• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KELOMPOK PEMUDA PRODUKTIF (KPP) MELALUI PENDAMPINGAN DALAM PENGELOLAAN USAHA KECIL: Studi Kasus di PKBM Nurul Hikmah Kabupaten Garut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KELOMPOK PEMUDA PRODUKTIF (KPP) MELALUI PENDAMPINGAN DALAM PENGELOLAAN USAHA KECIL: Studi Kasus di PKBM Nurul Hikmah Kabupaten Garut."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN

KELOMPOK PEMUDA PRODUKTIF (KPP)

MELALUI PENDAMPINGAN

DALAM PENGELOLAAN USAHA KECIL

(Studi Kasus di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut)

TESIS

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis

Universitas Pendidikan Indonesia

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh:

E. Dede Suryaman Nim. 959689/XXVII-19/S-2

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

TANDA PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan o!eh Pembimbing

Prof. DR. H. Sutaryat Trisnamansvah., M.A Pembimbing I

Prof. DR. H. Sudardja Adiwikarta., M.A Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA

(3)

PERNYATAAN

Menyatakan dengan ini, bahwa karya tulis (tesis) yang berjudul Model

Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) Melalui Pendampingan

Dalam Pengelolaan Usaha Kecil (Studi Kasus di PKBM Nurui Hikmah

Kabupaten Garut) berserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau adanya klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dalam

keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani.

i n

Bandung Juli 2000 Yang Membuat Pernyataan (Penulis tesis)

E. Dede Suryaman

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan tentang "Model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil".

Tiga hal yang disingkap yaitu; (1) dasar pemikiran penerapan model pembelajaran,

(2) model pembelajaran, meliputi proses dan hasil

pembelajaran, (3) faktor

pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran KPP

melalui

pendampingan.

Pembelajaran menurut konsep Andragogi harus disadari sepenuhnya bahwa

orang dewasa belajar bukan dengan cara digurui, perubahan perilaku orang dewasa

bergantung dari perubahan sikap dan penambahan pengetahuan serta keterampilan,

AG. Lunandi (1993). Pendidikan Luar Sekolah berperan lebih efektif dan efesien untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata sosial, dapat

memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak dan meresahkan,

Ruwiyanto (1994). Pendidikan Luar Sekolah memiliki peran yang strategis dalam

upaya pengentasan kemiskinan, Philip. H. Coomb dan Manzoor Akhmed (1989)

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Data lapangan

dihimpun melalui teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Teknik

analisis data dilakukan dengan tahapan reduksi data, display, dan pengambilan kesimpulan. Data dikumpulkan dari seorang pendamping dan lima orang warga

belajar KPP yang dijadikan subjek utama penelitian. Untuk memvalidasi data

dilakukan trianggulasi, konfirmasi, dan membandingkan data, yang diperoleh dari

seorang pengelola PKBM, KPP,

penyelenggara KPP, pemantau, Nara Sumber

Teknis masing-masing satu orang dan dua orang lulusan KPP.

Hasil penelitian terungkap; (1) penerapan model pembelajaran melalui pendampingan didasarkan pertimbangan; (a) sebagai upaya perbaikan proses

pembelajaran sebelumnya, (b) ada sumber rujukan untuk mendesain proses

pembelajaran, (c)

tersediannya sarana untuk terlaksananya proses setiap fase

pembelajaran (d) tersedianya tenaga kependidikan yang mendukung untuk

mengimplementasikan model, seperti nara sumber teknis, penyelenggara, pengelola,

warga belajar, dan pendamping, (e) adanya kemampuan dan kesiapan warga belajar

untuk mengikuti setiap fase pembelajaran dan optimalisasi peran pendamping, (f)

tersediannya waktu yang cukup untuk mengimplementasikan model pembelajaran,

(g) karakteristik mated ajar yaitu pengelolaan usaha konveksi (produksi dan

pemasaran. (2) Model pembelajaran ini dalam prosesnya terbagi kedalam tiga fase

pembelajaran yaitu fase pembekalan, swakarsa, dan swadaya. Pada setiap fase

pembelajaran aktivitas warga belajar KPP didampingi oleh seorang pendamping yang

berperan sebagai fasilitator,

motivator, dan katalisator. Proses ketiga fase

pembelajaran tersebut yaitu; (a) fase pembekalan dilakukan melalui latihan, (b)fase

swakarsa dilakukan melalui pemagangan yaitu belajar sambil bekerja baik di

home-home industri maupun di PKBM, (c)fase swadaya merupakan kegiatan pemandirian

peserta, tujuannya adalah implementasi hasil belajar pada fase pembekalan dan

pemagangan. Peserta KPP mendirikan dan mengelola usaha secara berkelompok

(5)

berjumlah lima orang dengan pembagian peran secara jelas, membentuk

kepengurusan yang terdiri dari ketua, bagian administrasi dan keuangan bagian

pemasaran, dan bagian produksi. Hasil pembelajaran yaitu terjadinya peningkatan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan pada warga belajar KPP (3)

Faktor pendukung dan penghambat penerapan model adalah; (a) faktor pendukung

tersedianya

manusia

sumber

yang

memiliki

kemampuan

dalam

mengimplementasikan model (pendamping, penilik, pengelola, penyelenggara tokoh

masyarakat dan warga belajar), tersedianya sarana belajar dan berusaha, tersedianya

sumber rujukan untuk pengembangan model, kesesuaian dengan jenis keterampilan

adanya dana belajar dan usaha, kemampuan warga belajar untuk mengikuti setiap

fase pembelajaran, (b) faktor penghambat meliputi belum adanya sarana untuk studi

banding, dana pemandinan peserta terbatas, terbatasnya bahan-bahan belajar baik

untuk maten umum, inti, maupun penunjang, belum adanya perlindungan bagi

industri kecil yang baru berdiri.

Implikasi penelitian ini adalah

sebagai input dalam perencanaan

dan

pengembangan program pembelajaran pada KPP dengan mempertimbangkan

kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada dan lingkungan sekitar peran

pendamping dan prinsip-prinsip pendampingan dapat dikembangkan pada

satuan-satuan PLS lainnya, memperkaya model-model pembelajaran, serta dengan

keterbatasan penehtian ini memberikan peluang yang lebih luas pada penelitian dan

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN iu

ABSTRAK. iv

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI xi

DAFTAR BAGAN xv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

j

B. Identifikasi Masalah

j3

C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

14

D. Definisi Operasional

j5

E. Tujuan Penelitian

20

F. Kegunaan Penelitian

20

G. Kerangka Pemikiran

2?

