wf+Fal#
tr,fr
ITET s€SE t:?
il
*H
#
Partisipasi
Politik
MasYarakatKabupaten Aceh Pidie Pada Pemilukada Tahun 2012
Effendi Hasan
Pendatanq Tanpa
lzin
Dan Pilihanraya Di Sabah Ramli DoJlah dan Wan Shawaluddin Wan Hassan Wanita Brunei Dalam SpektrumPolitik
Sahah:Satu Penelusirran Sejarah Zaini Othman dan Saat Awang Damit
Kebijakan Fiskal Padg
Binqkai
Desentralisasi Asimetris Dalam 'PembangunanDaerih
Di Provinsi Papua 2001 -2007(ucu Suryaman
Kebijakan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja lndonesia (TKl) Pada 2008 -2OtO
Sri Lestari
Kewenan'?fi
,l;1fl
fii',Itft lilHlil,Pfl'fl
'|,Hf,
I',Hil',ff l3f ientrarisasi
(ausar AS
Resolusi
Konflik
Di Kabupaten Bener Meriah ProvinsiNinqqroe
Aceh Darussalain (NAD) Pasca Pembgrlqkuanmemorin'diim
Ot Understandinq (MoU) Helsinki Pada Tahun 2009Agus leiiawan
Peranq. Pendidikan Dan
Perdamaian DiAcehSa"iTuddin Yunus dan Kamaruddin M.Said
tSsN 1 978-063X
,lmffinlffiIUL[[[ll
i,Kebuakan
VOL. 7 No. 1 3. 201 1
aa lsrpas
Part
JURNAL ENAM BULANAN
Politik
Dan Dinamika
POLITIK
b
t t
f,
r
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
Daftar Isi
Ramli Dollah dan Wan Shawaluddin Wan Hassan
961
971
985 Hal
Kata Pengantar ilt
Partisipasi Politik Masyarakat l(abupaten Aceh Pidie Pada Pemilukada Tahun 2012
...Effendi Hasan
Pendatang Tanpa lzin dan Pilihanraya Di Sabah
Wanita Brunei Dalam Spekrum Politik Sabah: Satu Penelusuran Sejarah
...Zaini 0thman dan Saat Awang Damit
l(ebijakan Fiskal Pada Bingkai DesentralisasiAsimetris Dalam Pembangunan Derah
di Provinsi Papua 2001 - 2007
Kebijakan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja lndonesia (TK!) Pada 2008 - 2010
999
..Srilestari 1029
Kewenangan Pengelolaan Hutan Dalam Implementasi Desentralisasi (Dalam Rangka Kebijakan Perlindungan Hutan)
Resor usi r(onnik d i
-.r;;;;;.; ;.r;; r,,,* Ifrr,,.
o,eh Darussaram (NAD) Pasca Pemberlakukan MoU Helsinki PadaTahun 2009...A9us Setiawan
Perang, Pendidikan dan Perdamaian diAceh
Saifuddin Yunus dan Kamaruddin M. Said
1049
il
1071
1079
JURNAL POLITTK
V
'
VOL.7 No. 13.201 1
POLITIK
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah PembangunanPeranE, Pendidikan Dan Per{dmaian Di Aceh
Saifuddin Yunus* dan Kamaruddin M. Said**
Abstract
This study discusses the war, education and peace in Aceh. The main issue in this study is on hozo social interactions and secondary socialization processes in educational institutions
in
the community who experience a change after the war in Aceh. The war in Aceh has sued the stabitity of social institutions, one of which institutions are exposed to the negatioe impact of the rnar. One of the negatiae impact of the war is on social interaction between students with students, students with teachers in the era of the early years of war and peace' when thesituation in Aceh hqs been conducirse conditions began to change socisl interaction. This study was undertaken to
find
out and identified the social interactionin
educational institutionsthe war era and the era of peace and deoelopment has been achieaed
in
the education sector in the post-war tamatnya East Aceh, Aceh Prooince, Indonesia' The war between the Free Aceh Mo,ement (GAM)with
the lndonesian goaernment ended after both sides agreed to a pence agreement signed in Helsinki Finland'Keywords
:
rlJar, socialization, interaction and peaceA.
Pendahuluan
Isu utama
dalamkajian ini
adalahtentang bagaimana proses
sosialisasisekunder
menembus lembaga pendidi-kan formal dan interaksi
sosial yarrgberlangsung suatulingkunganmasyara- kat yang
mengalami
perubahan setelahzaman perang
yarrg berlangsung sejak1,976
-
2005di
Aceh, yang berakibat,
adasebagian pelajar
hidup tanpa
bimbingan* Dosen pada Fakultas llmu sosial dan llmu politik Universitas Malikussaleh dan Pelajar Ph.D pada Fakulti sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia. Email: saifuddin-my@yahoo.com'
**Profesor pada Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia' Email: kamaruddinsaidlg88@gmail.com
ruRNALPoLlrtK
l1}79l
voL'7No'13'2011.lurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
dan
lindungan dari kedua orang tuanya.Perang yang
terjadi di
Aceh telah mem- berikan dampak yangluarbiasa terhadap lembagapendidikan. Misalnya di
AcehTimur,
sekolah terpaksaditutup
selama beberapabulan,
proses belajar-mengajardihentikan,
tetapi, kendatitidak
mampu menjawab pertanyaan dengan baik, para siswaterpaksa diluluskan ketika
mer*eka menjalani
ujian akhir. Ini
adalahsekelumit
dari sejarah kelam dunia pen-didikan ketika Aceh masih
dalam ke- adaan perang.Namun ketika
Aceh telah memasuki zaman damai,adakah
inter- aksi sosial dalam lembagapendidikan di
Aceh mengalami perubahan ?Penelitian tentang pendidikan di negara perang
telah banyak dilakukan,di
antaranya adalahNelles
(2005) yangmengkaji pendidikan, perang dan
ke- amanandi Kosovo, suatu negara
yarrg mengalamipenderitaan panjang
akibatkonflik antar
etnis;Albania
dan Serbia.Pemerintahan Milosevic melakukan etnic cleansing terhadap
etnis Albania,
pada rentang 1990hingga
L997, orang Serbia telah menembak 18.000 guru Albania, se-hingga 400.000
murid
pun terpaksa putus sekolah. Hal ini terjadi setelah Pengadilan Serbia pada 1989 telah menjatuhkan vonis terhadap 379 guru Albania, dengan huku- mantidak boleh
mengajaretnik
Serbia- Kroasia. Saatitu lebih dari
7000 ditang-kap,
sedangribuan
siswa mendapatkan teror yarrg teramat menakutkan. Bahkan, pada rentang 1991, ribuan dosen Albania dan mahasiswadiusir
dari Pristina Uni-versiti.
Akibatnya,baik di
sekolah mau-pun di
masyarakat, semua anak-anakPOLITffi
Albania yang masih usia belajar
me:::rr
dendam terhadap orang Serbia.
Pada
rentang
2000,Forum Iri.:,-
dikan Dunia di
Dakar,melaporka:
:**- tapakonflik
yang terjadidi
Koso., o :=::
menyebabkan 45% bangunan sekolai"
:--
sak atau hancur; 668 bangunan sek,-.,"*
perlu
perbaikan sederhana,sedanr -lf
bangunan sekolah
lainnya harus
di:=- *gun
kembali. Kesehatan anak-anak: *:
menurun drastis akibat dari
buruk:.,,I
air bersih dan sanitasi. Bahkan, lebih;::-.
setengah
juta
orang mengungsisehinl::
perlu dibuat
sistem sekolahbergili:::
atau program pengajaran secara khu---;=
Nelles menarik suatu simpulan,
selan:=terjadinya
perang di Kosovo, pemerinta:"telah gagal melakukan diplomasi sehing- ga berakibat pada terjadinya kemiskinan
ketertinggalan dalam
pembangunankurangnya perhatian
terhadap pendidi- kan serta pelanggaran hak asasi manusia.Setelah perang NATO-Kosovo berhenti maka,
pendidikan
menjadi bagian yangterpenting dari
upaya rekonstruksi pas-ca-konflik.
