MODEL PEMBELAJARAN
KELOMPOK PEMUDA PRODUKTIF (KPP)
MELALUI PENDAMPINGANDALAM PENGELOLAAN USAHA KECIL
(Studi Kasus di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut)
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Universitas Pendidikan Indonesia
Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh:
E. Dede Suryaman Nim. 959689/XXVII-19/S-2
PROGRAM PASCASARJANA
TANDA PENGESAHAN
Disetujui dan disahkan o!eh Pembimbing
Prof. DR. H. Sutaryat Trisnamansvah., M.A Pembimbing I
Prof. DR. H. Sudardja Adiwikarta., M.A Pembimbing II
PROGRAM PASCASARJANA
PERNYATAAN
Menyatakan dengan ini, bahwa karya tulis (tesis) yang berjudul Model
Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) Melalui Pendampingan
Dalam Pengelolaan Usaha Kecil (Studi Kasus di PKBM Nurui Hikmah
Kabupaten Garut) berserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau adanya klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dalam
keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani.
i n
Bandung Juli 2000 Yang Membuat Pernyataan (Penulis tesis)
E. Dede Suryaman
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan tentang "Model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil".
Tiga hal yang disingkap yaitu; (1) dasar pemikiran penerapan model pembelajaran,
(2) model pembelajaran, meliputi proses dan hasil
pembelajaran, (3) faktor
pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran KPP
melalui
pendampingan.
Pembelajaran menurut konsep Andragogi harus disadari sepenuhnya bahwa
orang dewasa belajar bukan dengan cara digurui, perubahan perilaku orang dewasa
bergantung dari perubahan sikap dan penambahan pengetahuan serta keterampilan,
AG. Lunandi (1993). Pendidikan Luar Sekolah berperan lebih efektif dan efesien untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata sosial, dapat
memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak dan meresahkan,
Ruwiyanto (1994). Pendidikan Luar Sekolah memiliki peran yang strategis dalam
upaya pengentasan kemiskinan, Philip. H. Coomb dan Manzoor Akhmed (1989)
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Data lapangan
dihimpun melalui teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Teknik
analisis data dilakukan dengan tahapan reduksi data, display, dan pengambilan kesimpulan. Data dikumpulkan dari seorang pendamping dan lima orang warga
belajar KPP yang dijadikan subjek utama penelitian. Untuk memvalidasi data
dilakukan trianggulasi, konfirmasi, dan membandingkan data, yang diperoleh dari
seorang pengelola PKBM, KPP,
penyelenggara KPP, pemantau, Nara Sumber
Teknis masing-masing satu orang dan dua orang lulusan KPP.
Hasil penelitian terungkap; (1) penerapan model pembelajaran melalui pendampingan didasarkan pertimbangan; (a) sebagai upaya perbaikan proses
pembelajaran sebelumnya, (b) ada sumber rujukan untuk mendesain proses
pembelajaran, (c)
tersediannya sarana untuk terlaksananya proses setiap fase
pembelajaran (d) tersedianya tenaga kependidikan yang mendukung untuk
mengimplementasikan model, seperti nara sumber teknis, penyelenggara, pengelola,
warga belajar, dan pendamping, (e) adanya kemampuan dan kesiapan warga belajar
untuk mengikuti setiap fase pembelajaran dan optimalisasi peran pendamping, (f)
tersediannya waktu yang cukup untuk mengimplementasikan model pembelajaran,
(g) karakteristik mated ajar yaitu pengelolaan usaha konveksi (produksi dan
pemasaran. (2) Model pembelajaran ini dalam prosesnya terbagi kedalam tiga fase
pembelajaran yaitu fase pembekalan, swakarsa, dan swadaya. Pada setiap fase
pembelajaran aktivitas warga belajar KPP didampingi oleh seorang pendamping yang
berperan sebagai fasilitator,
motivator, dan katalisator. Proses ketiga fase
pembelajaran tersebut yaitu; (a) fase pembekalan dilakukan melalui latihan, (b)fase
swakarsa dilakukan melalui pemagangan yaitu belajar sambil bekerja baik dihome-home industri maupun di PKBM, (c)fase swadaya merupakan kegiatan pemandirian
peserta, tujuannya adalah implementasi hasil belajar pada fase pembekalan dan
pemagangan. Peserta KPP mendirikan dan mengelola usaha secara berkelompok
berjumlah lima orang dengan pembagian peran secara jelas, membentuk
kepengurusan yang terdiri dari ketua, bagian administrasi dan keuangan bagian
pemasaran, dan bagian produksi. Hasil pembelajaran yaitu terjadinya peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan pada warga belajar KPP (3)
Faktor pendukung dan penghambat penerapan model adalah; (a) faktor pendukung
tersedianya
manusia
sumber
yang
memiliki
kemampuan
dalam
mengimplementasikan model (pendamping, penilik, pengelola, penyelenggara tokoh
masyarakat dan warga belajar), tersedianya sarana belajar dan berusaha, tersedianya
sumber rujukan untuk pengembangan model, kesesuaian dengan jenis keterampilan
adanya dana belajar dan usaha, kemampuan warga belajar untuk mengikuti setiap
fase pembelajaran, (b) faktor penghambat meliputi belum adanya sarana untuk studi
banding, dana pemandinan peserta terbatas, terbatasnya bahan-bahan belajar baik
untuk maten umum, inti, maupun penunjang, belum adanya perlindungan bagi
industri kecil yang baru berdiri.
Implikasi penelitian ini adalah
sebagai input dalam perencanaan
dan
pengembangan program pembelajaran pada KPP dengan mempertimbangkan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada dan lingkungan sekitar peran
pendamping dan prinsip-prinsip pendampingan dapat dikembangkan pada
satuan-satuan PLS lainnya, memperkaya model-model pembelajaran, serta dengan
keterbatasan penehtian ini memberikan peluang yang lebih luas pada penelitian dan
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN iu
ABSTRAK. iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI xi
DAFTAR BAGAN xv
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
j
B. Identifikasi Masalah
j3
C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
14
D. Definisi Operasional
j5
E. Tujuan Penelitian
20
F. Kegunaan Penelitian
20
G. Kerangka Pemikiran
2?
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 29
1. Pengertian dan tujuan Pembelajaran Orang Dewasa 29 2. Karakteristik Pembelajaran Orang Dewasa pada KPP 32
B. Prinsip Pembelajaran dan konsep Empowering Proses
(proses pemberdayaan) 35
1. Pengertian dan strategi pendekatan proses pemberdayaan 35
2. Karakteristik proses pemberdayaan 38
3. PLS sebagai suatu proses pemberdayaan 41
4. Makna pemberdayaan dalam PLS 44
5 Strategi pendekatan proses pemberdayaan 45 6. Beberapa karakteristik proses pemberdayaan 46 7. Karakteristik PLS sebagai suatu proses pemberdayaan.... 48 8. Proses pemberdayaan pada pembelajaran KPP 49
C. Konsep pembelajaran melalui Pendampingan dan pemecahan
masalah 50
1. Pengertian dan tujuan pendampingan 50
2. Fungsi dan peran pendamping 53
3. Perencanaan pembelajaran KPP melalui pendampingan... 58
4. Pemecahan masalah sebagai inti pembelajaran
Pendampingan 60
5. Evaluasi proses pembelajaran dalam pendampingan 73
a. Pengertian dan ciri-ciri evaluasi. 73
b. Ruang lingkup, tujuan, dan fungsi evaluasi dalam
pendampingan KPP 75
D. Proses Pembelajaran KPP melalui pendampingan 79
1. Proses pembelajaran pada fase Pembekalan (Latihan)
a. Pengertian latihan 79
b. Tujuan latihan 82
2. Proses pembelajaran pada fase Swakarsa (Pemagangan).. 86
a. Pengertian pemagangan 86
b. Cara belajar kelompok merupakan pengembangan
magang 88
3. Proses pembelajaran pada fase Swadaya (Pemandirian).... 91
a. Konsep pembelajaran mandiri 91
b. Proses pembelajaran mandiri 93
E. Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dan Pengelolaan Usaha
Kecil 95
1. Pengertian dan Tujuan program KPP 95
2. Komponen-komponen program KPP 97
3. Proses penyelenggaraan KPP 103
4. Konsep Kewirausahaan pada KPP jo7
a. Sikap dan perilaku kewirausahaan dalam pengelolaan
usaha kecil 107
b. Pendirian dan pengelolaan usaha kecil ]08
1) Pendirian usaha kecil ]08
2) Langkah-langkah pengelolaan usaha kecil 113
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian 1 \ 9
B. Subjek penelitian. 123
C. Instrumen Penelitian 126
D. Teknik Pengumpulan Data 128
1. Observasi 129
2. Wawancara 129
3. Studi Dokumentasi 130
E. Teknik Analisis Data 131
F. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian 134
G. Cara memperoleh kepercayaan hasil penelitian 137
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Wilayah Penelitian 141
1. Keadaan Umum Kabupaten Garut
141
2. Profil PKBM Nurui Hikmah
]46
a. Sejarah Pendirian PKBM Nurui Hikmah
j46
b. Tujuan Pembentukan PKBM Nurui Hikmah
14g
c. Pengelola PKBM Nurui Hikmah
j50
d. Program PKBM Nurui Hikmah dan Perkembangannya.