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 29

1. Pengertian dan tujuan Pembelajaran Orang Dewasa 29 2. Karakteristik Pembelajaran Orang Dewasa pada KPP 32

B. Prinsip Pembelajaran dan konsep Empowering Proses

(proses pemberdayaan) 35

1. Pengertian dan strategi pendekatan proses pemberdayaan 35

2. Karakteristik proses pemberdayaan 38

3. PLS sebagai suatu proses pemberdayaan 41

4. Makna pemberdayaan dalam PLS 44

5 Strategi pendekatan proses pemberdayaan 45 6. Beberapa karakteristik proses pemberdayaan 46 7. Karakteristik PLS sebagai suatu proses pemberdayaan.... 48 8. Proses pemberdayaan pada pembelajaran KPP 49

(7)

C. Konsep pembelajaran melalui Pendampingan dan pemecahan

masalah 50

1. Pengertian dan tujuan pendampingan 50

2. Fungsi dan peran pendamping 53

3. Perencanaan pembelajaran KPP melalui pendampingan... 58

4. Pemecahan masalah sebagai inti pembelajaran

Pendampingan 60

5. Evaluasi proses pembelajaran dalam pendampingan 73

a. Pengertian dan ciri-ciri evaluasi. 73

b. Ruang lingkup, tujuan, dan fungsi evaluasi dalam

pendampingan KPP 75

D. Proses Pembelajaran KPP melalui pendampingan 79

1. Proses pembelajaran pada fase Pembekalan (Latihan)

a. Pengertian latihan 79

b. Tujuan latihan 82

2. Proses pembelajaran pada fase Swakarsa (Pemagangan).. 86

a. Pengertian pemagangan 86

b. Cara belajar kelompok merupakan pengembangan

magang 88

3. Proses pembelajaran pada fase Swadaya (Pemandirian).... 91

a. Konsep pembelajaran mandiri 91

b. Proses pembelajaran mandiri 93

E. Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dan Pengelolaan Usaha

Kecil 95

1. Pengertian dan Tujuan program KPP 95

2. Komponen-komponen program KPP 97

3. Proses penyelenggaraan KPP 103

4. Konsep Kewirausahaan pada KPP jo7

a. Sikap dan perilaku kewirausahaan dalam pengelolaan

usaha kecil 107

b. Pendirian dan pengelolaan usaha kecil ]08

1) Pendirian usaha kecil ]08

2) Langkah-langkah pengelolaan usaha kecil 113

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian 1 \ 9

B. Subjek penelitian. 123

(8)

C. Instrumen Penelitian 126

D. Teknik Pengumpulan Data 128

1. Observasi 129

2. Wawancara 129

3. Studi Dokumentasi 130

E. Teknik Analisis Data 131

F. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian 134

G. Cara memperoleh kepercayaan hasil penelitian 137

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Wilayah Penelitian 141

1. Keadaan Umum Kabupaten Garut

141

2. Profil PKBM Nurui Hikmah

]46

a. Sejarah Pendirian PKBM Nurui Hikmah

j46

b. Tujuan Pembentukan PKBM Nurui Hikmah

14g

c. Pengelola PKBM Nurui Hikmah

j50

d. Program PKBM Nurui Hikmah dan Perkembangannya.

j5j

3. Profil KPP Konveksi limbah kulit

]53

a. Dasar Pemikiran Pembentukan KPP , „

b. Sejarah Pembentukan ,

<-<-c. Dasar Yuridis , <-q

d. Tujuan Penyelenggaraan KPP Konveksi limbah kulit..

i ^n

B. Deskripsi Hasil Penelitian

, 60

1. Identitas responden (pendamping) 161

2. Identitas responden (warga belajar) 165 3. Dasar pemikiran penerapan model PembelajaranKPP

melalui pendampingan 169

4. Model pembelajaran KPP melalui pendampingan

dalam pengelolaan usaha kecil 173

a. Proses pembelajaran KPP melalui pendampingan

dalam pengelolaan usaha kecil 173

1). Proses Pembelajaran KPP fase Pembekalan 177

2). Proses Pembelajaran KPP fase Swakarsa 179

3). Proses Pembelajaran KPP fase Swadaya 181 b. Hasil pembelajaran dan kegiatan usaha KPP konveksi

limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 185

1). Hasil Pembelajaran 185

2). Perkembangan Usaha warga belajar 186

(9)

5. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model

PembelajaranKPP melalui pendampingan 189

a. Faktor pendukung 189

b. Faktor penghambat 190

C. Pembahasan 191

1. Dasar pemikiran penerapan model pembelajaran melalui

pendampingan 192

2. Model pembelajaran KPP melalui pendampingan pada

KPP konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 195 a. Proses pembelajaran melalui pendampingan pada KPP

konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 199

1) Fase Pembekalan 199

2) Fase Swakarsa 200

3) Fase Swadaya 202

b. Hasil pembelajaran melalui pendampingan pada KPP

Konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 208 3. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model

Pembelajaran KPP melalui pendampingan pada KPP

konveksi limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah 213

a. Faktor pendukung 213

b. Faktor Penghambat 215

D. Diskusi Temuan Hasil Penelitian 218

E. Implikasi Hasil Penelitian 221

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

2„4

B. Rekomendasi ~~.,

DAFTAR PUSTAKA

241

(10)

B A G A N

B A G A N

B A G A N

B A G A N

B A G A N

B A G A N

D A F T A R B A G A N

PROSES TAHAPAN PEMECAHAN MASALAH 61

STRUKTUR ORGANISASI DAN JARINGAN KERJA PKBM NURUL HIKMAH KABUPATEN

GARUT 151

PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE

PEMBEKALAN (LATIHAN) 179

PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE

SWAKARSA (PEMAGANGAN) 181

PROSES PEMBELAJARAN KPP PADA FASE

SWADAYA (PEMANDIRIAN) 185

PROSES PEMBELAJARAN KPP MELALUI PENDAMPINGAN PADA KPP KONVEKSI

LIMBAH KULIT DI PKBM NURUL HIKMAH 212

(11)

TABEL

TABEL

TABEL

TABEL

DAFTAR TABEL

PERAN DAN RUANG LINGKUP

PENDAMPINGAN PADA KPP 55

DATA EKSPORT INDUSTRI DAN BARANG KULIT KABUPATEN GARUT

TAHUN 1997DAN 1998 144

KEADAAN UNIT USAHA DAN DAYA

SERAP TENAGA KERJA INDUSTRI KULIT

DI KABUPATEN GARUT TAHUN 1998 144

JENIS LIMBAH INDUSTRI KULIT DAN

PROSES PENGOLAHANNYA DI SENTRA INDUSTRI KULIT KABUPATEN GARUT ..

x v i

(12)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 4

LAMPIRAN 5

LAMPIRAN 6

DAFTAR LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

PENDIDIKAN INDONESIA TENTANG

PENGANGKATAN PEMBIMBING

PENULISAN TESIS 246

SURAT KETERANGAN IJIN PENELITIAN/SURVEY DARI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 247

SURAT KETERANGAN IJIN

PENELITIAN/SURVEY DARI KADIT.

