DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
Laporan Kasus :Glaukoma Sekunder pada Pasien dengan Subluksasi Lensa ke Anterior
Penyaji : Dewi Kania Maemunah
Pembimbing : dr. R. Maula Rifada SpM., MKes.
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh:
Pembimbing Unit Glaukoma
dr. R. Maula Rifada SpM., MKes.
Rabu, 29 Juli 2015 Pukul 14.00
Abstract
Introduction: Secondary glaucoma can result from ectopia lens such as lens subluxation into anterior. Anterior displacement of the lens may obstruct aqueous flow through the pupil causing pupillary block.
Purpose : to report secondary glaucoma in patient with anterior lens subluxation and its management
Case Report : A 62 years old man was consulted to glaucoma unit with elevated IOP (intraocular pressure) on the the right eye. His visual acuity is 0,1 pinhole 0,8 with history of blurred vision since one month before. From ophthalmic examination the intraocular pressure of the right eye was 29 mmHg and the left eye was 12 mmHg, from gonioscopy examintaion concluded shallowed anterior chamber angle and anterior segment has lens subluxation. He was diagnosed secondary glaucoma as result from lens subluxation of the right eye. Lens extraction and Anterior chamber IOL with peripheral iridectomy was performed to reduce IOP. One day after the procedure IOP on the right eye was 38 mmHg, he was given timolol maleat 2 times a day. Six day after procedure IOP on the right eye was 16 mmHg.
Conclusion : Lens subluxation is a frequent cause of lens-induced secondary angle closure and lead to the shallowing and closure of the anterior chamber angle. Lens extraction with or without glaucoma filtering operation was effective in lowering IOP.
I. Pendahuluan
Glaukoma adalah sekumpulan gejala dan penyakit yang ditandai adanya neuropati diskus optikus disertai gangguan lapang pandang dan hilangnya fungsi penglihatan. Peningkatan tekanan intraokular merupakan salah satu faktor resiko primer. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan tertutup dan sebagai glaukoma sudut primer dan sekunder.1,2
Subluksasi atau dislokasi lensa kristalina adalah suatu keadaan lensa yang tidak berada pada tempatnya akibat zonular yang lemah atau rusak.
Subluksasi terjadi bila sebagian zonula terlepas, sedangkan dislokasi terjadi apabila seluruh zonula mengalami kelemahan atau kerusakan sehingga terlepasnya seluruh lensa dari perlekatannya. Subluksasi merupakan salah satu penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup yang bersifat memblokade pupil sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular secara akut, subakut maupun kronis. Gambaran klinis glaukoma sekunder sudut akibat subluksasi lensa berupa pendangkalan dengan menyempitnya sudut bilik mata depan.3,4,5
Subluksasi lensa dapat terjasi lepasnya lensa ke anterior yaitu terlepas ke bagian depan diafragma iris dan lensa atau dapat terlepas ke posterior kedalam vitreus. Penanganan yang tepat pada glaukoma sekunder sudut tertutup akibat dari subluksasi lensa sangat bersifat individu tergantung mekanisme yang menyebabkan peningkatan intraokular.3
Laporan kasus ini memaparkan sebuah kasus dengan glaukoma sekunder sudut tertutup akibat subluksasi lensa ke anterior.
II. Paparan Kasus
Seorang pria berusia 62 tahun datang ke Poli Glaukoma RS Mata Cicendo pada tanggal 1 Juli 2015, dengan keluhan utama penglihatan buram pada kedua mata secara perlahan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tersebut disertai dengan penglihatan seperti melihat asap, nyeri pada bola mata dan nyeri kepala. Riwayat muntah disangkal. Riwayat trauma, riwayat penggunaan kacamata sebelum operasi, riwayat kencing manis, darah tinggi, asma, riwayat minum jamu-jamuan secara rutin disangkal. Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan tanggal 1 Juli 2015 didapatkan status generalis dan tanda vital dalam batas normal. Status oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0,1 ph 0,8 dan mata kiri 1,0. Posisi bola mata orthotropia, gerakan bola mata kanan dan kiri baik ke segala arah. Tekanan intraokular (TIO) dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan yaitu 29 mmHg dan mata kiri 12 mmHg. Pemeriksaan lampu celah mata kanan didapatkan palpebra tenang, konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata depan Van Herrick (VH) gr II, Flare dan cell -/-, pupil bulat, reflek cahaya +/+, RAPD sulit dinilai, iris sinekia -, lensa agak keruh.
Pemeriksaan polus posterior didapatkan cup/disc ratio 0,3 (menggunakan lensa widefield). Pada pemeriksaan segmen posterior mata kanan dengan funduskopi indirek didapatkan media keruh, lain-lain sulit dinilai.
Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussman four mirror pada mata kanan ditemukan schwalbe line pada semua kuadran. Pada pemeriksaan
mata kiri didapatkan palpebra tenang, konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata depan sedang, VH gr III, Flare dan cell -/- , pupil bulat, reflek cahaya +/+, RAPD -, iris sinekia -, lensa jernih,. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kiri dengan fuduskopi indirek didapatkan media relatif jernih, papil bulat batas tegas, ratio arteri vena fisiologis, cup/disc ratio 0,3. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussman four mirror pada mata kiri ditemukan scleral spur pada semua kuadran. Pasien didiagnosis dengan Glaukoma sekunder sudut tertutupr OD dan Katarak Senilis Imatur OD dan direncanakan untuk dilakukan ekstraksi lensa dengan pemasangan lensa intraokular disertai trabekulektomi pada mata kanan, diberikan tetes mata timolol maelat 0,5% 2 kali sehari, tablet acetazolamide 250 mg 3 kali sehari dan tablet kalium aspartate 1 kali sehari. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam, dan quo ad functionam dubia ad bonam.
Pada pemeriksaan sebelum operasi, yaitu pada tanggal 8 Juli 2015 didapatkan status generalis dan tanda vital dalam batas normal. Status oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0,1 ph 0,8 dan mata kiri 1,0. Posisi bola mata orthotropia, gerakan bola mata kanan dan kiri baik ke segala arah. Tekanan intraokular (TIO) dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan yaitu 29 mmHg dan mata kiri 16 mmHg.
Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan palpebra tenang, konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata depan Van Herrick (VH) gr II, Flare dan cell -/-, pupil bulat, reflek cahaya +/+, RAPD sulit dinilai, iris sinekia -, lensa agak keruh, terlihat fakodenesis. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri palpebra tenang, konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata depan sedang, VH gr III, Flare dan cell -/- , pupil bulat, reflek cahaya +/+, RAPD -, iris sinekia -, lensa jernih.
. Gambar 2.1 Pemeriksaan pada mata kanan pasien pada tanggal 8 Juli 2015
Sumber : RSMC
Setelah dilakukan prosedur persiapan operasi dan persetujuan tindakan operasi, maka tindakan operasi dilakukan pada tanggal 8 Juli 2015 dengan prosedur operasi sebagai berikut : pasien ditidurkan telentang dalam narkose umum, pada mata kanan dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadine, dipasang sterile drape, kemudian dipasang spekulum.
Dilakukan traksi pada kornea mata kanan dengan benang silk 7.0. Dilakukan peritomi kemudian dilakukan pembuatan grooving dan tunelling. Lensa diekstraksi menggunakan vectis. Ditemukan prolaps vitreus sehingga dilakukan vitrektomi anterior. Lensa intraokular dipasangkan pada bilik mata depan. Dibuat sideport, dilakukan iridektomi perifer melalui sideport.
Dilakukan penjahitan sclera menggunakan benang ethylon 10.0. dilakukan penyuntikan garamycin+dexamethason pada conjungtiva dan operasi selesai. Terapi pasca operasi adalah ciprofloksasin tablet 500mg dua kali sehari, natrium diklofenak tablet 50 mg dua kali sehari, tetes mata ofloksasin enam kali sehari, tetes mata prednisolon asetat enam kali sehari dan salep hidrokortison-kloramfenikol tiga kali sehari.
Satu hari pasca operasi dilakukan pemeriksaan status generalis dalam batas normal dan pemeriksaan status oftalmologis dengan hasil tajam penglihatan mata kanan 0,2 ph tetap dan mata kiri 1,0, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 38 mmHg dan pada mata kiri 8 mmHg.
Pemeriksaan mata kanan palpebra tampak blefarospasme, konjungtiva bulbi
terdapat perdarahan subkonjungtiva, kornea relatif jernih, hekting intak, bilik mata depan terdapat AC IOL posisi ditengah, VH gr III dengan f/s +3/+3, pupil agak lonjong, iris terdapat iridektomi, dan lensa pseudofakia.
Pasien mendapat terapi tetes mata timolol maleat 0,5% dua kali sehari, ciprofloksasin tablet 500mg dua kali sehari, natrium diklofenak tablet 50 mg dua kali sehari, tetes mata ofloksasin enam kali sehari, tetes mata prednisolon asetat enam kali sehari dan salep hidrokortison-kloramfenikol tiga kali sehari.