j5j
3. Profil KPP Konveksi limbah kulit
]53
a. Dasar Pemikiran Pembentukan KPP , „
b. Sejarah Pembentukan ,
<-<-c. Dasar Yuridis , <-q
d. Tujuan Penyelenggaraan KPP Konveksi limbah kulit..
i ^n
B. Deskripsi Hasil Penelitian
, 60
1. Identitas responden (pendamping) 161
2. Identitas responden (warga belajar) 165 3. Dasar pemikiran penerapan model PembelajaranKPP
melalui pendampingan 169
4. Model pembelajaran KPP melalui pendampingan
dalam pengelolaan usaha kecil 173
a. Proses pembelajaran KPP melalui pendampingan
dalam pengelolaan usaha kecil 173
1). Proses Pembelajaran KPP fase Pembekalan 177
2). Proses Pembelajaran KPP fase Swakarsa 179
3). Proses Pembelajaran KPP fase Swadaya 181 b. Hasil pembelajaran dan kegiatan usaha KPP konveksi
limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 185
1). Hasil Pembelajaran 185
2). Perkembangan Usaha warga belajar 186
5. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model
PembelajaranKPP melalui pendampingan 189
a. Faktor pendukung 189
b. Faktor penghambat 190
C. Pembahasan 191
1. Dasar pemikiran penerapan model pembelajaran melalui
pendampingan 192
2. Model pembelajaran KPP melalui pendampingan pada
KPP konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 195 a. Proses pembelajaran melalui pendampingan pada KPP
konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 199
1) Fase Pembekalan 199
2) Fase Swakarsa 200
3) Fase Swadaya 202
b. Hasil pembelajaran melalui pendampingan pada KPP
Konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 208 3. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model
Pembelajaran KPP melalui pendampingan pada KPP
konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 213
a. Faktor pendukung 213
b. Faktor Penghambat 215
D. Diskusi Temuan Hasil Penelitian 218
E. Implikasi Hasil Penelitian 221
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
2„4
B. Rekomendasi ~~.,
DAFTAR PUSTAKA
241
B A G A N
B A G A N
B A G A N
B A G A N
B A G A N
B A G A N
D A F T A R B A G A N
PROSES TAHAPAN PEMECAHAN MASALAH 61
STRUKTUR ORGANISASI DAN JARINGAN KERJA PKBM NURUL HIKMAH KABUPATEN
GARUT 151
PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE
PEMBEKALAN (LATIHAN) 179
PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE
SWAKARSA (PEMAGANGAN) 181
PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE
SWADAYA (PEMANDIRIAN) 185
PROSES PEMBELAJARAN KPP MELALUI PENDAMPINGAN PADA KPP KONVEKSI
LIMBAH KULIT DI PKBM NURUL HIKMAH 212
TABEL
TABEL
TABEL
TABEL
DAFTAR TABEL
PERAN DAN RUANG LINGKUP
PENDAMPINGAN PADA KPP 55
DATA EKSPORT INDUSTRI DAN BARANG KULIT KABUPATEN GARUT
TAHUN 1997DAN 1998 144
KEADAAN UNIT USAHA DAN DAYA
SERAP TENAGA KERJA INDUSTRI KULIT
DI KABUPATEN GARUT TAHUN 1998 144
JENIS LIMBAH INDUSTRI KULIT DAN
PROSES PENGOLAHANNYA DI SENTRA INDUSTRI KULIT KABUPATEN GARUT ..
x v i
LAMPIRAN
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
DAFTAR LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA TENTANG
PENGANGKATAN PEMBIMBING
PENULISAN TESIS 246
SURAT KETERANGAN IJIN PENELITIAN/SURVEY DARI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 247
SURAT KETERANGAN IJIN
PENELITIAN/SURVEY DARI KADIT.
SOSPOL PROPINSI JAWA BARAT 248
SURAT KETERANGAN
PENELITIAN/SURVEY DARI KANTOR
SOSPOL KABUPATEN
GARUT 249
SURAT KETERANGAN TELAH
MELAKUKAN PENELITIAN DARI SKB
GARUT 250
RIWAYATHIDUP 251
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan Bangsa Indonesia yang masih terus diperjuangkan seluruh
bangsa adalah terbebasnya dari masalah kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Sejak bangsa Indonesia merdeka, ketiga masalah tersebut
mendapatkan perhatian yang cukup serius dari seluruh bangsa ini. Dari ketiga
permasalahan tadi antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat, namun
pada umumnya sepakat bahwa kebodohan adalah mata rantai utama dan pertama
yang harus ditangani, selanjutnya adalah kemiskinan. Sejak awal tahun 1994 istilah
kemiskinan dan upaya pengentasannya dimunculkan kembali baik oleh pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat. Seminar, lokakarya, simposium, dan
pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya serta aksi-aksinnya banyak dilakukan. Semua
intansi dan departemen memiliki jaringan atau program terhadap masalah kemiskinan
ini. Pertama kita mengenal program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program
Peningkatan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), kemudian pada akhir-akhir ini
sedang digalakan program, Kelompok Pembelajaran Swadaya Masyarakat, (KPSM),
dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Menurut data pemerintah (Depdikbud, 1998), penduduk yang tergolong
miskin terus menerus menurun. Pada awal kemerdekaan, jumlah penduduk miskin
tercatat 40%, sedangkan hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk miskin
27,2 juta jiwa atau 15,14%. Pada tahun 1995 berjumlah 21,1 juta atau 10% dari jumlah penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan kita akan terbebas dari kemiskinan pada tahun 2006 tetapi ternyata keadaan tidak terduga tidak dapat terelakan dimana negara kita dilanda krisis moneter pada awal tahun 1997 hingga saat ini, jumlah penduduk yang miskin prosentasenya naik sangat tinggi yaitu dari
beberapa sumber mengatakan angka 83 juta jiwa atau 45 %. Pada kondisi seperti ini,
semua kekuatan bangsa perlu mencurahkan perhatiannya sehingga terlihat paradigma
atau konsep pembangunan kita berubah dari aktivitas pembangunan, pemberdayaan,
kepada aktivitas penyelamatan, penyembahan (recovery) dan kembali ke aktivitas
pembangunan.
Kemiskinan menurut pandangan Selo Sumardjan, (dalam Depdikbud 1999;3)
diistilahkan dengan kemiskinan struktural yaitu sebagai kemiskinan yang diderita
oleh golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Yang termasuk golongan ini diantaranya para petani yang tidak memiliki tanah
sendiri, petani pemilik tanah yang terlalu sempit sehingga hasilnya tidak mencukupi
kebutuhan makan sendiri dan keluarganya, kaum buruh yang tidak terpelajar dan
terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas pemerintah. Pada sisi lain dikenal
juga istilah kemiskinan absolut yaitu situasi penduduk atau sebagian penduduk yang
hanya dapat memenuhi makan, pakaian, dan perumahan, yang sangat diperlukan
melihatnya bahwa kemiskinan juga dapat dilihat dari segi pendapatan dan
pengeluaran belanja, tingkat kesejahteraan sosial, dan proses pembangunan yang
dilakukan pemerintah.