Tidak jauh
berbeda dengan peper- anganyang terjadi di
Acehdalam
limatahun terakhir
(2000-2005)---
500 seko-lah terbakar, lebih dari 50 orang
guru dibunuh, dan sekitar 51-,4 orang guru me- ninggalkan Aceh dengan alasan keaman- an ---lebih dari
5 orang mahasiswadari
berbagai perguruantinggi dibunuh
(Di- nas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam, 2003).Bahkan, 2
RektorPerguruan Tinggi Negeri,
Institut
Agama Islam Negeri(IAIN Ar-Raniry)
dan Uni- versitas SyiahKuala
(UNSYIAH) ditem-JURNAL polruK j t
OaO
VoL. 7 No. 13. 201 1POLITIK
bak.
Sedang penelitian lain yang mengk-
aji
pendidikan dan perang adalah Kreso (2008)---
tentang akibat dan pasca per- ang terhadap sistempendidikan di
Bos- nia dan Herzegovina. Kreso menyatakan,seperti
negara-negara EropaTimur
lain- nya, Bosnia dan Herzegovina telah meng- hadapi masa transisisingkat dari
sistem sosialis ke kapitalisme yang sempat ter-putus akibat perang yang
berlangsung selama empattahun.
Kreso menambah- kan, termasukpendidikan,
sistem sosial daninfrastruktur
yang adadi
Bosnia danHerzegovina
pun
rusak dan hancur aki- bat perang.Dari
sekian banyak akibat yangdit-
imbulkan oleh perar.gt yar.g paling mem- bekas bahkan sampai sekarang masih ter- asakan adalah dampak terhadap lembaga pendidikan---
perang yang berlangsunglebih dari
l-0tahun telah
menimbulkan ancaman yang seriusbagi
para pemuda di negara tersebut ---di
antaranya adalahterjadinya diskriminasi
pada kelompok- kelompoktertentu.
Selamaperang
ber- langsung,selain
benderaKroasia
yangberkibar di
mana-mana,kurikulum
pundiubah,
danbuku
teksyang
digunakandi
Bosnia danHerzigovina diimpor
darinegara
tetangga;Republik Croatia. Di
dalam sistem pendidikan, cara-cara terse-but merupakan suatu
kesalahan yangterbesar. Penyalahgunaan kurikulum tersebut
adalah suatukesalahan
besardalam
sistempendidikan. Pasca
per- ang, sebuah sekolah tenda pundidirikan di
Usora dekat kota Tesanjdi
pusat kotaBosnia
dan Herzigovina---
para siswaJurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
tahun pertama
(1.998/1.999)yang
ha-dir
ada yang diwawancarai oleh sebuah stasiun TV---
mereka percaya dan men- gatakan bahwaibu kota
tanahair
mere- ka adalah Zagreb,ibu
kota Kroasia, dan presiden mereka adalah Franjo Tudjman, Presiden Kroasia pada waktu itu.Hal tersebut di atas merupakan kon- sekuensi
logis
yang harusditerima
olehseluruh rakyat karena
menggunakanbuku teks yang diimpor dari
Kroasia, serta sebagai akibat dari keengganan dan ketidakmampuan para guru dalam mem-berikan informasi
yar.gakurat
tentangBosnia
dan Herzigovina.
Sementara itu,pendidikan yang
diselenggarakan oleh TentaraBiH,
kebanyakan menggunakankurikulum
yar.g biasadipakai
sebelum perang --- walau beberapa inovasi tamba- hantelah
diperkenalkan selama perar.g, tetapi, sistem pendidikan pada bagianini
tidak dapat menahan tekanan dari kepent-ingan nasionalistis.
Sistem pendidikandi
Bosnia berusahauntuk
membangun patriotisme secarautuh
meskinilai-nilai
budaya dan agama Islam terasa masih su-lit
untuk diterima oleh yang lain. Contoh- contoh tersebut menunjukkan betapa ada suatu pengaruh yang kuat antara nasion-alisme,
kebijakan,dan kepentingan
ke-lompok terhadap pendidikan,
sehingga mengakibatkanmunculnya tiga
sistem pendidikan kebangsaan dan pemaksakan penggunaan satu bahasa didalam
sistempendidikan;
bahasa Bosnia, Kroasia atau Serbia.Peneliti
lain yang juga mengkaji bi- dangini
adalah Shemyakina (2011); pen-garuh konflik
bersenjatadi
TajikistanTuRNAL polrnK
I t
oat I
vor.7 No. r3.201'rJurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
(1992-1,998)
yang dikaji
secara regional dan temporal padahasil sekolah.
Hasilkajian menunjukkan, anak
perempuanusia sekolah yar.g
selamakonflik
danbermukim di
daerah yang terkena dam- pakkonflik, maka, kecil
kemungkinan-nya dapat menyelesaikan
pendidikan usia wajib belajar mereka dibanding anak perempuanpada usia yang
sama Yangbermukim di
daerahyang relatif tidak terpengaruh oleh konflik. Hasil
pene-litian juga
menunjukkan bahwakonflik
kekerasan
memiliki
pengaruh yang amat besar pada partisipasi perempuan.Penelitian
tentang dampak
perangterhadap pendidikan juga pernah
di-lakukan
oleh Stewartet al
(2001); Ichi- no dan Winter-Ebmer (2004); Merrouche (2006);Akresh dan Walque de
(2008).Bahkan, baru-baru ini, studi
tentangdampak
konflik
bersenjata pada populasidengan
menggunakanmetode
empiris yang sama juga digunakan dalam kajian Shemyakina (Merrouche 2006; Akresh et a!, 2009; Dube dan Vargas 2006; Bellows danMiguel
2008; Akresh de dan Walque 2oo8).Dari
kajian terdahulu didaPat
em-pat
akibatbetapa
perang dapat berpen- garuh padadunia pendidikan;
Pertama, bagiwilayah yang
terkenakonflik,
se-cara tak terduga sering mengurangi sum-
ber
keuangarr yar.g tersediauntuk
ban-yak rumah
tangga sehingga berdampak terhadap pendapatankeluarga dan
akh-irnya
amat berpengaruh terhadapkuali- tas dan kuantitas
sekolah. Kedua, bagi anak-anakyang bangunan
sekolahnyahancur
selamaperang harus belajar di
POLITIK
sekolah
lain
sehingga mengganggu pen-didikan
mereka.Ketiga,
selamakonflik
berlangsung bahaya selalu mengintai sia- pa pun yang keluar rumah, karena pasu- kan bersenjata dan
milisi
sering menerormasyarakat sipil.
Kadang, paramilitan juga
menargetkan lembaga pendidikan sebagaiobjek
penculikan danintimida- si.