SOSPOL PROPINSI JAWA BARAT 248

SURAT KETERANGAN

PENELITIAN/SURVEY DARI KANTOR

SOSPOL KABUPATEN

GARUT 249

SURAT KETERANGAN TELAH

MELAKUKAN PENELITIAN DARI SKB

GARUT 250

RIWAYATHIDUP 251

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan Bangsa Indonesia yang masih terus diperjuangkan seluruh

bangsa adalah terbebasnya dari masalah kemiskinan, kebodohan, dan

keterbelakangan. Sejak bangsa Indonesia merdeka, ketiga masalah tersebut

mendapatkan perhatian yang cukup serius dari seluruh bangsa ini. Dari ketiga

permasalahan tadi antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat, namun

pada umumnya sepakat bahwa kebodohan adalah mata rantai utama dan pertama

yang harus ditangani, selanjutnya adalah kemiskinan. Sejak awal tahun 1994 istilah

kemiskinan dan upaya pengentasannya dimunculkan kembali baik oleh pemerintah

maupun lembaga swadaya masyarakat. Seminar, lokakarya, simposium, dan

pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya serta aksi-aksinnya banyak dilakukan. Semua

intansi dan departemen memiliki jaringan atau program terhadap masalah kemiskinan

ini. Pertama kita mengenal program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program

Peningkatan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), kemudian pada akhir-akhir ini

sedang digalakan program, Kelompok Pembelajaran Swadaya Masyarakat, (KPSM),

dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Menurut data pemerintah (Depdikbud, 1998), penduduk yang tergolong

miskin terus menerus menurun. Pada awal kemerdekaan, jumlah penduduk miskin

(14)

tercatat 40%, sedangkan hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk miskin

27,2 juta jiwa atau 15,14%. Pada tahun 1995 berjumlah 21,1 juta atau 10% dari jumlah penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan kita akan terbebas dari kemiskinan pada tahun 2006 tetapi ternyata keadaan tidak terduga tidak dapat terelakan dimana negara kita dilanda krisis moneter pada awal tahun 1997 hingga saat ini, jumlah penduduk yang miskin prosentasenya naik sangat tinggi yaitu dari

beberapa sumber mengatakan angka 83 juta jiwa atau 45 %. Pada kondisi seperti ini,

semua kekuatan bangsa perlu mencurahkan perhatiannya sehingga terlihat paradigma

atau konsep pembangunan kita berubah dari aktivitas pembangunan, pemberdayaan,

kepada aktivitas penyelamatan, penyembahan (recovery) dan kembali ke aktivitas

pembangunan.

Kemiskinan menurut pandangan Selo Sumardjan, (dalam Depdikbud 1999;3)

diistilahkan dengan kemiskinan struktural yaitu sebagai kemiskinan yang diderita

oleh golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut

menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.

Yang termasuk golongan ini diantaranya para petani yang tidak memiliki tanah

sendiri, petani pemilik tanah yang terlalu sempit sehingga hasilnya tidak mencukupi

kebutuhan makan sendiri dan keluarganya, kaum buruh yang tidak terpelajar dan

terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas pemerintah. Pada sisi lain dikenal

juga istilah kemiskinan absolut yaitu situasi penduduk atau sebagian penduduk yang

hanya dapat memenuhi makan, pakaian, dan perumahan, yang sangat diperlukan

(15)

melihatnya bahwa kemiskinan juga dapat dilihat dari segi pendapatan dan

pengeluaran belanja, tingkat kesejahteraan sosial, dan proses pembangunan yang

dilakukan pemerintah.

Secara konseptual kemiskinan telah dipahami dengan pengertian yang terus

berubah dan berkembang cakupannya. Kemiskinan ditanggapi tidak hanya sekedar

sebagai kondisi ketidakadaan harta. Malik Fajar (1998) memberikan gambaran bahwa

kemiskinan dapat dilukiskan sebagai suatu si stem jaringan (poverty web) dan dalam

jaringan itu terangkai kondisi-kondisi atau kualitas yang serba tidak menguntungkan

bagi kehidupan manusia yang bermartabat, yang terangkai dalam jaringan kemiskinan

adalah :

1. Tidak memiliki peluang untuk mendapatkan modal dan kredit, tidak memiliki

inprastruktur dan peluang untuk mendapatkan pelayanan dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasarnya.

2. Tekanan penduduk, degradasi lingkungan sebagai akibat eksploitasi secara

berlebihan.

3. Rendah penghasilan, tingkat konsumsi, indikator-indikator sosial, rendah

kedudukan sosialnya, dan mengalami marginalisasi, bentuk dan kondisi

perumahannya, serta tidak memiliki sanitasi, tidak bisa mengambil bagian

dalam proses pengambilan keputusan.

4. Rendah

daya

kemampuannya

untuk

menjadi

tenaga

kerja,

rendah

produktivitasnya, kurang daya tanggapnya, kurang bisa memanfaatkan pelayanan-pelayanan (kebutuhan) dasar yang tersedia, dan tenaga kerja

anak-anak.

5. Rendah rasa harga diri, fatalisme, diselimuti tahyul-tahyul, masa bodoh,

kurang percaya diri, dan hidup tidak teratur.

6. Mengidap kemelaratan, mengalami keterampasan (sosial, kultur, politik,

ekonomi, dan sebagainya). Diskriminasi, pengucilan, kurang mampu

mencukupi kebutuhan dirinya, tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan

tambahan penghasilan.

7. Tidak sehat, kurang nutrisi, mengidap berbagai penyakit, harapan hidup

rendah, kematian bayi tinggi, dan jumlah anggota keluarga besar.

8. Buta aksara (fiingsional) tingkat pendidikan rendah, kurang memiliki akses

terhadap informasi dan kesehatan, keluarga berencana dan ekonomi pasar.

(16)

Kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan merupakan musuh kita bersama,

dan yang paling tidak harus kita tekan seminimal mungkin. Upaya penanganannya

memerlukan pemikiran dan kerangka konseptual serta aksi-aksi yang nyata dan

menyentuh akar permasalahan. Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989)

berkeyakinan bahwa program-program pendidikan luar sekolah memiliki peran yang

strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan

bahwa "pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan

dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana

seharusnya. Pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) dapat digunakan

dengan lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk

segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan disamping dapat pula untuk

ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan".

Permasalahan yang diuraikan terdahulu merupakan masalah yang bersifat

umum dan nasional, pada tingkat lokal pun demikian seperti di Jawa Barat dimana

kegiatan penelitian ini dilakukan. Di Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga

ibu kota memiliki masalah tersendiri penduduk dan segala implikasinya merupakan

masalah yang kompleks. Menurut hasil susenas 1997, penduduk Jawa Barat telah

mencapai 40,186 Juta orang yang sebagian besar merupakan kelompok usia

produktif, dengan proporsi penduduk pada kelompok 15-64 tahun mencapai 63,48 %,

golongan penduduk pada kelompok ini sudah termasuk pada kelompok usia kerja

(17)

dengan ketenagakerjaan masalah-masalah yang dihadapi seperti yang tercantum

pada pokok-pokok reformasi pembangunan Jawa Barat tahun 1999/2000 adalah :

Apabila dilihat latar belakang pendidikannya menurut Iapangan kerja utama sebagian besar berpendidikan rendah, di sektor primer lebih dari 94,37 % pada tahun 1996 latar belakang pendidikan pekerja adalah SD ke bawah,

sedangkan pada sektor sekunder dan tersier pekerja latar belakang pendidikan

sekolah lanjutan.