Secara konseptual kemiskinan telah dipahami dengan pengertian yang terus
berubah dan berkembang cakupannya. Kemiskinan ditanggapi tidak hanya sekedar
sebagai kondisi ketidakadaan harta. Malik Fajar (1998) memberikan gambaran bahwa
kemiskinan dapat dilukiskan sebagai suatu si stem jaringan (poverty web) dan dalam
jaringan itu terangkai kondisi-kondisi atau kualitas yang serba tidak menguntungkan
bagi kehidupan manusia yang bermartabat, yang terangkai dalam jaringan kemiskinan
adalah :
1. Tidak memiliki peluang untuk mendapatkan modal dan kredit, tidak memiliki
inprastruktur dan peluang untuk mendapatkan pelayanan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
2. Tekanan penduduk, degradasi lingkungan sebagai akibat eksploitasi secara
berlebihan.
3. Rendah penghasilan, tingkat konsumsi, indikator-indikator sosial, rendah
kedudukan sosialnya, dan mengalami marginalisasi, bentuk dan kondisi
perumahannya, serta tidak memiliki sanitasi, tidak bisa mengambil bagian
dalam proses pengambilan keputusan.
4. Rendah
daya
kemampuannya
untuk
menjadi
tenaga
kerja,
rendah
produktivitasnya, kurang daya tanggapnya, kurang bisa memanfaatkan pelayanan-pelayanan (kebutuhan) dasar yang tersedia, dan tenaga kerja
anak-anak.
5. Rendah rasa harga diri, fatalisme, diselimuti tahyul-tahyul, masa bodoh,
kurang percaya diri, dan hidup tidak teratur.
6. Mengidap kemelaratan, mengalami keterampasan (sosial, kultur, politik,
ekonomi, dan sebagainya). Diskriminasi, pengucilan, kurang mampu
mencukupi kebutuhan dirinya, tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan
tambahan penghasilan.
7. Tidak sehat, kurang nutrisi, mengidap berbagai penyakit, harapan hidup
rendah, kematian bayi tinggi, dan jumlah anggota keluarga besar.
8. Buta aksara (fiingsional) tingkat pendidikan rendah, kurang memiliki akses
terhadap informasi dan kesehatan, keluarga berencana dan ekonomi pasar.
Kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan merupakan musuh kita bersama,
dan yang paling tidak harus kita tekan seminimal mungkin. Upaya penanganannya
memerlukan pemikiran dan kerangka konseptual serta aksi-aksi yang nyata dan
menyentuh akar permasalahan. Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989)
berkeyakinan bahwa program-program pendidikan luar sekolah memiliki peran yang
strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan
bahwa "pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan
dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana
seharusnya. Pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) dapat digunakan
dengan lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk
segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan disamping dapat pula untuk
ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan".
Permasalahan yang diuraikan terdahulu merupakan masalah yang bersifat
umum dan nasional, pada tingkat lokal pun demikian seperti di Jawa Barat dimana
kegiatan penelitian ini dilakukan. Di Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga
ibu kota memiliki masalah tersendiri penduduk dan segala implikasinya merupakan
masalah yang kompleks. Menurut hasil susenas 1997, penduduk Jawa Barat telah
mencapai 40,186 Juta orang yang sebagian besar merupakan kelompok usia
produktif, dengan proporsi penduduk pada kelompok 15-64 tahun mencapai 63,48 %,
golongan penduduk pada kelompok ini sudah termasuk pada kelompok usia kerja
dengan ketenagakerjaan masalah-masalah yang dihadapi seperti yang tercantum
pada pokok-pokok reformasi pembangunan Jawa Barat tahun 1999/2000 adalah :
Apabila dilihat latar belakang pendidikannya menurut Iapangan kerja utama sebagian besar berpendidikan rendah, di sektor primer lebih dari 94,37 % pada tahun 1996 latar belakang pendidikan pekerja adalah SD ke bawah,
sedangkan pada sektor sekunder dan tersier pekerja latar belakang pendidikan
sekolah lanjutan.Perkembangan angkatan kerja di Jawa Barat periode 1990 1996 rata
-rata setiap tahunya mencapai 3,7 % dan pada tahun 1996 besarnya jumlah
angkatan kerja adalah 16,3 juta orang dengan latar belakang pendidikan
sebagian besar SD ke bawah. Sedangkan angka pengangguran Jawa Barat
pada tahun 1996 sebesar 6,91 % meningkat cepat menjadi 7,38 % pada tahun
1997, sampai akhir September 1998 jumlah pengangguran di Jawa Barat
sebanyak 1.715.059 orang termasuk yang tekena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) sebanyak 64.299 orang dan tenaga kerja yang dirumahkan sebanyak
10.507 orang. Pokok-pokok Reformasi JawaBarat, (1999/2000)
Terlihat bahwa berkenaan dengan masalah ketenagakerjaan di Jawa Barat
tersebut disamping tingginya angka pengangguran juga rendahnya tingkat
pendidikan, baik yang terdapat pada penduduk pencari kerja maupun yang sudah
bekerja. Tingginya angka pengangguran merupakan beban yang cukup serius bila
tidak ditangani secara seksama. Pengangguran disebabkan oleh banyak faktor, baik
faktor ekonomi, maupun sosial. Ruwiyanto, (1994;3) mengemukakan bahwa
penyebab pengangguran adalah perubahan struktur industri, ketidakcocokkan
keterampilan, ketidakcocokan geografis, pergeseran demografis, kekuatan industri
tidak bisa dipekerjakan, restrukturisasi kapital, dan ketidakcocokkan keterampilan
sebagai salah satu penyebab pengangguran itu adalah masalah pendidikan.
penyesuaian program-program pendidikan atas valatisasi lingkungan sehingga
antisipasi pendidikan terhadap kebutuhan nyata (real need) lingkungan meleset.
Jumlah pengangguran yang tinggi akan berakibat pada kerawanan sosial dan
stabilitas nasional. Penanganan masalah ini tidak bisa hanya ditangani oleh satu
lembaga atau instansi saja, tetapi perlu melibatkan berbagai instansi atau lembaga
baik pemerintah maupun di luar pemerintah yang berada di pusat sampai ke daerah.
Populasi penduduk yang berusia muda (produktif) jumlahnya cukup banyak
63,48%), dari kelompok ini yang berusia 15-35 tahun jumlahnya cukup banyak
walaupun di Jawa Barat belum ada data yang pasti. Penduduk usia muda atau sering
disebut pemuda berusia antara 15-35 tahun merupakan usia penduduk yang
potensial dan memiliki kedudukan yang strategis dalam menopang kelangsungan
bangsa. Untuk itu pembinaan dan pengembangan kelompok usia ini merupakan
sesuatu yang strategis pula. Berkenaan pembinaan dan pengembangan kepemudaan,
secara tegas diuraikan dalam pola umum pembinaan dan pengembangan pemuda
sebagai berikut:
Dilihat dari segi pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
seutuhnya, maka pemuda harus dibina dan dikembangkan sebaik-baiknya
untuk menghadapi masa depan yang sehat dengan bekal yang tertanam sebagai suatu generasi yang tangguh dan bertanggungjawab, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Cinta tanah air dan bangsanya, memiliki wawasan dan pandangan nasional yang sejalan dan serasi dengan moral pancasila.
Sebagai objek pembinaan dan pengembangan, pemuda masih
memerlukan upaya-upaya yang dapat menumbuhkan potensi kemampuannya
ke tingkat yang optimal sehingga dapat bersikap mandiri. Sikap itu diperlukan
untuk melibatkan diri bersama potensi lainnya dalam rangka kehidupan
berbangsa, bernegara dan pembangunan nasional.