Keempat, anak-anakmungkin
putus sekolah karena orang tuanya meninggal.Selain yang tersebut
di
atas,konflik
bersenjata juga
memiliki
dampak gendertertentu, misalnya; untuk
menghindari serangan seksualdan
pelecehan dalamperjalanan mereka ke sekolah,
maka, anak perempuan harus tinggaldi
rumah,sementara, anak lelaki
berpartisipasi dalamkonflik
bersenjata sebagai sukare-lawan. Hal ini amat
terasakan bahkan menjadi permasalahan yang cukup krusi- al di Uganda Utara---
pasar tenaga kerja kesulitan menampung anak-anak-korban penculikan akibat kurangnya pendidikan danrendahnya produktivitas
akibat se- lama bertahun-tahun mereka menghabis-kan waktu
dengan pasukan pemberon- tak.Kenyataan di atas
menunjukkanbahwa dampak dari konflik
bersenjatasangat merugikan
anak-anak, teruta-ma dari kalangan
keluargamiskin
atauanak yatim yang bermukim di
daerah yang terkena dampakkonflik.
Akresh etal
(2009)menyatakan;
setelah genosidadi
Rwanda, karena ada pemerataan pen-didikan di
semua kalangan,baik
lelaki,perempuan, kaya dan miskin, maka, pen-
didikan
bagi anakyatim tidak
mengala-mi permasalahan.
Stewartet al
(2001)JURNAL poLtnK 1082
I
voL.7 No. 13.2011POLITIK
berpendapat;
akibat konflik
bersenjatadi
beberapa negaraAfrika,
maka,parti-
sipasi anak perempuandalam
pendidi-kan mengalami
penurunan, sementara,di
negaralain, partisipasi
anaklaki-laki
mengalami penurunan sedang partisipasi perempuan meningkat.Dari uraian di
alas, adatiga
halyangingin dilihat dalam
kajianini;
per-tama
bagaimanainteraksi
sosial antatapelajar dengan
pelajar pada
era perangdan damai di Aceh? Kedua bagaimana in- teraksi
antara
guru dengan pelajar pada era perangdan damai di
Aceh? Ketiga bagaimana pembangunansektor
pendi- dikan pasca perang?B.
Landasan KonsePtua!Perang
adalah tindakan Yar.g
di-ambil oleh
sebuahnegara atas
namaseluruh rakyat untuk
mempertahank- an kedaulatannya--- walau
yang benar- benar berperang hanya angkatan bersen-jata
kedua belahpihak yang
terlibat.Karena adanya
kondisi itu,
maka beber- apapeneliti
antar bangsa melihat perang sebagai satukondisi yang
mengizinkan dua ataulebih dari
dua kelompok yang bermusuhanuntuk
menyelesaikan kon-flik
mereka dengan menggunakan kekua- tanmiliter. Inilah
pandangan yang men- coba diketengahkan oleh QuencyWright
dalam bukunya;A
Studi of War.Ini
be-rarli,
suatu perang harusdimulai
dengan satu deklarasi perang secara terbuka dan hanya berakhirjika
ada deklarasi betapa perang tersebut sudah berakhir atau me-lalui perjanjian tertentu.
Seperti halnyadi Aceh,
status Daerah OperasiMiliter
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunai
(DOM) dan Darurat
Sipil
merupakan pa- yung hukum untuk melegalkan perangdi
sana. Sementara, Perjanjian Damai Hel-sinki
yang ditandatangani antara pemer-intah Republik Indonesia dan
Gerakan acehMerdeka (GAM)
Pada 15 Agustus 2005---
merupakan perjanjian yang me-nyatakan bahwa perang telah
berakhiruntuk
sementarawaktu.
Perang menu-rut Warija
(1989:) biasanyaterjadi
seb-agai hasil
kegagalanpihak-pihak
yangberkonflik untuk
menyelesaikan permu- suhan mereka dengan secara damai me-lalui
meja perundingan.Perang menurut Bahrum
(1.982)adalah suatu tindakan
untuk
mendapat-kan
keadilan. Perang bukanlah tujuan,tujuan perang adalah damai, perang juga
merupakan lanjutan daripada
Propa- gandadiplomasi dan
propaganda lain- nyamelalui cara konvensional.
Sedan-gkan
Linge (1993) menyebutkan; perang adalah salah satu alatpolitik.
Oleh kare-na itu,
perangharus
digunakanuntuk
tujuan politik dan alat
tersebut harusditempatkan di bawah
tujuan
--- karena,kalau alat telah
merusaktujuan,
maka, alat tersebut (perang) sudah tidak berarti lagi. Oleh karenaitu, perang
tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yangberdiri
sendiri, tetapi juga sebagai alatpolitik.
Beberapa sarjana
telah
menYim-pulkan bahwa perang internal
(internal conflict) berbeda dengan perang saudara.Robin (1972) menyebutkan perang sauda-
ra
berdasarkan beberapacirri;
Pertama, merupakan perang terbukayang
memi-liki
gema antar bangsa' Kedua, diorgan- isasi oleh sebuah kelas yangkuat
secararuRruAL poLtnK
I t Oar
]
voL. 7 No. 13. 201 1Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
sosial dengan
tujuan untuk
melindungi kesewenang-wenanganmereka.
Ketiga,pemerintahan tandingan yang didiri-
kan bukan
hanyamemiliki
kemampuanekonomi, tetapi jugu memiliki
dukun- ganyang
memadaidari kelompok mili- ter yang mampu memimPin
rakYatnYauntuk menghapus pemerintahan
yangada.
Keempat, pemerintahan tandingan menguasaiwilayah yang dekat
denganpemerintahan yang ada. Kelima, tindakan
pemerintahan tandingan tersebut
akandiatur oleh orang
profesional, kalangan aristokrat dan para tokoh.Menurut
A1Chaidar
(1998), ses-ungguhnya, apa
yarrgterjadi di
Acehadalah
sebuah peperangan --- pada haki- katnya, pemberontakanyang terjadi di
Aceh adalah suatu "peperangan"
an-tara
alatnegara
sebagaikekuatan
yangsah (TNI/POLRI)
melawan gerombolan pemberontak.Rakyat Aceh yang
men-cintai
perdamaiantidak
pernahterpikir bahwa pemerintah Republik
Indonesiadi
Jakarta akan menggunakan cara-caraklasik, yaitu
operasimiliter.
Sebenarnya banyak caralain
yang dapat digunakantanpa
harus mengorbankanrakyat sipil
yangtidak
bersalahdi
Aceh. Perdamaianadalah jalan terbaik
yar'g didambakanoleh
semuapihak, termasuk
kalanganinternasinal.
Sementara,
menurut Dawi
(2002),sosialisasi adalah proses
pembelajaranperan,
statusdan nilai yang harus
ada pada seseorang dalam lembaga sosial --- dan merupakan suatu Proses pembelaja-ran yang
berkesinambungan sepanjang hayat.Ia mulai dari
mengalihkan normaPOLITIK
dan nilai dalam keluarga serta
budayalokal suatu masyarakat kepada
anak- anak. Karena, biasanya, aPa yang dipela-jari
ketika anak-anak akan meniadi suatupendirian atau
membentukkonsep diri
pada
individu
tersebut---
yar.gbila
bert- ambah dewasa, ia akan mempelajari lebih banyak hal dari hasil interaksinya denganpihak-pihak lain yang disebut
sebagaiagen-agen sosialisasi. Begitu juga dengan
pendidikan yang
merupakan salah satu bentuk pengasuhan yang dalam sosiologilazim disebut
sebagai sosialisasi, dapat mengubahtingkah laku awal individu untuk
dikoordinasikan dengan kehendakkehidupan
sosial masyarakatnya---
dan ragam peranan baru pun akan terus dipe- lajari dari kecil sampai akhir hayat --- wa-lau begitu,
sosiaiisasibukan
merupakan sesuatu yarrg bersifat revolusioner- Sosia- lisasimemiliki
fungsi yang pentinguntuk
melanjutkan eksistensi sebuah masyara-kat, oleh
karenaitu,
semua bentuknya,baik yang diperoleh dari keluarga
atau agen-agen lain adalah melibatkan persoa- lan integrasi ke dalam masyarakat.Peranan
sekolah
sebagaiagen
so- sialisasimenjadi
semakinpenting
sejakdimulainya
zarrrarrmodern.
