 251.725 251.725 JUN 276.460 70.054 70.054 206.406 190.935 JUL 281.025 96.188 96.188 184.837 184.837 AGUS 299.413 54.769 54.769 244.644 244.644 SEPT 321.672 69.671 69.671 252.001 252.001 OKT 324.358 88.986 88.986 235.372 235.372 NOV 303.996 105.975 105.975 198.021 198.021 DES 344.987 55.308 55.308 289.679 289.679 TTL 3.619.349 1.564.720 1.564.720 2.054.629 2.054.629
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 9 boleh melebihi batas waktu yang telah
ditentukan agar tidak terkena sanksi dari Direktorat Jendral Pajak (DJP).
Dapat disimpulkan bahwa dengan metode penundaan pembayaran pajak hanya dapat meratakan Pajak Pertambahan Nilai terutang setiap masanya, dan masih belum dapat meminimalkan pembayaran pajak untuk setiap bulannya dapat terlihat bahwa pajak masukan sebelum dan sesudsah tax planning masih sama sebesar Rp. 1.564.720.
Tax planning dengan Penundaan Pembuatan Faktur Pajak Dalam Hal Penjualan BKP/JKP yang Pembayarannya Belum Diterima.
Dari hasil wawancara dan data pajak keluaran nya menyatakan bahwa metode ini dilakukan karena adanya klien yang telat bayar atau adanya outstanding. Outstanding
merupakan pembayaran dari klien yang masih dalam proses penagihan. Jika lebih dari 3 bulan outstanding, maka faktur pajak tersebut di hold atau ditahan terlebih dahulu sampai adanya pembayaran oleh klien. Jika sudah ada pembayaran dari klien, maka dapat terbitkan Fakturnya. Penerbitan Faktur sesuai dengan tanggal pembayaran, bukan sesuai dengan Invoice. Selama tahun 2019 faktur pajak selalu dibuat sesuai dengan tanggal pembayaran yang sudah diterima dari klien. Tetapi khusus pada transaksi penyerahan atas Jasa Kena Pajak (JKP) masa februari tahun 2019, menurut hasil wawancara penulis dengan PT XYZ, menyatakan bahwa transaksi penjualan JKP kepada PT X yang terjadi pada masa februari, namun pembayarannya baru terjadi pada masa maret, maka PT XYZ menunda pembuatan atas faktur pajak keluaran untuk memperkecil nominal pajak keluaran pada masa februari.
Penghematan pajak yang terjadi atas penundaan pembuatan faktur pajak keluaran tersebut terlihat pada masa februari. Pada masa februari tahun 2019 PT XYZ memiliki pajak masukan sebesar Rp. 286.472.871. Dapat dihitung jikalau faktur pajak keluaran dibuat ketika terjadinya pembayaran, maka total Pajak Keluaran masa februari adalah:
Total PK Masa Februari : Rp. 277.486.173 Total PM Masa Februari : Rp. 286.472.871 Sehingga terdapat LB : Rp. (8.986.698) Jikalau Pajak keluaran langsung dibuat pada masa februari maka yang harus dibayarkan oleh PT XYZ pada masa februari adalah :
Pajak Keluaran: Rp. 277.486.173 Rp. 12.260.000 Rp. 289.746.173 Pajak Masukan: Rp. 286.472.871 Kurang Bayar: Rp. 3.273.302
Pajak kurang bayar pada masa februari menjadi Rp. 3.273.302 yang semula lebih bayar Rp. 8.986.698, maka dengan menunda pembuatan faktur pajak yang pembayarannya masih belum diterima. PT XYZ menghemat pajak terutang untuk masa februari 2019 sebesar Rp. 12.260.000
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam menerapkan tax planning Pajak Pertambahan Nilai PT XYZ telah sesuai dengan Undang-Undang No 42 Tahun 2009. Mulai dari pengkreditan pajak masukan yaitu pajak masukan dikrditkan setiap masa dan tidak lebih dari tiga bulan sehingga pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Dan penundaan faktur pajak keluaran perusahaan tidak melebihi batas waktu pembuatan faktur pajak sehingga tidak sampai dikenakan sanksi atas keterlambatan penerbitan faktur pajak.
2. Bahwasannya dengan diterapkannya tax
planning atas Pajak Pertambahan Nilai
yang sesuai dengan UU No 42 Tahun 2009. Maka perusahaan dapat menghemat atas pembayaran pajak kurang bayar sehingga berpengaruh pada kas keluar perusahaan yang menjadi lebih kecil. Terlihat dari kurang bayar yang harus dibayarkan oleh perusahaan pada tahun 2019 menurun sebesar Rp. 87.954
3. Dalam memaksimalkan penerapan tax
planning PT XYZ telah mengupayakan
menggunakan 3 metode, yaitu :
a. Pembelian Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dengan PPN.