Sedangkan sebagai subjek pembinaan dan pengembangan, pemuda telah
menyelesaikan masalah-masalah yang tengah dihadapi bangsa dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara serta pembangunan nasional. Sebagai subjek pemuda mampu mengambil prakarsa sendiri dalam keterlibantannya tersebut. Depdikbud, (1994;2)
"Pola pembinaan dan pengembangan kepemudaan adalah suatu model
pendekatan dan pelatihan kepemudaan, bimbingan, pengawasan, pengadaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah
dan teratur serta bertanggungjawab untuk memperkenalkan, menumbuhkan dan
membimbing dasar kepribadian yang utuh, selaras, serasi dan seimbang". Pemda
Jabar, (1991). Sedangkan sasaran pembinaan dan pengembangan kepemudaan di
Jawa Barat meliputi:
a. meningkatkan keterampilan para pemuda putus sekolah dan pencari kerja,
untuk memberikan kemampuan berwirausaha secara mandiri;
b. meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemuda melalui jalur
Pendidikan Luar Sekolah;
c. tumbuhnya disiplin pribadi, sosial dan nasional serta etos kerja dan
kemandirian;
d. tercapainya sikap mental dan moral pemuda yang tangguh serta memiliki
ketahanan nasional;
e. meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda dalam menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; f. berkembangnya fungsi dan peran organisasi kemasyarakatan fungsional
pemuda yang mandiri, berkualitas dan dinamis;
g. mengembangkan sarana dan prasarana pembinaan dan pengembangan
kepemudaan disetiap daerah tingkat II;
h. tertatanya kehidupan organisasi kemasyarakatan fungsional pemuda,
organisasi kepemudaan lainnya seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS, dan Iain-lain sesuai ketentuan yang berlaku. Pemda Jabar, (1991)
Lain dasar operasional lain pula tampilan pemuda kenyataannya, seperti yang
kita amati saat ini, permasalahan yang berkenaan dengan pembinaan dan
lembaga atau instansi yang ada saat ini yang menangani kepemudaan tidaklah cukup
berhasil mengimplementasikan apa yang telah dirumuskan di muka, guna mengatasi
masalah-masalah yang berkenaan dengan kepemudaan.
Atas dasar kondisi objektif tersebut maka usaha pengembangan kemandirian
dan kewirausahaan pemuda adalah layak dan mendesak untuk dilakukan melalui
program-program yang realistis yang bermuara pada peningkatan produktiktivitas.
Dewan Produktivitas Nasional (1983) mendefinisikan sumber daya manusia yang
produktif adalah yang mempunyai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih
baik dari hari ini. Sedangkan National Produktivity Board Singapore mendefinisikan
produktivitas sebagai sikap mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat
melakukan peningkatan atau perbaikan. BPKB Jayagiri, (1997;9-12). Sikap mental
yang produktif itu antara lain ; (1) motivatif, (2) disiplin, (3) kreatif, (4) inovatif,
(5) dinamis, (6) profesional, (7) berjiwa kejuangan.
Untuk menjawab tantangan dan penyiapan sumber daya manusia maka
kalangan generasi muda perlu ditumbuhkan kemampuan bersaing secara positif
"Produktivitas juga diartikan sebagai menghasilkan lebih banyak dan berkualitas
(1992;51). Hal ini berarti kalau kita berbicara tentang tingkah laku manusia atau
individu, yaitu tingkah laku produktivitasnya, lebih khususnya lagi dibidang kerja
atau organisasi kerja kelompok pemuda produktif umpamanya.
Bertambahnya pengangguran termasuk didalamnya angkatan kerja potensial
akan membawa dampak negatif apabila tidak dibina dan disalurkan dengan baik,
bahkan akan menimbulkan masalah yang berkepanjangan sehingga mengganggu
proses pembangunan bangsa. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dirancang
suatu program pendidikan dan latihan yang inovatif yang mendorong pemuda
sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan usaha, yang pada akhirnya
memperoleh penghasilan atau pendapatan yang layak. Program-program pendidikan
luar sekolah yang inovatif baik dilihat dari isi, proses pembelajaran, adalah
merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam upaya ikut menyehatkan bangsa ini
agar kita dapat kembali membangun dan mengejar ketertinggalan dengan negara lain.
Inovasi program atau gagasan baru program adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan program-program baru yang lebih efektif, efesien, dan
produktif untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Inovasi program perlu
dilakukan sebagai upaya proaktif untuk menanggapi secara arif dan bijaksana
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat, sebagaimana kita
mengetahui bahwa yang selalu tetap adalah perubahan itu sendiri. Di Balai
Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Jayagiri dan dibeberapa SKB di Jawa
Barat, upaya pembinaan generasi muda salah satunya melalui program pendampingan
Kecil. Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif ini ada
dan dikembangkan dengan dasar pemikiran bahwa hasil pengamatan dalam rangka
identifikasi kebutuhan pengembangan menunjukkan bahwa masih banyaknya
program-program kepemudaan khususnya program Kelompok Pemuda Produktif
yang kurang berhasil diantaranya disebabkan oleh kurangnya pembinaan dan adanya
kesenjangan komunikasi antara warga belajar, pengelola di tingkat kelompok dengan
pembina atau penyelenggara program KPP. Program KPP saat ini telah cukup
banyak berkembang khususnya di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Jawa Barat dan
BPKB Jayagiri Bandung, di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) binaan
Bidang Pendidikan Masyarakat, juga program serupa yang ditangani oleh Bidang
Pembinaan Generasi Muda Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional
Propinsi Jawa Barat. Pengertian Pendampingan Warga belajar Kelompok Pemuda
Produktif adalah :
Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif
(KPP) dalam pengelolaan usaha kecil adalah usaha atau upaya seseorang yang
meyertai dan menemani secara dekat, bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola
usaha kecil yang dilaksanakan pada kelompok pemuda produktif untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan, yaitu usaha kecil yang maju dan
berkembang, sehingga warga belajar memiliki mata pencaharian yang tetap
dan akhirnya mandiri serta memperoleh pendapatan yang layak BPKB
Jayagiri, (1999)
Sedangkan menurut Binaswadaya (1999;1-2) mengemukakan bahwa
pendampingan adalah "pihak yang berdekatan, samping menyamping, karena
kedudukan antara keduanya sejajar atau sedarajat, tidak ada bawahan atau pun
alternatif rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia
tidak bisa mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendamping itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan
demokratis. Proses pembelajaran kelompok pemuda produktif dengan tiga fase
pembelajaran yaitu ; (1) fase pembekalan, dilakukan melalui pelatihan, (2) fase
swakarsa, dilakukan dengan pemagangan, dan (3) fase swadaya, yaitu kegiatan
tindaklanjut merupakan kegiatan pemandirian warga belajar, Untuk mencapai
kemandirian itu perlu atau membutuhkan pendamping, yang mampu memerankannya secara baik yaitu secara demokratis dan partisipatif. Berangkat dari pengembangan
prinsip individu warga belajar dan KPP pada umumnya. Maka menurut Dit Diktentis
Depdikbud (1999; 13) proses pendampingan itu harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) pendampingan merupakan proses penyadaran diri bagi semua pihak yang terlibat, (b) berkenyakinan bahwa kelompok dampingan, dalam dirinya mampu berkembang sesuai tujuannya, (c) kegiatan pendampingan bermaksud
menciptakan situasi yang mendukung perkembangan kelompok, (d)
pendekatan pendampingan berangkat dari lapisan paling bawah, (e)
pendekatan pendampingan bermaksud menciptakan situasi yang mendukung
perkembangan kelompok, (f) pendamping berorientasi pada pengembangan manusia seutuhnya, (g) pendampingan dilaksanakan melalui kelompok dalam kelompok, artinya pendampingan bukan secara pribadi tetapi atas nama suatu
institusi, (h) pendampingan memprioritaskan pada partisipasi,
kesetiakawanan, dan kewaspadaaan. Dit Diktentis Depdikbud (1999;13)
Tujuan utama yang ingin diperoleh dari program pendampingan warga
belajar pada program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelola usaha
kecil adalah, membantu warga belajar melalui proses pembelajaran agar dapat: (1)
12
berusaha, (2) membantu warga belajar agar memiliki mata pencaharian yang tetap
dan produktif sehingga dapat meningkatkan tarap hidupnya, (3) memberikan
kesempatan belajar pada warga belajar untuk memperoleh keterampilan berusaha pada kelompok pemuda produktif.
Berdasarkan uraian terdahulu, selintas terlihat betapa pentingnya peranan pembelajaran melalui pendampingan dalam keberhasilan program kelompok pemuda produktif, sehingga timbul pertanyaan bagaimana proses pembelajaran melalui pendampingan warga belajar pada program kelompok pemuda produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha kecil, serta bagaimana hasilnya dari program tersebut ? akan
dicoba diungkap lebih jauh melalui suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
akan meneliti model pembelajaran Kelonipok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurui Hikmah Kabupaten Garut.