Setidaknya, ada dua alasan utama yang saling terkaitdan menjadi penyebab
meningkatnyaperan
sekolah. Pertama; karena kurangpartisipasi keluarga dalam
mendidikanak-anaknya,
kedua; karena struktur
ilmu pengetahuan telah
berkembang pesatdan
sangat kompleks. Dengan be- gitu, maka, sekolah bisa dianggap sebagai agen ibu dan bapak, yang dapat memberi- kan pelayanan yarrgtidak
mampu diberi-JURNAL
por-rrK
1 084|
voL. 7 No. 13. 201 1POLITIK
kan oleh keduanya
---
sehingga,ibu
dan bapak merupakan pelanggandan
peng- guna yangmemiliki
harapan besar terha- dap sekolah. Seiring denganitu,
sekolahjuga
merupakan agenbagi murid untuk
mengembangkan bakat dan minat mereka --- sementara, para guru juga merupakan agen dari sosialisasi.Ibu dan bapak telah
meyerahkananak mereka pada guru yang seharusnya
memiliki
kebebasandalam mendidik
--- karena,guru juga memiliki
peran mem-bentuk sikap individu, maka,
sekolahseharusnya menjadi tempat transfer
nilai- nilai
yang jelas. Jadi,tidak
heranjika
adapihak yang
mengatakanbahwa
sekolah telah menjadi agen sosialisasi yang sangat berkuasa.Menurut
Coser (L976),interaksi
so-sial
adalahsuatu
proseshubungan
dua arah yang melibatkandua
ataulebih
in-dividu
atau kelompok pada suatu tempat danwaktu tertentu ---
melibatkan tinda-kan
saling balas membalastingkah
laku seseorangterhadap individu lain,
danseterusnya saling mempengaruhi
satusama lain. Ia bisa terjadi
di
dalam ataudi luar
bangunan,di tepi
jalan,di
lapanganpermainan pada setiap waktu.
GeorgeSimmel dalam Ting
(1979) menjelaskaninteraksi di
antara manusia adalah asal usul segala kehidupan sosial. Masyarakatterdiri dari
berbagaibentuk
hubungan daninteraksi di
antaraindividu.
Contoh beberapainteraksi adalah konflik,
ker- jasama, persaingan, pembagian tugas danhubungan superioritas dan
inferioritas.Dalam penelitian ini interaksi
mengacupada reaksi
yar.g melibatkan hubunganJurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
sosial melalui komunikasi antara satu in-
dividu
denganindividu yang lain
atau kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainPerdamaian bisa dilihat
sebagaisuatu
kondisi
dengan semuakaum
ma- syarakathidup
dalamkondisi
harmonis,toleransi dan saling
memahami, walauada
perbedaandi antara mereka.
Per- damaianyang ada dalam
sebuah nega-ra dapat dilihat
sebagai "negatrf
ataLl"positif ".
Perdamaiannegatif
menurut pendapat Askandar (2006)berarti
perda- maian yang dihasilkan dari akibatintimi-
dasi dan penindasanhak
dan kebebasanrakyat --- sehingga sering
terlihat
sebagai satukondisi "tidak
perarrg", tetapi,
bu-kan berarti tidak ada isu-isu konflik di dalam
masyarakattersebut. Selain
itu,keinginan anggota masyarakat untuk mencapai tujuannya daPat
" dicegah" ,karena memperhitungkan
bakal timbul- nya
suatu kekacauandi
dalam masyara-kat
tersebut. Sedang perdamaianpositif
selalumerujuk
padakondisi yang
aman dan damai sehingga hakindividu
dan ke- lompok dapat dihormati karena terdapat-nya
berbagai saluranyang
sesuaiuntuk
mengekspresikan pendapat dan pandan- gan mereka. Selanjutnya, keadilan selalu dipertahankan dan diperjuangkan, berkat adanya mekanisme, peraturan, prosedur, dan strategiuntuk
mengelola dan meny- elesaikan berbagaiisu-isu konflik
yangberedar
di
tengah-tengah masyarakat.Sementara,
menurut ]eong
(2003), perdamaianpositif
berpusatpada
tidak adanya kekerasan langsung, seperti per- ang. Pencegahandan eliminasi
penggu-JURNAL
poLrlK 1085
VoL.7 No. 13.2011""*
t
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunannaan
kekerasanmembutuhkan
pemeca-han
perbedaanmelalui negosiasi
atau mediasiketimbang memilih
pemaksaan secarafisik.
Dalam situasikonflik,
maka,saling
ketergantungan secara sosial danekonomi dapat meminimalisir
cara-cara pemaksaan.Barrash
(2001) menyatakan bahwa perdamaian negatifini
berangkatdari
pandangan realis yang memandang bahwa perdamaian adalahtidak
adanya perang. Perspektifini
memadang bahwa perdamaian ditemukan jika tidak ada per- ang atau bentuk-bentuk kekerasan lang-sung yang terorganisir. Konsep
perda- maian negatifini
kemudian berkembang dalam konsep pembangunan perdamaian negatif seperti diplomasi, negosisasi, danresolusi konflik. Konsep
perdamaianpositif
(positiae peace), berdasarkan pada pemahamandasar dari
kondisi-kondisi sosial, cara menghapus kekerasan struk-tural
sehinggatidak
adalagi
kekerasansecara langsung. Pengertian
terhadapperdamaian ini mempengaruhi
strate-gi
perdamaianyang
sedangaktif,
yaitudengan
mengadakanusaha
perubahandiskriminasi struktural. Tuntutan
persa-maan dalam mendapatkan
perlakuan oleh sistem yang ada,baik
dalam bidangekonomi, politik dan sosial
merupakan strategi tindakan perdamaian positif.C. lnteraksi Antara Pelajar Dengan Pelajar
Era Perangdan Damai
Pada
era
perangkehidupan
siswa- siswadi
Aceh dipengaruhi olehlingkun- gan yang konflik
sehinggatelah
mem- berikanimplikasi
negatif terhadap siswa dalam berinteraksi terhadap sesamanya.POLITIK
Misalnya; sering terjadi perkelahian antar
pelajar di
sekolah karena perbedaan si- kappolitik
atau karena egoisme masing- masing. Yang jelas dalam menyelesaikan masalah sehari-hafi para siswadi
sekolahtelah memilih
cara-cara kekerasan seb-agai
pilihan
utamanya (wawancara den- gan Drs. Salahuddrn, guru,30 Juli 2010).Ketika pemerintah pusat
(Jakarta) menerapkan daruratsipil
dan darurat mi-liter
di Aceh, maka, hampir semua daerahterlibat
dalamkonflik
bersenjata --- kare-na
pelajar berasal dari masyarakat --- aki- batnya, proses belajar mengajar terhadappara pelajar pun terkontaminasi
olehkondisi konflik di
daerahnya masing-ma- sing. Sikap semuapihak
yar.gberkonflik
memberikan dampak langsung dalam in-teraksi
antara sisw,a dengan siswa bah- kan terbawa sampai ke dalam proses be-lajar
mengajardi
sekolah. Namun ketikakondisi Aceh memasuki
zarnan damai, maka,kondisi pendidikan di
Aceh mulai normal kembali (wawancara dengan Drs.J afaryus, guru, 21 Juli 2010).