Perkembangan angkatan kerja di Jawa Barat periode 1990 1996 rata

-rata setiap tahunya mencapai 3,7 % dan pada tahun 1996 besarnya jumlah

angkatan kerja adalah 16,3 juta orang dengan latar belakang pendidikan

sebagian besar SD ke bawah. Sedangkan angka pengangguran Jawa Barat

pada tahun 1996 sebesar 6,91 % meningkat cepat menjadi 7,38 % pada tahun

1997, sampai akhir September 1998 jumlah pengangguran di Jawa Barat

sebanyak 1.715.059 orang termasuk yang tekena Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) sebanyak 64.299 orang dan tenaga kerja yang dirumahkan sebanyak

10.507 orang. Pokok-pokok Reformasi JawaBarat, (1999/2000)

Terlihat bahwa berkenaan dengan masalah ketenagakerjaan di Jawa Barat

tersebut disamping tingginya angka pengangguran juga rendahnya tingkat

pendidikan, baik yang terdapat pada penduduk pencari kerja maupun yang sudah

bekerja. Tingginya angka pengangguran merupakan beban yang cukup serius bila

tidak ditangani secara seksama. Pengangguran disebabkan oleh banyak faktor, baik

faktor ekonomi, maupun sosial. Ruwiyanto, (1994;3) mengemukakan bahwa

penyebab pengangguran adalah perubahan struktur industri, ketidakcocokkan

keterampilan, ketidakcocokan geografis, pergeseran demografis, kekuatan industri

tidak bisa dipekerjakan, restrukturisasi kapital, dan ketidakcocokkan keterampilan

sebagai salah satu penyebab pengangguran itu adalah masalah pendidikan.

(18)

penyesuaian program-program pendidikan atas valatisasi lingkungan sehingga

antisipasi pendidikan terhadap kebutuhan nyata (real need) lingkungan meleset.

Jumlah pengangguran yang tinggi akan berakibat pada kerawanan sosial dan

stabilitas nasional. Penanganan masalah ini tidak bisa hanya ditangani oleh satu

lembaga atau instansi saja, tetapi perlu melibatkan berbagai instansi atau lembaga

baik pemerintah maupun di luar pemerintah yang berada di pusat sampai ke daerah.

Populasi penduduk yang berusia muda (produktif) jumlahnya cukup banyak

63,48%), dari kelompok ini yang berusia 15-35 tahun jumlahnya cukup banyak

walaupun di Jawa Barat belum ada data yang pasti. Penduduk usia muda atau sering

disebut pemuda berusia antara 15-35 tahun merupakan usia penduduk yang

potensial dan memiliki kedudukan yang strategis dalam menopang kelangsungan

bangsa. Untuk itu pembinaan dan pengembangan kelompok usia ini merupakan

sesuatu yang strategis pula. Berkenaan pembinaan dan pengembangan kepemudaan,

secara tegas diuraikan dalam pola umum pembinaan dan pengembangan pemuda

sebagai berikut:

Dilihat dari segi pembangunan nasional adalah pembangunan manusia

seutuhnya, maka pemuda harus dibina dan dikembangkan sebaik-baiknya

untuk menghadapi masa depan yang sehat dengan bekal yang tertanam sebagai suatu generasi yang tangguh dan bertanggungjawab, bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Cinta tanah air dan bangsanya, memiliki wawasan dan pandangan nasional yang sejalan dan serasi dengan moral pancasila.

Sebagai objek pembinaan dan pengembangan, pemuda masih

memerlukan upaya-upaya yang dapat menumbuhkan potensi kemampuannya

ke tingkat yang optimal sehingga dapat bersikap mandiri. Sikap itu diperlukan

untuk melibatkan diri bersama potensi lainnya dalam rangka kehidupan

berbangsa, bernegara dan pembangunan nasional.

Sedangkan sebagai subjek pembinaan dan pengembangan, pemuda telah

(19)

menyelesaikan masalah-masalah yang tengah dihadapi bangsa dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara serta pembangunan nasional. Sebagai subjek pemuda mampu mengambil prakarsa sendiri dalam keterlibantannya tersebut. Depdikbud, (1994;2)

"Pola pembinaan dan pengembangan kepemudaan adalah suatu model

pendekatan dan pelatihan kepemudaan, bimbingan, pengawasan, pengadaan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah

dan teratur serta bertanggungjawab untuk memperkenalkan, menumbuhkan dan

membimbing dasar kepribadian yang utuh, selaras, serasi dan seimbang". Pemda

Jabar, (1991). Sedangkan sasaran pembinaan dan pengembangan kepemudaan di

Jawa Barat meliputi:

a. meningkatkan keterampilan para pemuda putus sekolah dan pencari kerja,

untuk memberikan kemampuan berwirausaha secara mandiri;

b. meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemuda melalui jalur

Pendidikan Luar Sekolah;

c. tumbuhnya disiplin pribadi, sosial dan nasional serta etos kerja dan

kemandirian;

d. tercapainya sikap mental dan moral pemuda yang tangguh serta memiliki

ketahanan nasional;

e. meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda dalam menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; f. berkembangnya fungsi dan peran organisasi kemasyarakatan fungsional

pemuda yang mandiri, berkualitas dan dinamis;

g. mengembangkan sarana dan prasarana pembinaan dan pengembangan

kepemudaan disetiap daerah tingkat II;

h. tertatanya kehidupan organisasi kemasyarakatan fungsional pemuda,

organisasi kepemudaan lainnya seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS, dan Iain-lain sesuai ketentuan yang berlaku. Pemda Jabar, (1991)

Lain dasar operasional lain pula tampilan pemuda kenyataannya, seperti yang

kita amati saat ini, permasalahan yang berkenaan dengan pembinaan dan

(20)

lembaga atau instansi yang ada saat ini yang menangani kepemudaan tidaklah cukup

berhasil mengimplementasikan apa yang telah dirumuskan di muka, guna mengatasi

masalah-masalah yang berkenaan dengan kepemudaan.

Atas dasar kondisi objektif tersebut maka usaha pengembangan kemandirian

dan kewirausahaan pemuda adalah layak dan mendesak untuk dilakukan melalui

program-program yang realistis yang bermuara pada peningkatan produktiktivitas.