PT XYZ dalam melakukan transaksi pembelian tidak hanya membeli BKP/JKP dengan PPN tetapi juga membeli BKP/JKP tanpa PPN. Namun dengan metode ini dapat menunjukkan efisiensi terhadap beban Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp. 87.954 atau setara dengan 5,96%. Hal ini dikarenakan PT XYZ melakukan pembelian kepada pengusaha yang
Politeknik Negeri Jakarta Halaman 10 sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak sehingga dikenakan PPN atas setiap transaksi pembelian.
b. Penundaan Pengkreditan Pajak Masukan. PT. XYZ dalam menerapkan penundaan pengkreditan pajak masukan sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yaitu UU PPN Pasal 9 Ayat 9. Dengan metode ini perusahaan belum menunjukan efisiensi terhadap beban Pajak Pertambahan Nilai, karena metode in hanya meratakan pajak terhutang setiap bulannnya agar tidak ada kurang bayar/lebih bayar yang terlalu besar.
c. Penundaan Pembuatan Faktur Pajak dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diterima. Khusus pada masa februari 2019 perusahaan memperoleh penghematan atas penundaan faktur pajak sebesar, Rp. 12.260.000
4. Dari ketiga metode tersebut menunjukan bahwa metode yang paling efisien untuk perencanaan pada PT XYZ yaitu metode pembelian BKP/JKP dengan PPN. Dengan metode pembelian BKP/JKP dengan PPN dapat menghasilkan efisiensi terhadap beban Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp. 87.954 atau setara dengan 5,96%.
KETERBATASAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun memiliki bebarapa keterbatan antara lain:
1. Faktor yang mempengaruhi penghematan beban PPN terutang perusahaan dalam penelitian ini hanya sebatas tax planning dengan menggunakan tiga metode, sedangkan masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi besar pajak PPN yang terhutang sehingga metode tax planning yang digunakan harus sesuai dan cocok dengan permasalahnya.
2. Penelitian ini hanya berfokus pada satu subjek penelitian saja, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan pada kelompok subjek lain yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA
Aamalia, Z. R. (2017). Naskah publikasi. Arfamaini, R., & Yoliviana, D. (2019). Value
Added Tax planning (VAT) by Using Credit Method to Evaluate a Payer Status in Tax Reporting in Cv “X” in 2018.
Jurnal Ilmu Dan Pendidikan Ekonomi-Sosial (EcoSocio), 3(2), 113–115.
Budiarso, N. (2016). Evaluasi Penerapan Tax
planning Untuk Meminimalkan Pajak
Pertambahan Nilai Pada PT. Transworld Solution Jakarta Selatan. Jurnal EMBA,
4(1), 868–879.
iswandar. (2020). ANALISIS OPTIMALISASI
PERENCANAAN PAJAK
PENGHASILAN DALAM RANGKA
PENGHEMATAN ARUS KAS KELUAR.
49–62.
Indonesia, I. A. (2015). Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A & B Terpadu. Jakarta: IAI.
kementerian keuangan R.I. (2020). APBN
2020.
Perpajakan, D. J. (2009). UU No 42 Tahun
2009. 2009(75), 31–47.
Resmi, S. (2017). Perpajakan teori & kasus.
Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba Empat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1.
Orang tua saya yang senantiasamendoakan kesehatan dan keselamatan saya;
2.
Bapak Dr. Sc. H., Zainal Nur Arifin, Dipl-Ing. HTL., M.T. selaku DirekturPoliteknik Negeri jakarta;
3.
Ibu Dr. Sabar Warsini, S.E.,M.M. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Jakarta;4.
Bapak Herbirowo Nugroho, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi D4 Akuntansi Keuangan Politeknik Negeri Jakarta;5.
Ibu Lia Ekowati, S.Sos.,M.PA selakudosen pembimbing I saya yang telah banyak memberikan saran dan ilmu yang bermanfaat kepada saya dalam
menyelesaikan skripsi ini;
6.
Ibu Rodiana Listiawati, S.E., M.M selaku dosen pembimbing dua saya yang telah banyak memberikan saran dan ilmu yang bermanfaat kepada saya dalammenyelesaikan skripsi ini;
7.
Staf Akuntansi dan Pajak PT. XYZ yang telah membantu dan memberikanPoliteknik Negeri Jakarta Halaman 1 Halaman Persetujuan Artikel dari Dosen Pembimbing
Artikel saya berjudul :
Analisis Penerapan Tax planning Dalam Peningkatan Efisiensi Beban Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (studi kasus PT XYZ Tahun 2019)
Telah selesai dikoreksi dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk dipublikasikan.
Tanda tangan Tanggal
Mahasiswa : Latifa Nuraini ( ) (28/08/2021)
Dosen Pembimbing I : Lia Ekowati, S. Sos., MPA. ( ) (17/08/2021)