Perang
yang
berlangsunglama
di Aceh menyebabkan interaksi antara siswa dengan siswa berjalantidak
sebagaimana mestinya. Pelajar di sekolah terbagi dalam kelompok-kelompok menurut daerah asal mereka. Misalnya;di
sekolah, siswa yarrg berasaldari A
dan daerah B akan mem-bentuk kelompok
masing-masing---
ha1ini
akibatdari
perbedaan pengertian dan ajarandari
masing-masingwilayah
mer- eka terbawa sampai ke sekolah. Jikadili-
hat secara umum, hal
ini
tidak nampak ke permukaan bahkan seakantidak
ada per- soalan,padahal
sesungguhnya, merekaI
Jt,f RNAL pot-lnK
1086
VoL. 7 No. 13. 20t lLll
u
,a
r-
i&
POLITIK
terkotak-kotak.
Ketika Aceh telah
amandan GAM telah dibubarkan
kelompok- kelompoktadi pun hilang
dengan send-irinya
(Wawancara denganAlfian,
S. Pd, guru/ 19 Juli 2010).Perang
yang terjadi di Aceh
jugamengakibatkan terganggunya
hubun-gan sosial
di
dalam lembaga pendidikan' Anak-anak Aceh berubah menjadi kerasdan
susah beradaptasi denganlingkun-
gan sosial, merekatidak
pandai mengen-dalikan
emosi, sangatlabil, dan
mudahtersinggung, bahkan sering
berkelahidengan sesama teman
di
sekolah (Waw- ancara denganDra.
Ratna, gurlJ, 20juli
2010). Peperangan
yang terjadi
antara tentara Indonesia dengan Gerakan AcehMerdeka (GAM) telah
memberikan efeklangsung pada siswa-siswa yar'g
ting-gal di
sana. Bahkan, sejumlah siswa ter-libat
sebagai mata-mataketika
GerakanAceh Merdeka (GAM)
masih berperangdengan pemerintah Indonesia. Hal ini
terungkapdari
wawancara dengan salah seoranginforman
yang merupakan man-tan tentara GAM wilaYah Aceh
Timur,yang kini telah kembali ke
masyarakat (Wawancara denganinforman
berinisial BBH, 22 F ebruari 2011). Ia menambahkan keterlibatan siswa sebagaiintelijen
GAM dilakukan karena mereka dapat bergerak bebas karenamemiliki
seragam sekolahdan kartu pelajar
sehingga dapat bebas pada setiap pemeriksaan yang dilakukan olehTNI/POLRI.
Keterlibatan pelajar se- bagai mata-mataGAM,
tentunya setelah melewati berbagai seleksi yar.g demikian ketat, diharapkan, dapat memberikan in- formasi lebih banyak dan akurat tentangJurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
segala
aktivitas
yang tengahatau
bakal dilakukan olehTNI/POLRI.
Mirzatul Fuadi, Pelajar
MadrasahAliyah Negeri (MAN)
menYebutkan,pad,a era perang, sebetulnya banyak pela-
jar di
sekolah yang beraliranGAM
bah-kan bisa dikatakan mayoritas, namun,
di
sekolah merekatidak
pernah berbuat ma- cam-macam ---jika
ada kegiatan-kegiatan yarrg bernuansakanpolitik,
selalu dilak- sanakan dengan diam-diam ataudi
luarjam
sekolah. Sementara orangtua
siswaberpendapat lain, pada masa
petar.gt anak-anaklebih patuh dan mudah
dia-tur.
Sehabis jam belaiar, mereka langsung pulang ke rumah. Tetapi, setelah kondisi Aceh aman, sepertinya, tidaktertutup
ke- mungkinan setelah jam sekolah merekati-
dak langsung pulang ke rumah (Wawan- cara dengan TajulBadri,
orang tua siswa, 20 Juli 2010).Tak ada Yarrg bisa memungkiri, Per-
ang telah
membawa damPak Yang san- gat dilematis bagi para pelajar, misalnya;karena mengikuti upaca dan
menghor- mat bendera merahputih,
maka, mereka dianggap olehGAM
sebagai pendukung Indonesia, padahal, sesungguhnya, mer- eka hanyamengikuti
aturanyang
diber- lakukan oleh sekolah. Takcukup
sampaidi
situ, hampir semua pelajar tidak beraniterlalu aktif di
sekolahuntuk
melakukankegiatan-kegiatan ektra kurikuler
ataumengambil belajar
tambahan, sehingga sangat merugikan bahkan berakibat padamenurunnya kreativitas siswa
(Wawan- cara denganMaulidin,
Siswa, Juli 2010)'Karena Pelaiar meruPakan
anakyarrg secara emosional masih
labil,
maka,TuRNAL polrnK
I r oaz
j
vor.7 No' 13.201 r--a-^
I
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
ia
sangat membutuhkanbimbingan
daripara guru dan juga orang tuanya.
Jika ada sikapnya yangkurang baik di
seko- lah,itu
adalah tanggung jawab para guru ---dengan cara memberikan teguran danbimbingan,
sementara,di rumah,
segala sesuatunya menjadi tanggung jawab ked-ua
orang tuanya. Tetapi,sedikit
banyak,perang
telah membawa pengaruhburuk
pada sikap dan kehidupan pelajar di Aceh (Wawancara denganNuraini, orang
tua siswa,5 Agustus 2010).Pada era
perang,
karena pada saatitu tidak
ada tempatuntuk
santai, maka, para siswapun lebih rajin
ke sekolah --- tiap hari, kecualilibur,
kami hanya seko-lah - rumah
atau sebaliknya. Walau tiap hari berangkat ke sekolah, tetapi,jika
adakontak
tembak,kami pun
langsung pu-lang. Kondisi konflik
membuat kehidu- pan sangat tertekan, walau begitu, inter- aksi antar siswa lebih terkendali. Syukur ... sekarang kondisi Aceh dalam keadaan damai, sehingga proses belajar mengajar pun sudah dapat berjalan dengan baik, di- harapkan, prestasi belajarpun
akan kianmeningkat
(Wawancara dengan Sakdan, mahasiswa, 9 November 2010).Setelah penandatanganan perjanjian
damai
antarapemerintah Republik
In- donesia dengan Gerakan Aceh Merdeka(GAM),
maka,interaksi
antar siswa punsedikit
demi sedikitmulai
berubah. Cara - cara kekerasan (aiolent) seperti yang per- nahterjadi
pada masa perangdulu
mu-lai
hilang. Sebagaimana yang ungkapkanoleh Drs.
Jafaryus; "Padaera
damai, si-kap
para siswa secara berangsur angsur berubah seiring dengan menurunnya oto-POLITIK
ritas
kedua belahpihak
yang berkonflik, sehingga berpengaruh dalam proses keg-iatan
belajar mengajar (wawancara den- gan Drs. Jafaryus,guru MAN ldi,
2LJuli
2010).
Informan
lain
menyebutkan, pada masa awal rekonsiliasi, pihak GAM masih mempraktikkan sikap yang sering dilaku- kandi
era perang. Misalnya, menitipkan anaknyauntuk
sekolahdi
sekolah-seko-lah tertentu, meski,
secara administrasibertentangan dengan ketentuan
yang berlaku. Bahkan pada era damaidi MAN Idi
Rayeuk, AcehTimur,
panglima GAMdating untuk menitipkan
anaknyauntuk
sekolah tanpapihak sekolah
bisa meno-laknya
(wawancara denganDra.