Dewan Produktivitas Nasional (1983) mendefinisikan sumber daya manusia yang

produktif adalah yang mempunyai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan

mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih

baik dari hari ini. Sedangkan National Produktivity Board Singapore mendefinisikan

produktivitas sebagai sikap mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat

melakukan peningkatan atau perbaikan. BPKB Jayagiri, (1997;9-12). Sikap mental

yang produktif itu antara lain ; (1) motivatif, (2) disiplin, (3) kreatif, (4) inovatif,

(5) dinamis, (6) profesional, (7) berjiwa kejuangan.

Untuk menjawab tantangan dan penyiapan sumber daya manusia maka

kalangan generasi muda perlu ditumbuhkan kemampuan bersaing secara positif

"Produktivitas juga diartikan sebagai menghasilkan lebih banyak dan berkualitas

(21)

(1992;51). Hal ini berarti kalau kita berbicara tentang tingkah laku manusia atau

individu, yaitu tingkah laku produktivitasnya, lebih khususnya lagi dibidang kerja

atau organisasi kerja kelompok pemuda produktif umpamanya.

Bertambahnya pengangguran termasuk didalamnya angkatan kerja potensial

akan membawa dampak negatif apabila tidak dibina dan disalurkan dengan baik,

bahkan akan menimbulkan masalah yang berkepanjangan sehingga mengganggu

proses pembangunan bangsa. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dirancang

suatu program pendidikan dan latihan yang inovatif yang mendorong pemuda

sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan usaha, yang pada akhirnya

memperoleh penghasilan atau pendapatan yang layak. Program-program pendidikan

luar sekolah yang inovatif baik dilihat dari isi, proses pembelajaran, adalah

merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam upaya ikut menyehatkan bangsa ini

agar kita dapat kembali membangun dan mengejar ketertinggalan dengan negara lain.

Inovasi program atau gagasan baru program adalah suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mendapatkan program-program baru yang lebih efektif, efesien, dan

produktif untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Inovasi program perlu

dilakukan sebagai upaya proaktif untuk menanggapi secara arif dan bijaksana

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat, sebagaimana kita

mengetahui bahwa yang selalu tetap adalah perubahan itu sendiri. Di Balai

Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Jayagiri dan dibeberapa SKB di Jawa

Barat, upaya pembinaan generasi muda salah satunya melalui program pendampingan

(22)

Kecil. Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif ini ada

dan dikembangkan dengan dasar pemikiran bahwa hasil pengamatan dalam rangka

identifikasi kebutuhan pengembangan menunjukkan bahwa masih banyaknya

program-program kepemudaan khususnya program Kelompok Pemuda Produktif

yang kurang berhasil diantaranya disebabkan oleh kurangnya pembinaan dan adanya

kesenjangan komunikasi antara warga belajar, pengelola di tingkat kelompok dengan

pembina atau penyelenggara program KPP. Program KPP saat ini telah cukup

banyak berkembang khususnya di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Jawa Barat dan

BPKB Jayagiri Bandung, di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) binaan

Bidang Pendidikan Masyarakat, juga program serupa yang ditangani oleh Bidang

Pembinaan Generasi Muda Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional

Propinsi Jawa Barat. Pengertian Pendampingan Warga belajar Kelompok Pemuda

Produktif adalah :

Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif

(KPP) dalam pengelolaan usaha kecil adalah usaha atau upaya seseorang yang

meyertai dan menemani secara dekat, bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola

usaha kecil yang dilaksanakan pada kelompok pemuda produktif untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan, yaitu usaha kecil yang maju dan

berkembang, sehingga warga belajar memiliki mata pencaharian yang tetap

dan akhirnya mandiri serta memperoleh pendapatan yang layak BPKB

Jayagiri, (1999)

Sedangkan menurut Binaswadaya (1999;1-2) mengemukakan bahwa

pendampingan adalah "pihak yang berdekatan, samping menyamping, karena

kedudukan antara keduanya sejajar atau sedarajat, tidak ada bawahan atau pun

(23)

alternatif rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia

tidak bisa mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pendamping itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan

demokratis. Proses pembelajaran kelompok pemuda produktif dengan tiga fase

pembelajaran yaitu ; (1) fase pembekalan, dilakukan melalui pelatihan, (2) fase

swakarsa, dilakukan dengan pemagangan, dan (3) fase swadaya, yaitu kegiatan

tindaklanjut merupakan kegiatan pemandirian warga belajar, Untuk mencapai

kemandirian itu perlu atau membutuhkan pendamping, yang mampu memerankannya secara baik yaitu secara demokratis dan partisipatif. Berangkat dari pengembangan

prinsip individu warga belajar dan KPP pada umumnya. Maka menurut Dit Diktentis

Depdikbud (1999; 13) proses pendampingan itu harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(a) pendampingan merupakan proses penyadaran diri bagi semua pihak yang terlibat, (b) berkenyakinan bahwa kelompok dampingan, dalam dirinya mampu berkembang sesuai tujuannya, (c) kegiatan pendampingan bermaksud

menciptakan situasi yang mendukung perkembangan kelompok, (d)

pendekatan pendampingan berangkat dari lapisan paling bawah, (e)

pendekatan pendampingan bermaksud menciptakan situasi yang mendukung

perkembangan kelompok, (f) pendamping berorientasi pada pengembangan manusia seutuhnya, (g) pendampingan dilaksanakan melalui kelompok dalam kelompok, artinya pendampingan bukan secara pribadi tetapi atas nama suatu

institusi, (h) pendampingan memprioritaskan pada partisipasi,

kesetiakawanan, dan kewaspadaaan. Dit Diktentis Depdikbud (1999;13)

Tujuan utama yang ingin diperoleh dari program pendampingan warga

belajar pada program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelola usaha

kecil adalah, membantu warga belajar melalui proses pembelajaran agar dapat: (1)

(24)

12

berusaha, (2) membantu warga belajar agar memiliki mata pencaharian yang tetap

dan produktif sehingga dapat meningkatkan tarap hidupnya, (3) memberikan

kesempatan belajar pada warga belajar untuk memperoleh keterampilan berusaha pada kelompok pemuda produktif.

Berdasarkan uraian terdahulu, selintas terlihat betapa pentingnya peranan pembelajaran melalui pendampingan dalam keberhasilan program kelompok pemuda produktif, sehingga timbul pertanyaan bagaimana proses pembelajaran melalui pendampingan warga belajar pada program kelompok pemuda produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha kecil, serta bagaimana hasilnya dari program tersebut ? akan

dicoba diungkap lebih jauh melalui suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti

akan meneliti model pembelajaran Kelonipok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurui Hikmah Kabupaten Garut.

Untuk membantu warga belajar pada program Kelompok Pemuda Produktif

(KPP) peran pendamping dalam pendampingan tersebut sangatlah penting, apakah

pendampingan sudah berjalan secara sempurna sesuai dengan programnya atau

belum, serta bagaimana dasar pemikiran penerapan model tersebut, bagaimana

prosesnya, bagaimana hasilnya, serta apa faktor pendukung dan penghambat

dalampenerapan model pembelajaran KPP melalui pendampingan dalam pengelolaan

usaha kecil ini. Pertanyaan tersebut memerlukan jawaban yang rinci, sehingga

diperlukan upaya penelitian yang mendalam untuk memperoleh jawabannya. Dengan

(25)

program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolan usaha kecil,

diharapkan akan ditemukan kelebihan dan kekurangannya sehingga pada gilirannya

diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembang, penyelenggara, dan pihak lain

yang memilliki kepedulian pada program-program Diklusepora khususnya program

Kelompok Pemuda Produktif (KPP).