Gambar 2.2 Pemeriksaan pada mata kanan pasien 1 hari pasca operasi Sumber : RSMC
Evaluasi hari keenam pasca operasi didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 0,63 ph 1,0 f , pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 16 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan perdarahan subconjungtiva di area superior, jahitan sklera intak, kedalaman bilik mata depan VH gr III, f/s -/-, AC IOL berada ditengah dan terdapat vitreus, iris terdapat iridektomi perifer, lensa pseudofakia. Pemeriksaan gonioskopi ditemukan Scleral Spur pada semua kuadran. Pasien diminta untuk kontrol dua minggu kemudian dan mendapat terapi tetes mata timolol maleat 0,5%
dua kali sehari, tetes mata prednisolone asetat lima kali sehari.
Gambar 2.3 Pemeriksaan pada mata kanan pasien 6 hari pasca operasi Sumber : RSMC
III. Pembahasan
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat suatu penyakit lain baik okular maupun sistemik. Salah satu penyebab glaukoma sekunder adalah ektopia lentis yang merupakan suatu keadaan lensa tidak berada pada posisi yang normal didalam bilik mata belakang.4
Ektopia lentis dapat terjadi akibat lemah atau robeknya zonular secara parsial (subluksasi) atau terjadi secara total (luksasi). Lensa pada ektopia lentis dapat bermigrasi ke bilik mata depan atau ke bilik mata belakang.
Ektopia lentis dapat diakibatkan penyakit herediter maupun berhubungan dengan penyakit sistemik seperti sindroma Weill-Marchasani, sindroma Marfan, defisiensi sulfite oksidase dan homosistinuria. Subluksasi atau disloksasi dari lensa kristalina dapat berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler akut, intermitten atau kronik. 3
Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat subluksasi lensa ke anterior merupakan glaukoma yang terjadi karena adanya blokade pupil oleh lensa yang mengalami subluksasi sehingga aliran aquous terganggu dan menyebabkan tekanan tinggi intraokular. Subluksasi lensa ke anterior dapat menyebabkan pendangkalan sudut iridocornea dengan peningkatan secara akut tekanan intraokular atau seiring berjalannya waktu dapat terbentuk
PAS (Pheripheral Anterior Synechia) dan membentuk glaukoma sudut tertutup kronik. Pada keadaan akut, gejala dapat berupa adanya nyeri pada bola mata, mata merah dan penurunan tajam penglihatan. Subluksasi atau dislokasi lensa dapat ditandai oleh adanya iregularitas kedalaman bilik mata depan.4 Pada pasien ini didapatkan keluhan penglihatan yang terasa buram secara perlahan dan pada pemeriksaan oftalmologis lensa mengalami subluksasi ke anterior sehingga dapat terjadi gangguan aliran akuous dan peningkatan tekanan intraokular dengan terlihatnya sudut tertutup pada pemeriksaan gonioskopi yang memungkinkan terjadinya blokade pupil.
Berdasarkan gejala dan tandanya, pasien ini didiagnosis glaukoma sekunder akibat subluksasi lensa ke anterior.
Penanganan glaukoma sekunder akibat subluksasi lensa adalah menganjurkan pasien untuk berada pada posisi supinasi untuk memudahkan migrasi lensa ke posterior dan dapat diberikan obat hiperosmotik oral dan tetes mata anti hipertensi okular topikal. Jika lensa terperangkap pada pupil atau di bilik mata depan, pasien harus berada pada posisi supinasi dan pupil didilatasikan. Glaukoma sekunder akibat subluksasi lensa seringkali tidak berespon terhadap medikamentosa, sehingga diperlukan langsung tindakan pembedahan untuk menanganinya. Penatalaksanaan pembedahan dapat dilakukan laser iridektomi sebelum iridotomi dan ekstraksi lensa. Ekstraksi lensa sangat dianjurkan dan dapat diikuti dengan penanaman lensa intraokuler bilik mata depan (AC IOL), IOL dengan fiksasi iris maupun IOL dengan fiksasi sklera. 3,4,6,7,8
Penatalaksanaan pembedahan pada pasien ini dilakukan ekstraksi lensa dengan teknik Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE) dengan penanaman AC IOL. Ekstraksi lensa dilakukan untuk menghilangkan blokade pupil akibat subluksasi lensa dan diharapkan dapat melancarkan aliran akuous melewati pupil. Lensa intraokular ditempatkan di bilik mata depan dalam keadaan tidak adanya capsular bag dari lensa, sehingga lensa intraokular ditempatkan diluar bag. Penempatan AC IOL merupakan tindakan yang relatif mudah dilakukan, tersedia dan pilihan yang relatif
aman untuk dilakukan pada pasien yang mengalami subluksasi lensa, serta dapat mengurangi kejadian dislokasi lensa setelah pemasangannya pada daerah yang relatif sempit.9,10 Pada pasien ini tidak didapatkan kapsul lensa posterior sebagai tempat untuk meletakkan lensa in the bag, sehingga lensa intraokular ditempatkan di bilik mata depan. Atas pertimbangan bahwa pasien mengalami subluksasi dalam jangka waktu yang relatif baru sehingga tidak dilakukan pemilihan penanaman IOL dengan fiksasi sklera atau dengan fiksasi iris namun hanya dilakukan pemasangan AC IOL.