Salwa, 19 Juli 2010).Situasi damai telah
mengubah in- teraksi antarsiswa
menuju kearah yar.g lebihpositif.
Sikap pada eraperangyar.g
agak kasar pun berubah. Sekarang. keingi- nan siswa untuk belajar dengan layak pun sudah
terwujud
--- kondisi yang kondusifpun
amat mendukunguntuk
melakukan prosesbelajar
mengajar. SEcara umum dapat dikatakan, berbagai kebiasaan bu-ruk
siswa semasakonflik
teralah berubah, walau, perdamaian baru berjalan lima ta-hun (wawancara dengan
Rahmatillah, siswaMAN ldi,20
Juli 2010).Sementara, Ainul Ridha
ber-pendapat; sekarang, siswa semakin kom- pak, sehingga berbagai kegiatan yang di- laksanakan
oleh
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dapat berjalan sebagaima- na mestinya karena para siswa telah ber- satu --- di antaranya adalah melaksanakan perayaanMaulidur
Rasul, kegiatan bulanJURNAL
polrnK
1 088]
voL. 7 No. 13.201 rPOLITIK
Ramadhan atau kegiatan ekstra
kurikul- er
lainnya. Perilaku merekapun
banyak berubah, bahkan,kini, tidak
ada lagi per- masalahan antar siswadi
sekolah (wawa- ncara denganAinul Ridha,
siswaMAN
Idi,20 Juli 2010). Untuk lebih jelas tentanginteraksi antar
siswadi
era perang dan damai dapatdilihat
pada grafik di bawah1n1:
Grafik
1: lnteraksi
pelajar dengan pela-jar
pada era perang dan damai120
100
80
60
40
10
0
Sangat Setulu Setulu Trdak Pasti TldBk Setulu
N= 232
Sumber: Kerja laPangan, 2011,
Data
kajian menamPakkan; Pada eraperang
31 orang(13.4%)
responden menyatakansangat setuju
hubunganantar pelajar semakin baik, 83
orang(35.8%)
responden
menyatakan setuju, 99 orang (42.7%) responden menyatakantidak pasti,
13 orang (5.6%) respondenmenyatakan tidak
setujudan 6
orang (2.6%) responden menyatakan sangatti- dak setuju.
Sedangpada era damai;
53orang
(22.8%) respondensangat
setuju dengan pernyataanhubungan
antar pe-lajar semakin
baik,11.9 orang
(51.,3%)responden
menyatakansetuju
(terjadi peningkatan15.5%), 54 orang
(23,3%)Jurnal Kajian P0litik Dan Masalah Fembangunan
responden menyatakan tidak pasti,
4orang
(1.7%) responden menyatakanti- dak setuju dan 2 orang
(0.9%) respon-den menyatakan sangat tidak
setujujika
dikatakan
hubungan pelajar dengan pelajar semakinbaik. Semakin
mening-katnya jumlah resPonden Yar.g
mem-berikan jawaban setuju dengan
per-nyataan
di
atas, maka,dapat
dikatakan bahwainteraksi antar
pelajarpada
eradamai
semakin membaik.D. lnteraksi Antara Pelajar Dengan Guru
Era Perangdan
DamaiProses belajar mengajar merupakan bagian kegiatan interaksi antara dua ma- nusia;
yaitu
siswa yang belajar dan guru yang mengajar --- dan siswa sebagai sub- jek pokoknya. Interaksi antara siswa den- gan guru merupakan syarat utama dalamberlangsungnya Proses sosialisasi di
sekolah. Walau tugas mengajar
memiliki
tanggung jawab moral yang sangat berat, karena, berhasil atau tidaknya pendidikan sangat tergantun g pada kemampuan gurudi
dalam melaksanakan tugasnya, tetapi,kondisi
daerah yang sangat mencekamdi
saat perang menyebabkanpara guru ti-
dak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Pada era perang, interaksi
antarasiswa dengan guru terjalin tidak
baik,akibat
perilaku
para siswanya. Penghar- gaar. mereka terhadap guru amat kurang,sehingga ada jargon-jargon yang
me-nyatakan; guru adalah pengabdi untuk
Jawa,
guru
adalah pengabdiuntuk
Jakar-ta, guru adalah pengabdi untuk NKRI dan
lain
sebagainya.Hal
tersebut karena adaTuRNAL por-rnK
I t oag
]
voL. 7 No. 13. 20t l;
Jurnai Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
doktrin
dari pihak GAM kepada masyara- katdi
desa-desa bahwatidak perlu
seko-lah
karenaguru
adalah pegawai pemer-intah
yang mengabdiuntuk
kepentingan Jakarta. Kalau sudah merdeka, walau tan- pa sekolah dan bekerja, masyarakat akantetap
memperolehgaji dari
pemerintahyang
sedangdiperjuangkan oleh
GAM (Wawancara dengan Dra. Salwa, guru,1,9]uli
2010).Inilah doktrin
yang ditanamkan oleh GAM kepada masyarakat, sehingga mem- buat paradigma dan sikap mahasiswa ter-hadap guru dan dunia pendidikan jadi
berubah. Bahkan, informan yang tersebutdi
atasjuga
menceritakanpernah
men-galami intimidasi dan
pemerasan secara langsung oleh pihak GAM pada masa Per- ang. GAM juga pernah datang ke sekolah dengan membawaBOM
dan meletakan-nya di meja guru
gara-garaada
siswaMAN Idi dicurigai terlibat
dalam pencu- rian motormilik GAM di Idi
Cut, dan pe- lajar tersebut tercatat sebagai siswa KelasIII/IPS, di MAN Idi,
yangwaktu itu wali
kelasnya adalah saya (kata Salwa).Menurut Informan,
sebenatrrya,peristiwa tersebut terjadi di luar ja*
sekolah, namun GAM tetap menyalahkan
guru
karenatidak
bertanggung jawabdi dalam mendidik
sehingga ada siswanya y angmelakukan pencurian. Bahkan GAM mengeluarkan kata-kata kasar yar.g sam-pai hari ini
masihdiingat
oleh informan'GAM tidak
sadar,bahwa tugas
mendi-dik
anak bangsa bukan hanya tugas guru semata-mata,tetapi juga
merupakan tu- gas keluarga dan masyarakat' Guru tetap akan disalahkan iika ada perilaku siswan-POLITIK
ya
yarrgtidak
baik, tetapi,ia
akandipuji jika ada
siswanya mendapatnilai
yangcemerlang dan menjadi
juara. Ini
benar- benartidak
adil.Dominannya otoritas kedua belah
pi-
hak yang berkonflik, membuat guru takut pada siswanya sendiri---
sehingga inter- aksidi
antara keduanyapun tidak beria'
lan secara sehat. Bahkan ada pelajar yangberani
mengancamgurunya di
sekolah denganpeluru AK
47, akibatteror
yang sepertiitu, guru pun
menjaditakut
dan sangat tertekan.Hal ini tidak
hanya ter-jadi di MAN Idi,
tetapi, hampirdi
semuaSekolah Menengah Atas yar.g ada di
AcehTimur.