B. Identiflkasi masalah

Kegiatan penyelengaraan kelompok pemuda produktif (KPP) dibeberapa

daerah tertentu dari 23 SKB di Jawa Barat saat ini masih belum berhasil berdasarkan

hasil tinjauan dan telaahan BPKB Jayagiri (1999), dalam rangka identiflkasi

kebutuhan pengembangan kelompok pemuda produktif, hasil evaluasi kinerja SKB

se Jawa Barat tahun 1998/1999. Hal tersebut juga dialami oleh oleh program KPP

yang diselenggarakan di PKBM Nurui Hikmah yang merupakan binaan SKB Garut.

Permasalahan tersebut antara lain; (1) belum optimalnya peran-peran tenaga

kependidikan yang terlibat dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program KPP,

(2) terbatasnya dukungan peralatan dan modal yang ada, (3) analisis pemilihan jenis

usaha tidak tepat, (4) tingkat keutuhan warga belajar atau tingkat droup out warga

belajar tinggi, (5) Penguasaan keterampilan oleh warga belajar sebagai dampak dari

keikutsertaan pada program KPP masih rendah, antara lain disebabkan oleh

singkatnya proses kegiatan KPP, (6) lulusan program KPP yang memiliki usaha

sangat kecil. Setelah dianalisis oleh suatu tim pengembang, diasumsikan perlu ada

(26)

14

dirasakan perlu ada seorang atau lebih yang berperan sebagai pendamping bagi WB.

Maka pada perjalanan selanjutnya dilakukan kegiatan pengembangan yang

memfokuskan pada pendampingan terhadap warga belajar program Kelompok

Pemuda Produktif (KPP). Semakin banyak model pembelajaran KPP yang inovatif

dikembangkan maka semakin banyak pilihan bagi penyelenggara program KPP untuk

memilih model pembelajaran yang paling tepat untuk memberikan layanan

pembelajaran terbaik kepada sasarannya.

Persoalannya sekarang apakah program KPP dengan menerapkan model

pembelajaran KPP melalui pendampingan tersebut cukup berhasil untuk

mengoptimalkan kegiatan KPP sehingga dapat mengantarkan pemuda menjadi

seorang pemuda yang mandiri. Pada sisi lain model-model pembelajaran tersebut

belum banyak diketahui oleh para penyelenggara program KPP baik di lingkungan

SKB maupun PKBM yang ada sekarang ini khususnya di wilayah Kabaupaten Garut

dan Jawa Barat pada umumnya.

C. Perumusan masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identiflkasi masalah yang telah dikemukakan

terdahulu maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah

Bagaimana Model Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui

pendampingan dalam Pengelolaan Usaha Kecil di Pusat Kegiatan Belajar

(27)

15

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan terdahulu maka pertanyaan

penelitian meliputi :

a. Bagaimana dasar pemikiran penerapan model pembelajaran Kelompok

Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha

kecil ?

b. Bagaimana model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP)

melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil ?

c. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan model pembelajaran

Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam

pengelolaan usaha kecil ?

D. Definisi Operasional

/. Dasar Pemikiran

Dalam penelitian ini yang dimaksud dasar pemikiran adalah alasan,

pangkal, suatu pendapat hasil kajian atau pemikiran yang mendasari

diterapkannya model pembelajaran KPP melalui pendampingan dalam

pengelolaan usaha kecil pada KPP Konveksi Limbah Kulit di PKBM Nurui

Hikmah Kabupaten Garut.

2. Model

(28)

16

(1994; 3) dalam pengertian lain model juga diartikan sebagai barang atau benda

tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti Globe adalah model dari tempat kita hidup. Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan W.J.S poerwadarminta, (1994). Sedangkan istilah model pembelajaran (models of teaching), menurut Joice dan Weil (1986), digunakan untuk menunjukan sosok untuk konseptual dan aktivitas pembelajaran yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Dalam penelitian ini model adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam pengorganisasian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pendampingan pada Kelompok Pemuda Produktif

3. Pembelajaran

Adalah sebagai upaya yang dilakukan secara sengaja dan sistematis untuk

menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan,dalam

kegiatan ini terjadi interaksi yang edukatif antara peserta didik (warga belajar)

dengan pendidik (fasilitator, pendamping, nara sumber teknis, dan tenaga

kependidikan lainnya)

4. Pendampingan

Adalah cara kerja seseorang yang menyertai dan menemani secara dekat,

bersahabat dan bersaudara serta terlibat bersama dalam suka dan duka, saling

bahu membahu bersama warga belajar. BPKB Jayagiri (1999;4) Program

(29)

17

pengelolaan usaha kecil adalah usaha atau upaya seseorang yang meyertai dan

menemani secara dekat, bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama

dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola usaha kecil yang dilaksanakan pada kelompok pemuda produktif, untuk mencapai tujuan bersama

yang diinginkan, yaitu usaha kecil yang maju dan berkembang, sehingga warga

belajar memiliki mata pencaharian yang tetap dan akhirnya mandiri serta memperoleh pendapatan yang layak. BPKB Jayagiri, (1999;8-10).

Binaswadaya (1999; 1-2) mengemukakan bahwa pendampingan adalah pihak

yang berdekatan, samping menyamping, karena kedudukan antara keduanya

sejajar/sedarajat, tidak ada bawahan atau pun atasan. Hal ini mengandung

implikasi bahwa pendamping hanya bisa memberikan alternatif/rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia tidak bisa

mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendamping

itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan demokratis.

5. Kelompok Pemuda Produktif

Adalah sebagai seperangkat kegiatan usaha dan tindakan pembelajaran

terhadap sekelompok pemuda secara sadar, terencana, terarah, serta

bertanggungjawab mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

sehingga dapat mencari dan menciptakan lapangan kerja sesuai dengan bakat,

minat, dan kebutuhan pasar. Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam

(30)

18

yang menghimpun diri dalam suatu kelompok untuk melakukan kegiatan

pembelajaran dan kegiatan usaha (pengelolaan Usaha).

6. Pengelolaan

Adalah kegiatan pengaturan atau pengurusan (Depdikbud, 1997;2), yang dimaksud dengan pengelolaan disini adalah upaya menggerakkan kegiatan atau upaya mengurus dan melaksanakan mencakup; (1) mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik untuk mencapai sasaran, (2) berwenang dan bertanggungjawab membuat rencana, mengatur, memimpin, mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha untuk mencapai sasaran. Pengelolaan dalam

penelitian ini adalah pengaturan atau pengurusan kagiatan atau pekerjaan baik produksi, jasa, dagang, dan Iain-lain yang dilaksanakan sebagai sumber penghasilan dengan memerlukan atau menggunakan modal kecil. Kegiatan dan jenis usaha yang dikelola adalah usaha dibidang konveksi bahan limbah kulit

(bahan sisa jahitan dari industri garment yang menggunakan bahan dari kulit).