Untuk membantu warga belajar pada program Kelompok Pemuda Produktif
(KPP) peran pendamping dalam pendampingan tersebut sangatlah penting, apakah
pendampingan sudah berjalan secara sempurna sesuai dengan programnya atau
belum, serta bagaimana dasar pemikiran penerapan model tersebut, bagaimana
prosesnya, bagaimana hasilnya, serta apa faktor pendukung dan penghambat
dalampenerapan model pembelajaran KPP melalui pendampingan dalam pengelolaan
usaha kecil ini. Pertanyaan tersebut memerlukan jawaban yang rinci, sehingga
diperlukan upaya penelitian yang mendalam untuk memperoleh jawabannya. Dengan
program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolan usaha kecil,
diharapkan akan ditemukan kelebihan dan kekurangannya sehingga pada gilirannya
diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembang, penyelenggara, dan pihak lain
yang memilliki kepedulian pada program-program Diklusepora khususnya program
Kelompok Pemuda Produktif (KPP).
B. Identiflkasi masalah
Kegiatan penyelengaraan kelompok pemuda produktif (KPP) dibeberapa
daerah tertentu dari 23 SKB di Jawa Barat saat ini masih belum berhasil berdasarkan
hasil tinjauan dan telaahan BPKB Jayagiri (1999), dalam rangka identiflkasi
kebutuhan pengembangan kelompok pemuda produktif, hasil evaluasi kinerja SKB
se Jawa Barat tahun 1998/1999. Hal tersebut juga dialami oleh oleh program KPP
yang diselenggarakan di PKBM Nurui Hikmah yang merupakan binaan SKB Garut.
Permasalahan tersebut antara lain; (1) belum optimalnya peran-peran tenaga
kependidikan yang terlibat dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program KPP,
(2) terbatasnya dukungan peralatan dan modal yang ada, (3) analisis pemilihan jenis
usaha tidak tepat, (4) tingkat keutuhan warga belajar atau tingkat droup out warga
belajar tinggi, (5) Penguasaan keterampilan oleh warga belajar sebagai dampak dari
keikutsertaan pada program KPP masih rendah, antara lain disebabkan oleh
singkatnya proses kegiatan KPP, (6) lulusan program KPP yang memiliki usaha
sangat kecil. Setelah dianalisis oleh suatu tim pengembang, diasumsikan perlu ada
14
dirasakan perlu ada seorang atau lebih yang berperan sebagai pendamping bagi WB.
Maka pada perjalanan selanjutnya dilakukan kegiatan pengembangan yang
memfokuskan pada pendampingan terhadap warga belajar program Kelompok
Pemuda Produktif (KPP). Semakin banyak model pembelajaran KPP yang inovatif
dikembangkan maka semakin banyak pilihan bagi penyelenggara program KPP untuk
memilih model pembelajaran yang paling tepat untuk memberikan layanan
pembelajaran terbaik kepada sasarannya.
Persoalannya sekarang apakah program KPP dengan menerapkan model
pembelajaran KPP melalui pendampingan tersebut cukup berhasil untuk
mengoptimalkan kegiatan KPP sehingga dapat mengantarkan pemuda menjadi
seorang pemuda yang mandiri. Pada sisi lain model-model pembelajaran tersebut
belum banyak diketahui oleh para penyelenggara program KPP baik di lingkungan
SKB maupun PKBM yang ada sekarang ini khususnya di wilayah Kabaupaten Garut
dan Jawa Barat pada umumnya.
C. Perumusan masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identiflkasi masalah yang telah dikemukakan
terdahulu maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah
Bagaimana Model Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui
pendampingan dalam Pengelolaan Usaha Kecil di Pusat Kegiatan Belajar
15
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan terdahulu maka pertanyaan
penelitian meliputi :
a. Bagaimana dasar pemikiran penerapan model pembelajaran Kelompok
Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha
kecil ?
b. Bagaimana model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP)
melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil ?
c. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan model pembelajaran
Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam
pengelolaan usaha kecil ?
D. Definisi Operasional
/. Dasar Pemikiran
Dalam penelitian ini yang dimaksud dasar pemikiran adalah alasan,
pangkal, suatu pendapat hasil kajian atau pemikiran yang mendasari
diterapkannya model pembelajaran KPP melalui pendampingan dalam
pengelolaan usaha kecil pada KPP Konveksi Limbah Kulit di PKBM Nurui
Hikmah Kabupaten Garut.
2. Model
16
(1994; 3) dalam pengertian lain model juga diartikan sebagai barang atau benda
tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti Globe adalah model dari tempat kita hidup. Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan W.J.S poerwadarminta, (1994). Sedangkan istilah model pembelajaran (models of teaching), menurut Joice dan Weil (1986), digunakan untuk menunjukan sosok untuk konseptual dan aktivitas pembelajaran yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Dalam penelitian ini model adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam pengorganisasian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pendampingan pada Kelompok Pemuda Produktif
3. Pembelajaran
Adalah sebagai upaya yang dilakukan secara sengaja dan sistematis untuk
menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan,dalam
kegiatan ini terjadi interaksi yang edukatif antara peserta didik (warga belajar)
dengan pendidik (fasilitator, pendamping, nara sumber teknis, dan tenaga
kependidikan lainnya)
4. Pendampingan
Adalah cara kerja seseorang yang menyertai dan menemani secara dekat,
bersahabat dan bersaudara serta terlibat bersama dalam suka dan duka, saling
bahu membahu bersama warga belajar. BPKB Jayagiri (1999;4) Program
17
pengelolaan usaha kecil adalah usaha atau upaya seseorang yang meyertai dan
menemani secara dekat, bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama
dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola usaha kecil yang dilaksanakan pada kelompok pemuda produktif, untuk mencapai tujuan bersama
yang diinginkan, yaitu usaha kecil yang maju dan berkembang, sehingga warga
belajar memiliki mata pencaharian yang tetap dan akhirnya mandiri serta memperoleh pendapatan yang layak. BPKB Jayagiri, (1999;8-10).
Binaswadaya (1999; 1-2) mengemukakan bahwa pendampingan adalah pihak
yang berdekatan, samping menyamping, karena kedudukan antara keduanya
sejajar/sedarajat, tidak ada bawahan atau pun atasan. Hal ini mengandung
implikasi bahwa pendamping hanya bisa memberikan alternatif/rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia tidak bisa
mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendamping
itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan demokratis.
5. Kelompok Pemuda Produktif
Adalah sebagai seperangkat kegiatan usaha dan tindakan pembelajaran
terhadap sekelompok pemuda secara sadar, terencana, terarah, serta
bertanggungjawab mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
sehingga dapat mencari dan menciptakan lapangan kerja sesuai dengan bakat,
minat, dan kebutuhan pasar. Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam
18
yang menghimpun diri dalam suatu kelompok untuk melakukan kegiatan
pembelajaran dan kegiatan usaha (pengelolaan Usaha).
6. Pengelolaan
Adalah kegiatan pengaturan atau pengurusan (Depdikbud, 1997;2), yang dimaksud dengan pengelolaan disini adalah upaya menggerakkan kegiatan atau upaya mengurus dan melaksanakan mencakup; (1) mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik untuk mencapai sasaran, (2) berwenang dan bertanggungjawab membuat rencana, mengatur, memimpin, mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha untuk mencapai sasaran. Pengelolaan dalam
penelitian ini adalah pengaturan atau pengurusan kagiatan atau pekerjaan baik produksi, jasa, dagang, dan Iain-lain yang dilaksanakan sebagai sumber penghasilan dengan memerlukan atau menggunakan modal kecil. Kegiatan dan jenis usaha yang dikelola adalah usaha dibidang konveksi bahan limbah kulit
(bahan sisa jahitan dari industri garment yang menggunakan bahan dari kulit).
7. Usaha Kecil
Kegiatan atau pekerjaan baik produksi, jasa, dagang, dan lain - lain yang dilaksanakan sebagai sumber penghasilan dengan memerlukan atau menggunakan modal kecil. Dit. Diktentis,(1997).
8. Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Faktor Pendukung dan
Penghambat adalah suatu keadaan dan sebagainya yang menyebabkan atau
19
melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil pada KPP Konveksi
Limbah Kulit di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut. Baik itu yang bersifat
pendukung, (kekuatan, tantangan, dan peluang) maupun penghambat
(kelemahan) baik dari dalam KPP maupun dari luar KPP.