Informan berani mengklaimdemikian
karenaia
mengajardi
banyaksekolah
di
AcehTimur
(Wawancara den- gan Drs. lafaryus, guru,21,l:u/ri 2010).Ketika GAM menuntut guru untuk
bertanggungjawab terhadap sikap
danperilaku
siswanya, sebenarnyaada
satu hal yang harus diingat --- waktuitu,
siswa datangke
sekolah hanyauntuk
mencari status dan mendapatkan kartu pelajar, bu- kan untuk belajar. Status pelajar menyela- matkan merekadari
pemeriksaan apatat keamanan Indonesia. Oleh karenaitu,
ke-tika itu,
meskimotivasi
belajarnya sama sekalitidak
ada, tetapi, banyak pemuda kampung walau kondisinya sudah sangat terjepit datang ke sekolahuntuk
mendaf-tar
sebagaisiswa. Kondisi
perang jugamembuat
guru
harusberhati-hati
dalam memberikannilai dan
menentukan ke-lulusan
siswa. Kenaikan kelas atau kelu-lusan
pelajaryang
cemerlangdan tidak
cemerlang terpaksa harusdisetujui
demi menyelamatkanjiwa, bukan untuk
me-TuRNAL polrnK
] t oeo
I
vol 7 No. 13. 201 1I
L
POLITIK
nyelamatkan dunia pendidikan.
Kare-na pada
masaperang yang
memegang aturan adalah kekuasaan. Dalamkonflik di
Aceh, pelajar yar.g mendapatnilai
ren- dah atautidak naik
kelas akan melapor-kan
keadaannta kepadapihak yang
pu- nya kekuasaan; misalnyaGAM
atauTNI
(Wawancara dengan Dra. Ratna, guru,20 Juli 2010).Bottom of
FormHal yang
samajuga
diungkapkan oleh Drs. Jafaryrs; sudah menjadi rahasiaumum, kelulusan Ujian Akhir
Nasional(UAN) tidak objektif.
Bahkan ada yanghanya
25%hadir, tetapi
semuanya din- vatakanlulus,
karenapihak
sekolahti-
dak mau mengambilrisiko
baik terhadapGAM
maupun dengan steikholder lainnya---
sehingga, adaguru yar.g
menjawab lembar jawaban siswanya --- danini
men- jadi problematik yar.g besar dalam dunia pendidikankita di
Aceh. Yang lebih me-nrilukan lagi
adalah, ada siswa yang su-;lah
2
(dua) tahuntidak aktif
ke sekolah karenaberjuang
bersamaGAM,
tetapi,<etika tiba-tiba mereka berkeinginan un- :uk kembali ke sekolah, guru
tidak
kuasa:ntuk
menolaknya. Walau secara admin- stratif salah, tetapi,guru
harus menuruti.einginan
mereka. Padahal, sejujurnya, ::'rereka ke sekolah hanya mengungsi un-:rk
mencari tempat yang aman. Dominasi keduabelah pihak yang bertikai
(GAM danTNI / Polri)
telah membuat maruahdan wibawa guru menjadi
benar-bena- rtercoreng (Wawancara denganDrs.
]a- {aryus, gutu/ 2L Juti 20L0).Selama bertahun-tahun, meskip be-
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
rat,
namunitulah
kenyataan yang harusditerima, kondisi
tersebutdi
atas harusdilalui
oleh paraguru di MAN Idi
Ray- euk, AcehTimur.
Sebabjika
mereka ber- tahan pada kodratnya danberprinsip
se-bagai
prinsip
Pegawai NegeriSipil
(PNS) yang setia pada Pancasila dan Negara Ke- satuan Republik Indoensia (NKRI), maka,jiwanya akan dihabisi oleh pihak
yangtidak
senang dengan Indonesia. Oleh se-bab
itu,
paraguru
harus dapat beradap- tasi dengan kondisi pada saat itu, bahkan,jika perlu,
merekapun
harusrela
men- gangkatisu yang
dapat menyelamatkankinerjanya. Misalnya; mengangkat
isumunculnya disintegrasi dalam
bentuk pergolakan karena adanya ketidakadilan antara]akarta
terhadap Aceh.Kalau
isuitu
yang mereka angkat, maka, para guru dianggap beradadipihak
mereka (GAM) sehingga aman dalam menjalankan tugas- nya (Wawancara dengan Drs. ]afaryus,21.Juli 2010).
Alfian,
S. Pd, guru Bahasa Indonesia yang sudah mengajar lebihdari
10 tahun diMAN Idi
Rayeuek, mengakui bahwa in- teraksi antara siswa dengan guru pada era perang berjalan secaratertutup ---
siswatidak berani berinteraksi
secara terbuka dengangurunya ---
danguru pun
ragu- ragu untuk menanyakan hal yang bersifat lebih pribadi kepada para siswarrya. Jarak antara siswa denganguru pun
langsung tercipta secaratidak
sengala (Wawancara denganAlfian,
S. Pd, 19 Juli 2010).Alfian
menambahkan, pada masa perang, siswa berani secara terbuka memintaguru
un-tuk berhenti
bekerja ataupindah
tugas.Ini
pernahdilakukan
oleh siswa kelasIII
L :
JURNAL poLrnK 1091
I
uoL.7 No. 13.2011Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
(tahun akhir), pada rentang 2003, di
MAN Idi
Rayeuk, Aceh Timur. Mereka meminta guru yang mengajar mata pelajaran Baha- sa Indonesia agar berhenti mengajar mata pelajaran tersebut, karenamenurut
mer- eka, Bahasa Indonesia adalah bahasa pen- jajah yang selamaini
telah banyak men- gorbankan nyawa keluarga mereka.Perang
ini telah membuat
banyak siswatidak patuh pada
peraturan. Jikaditegur, mereka pun tidak
memperdu-likannya. Ketika itu,
peraturan memangtidak
dapat ditegakkan.Melihat
kondisi siswayang
semakinhari
semakintidak
terkendali, maka, pada era perang, pemer-intah
setempat menempatkansatu
reguTNI /POLRI di
sekolah-sekolah yangdi-
anggap berbahaya---
tujuannyatak
lain, agar peraturan kembali dapat ditegakkan.Menurut otoritas
setempat, penempatan tentara akan membawa hasil positifuntuk pihak
sekolah (Wawancara dengan Tan- tawi, perwakilanKORAMIL Darul
Ihsan, AcehTimur,4
Maret 2011).Tantawi mengakui, ketika
itu,
inter- aksi antara siswa denganguru
memangkurang baik. Boleh dikata, pada
waktukonflik,
apalagidi
luar jam sekol a}i., parapelajar sering bersikap kurang
santun.Dalam pandangannya, hal tersebut terjadi karena adanya
ruang dalam
pembagian tugas. Tugasguru
hanyadi
sekolah, se-dang
di
luar jam sekolah menjadi tanmg-gung
jawab orangtua. Akibatnya,
siswa menjadi kurang hormat pada guru bukan hanyawaktu
sekolah saja---
bahkan,di luar jam
sekolah, merekajuga tidak
res- pek terhadap gurunya. Informanini
juga menambahkan,seiring
dengan berjalan-POLITIK
nya
waktu, maka,
interaksi antara siswa denganguru pun mulai
mengalami pe- rubahan. Saat ini, ketika perdamaian Aceh sudah berjalanlebih dari lima
tahun, in- tekasi antara guru dengan siswa pun ma-kin
baik,hal ini dibuktikan
dengan parasiswa yang sudah berani
mencurahkan segala permasalahannya kepada gurunya.Bahkan ada yang menemui
guru di
kan-tornya untuk
menanyakan berbagai halyang tidak
sempat ditanyakandi
dalam ruang belajar. Data penelitian menunjuk-kan,
sekarang,interaksi siswa
dengan guru menjadi semakin baik, sebagaimana yang terlihat padagrafik
di bawahini:
Grafik
2: lnteraksi pelajar dengan
guru pada era perang dan pada era damai120 100
8t]
60
40
l0
0
Sangat Setulu Setuju Tidak Pasti Tidak Setulu SangatTidak Setuju
Itra Peran6
i Era Damai
N= 232
Sumber: Kerja lapangan, 2011,
Data di atas
menunjukkan bahwa ada27 orang (11.6%) responden yang me- nyatakan sangat setuju bahwapada
eraperang
interaksiantara pelajar
denganguru semakin baik,
84orang
(36.2%) responden menyatakan setuju, 100 orang (43,1%) responden menyatakan tidak pasti,
12 (5.2%)responden
menyatakanJURNAL poLrnK
10921
voL.7 No. 13.2011POLITIK
tidak setuju
dan 9orang
(3.9%) respon-den
menyatakan sangattidak
setuju.Sedangkan pada
era damai,
inter- aksi antara pelajar denganguru
menjadi semakinbaik. Hal ini terlihat dari
jaw-aban
70orang
(30,2%) responden me- nyatakan sangat setuju dikatakan bahwa hubunganpelajar dengan
guru menjadisemakin baik (mengalami
peningkatan ke arahpositif
11.6peratus),
11-0 orang (47.4%)responden menyatakan
setuju (mengalamipeningkatan
ke arahpositif
11.2 perat:us), 43 orang (1.8.5%) responden menyatakan
tidak
pasti, 8orang
(3.4%) responden mengatakantidak
setuju dan 1 orang (0.4%)responden
menyatakan sangattidak
setuju.Agussalim berpendapat
interaksiantar pelajar,
danantar
pelajar denganguru di Aceh sekarang sama
dengandaerah lain di Indonesia.