7. Usaha Kecil

Kegiatan atau pekerjaan baik produksi, jasa, dagang, dan lain - lain yang dilaksanakan sebagai sumber penghasilan dengan memerlukan atau menggunakan modal kecil. Dit. Diktentis,(1997).

8. Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Faktor Pendukung dan

Penghambat adalah suatu keadaan dan sebagainya yang menyebabkan atau

(31)

19

melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil pada KPP Konveksi

Limbah Kulit di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut. Baik itu yang bersifat

pendukung, (kekuatan, tantangan, dan peluang) maupun penghambat

(kelemahan) baik dari dalam KPP maupun dari luar KPP.

9. Konveksi Bahan Limbah Kulit

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Konveksi Bahan Limbah Kulit

adalah suatu kegiatan usaha produksi barang hasil jahitan berupa jaket, rompi,

sarung tangan, tas sekolah, topi, ikat pinggang, dan tas pinggang, yang bahan

baku utamanya berasal dari limbah kulit. Sedangkan limbah kulit itu sendiri

adalah kulit olahan sisa produksi (seplit) yang bagi sebagian pabrik karena bukan

merupakan tujuan produksi maka menjadi buangan, sedangkan bagi KPP

konveksi bahan limbah kulit di PKBM Nurui Hikmah merupakan bahan baku

utama.

Dari Uraian tersebut dapat disimpukan yang dimaksud model pembelajaran

Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha

kecil, adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

pengorganisasian kegiatan untuk mencapai tujuan, dan berfungsi sebagai pedoman

bagi pendamping dalam menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat, dan

bersaudara serta terlibat bersama dalam suka dan duka, saling bahu membahu

bersama warga belajar Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha

(32)

20

dapat berjalan secara optimal yaitu warga belajar tumbuh menjadi seorang pemuda

yang mandiri.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

a. Mendeskripsikan dasar pemikiran penerapan model pembelajaran Kelompok

Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha

kecil.

b. Mendeskripsikan model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif

(KPP) melalui pendampingan yang meliputi proses pembelajaran pada fase

pembekalan, swakarsa, dan swadaya, serta hasil pembelajarannya.

c. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan model

pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan

dalam pengelolaan usaha kecil.

F. Kegunaan Penelitian

Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memperkaya

pengetahuan yang berhubungan dengan model pendampingan pada program

Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelolaan usaha kecil, sehingga

berdasarkan temuan empiris ini kegiatan pendampingan dapat dikembangkan pada

satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya secara baik dalam prinsip adaptabilitas

(33)

21

Secara lebih rinci dapat dikemukan bahwa temuan penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat dilihat dari aspek teoritis maupun praktis.

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hasil kajian lapangan tentang pengembangan program pendidikan luar sekolah,

khususnya tentang model pendampingan pada kelompok pemuda

produktif dalam pengelolaan usaha kecil.

b. Mengembangkan konsep atau teori-teori yang telah ada dalam

pendidikan luar sekolah, khususnya teori pembelajaran.

c. Memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung hasil-hasil

penelitian tentang pendidikan luar sekolah dalam objek dan kondisi

yang berbeda.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

a. Pengembang, perencana, dan penyelenggara program pendidikan luar

sekolah, sebagai masukan dalam kegiatan pengembangan dan uji coba,

perencanaan, dan penyelenggaraan program-program pendidikan luar sekolah pemuda, dan olahraga (Diklusepora)

b. Pengelola, penyelenggara KPP sebagai masukan dalam pengelolaan,

penyelenggaraan program KPP khsusnya pendampingan warga belajar

pada program KPP dalam pengelolaan usaha kecil, agar kegiatan

(34)

22

c. Sebagai masukan bagi pendamping dan tenaga kependidikan lainnya

dalam melaksanakan peran dan pemerannya masing-masing, sehingga kegiatan KPP dapat mencapai hasil optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

G. Kerangka Pemikiran

Upaya pengembangan kemandirian dan kewirausahaan pemuda adalah layak dan mendesak untuk dilakukan melalui program-program yang realistis yang bermuara pada peningkatan produktivitas. Dewan Produktivitas Nasional, (dalam BPKB Jayagiri;199;12) mendefinisikan sumber daya manusia yang produktif adalah yang mempunyai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan mutu kehidupan,

bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Sedangkan National Produktivity Board Singapore menekankan bahwa

produktivitas sebagai sikap mental (attitude of Mind) yang mempunyai semangat

melakukan peningkatan atau perbaikan, Soedijarto (1997), mengatakan sikap mental

yang produktif ditandai oleh; (1) motivatif, (2) disiplin, (3) kreatif, (4) inovatif, (5)

dinamis, (6) profesional, (7) berjiwa kejuangan. Untuk menjawab tantangan dan

penyiapan sumber daya manusia maka dikalangan generasi muda perlu ditumbuhkan

kemampuan bersaing secara positif.

Pola pembinaan dan pengembangan kepemudaan adalah suatu model

(35)

23

pemeliharaan sarana dan prasarana yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah,

dan teratur serta bertanggungjawab untuk memperkenalkan, menumbuhkan, dan

membimbing dasar kepribadian yang utuh, selaras, serasi, dan seimbang. Pemda

Jabar, (1991). Sedangkan sasaran pembinaan dan pengembangan kepemudaan di

Jawa Barat meliputi :

a. meningkatkan keterampilan para pemuda putus sekolah dan pencari kerja

untuk memberikan kemampuan berwirausaha secara mandiri;

b. meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemuda melalui jalur

pendidikan luar sekolah;

c. tumbuhnya disiplin pribadi, sosial dan nasional serta etos kerja dan

kemandirian;

d. tercapainya sikap mental dan moral pemuda yang tangguh serta memiliki

ketahanan nasional;

e. meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda dalam menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;

f berkembangnya fungsi dan peran organisasi kemasyarakatan fungsional

pemuda yang mandiri, berkualitas dan dinamis;

g. mengembangkan sarana dan prasarana pembinaan dan pengembangan kepemudaan disetiap daerah tingkat II;

h. tertatanya kehidupan organisasi kemasyarakatan fungsional pemuda,

organisasi kepemudaan lainnya seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS dan Iain-lain sesuai ketentuan yang berlaku. Pemda Jabar, (1991)

Kegiatan Pendampingan warga belajar adalah suatu proses pemberdayaan

(Empowering Process), Kindervatter (1979) yakni proses peningkatan kemampuan

pada diri seseorang, kelompok atau lembaga agar dapat memahami dan mengontrol

kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga dapat memperbaiki

kedudukannya di dalam masyarakat. Dalam hal ini pengertian kemampuan tersebut

mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

(36)

24

tanggungjawab yang besar terhadap warga belajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) kepemimpinan kelompok diperankan oleh warga belajar, (4) sumber belajar bertindak sebagai fasilitator, (5) proses belajar berlangsung secara demokratis, (6) adanya kesatuan pandangan dan langkah (dalam mencapai tujuan), (7) menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa percaya diri dari warga belajar, dan (8) bertujuan akhir meningkatkan status sosial, ekonomi, dan atau politik warga belajar dalam masyarakat.