9. Konveksi Bahan Limbah Kulit
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Konveksi Bahan Limbah Kulit
adalah suatu kegiatan usaha produksi barang hasil jahitan berupa jaket, rompi,
sarung tangan, tas sekolah, topi, ikat pinggang, dan tas pinggang, yang bahan
baku utamanya berasal dari limbah kulit. Sedangkan limbah kulit itu sendiri
adalah kulit olahan sisa produksi (seplit) yang bagi sebagian pabrik karena bukan
merupakan tujuan produksi maka menjadi buangan, sedangkan bagi KPP
konveksi bahan limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah merupakan bahan baku
utama.
Dari Uraian tersebut dapat disimpukan yang dimaksud model pembelajaran
Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha
kecil, adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
pengorganisasian kegiatan untuk mencapai tujuan, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi pendamping dalam menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat, dan
bersaudara serta terlibat bersama dalam suka dan duka, saling bahu membahu
bersama warga belajar Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha
20
dapat berjalan secara optimal yaitu warga belajar tumbuh menjadi seorang pemuda
yang mandiri.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
a. Mendeskripsikan dasar pemikiran penerapan model pembelajaran Kelompok
Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha
kecil.
b. Mendeskripsikan model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif
(KPP) melalui pendampingan yang meliputi proses pembelajaran pada fase
pembekalan, swakarsa, dan swadaya, serta hasil pembelajarannya.
c. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan model
pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan
dalam pengelolaan usaha kecil.
F. Kegunaan Penelitian
Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memperkaya
pengetahuan yang berhubungan dengan model pendampingan pada program
Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha kecil, sehingga
berdasarkan temuan empiris ini kegiatan pendampingan dapat dikembangkan pada
satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya secara baik dalam prinsip adaptabilitas
21
Secara lebih rinci dapat dikemukan bahwa temuan penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat dilihat dari aspek teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hasil kajian lapangan tentang pengembangan program pendidikan luar sekolah,
khususnya tentang model pendampingan pada kelompok pemuda
produktif dalam pengelolaan usaha kecil.
b. Mengembangkan konsep atau teori-teori yang telah ada dalam
pendidikan luar sekolah, khususnya teori pembelajaran.
c. Memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung hasil-hasil
penelitian tentang pendidikan luar sekolah dalam objek dan kondisi
yang berbeda.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
a. Pengembang, perencana, dan penyelenggara program pendidikan luar
sekolah, sebagai masukan dalam kegiatan pengembangan dan uji coba,
perencanaan, dan penyelenggaraan program-program pendidikan luar sekolah pemuda, dan olahraga (Diklusepora)
b. Pengelola, penyelenggara KPP sebagai masukan dalam pengelolaan,
penyelenggaraan program KPP khsusnya pendampingan warga belajar
pada program KPP dalam pengelolaan usaha kecil, agar kegiatan
22
c. Sebagai masukan bagi pendamping dan tenaga kependidikan lainnya
dalam melaksanakan peran dan pemerannya masing-masing, sehingga kegiatan KPP dapat mencapai hasil optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
G. Kerangka Pemikiran
Upaya pengembangan kemandirian dan kewirausahaan pemuda adalah layak dan mendesak untuk dilakukan melalui program-program yang realistis yang bermuara pada peningkatan produktivitas. Dewan Produktivitas Nasional, (dalam BPKB Jayagiri;199;12) mendefinisikan sumber daya manusia yang produktif adalah yang mempunyai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan mutu kehidupan,
bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Sedangkan National Produktivity Board Singapore menekankan bahwa
produktivitas sebagai sikap mental (attitude of Mind) yang mempunyai semangat
melakukan peningkatan atau perbaikan, Soedijarto (1997), mengatakan sikap mental
yang produktif ditandai oleh; (1) motivatif, (2) disiplin, (3) kreatif, (4) inovatif, (5)
dinamis, (6) profesional, (7) berjiwa kejuangan. Untuk menjawab tantangan dan
penyiapan sumber daya manusia maka dikalangan generasi muda perlu ditumbuhkan
kemampuan bersaing secara positif.
Pola pembinaan dan pengembangan kepemudaan adalah suatu model
23
pemeliharaan sarana dan prasarana yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah,
dan teratur serta bertanggungjawab untuk memperkenalkan, menumbuhkan, dan
membimbing dasar kepribadian yang utuh, selaras, serasi, dan seimbang. Pemda
Jabar, (1991). Sedangkan sasaran pembinaan dan pengembangan kepemudaan di
Jawa Barat meliputi :
a. meningkatkan keterampilan para pemuda putus sekolah dan pencari kerja
untuk memberikan kemampuan berwirausaha secara mandiri;
b. meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemuda melalui jalur
pendidikan luar sekolah;
c. tumbuhnya disiplin pribadi, sosial dan nasional serta etos kerja dan
kemandirian;
d. tercapainya sikap mental dan moral pemuda yang tangguh serta memiliki
ketahanan nasional;
e. meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda dalam menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
f berkembangnya fungsi dan peran organisasi kemasyarakatan fungsional
pemuda yang mandiri, berkualitas dan dinamis;
g. mengembangkan sarana dan prasarana pembinaan dan pengembangan kepemudaan disetiap daerah tingkat II;
h. tertatanya kehidupan organisasi kemasyarakatan fungsional pemuda,
organisasi kepemudaan lainnya seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS dan Iain-lain sesuai ketentuan yang berlaku. Pemda Jabar, (1991)
Kegiatan Pendampingan warga belajar adalah suatu proses pemberdayaan
(Empowering Process), Kindervatter (1979) yakni proses peningkatan kemampuan
pada diri seseorang, kelompok atau lembaga agar dapat memahami dan mengontrol
kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga dapat memperbaiki
kedudukannya di dalam masyarakat. Dalam hal ini pengertian kemampuan tersebut
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
24
tanggungjawab yang besar terhadap warga belajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) kepemimpinan kelompok diperankan oleh warga belajar, (4) sumber belajar bertindak sebagai fasilitator, (5) proses belajar berlangsung secara demokratis, (6) adanya kesatuan pandangan dan langkah (dalam mencapai tujuan), (7) menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa percaya diri dari warga belajar, dan (8) bertujuan akhir meningkatkan status sosial, ekonomi, dan atau politik warga belajar dalam masyarakat.
Pembelajaran menurut konsep Andragogi, pembelajaran bagi orang dewasa harus disadari sepenuhnya bahwa orang dewasa belajar bukan dengan cara digurui atau diajar. Orang dewasa lebih tepat dikatakan "dibimbing" untuk belajar. Adanya
proses bimbingan yang dilakukan kepada orang dewasa diharapkan adanya perubahan
perilaku. "Perubahan perilaku bergantung dari perubahan sikap dan penambahan
pengetahuan serta keterampilan" . AG. Lunandi, (1993;15). Dengan demikian fungsi
pembimbing adalah; (1) penyebar pengetahuan, (2) pelatih keterampilan, (3)
perancang pengalaman belajar kreatif
Belajar sebagai hasil dan proses, para pakar pendidikan dan psikologi masih
belum seragam dalam memberikan pengertian tentang belajar. Pengertian yang
dikemukakan oleh para pakar tersebut dilatar belakangi oleh empat faktor, yaitu:
(1) latar belakang keluarga, (2) latar belakang pendidikan, (3) latar belakang
lingkungan, (4) latar belakang pengalaman hidup Mozes. (1992). Seperti Gagne
dalam D. Sudjana, (1993) mengemukakan bahwa belajar adalah " perubahan disposisi
25
bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah".
Apa yang dikemukakan Gagne pada dasarnya merupakan usaha yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai sesuatu perubahan yang ingin dicapai. Menurut Travers belajar adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkahlaku. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang ditekankan (1) belajar sebagai proses dan (2) belajar sebagai hasil. Maknanya dari proses pembelajaran diharapkan ada hasil yang diperoleh.
Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkenyakinan bahwa program-program pendidikan luar sekolah memiliki peran yang strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa "pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana seharusnya.
Pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) dapat digunakan dengan lebih
efesien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata
ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan, disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan ".