Interasksinyasudah baik.
Iaberpendapat, ketikamasakonflik,
meski jarang bertemu,di
Aceh, antar guru terasa lebih bersatu. Guru akan tetap datang ke sekolah jika ada jam men- gajar serta tak pernah mengalami masalah dalam perjalanandari
rumah ke sekolah.Selain
itu,
ketikaitu, kondisi guru
sama-sama
terhimpit
oleh situasi, boleh dikata,guru dicurigai
olehGAM
maupunTNI/
POLRI
(wawancara dengan
Agussalim, kepala dinas pendidikanAceh
Timur, 16\Iaret
2011).Dengan adanya perdamaian, kini,
=ekolah-sekolah
di Aceh telah
dapatmenerapkan aturan dengan tegas, sehing- ga guru sudah dapat kembali memainkan 3erannya
di
sekolah.Misalnya; jika
ada sisrvayang
memangtidak layak untuk
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
naik kelas meski telah mengikuti remedial dan
nilai
akhirnyatidak
memenuhi stan- dar yang telah ditetapkan, maka, iatidak
akan naik kelas. Dan sekarang, para siswa
pun sudah dapat
menerima kenyataantersebut
(wawancara dengan Fadlisyah,S. Ag, guru
MAN ldi,22 ]uli
2010).Ridwan Usman menyebutkan, Poli- si, sebagai alat negara terus memberikan rasa aman kepada para guru dan siswa
di dalam
menjalankanaktivitasnya
sehari- hari. Menurutnya; hubungan antara guru dengan siswa baik pada masa perang atauera damai harus
selalu berjalan denganbaik,
sebabjika tidak,
akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajardi
seko-lah. Dan
sekaranghubungan di
antarakeduanya semakin membaik (wawancara dengan
Ridwan
l-Jsman, Kapolres AcehTimur, di Idi Rayeuk,4
Maret 2011).E. Pembangunan Pendidikan
PascaPerang
di
AcehTimur
Setelah perang berakhir,
AcehTimur terus
memacupembangunan di bidang pendidikan guna
mengejar ket- ertinggalannyadari daerah lain di
Indo- nesia. Saatini,
kendala utama yar.g diha- dapi adalah minimnya ketersediaan ruang kelasyang mampu
menampung jumlahsiswa
secaraproporsional,
keterbatasanjumlah
tenaga pengajar, dan lokasi pen- empatan sekolah yangbelum
terkonsen-trasi
secaramerata
dengan memperha-tikan
rasiojumlah
siswamaupun
jarakjangkau
siswaterhadap sekolah
(Pro-fil Pendidikan
Kabupaten Aceh Timur,201o).
JURNALpoltflK I
togs
VO1.7No.13.2011i
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan
Jika dibandingkan pada
rentang 2005 dengan 201-0, prasarana pendidikandi Aceh Timur telah mengalami
jum- lah peningkatan yar.gsangat
menggem- birakan---
yar.g menurun hanya jumlah Sekolah Dasar --- yang pada era perang, karena sekolahnya dibakar, maka, mereka disatukan dengan sekolah yang lain. Pada 2005jumlah
Sekolah Dasar (SD) ada272 buah, sedangkanpada 2010
berjumlah269
buah.
Sedang untukperingkat
seko-lah yang lain
terus mengalami penamba- hanjumlah. Untuk lebih
jelasnya dapatterlihat pada grafik
di bawahini:
Grafik
3:
PerbandinganJumlah
sekolahtahun
2005dan tahun
2010Sumber:
Diolah
dariprofil
pen-didikan
Kabupaten Aceh Timur tahun2005 dan 2010
Menurut Faisal
Hasan, gedung- gedung sekolahyang berada di
bawahDepartemen Agama (DEPAG
AcehTimur)
yang dibakar pada masakonflik,
semuanya sudah dibangun
kembalioleh
pemerintah. Halini
terlaksana ber-kat
kerja sama dari semuapihak, yaitu pemerintah,
masyarakat,pihak
sekolahPOLITIK
serta
pihak keamanan (wawancara den- gan Drs.Faisal Hasan, Kepala
Departe- menAgama
RepublikIndoenesia,
Kan-tor wilayah
AcehTimur,
17Maret
2011).Demikian
juga dengan
gedung sekolahyang berada di
bawah Departemen Pen-didikan
Nasional (Depdiknas), semuanyatelah dibangun
kembali. Bahkan, keti-ka
memasuki era perdamaian, pemerin-tah
banyak membangun gedung-gedungsekolah
yar.gbaru
(wawancara denganAgussalim, Kepala Dinas
Pendidikan Aceh Timur, 16 Maret 2011).F.
Kesimpulan
Dari
Pembahasandi
atas didapatsimpulan
bahwaperang
yar.gterjadi di
Acehjuga
telah mengakibatkan tergang-gunya interaksi sosial dalam
lembaga pendidikan. Anak-anak Aceh sudah men-jadi
kerasdan sulit
beradaptasi denganlingkungan sosial, tidak pandai
men- gendalikan emosi, sangatlabil
dan mer- eka menjadi mudah tersinggung, bahkan sering bertengkar dengan sesama temandi
sekolah. Pada era perang interaksi antara siswa dengan guru juga terjalin denganti-
dak harmonis, bahkan penghargaan mer- eka terhadap
guru
sangatkurang
sekali.Hal
tersebutterjadi
karena adanya dok-trin dari
plhakGAM
kepada masyarakatdi
desa-desa bahwa sekolahtidak
pent- ing. Dominannya otoritas kedua belah pi- hak yang berkonflik, telah membuat gurutakut
kepada siswanyasendiri,
sehinggainteraksi
antaraguru
dengan siswa daninteraksi antar guru
denganorang
tua siswa terjalin secara kurang sehat.Keamanan
yang tercipta pada
eraJuRNAL polrnK
I t