Komplikasi dari ekstraksi lensa pada keadaan tanpa capsular bag salah satunya adalah terjadinya prolaps dari vitreus sehingga diperlukan tindakan untuk menghindari terjadinya traksi dari vitreus. Pada pasien ini ditemukan prolaps dari vitreus sehingga dilakukan tindakan vitrektomi anterior untuk mencegah traksi vitreus, kemudian dilakukan juga iridektomi perifer untuk mencegah terjadinya blokade pupil oleh vitreus yang prolaps pada AC IOL.1,11,12
Risiko dari pemasangan AC IOL adalah adanya sentuhan lensa intraokular ke bagian endotel kornea dan dapat mengakibatkan dekompensasi kornea bila terjadi dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, lensa intraokular bilik mata depan dihindari pada pasien muda yang mempunyai harapan hidup lebih dari 20 tahun.11
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah ad bonam, karena tidak terdapat penyakit kelainan sistemik yang mengancam jiwa. Prognosis quo ad functionam adalah dubia ad bonam, karena tekanan intraokular masih harus selalu dipantau untuk mengantisipasi terjadinya blokade pupil berulang yang disebabkan oleh AC IOL.
IV. Simpulan
Subluksasi atau dislokasi lensa kristalina adalah suatu keadaan lensa yang tidak berada pada tempatnya akibat zonular yang lemah atau rusak.
Subluksasi atau disloksasi dari lensa kristalina dapat berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler sehingga menyebabkan terjadinya
glaukoma sekunder yang terjadi karena adanya blokade pupil oleh lensa yang mengalami subluksasi sehingga aliran aquous terganggu dan menyebabkan tekanan tinggi intraokular. Penatalaksanaan pada glaukoma sekunder akibat subluksasi lensa salah satunya dengan ekstraksi lensa disertai atau tanpa disertai pemasangan lensa intraokular dengan atau tanpa trabekulektomi. Penanganan glaukoma akibat subluksasi lensa dan pemilihan lensa intraokular yang tepat dapat menentukan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 10. Glaucoma. San Fransisco. AAO : 2011-2012. Hal.
134-8.
2. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Medical treatment. Becker- Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke-8. Mosby Elsevier : 2009. Hal 433.
3. Gould J. dan Mattox C. Lens asociated glaucoma dalam Albert and Jacobiee’s Principles and Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3. Elsevier:
2008. Hal. 2631-6
4. Stamper RL, M. Stephanie dan Nee M. Lens induced glaucoma dalam Roy and Fraunfelder’s Current ocular Therapy. Edisi ke-6. Mosby Elsevier:
2008. Hal. 495-7.
5. Kaiser PK, dan Friendman NJ, Lens dalam Massachusetts Eye and Ear Infirmary Illustrated Manual of Ophthalmology. Edisi ke-8. Massachusetts : 2013. Hal. 293-318.
6. Teekhasaenee C, Dorairaj S dan Ritch R. Secondary angle clossure dalam Glaucoma Medical Diagnosis and Therapy. Edisi ke-2. Elsevier : 2015.
Hal. 401-6.
7. Bowling B, Lens dalam Kanski’s Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8.
Elsevier : 2015. Hal. 269-303.
8. Luntz MH dan Harrison R, Glaucoma Surgery. Edisi ke-2. Singapura:
1994. Hal. 140-52.
9. Hoffman RS, Fine IH, Packer M, Primary anterior chamber intraocular lens for the treatment of severe crystaline lens subluxation. J Cataract Refractive surgery. Eugine: 2009. Hal. 1821-5.
10. Werner L, Izak AM, Pandey SK dan Apple DJ. Evolution of Intraocular Lens Implantation dalam Yanof M, dan Duker JS. Ophthalmology. Edisi ke-4. Elsevier: 2014. Hal. 331-3
11. Hoffman RS dkk. Management of the subluxated crystalline lens. J.
Cataract Refractive Surgery. Volume 39. ASCRS and ESCRS. Elsevier : 2013. Hal. 1904-15.
12. Thomas JV, Belcher CD, dan Simmons RJ. Glaucoma Surgery. Mosby- Year book : 1992. Hal. 97-105.