Pengangguran disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor ekonomi, maupun
sosial. Ruwiyanto, (1994;3) mengemukakan bahwa penyebab pengangguran adalah
perubahan struktur industri, ketidakcocokkan keterampilan, ketidakcocokkan
geografis, pergeseran demografis, kekuatan industri tidak bisa dipekerjakan, dan
restrukturisasi kapital, ketidakcocokkan keterampilan sebagai salah satu penyebab
26
utama disebabkan oleh kelambatan penyesuaian program-program pendidikan atas
perubahan lingkungan sehingga antisipasi pendidikan terhadap kebutuhan nyata (real
need) lingkungan meleset.
Program program pendidikan luar sekolah yang inovatif baik dilihat dari isi,
proses pembelajaran adalah merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam upaya ikut
menyehatkan bangsa ini agar kita dapat kembali membangun dan mengejar
ketertinggalan dengan negara lain. Inovasi program atau gagasan baru program
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan program-program baru
yang lebih efektif, efesien dan produktif untuk mendapatkan hasil yang lebih
memuaskan. Inovasi program perlu dilakukan sebagai upaya proaktif untuk
menanggapi secara arif dan bijaksana terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
dimasyarakat.
Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif (KPP)
dalam pengelolaan usaha kecil adalah :
Usaha atau upaya seseorang yang meyertai dan menemani secara dekat,
bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola usaha kecil yang dilaksanakan pada
kelompok pemuda produktif untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan
yaitu usaha kecil yang maju dan berkembang, sehingga warga belajar memiliki mata pencaharian yang tetap dan akhirnya mandiri serta memperoleh
pendapatan yang layak. BPKB Jayagiri, (1999;4)
Sedangkan menurut Binaswadaya (1999;1-2) mengemukakan bahwa
pendampingan adalah "pihak yang berdekatan, samping menyamping, karena
kedudukan antara keduanya sejajar atau sederajat, tidak ada bawahan atau pun
27
alternatif rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia
tidak bisa mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendampingan itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan
demokratis. Proses pembelajaran kelompok pemuda produktif dengan tiga fase
pembelajaran yaitu ; (1) fase pembekalan, dilakukan melalui pelatihan, (2) fase
swakarsa, dilakukan dengan pemagangan, (3) fase swadaya, yaitu kegiatan
tindaklanjut merupakan kegiatan pemandirian warga belajar, untuk mencapai
kemandirian itu perlu atau membutuhkan pendamping yang mampu memerankannya
secara baik yaitu secara demokratis dan partisipatif.
Berangkat dari pengembangan prinsip individu warga belajar dan KPP pada
umumnya, maka menurut. Dit Diktentis Depdikbud (1999; 13) proses pendampingan
itu harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) pendampingan merupakan proses penyadaran diri bagi semua pihak yang terlibat, (b) berkenyakinan bahwa kelompok dampingan, dalam dirinya
mampu berkembang sesuai tujuannya, (c) kegiatan pendampingan bermaksud
menciptakan situasi yang mendukung perkembangan kelompok, (d) pendekatan pendampingan berangkat dari lapisan paling bawah, (e) pendekatan pendampingan bermaksud menciptakan situasi yang mendukung
perkembangan kelompok, (f) pendampingan berorientasi pada pengembangan manusia seutuhnya, (g) pendampingan dilaksanakan melalui kelompok dalam kelompok artinya pendampingan bukan secara pribadi tetapi atas nama suatu institusi, (h) pendampingan memprioritaskan pada partisipasi, kesetiakawanan dan kewaspadaaan. Dit. Diktentis Depdikbud (1999;13)
Tujuan utama yang ingin diperoleh dari program pendampingan warga belajar
pada program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelola usaha kecil
28
keterampilan berusaha, (2) membantu warga belajar agar memiliki mata pencaharian yang tetap dan produktif sehingga dapat meningkatkan tarap hidupnya, (3) memberikan kesempatan belajar pada warga belajar untuk memperoleh keterampilan berusaha pada kelompok pemuda produktif.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang "Model
Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam
pengelolaan usaha kecil". Sesuai dengan maksud penelitian ini, maka pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan peneliti ingin mengkaji secara
lebih mendalam model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui
pendampingan yang meliputi tiga fase (proses pembelajaran) yaitu fase pembekalan
(dilakukan melalui latihan), fase swakarsa (dilakukan melalui pemagangan), dan fase
swadaya (pemandirian), sebagai tahap tindak lanjut. Keseluruhan fase pembelajaran
tersebut merupakan satu kesatuan dari model pembelajaran Kelompok Pemuda
Produktif (KPP) melalui pendampingan. Secara lebih jauh pendekatan kualitatif
dianggap sesuai dengan permasalahan penelitian ini.
Sedangkan dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus ini
adalah "mempelajari secara intensiftentang suatu latar belakang keadaan sekarang,
dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga, atau
masyarakat" Suryabrata Sumardi, (1985 :23). Dalam penelitian ini peneliti ingin
memperoleh gambaran yang rinci dan mendalam tentang model pembelajaran
Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha
[20
kecil. Pada penelitian tentang model pembelajaran disini akan melihat perilaku
tenaga kependidikan KPP yang meliputi pendamping, nara sumber teknis, pemantau,
pengelola, dan warga belajar dalam proses pembelajaran pada tiga fase (fase
pembekalan, swakarsa, dan swadaya).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian kualitatif. Dikemukakan oleh Lexy J. Moleong (1996;3) bahwa ; "metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekata-katan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh)". Sejalan dengan
itu S. Nasution (1996;5) mengemukakan "Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berintegrasi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Dengan demikian
metode kualitatif lebih mengutamakan kemampuan peneliti untuk mengakrabi fokus
permasalahan yang diteliti.
Berkenaan dengan penggunaan metode penelitian kualitatif Mohammad Ali
(1993; 160-162) menjelaskan bahwa ada lima ciri penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu :
1. Tatanan alami merupakan sumber data yang bersifat langsung dan peneliti itu
sendiri menjadi instrumen kunci. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif ini,
121
bermakna bila peneliti memahami konteks terjadinya atau munculnya suatu
peristiwa. Kunci keberhasilan penelitian ini terletak pada pemahaman peneliti
pada kontek suatu peristiwa atau gejala.
2. Penelitian bersifat deskriptif, penelitian kualitatif hanya bersifat mendeskripsikan,
maka data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan bukti-buktinya. Pemaknaan terhadap fenomena itu banyak
bergantung pada kemampuan dan ketajaman peneliti dalam menganalisisnya.
Dalam melakukan analisis peneliti mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat
radikal, sehingga pemaknaan terhadap suatu gejala saja, dalam deskripsi bersifat
luas, dan tajam.
3. Penelitian kualitatif memerdulikan (mementingkan) proses, bukan hasil atau
produk. Berbeda dengan umumnya penelitian, terutama penelitian kuantitatif
yang memerdulikan produk atau hasil, dalam penelitian kualitatif keperduliannya
adalah proses, seperti interaksi tertentu. Oleh sebab itu, dalam penelitian kualitatif
pertanyaan yang diajukan lebih bersifat radikal, seperti mengapa menggunakan
model pembelajaran melalui pendampingan dalam KPP. Untuk itu diperlukan jawaban melalui penelitian dan analisis yang luas, kompleks, dan mendalam.
4. Analisis datanya bersifat induktif. penelitian kualitatif tidak berupaya mencari
bukti-bukti untuk pengujian hipotetis yang diturunkan dari teori, seperti halnya
122
dari bawah keatas sedangkan peneliti kuantitatif sebaliknya dari atas kebawah.
Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif teori yang dirumuskan diikuti teori
yang diangkat dari dasar atau grounded theory. Walaupun demikian bukan berarti
peneliti berangkat kelapangan tanpa pegangan atau perencaranaan. Demikian
juga dalam penelitian ini peneliti dalam mengumpulkan data dari lapangan telah
mempersiapkan
kerangka atau acuan yang bersifat asumsi teoritis sebagai
pengorganisasian kegiatan pengumpulan data.
5. Keperdulian penelitian kualitatif adalah pada "makna"
dalam Penelitian
kualitatif, keikutsertaan peneliti dalam suatu proses atau interaksi dengan tatanan
(setting) yang menjadi objek penelitiannya merupakan salah satu kunci
keberhasilan. Dalam keikutsertaan itu peneliti tidak menangkap makna sesuatu
dari sudut pandangannya sendiri sebagai orang luar, tetapi dari pandangan peneliti
sebagai subjek yang ikut serta dalam proses dan interaksi.
Pada penelitian kualitatif, angka dan tabel bisa saja ditemukan hanya
formulasi statistik tidak digunakan ketika menganalisa datanya. Data penelitian
berbentuk deskriptif dari ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari
orang-orang (subjek) seperti nara sumber teknis, pendamping, fasilitator, pemantau,
pengelola, dan warga belajar KPP di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Nurui Hikmah Kabupaten Garut. Menurut Noeng Muhadjir, (1996; 149-150) walau
hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk narasi, tetapi kebenarannya memenuhi
metodologi ilmiah jika telah memenuhi prosedur penelitian kualitatif yang
123
adalah bercirikan: " (1) berfokus penemuan yang berkonteks kerangka kerja sosial,
budaya, dan sejarah, (2) dilakukan didalam suatu kerangka teori, ada sedikit
pertanyaan untuk mengarahkan penelitian dan pertanyaan muncul selama investigasi,
(3) peneliti terlibat secara intensif didalam situasi sosial pada saat penelitian, (4)
instrumen utama penelitian adalah peneliti, untuk mendapatkan setting sosial yang
terjadi, (5) interview informal didalam bentuk obrolan bisa juga digunakan untuk
melengkapi observasi, (6) dokumen pribadi juga dapat memberikan kedalaman
dalam latar belakang keadaan yang ada, (7) metode dan pertanyaan yang beragam
juga digunakan untuk melengkapi metode kualitatifdan hasilnya bisa diintergrasikan
oleh peneliti, (8) pengumpulan dan analisis data dilakukan pada saat penelitian
berlangsung yang merupakan hasil dari inquiri, (9) peneliti berupaya tidak
mempengaruhi proses kehidupan sosial subjek penelitian, (10) peneliti harus
mempertimbangkan audien kepada siapa ia memberikan laporan dan perhatian utama
yang dilaporkan, (11) laporan penelitian didesiminasikan, dengan memasukan
masalah etik yang terjadi dan dirasa bertentangan oleh peneliti pada saat penelitian,
(12) peneliti memonitor materi desiminasi dan melengkapinya berdasarkan feed back
terhadap apa yang telah diteliti".
B. Subjek Penelitian
Subjek kajian dalam penelitian ini adalah pendamping, warga belajar pada
program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten
124
pendamping pada Kelompok Pemuda Produktif (KPP) sebanyak 1 (satu) orang dan
warga belajar sebanyak 5 (lima) orang. Untuk keperluan triangulasi dan sebagai
pelengkap informasi peneliti akan memanfaatkan beberapa informan yang dipandang
dapat memberikan informasi penting atau informasi tambahan tentang responden
yang diteliti. Adapun para informan tersebut adalah pengelola KPP sebanyak 1 (satu)
orang, pemantau 1 (satu) orang, nara sumber teknis 1 (satu) orang, dan lulusan KPP
sebanyak 2 orang. Informan tersebut diharapkan dapat
memberikan informasi
tentang proses pembelajaran dan informasi lain dalam penerapan model pembelajaran
KPP terutama pada fase pembekalan (latihan) fase swakarsa (pemagangan) dan fase
swadaya (pemandirian).
Alasan hanya dipilihnya 1 (satu) orang pendamping dan 5 (lima) orang warga
belajar yang dijadikan subjek penelitiannya adalah : bahwa pendamping pada
program KPP di PKBM Nurui Hikmah ini adalah seorang, sehingga peneliti tidak
memiliki pilihan lain. Sedangkan 5 (lima) warga belajar KPP yang dipilih merupakan
warga belajar yang aktif dari delapan warga belajar yang tercatat, walaupun kelima
warga belajar bervariasi aktivitasnya dalam kelompok. Warga belajar ini telah cukup
lama mengikuti kegiatan KPP. Pada penelitian kualitatif pemilihan sampel bersifat
sampel bertujuan. Berkenaan dengan sampel bertujuan, Moleong (1996; 165-166)
mengemukakan ciri-ciri sampel bertujuan adalah "(1) rancangan sampel yang
muncul: sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu, (2) pemilihan
sampel secara berurutan; tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya
125
berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh lebih
dahulu. Sehingga dapat dipertentangkan atau diisi, adanya kesenjangan informasi
yang ditemui, darimana atau dari siapa dimulai, tidak menjadi persoalan, tetapi bila
hal itu terjadi sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada keperluan
peneliti. Teknik sampling "Bola salju" upamanya, yaitu dari satu menjadi makin lama
makin banyak, (3) penyesuaian berkelanjutan dan sampel, pada mulanya setiap
sampel dapat sama kegunaannya. Namun sesudah makin banyak informasi yang
masuk dan makin mengembang hipotesis kerja, akan ternyata bahwa sampel makin
diperoleh dasar fokus penelitian, (4) penelitian berakhir jika sudah terjadi
pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh
pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperkirakan. Jika tidak ada lagi
informasi yang dapat dijaring, maka pemilihan sampelpun sudah dapat di akhiri. Jadi
kuncinya jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka pemilihan sampel
harus dihentikan. Moleong".
Sumber data yang dipilih juga mempertimbangkan beberapa persyaratan,
sebagai mana dikemukakan oleh Sanafiah Faisal (1994;151) kriteria yang perlu
dipertimbangkan didalam menentukan sumber data penelitian kualitatif, yaitu (1)
subjek sudah cukup lama dan intensif, menyatu didalam kegiatan atau bidang yang
menjadi bagian penelitian, (2) subjek masih aktif, atau terlibat penuh didalam
kegiatan atau bidang tersebut, (3) subjek memiliki waktu yang cukup untuk dimintai
informasi, (4) subjek di dalam memberi informasi tidak cenderung atau dikemas
[26
belajar sebanyak mungkin tentang objek tersebut. Untuk memvalidasi data dengan
cara triangulasi, data juga diambil dari subjek penelitian yang lain, yaitu dari
pengelola PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut, pamong belajar Sanggar Kegiatan
Belajar (SKB) Garut. Pemilihan subjek penelitian inipun didasarkan pada persyaratan
yang telah dikemukakan diatas.
C. Instrumen Penelitian
Sesuai prinsip penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan adalah peneliti
sendiri. Agar dapat mengungkap makna suatu fenomena sosial yang terjadi. Oleh
karena itu di dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen penelitian.
Peneliti sebagai instrumen penelitian sangat menentukan kelancaran, keberhasilan,
hambatan, atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang diperlukan. Keadaan ini
sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku serta pengetahuan dasar peneliti,
tentang penelitian kualitatif. Karena itu peneliti sebagai instrumen penelitian
berupaya semaksimal mungkin bersikap dan berprilaku seperti yang dikemukakan
oleh S Tylor dan R Bogdan (dalam Moleong, 1996; 153) yaitu "(1) peneliti harus
dapat mengkoordinir pengendalian subjek penelitian, (2) peneliti harus dapat
menghindari perilaku dan pembicaraan yang tidak pasti tentang kepribadiannya, (3)
peneliti harus dapat menghindari kompetisi dengan respondennya, (4) peneliti harus
bersikap jujur, dan (5) peneliti harus dapat menjaga kerahasiaan data yang
127
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
1. profil Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurui Hikmah Kabupaten
Garut meliputi; sejarah pembentukan, tujuan, struktur organisasi,
program-program pembelajaran yang diselenggarakan dan hasil yang telah dicapai, rencana
dan tujuan pendampingan, yakni apa tujuan pendampingan yang dilakukan
terhadap warga belajar,
2. profil Kelompok Pemuda Produktif (KPP) konveksi bahan limbah kulit meliputi ;
sejarah pembentukan, tujuan, jenis keterampilan yang dipelajari dan diusahakan, .
3. dasar pemikiran penerapan model pembelajaran KPP melalui pendampingan
meliputi; dasar pemikiran, penerapan model, model pembelajaran sebelumnya,
keterlibatan pendamping dan warga belajar dalam perencanaan dan penerapan
model,
4. Karakteristik model, tujuan penerapan model, kekuatan dan kelemahan model
pembelajaran KPP melalui pendamp