Pembelajaran menurut konsep Andragogi, pembelajaran bagi orang dewasa harus disadari sepenuhnya bahwa orang dewasa belajar bukan dengan cara digurui atau diajar. Orang dewasa lebih tepat dikatakan "dibimbing" untuk belajar. Adanya

proses bimbingan yang dilakukan kepada orang dewasa diharapkan adanya perubahan

perilaku. "Perubahan perilaku bergantung dari perubahan sikap dan penambahan

pengetahuan serta keterampilan" . AG. Lunandi, (1993;15). Dengan demikian fungsi

pembimbing adalah; (1) penyebar pengetahuan, (2) pelatih keterampilan, (3)

perancang pengalaman belajar kreatif

Belajar sebagai hasil dan proses, para pakar pendidikan dan psikologi masih

belum seragam dalam memberikan pengertian tentang belajar. Pengertian yang

dikemukakan oleh para pakar tersebut dilatar belakangi oleh empat faktor, yaitu:

(1) latar belakang keluarga, (2) latar belakang pendidikan, (3) latar belakang

lingkungan, (4) latar belakang pengalaman hidup Mozes. (1992). Seperti Gagne

dalam D. Sudjana, (1993) mengemukakan bahwa belajar adalah " perubahan disposisi

(37)

25

bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah".

Apa yang dikemukakan Gagne pada dasarnya merupakan usaha yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai sesuatu perubahan yang ingin dicapai. Menurut Travers belajar adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkahlaku. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang ditekankan (1) belajar sebagai proses dan (2) belajar sebagai hasil. Maknanya dari proses pembelajaran diharapkan ada hasil yang diperoleh.

Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkenyakinan bahwa program-program pendidikan luar sekolah memiliki peran yang strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa "pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana seharusnya.

Pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) dapat digunakan dengan lebih

efesien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata

ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan, disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan ".

Pengangguran disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor ekonomi, maupun

sosial. Ruwiyanto, (1994;3) mengemukakan bahwa penyebab pengangguran adalah

perubahan struktur industri, ketidakcocokkan keterampilan, ketidakcocokkan

geografis, pergeseran demografis, kekuatan industri tidak bisa dipekerjakan, dan

restrukturisasi kapital, ketidakcocokkan keterampilan sebagai salah satu penyebab

(38)

26

utama disebabkan oleh kelambatan penyesuaian program-program pendidikan atas

perubahan lingkungan sehingga antisipasi pendidikan terhadap kebutuhan nyata (real

need) lingkungan meleset.

Program program pendidikan luar sekolah yang inovatif baik dilihat dari isi,

proses pembelajaran adalah merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam upaya ikut

menyehatkan bangsa ini agar kita dapat kembali membangun dan mengejar

ketertinggalan dengan negara lain. Inovasi program atau gagasan baru program

adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan program-program baru

yang lebih efektif, efesien dan produktif untuk mendapatkan hasil yang lebih

memuaskan. Inovasi program perlu dilakukan sebagai upaya proaktif untuk

menanggapi secara arif dan bijaksana terhadap perubahan-perubahan yang terjadi

dimasyarakat.

Program Pendampingan warga belajar Kelompok Pemuda Produktif (KPP)

dalam pengelolaan usaha kecil adalah :

Usaha atau upaya seseorang yang meyertai dan menemani secara dekat,

bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama-sama dalam suka dan duka, saling bahu membahu dalam mengelola usaha kecil yang dilaksanakan pada

kelompok pemuda produktif untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan

yaitu usaha kecil yang maju dan berkembang, sehingga warga belajar memiliki mata pencaharian yang tetap dan akhirnya mandiri serta memperoleh

pendapatan yang layak. BPKB Jayagiri, (1999;4)

Sedangkan menurut Binaswadaya (1999;1-2) mengemukakan bahwa

pendampingan adalah "pihak yang berdekatan, samping menyamping, karena

kedudukan antara keduanya sejajar atau sederajat, tidak ada bawahan atau pun

(39)

27

alternatif rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia

tidak bisa mengambil keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pendampingan itu sendiri sebagai suatu proses pembelajaran yang partisipatif dan

demokratis. Proses pembelajaran kelompok pemuda produktif dengan tiga fase

pembelajaran yaitu ; (1) fase pembekalan, dilakukan melalui pelatihan, (2) fase

swakarsa, dilakukan dengan pemagangan, (3) fase swadaya, yaitu kegiatan

tindaklanjut merupakan kegiatan pemandirian warga belajar, untuk mencapai

kemandirian itu perlu atau membutuhkan pendamping yang mampu memerankannya

secara baik yaitu secara demokratis dan partisipatif.

Berangkat dari pengembangan prinsip individu warga belajar dan KPP pada

umumnya, maka menurut. Dit Diktentis Depdikbud (1999; 13) proses pendampingan

itu harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(a) pendampingan merupakan proses penyadaran diri bagi semua pihak yang terlibat, (b) berkenyakinan bahwa kelompok dampingan, dalam dirinya

mampu berkembang sesuai tujuannya, (c) kegiatan pendampingan bermaksud

menciptakan situasi yang mendukung perkembangan kelompok, (d) pendekatan pendampingan berangkat dari lapisan paling bawah, (e) pendekatan pendampingan bermaksud menciptakan situasi yang mendukung

perkembangan kelompok, (f) pendampingan berorientasi pada pengembangan manusia seutuhnya, (g) pendampingan dilaksanakan melalui kelompok dalam kelompok artinya pendampingan bukan secara pribadi tetapi atas nama suatu institusi, (h) pendampingan memprioritaskan pada partisipasi, kesetiakawanan dan kewaspadaaan. Dit. Diktentis Depdikbud (1999;13)

Tujuan utama yang ingin diperoleh dari program pendampingan warga belajar

pada program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) dalam pengelola usaha kecil

(40)

28

keterampilan berusaha, (2) membantu warga belajar agar memiliki mata pencaharian yang tetap dan produktif sehingga dapat meningkatkan tarap hidupnya, (3) memberikan kesempatan belajar pada warga belajar untuk memperoleh keterampilan berusaha pada kelompok pemuda produktif.

(41)
(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang "Model

Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam

pengelolaan usaha kecil". Sesuai dengan maksud penelitian ini, maka pendekatan

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan peneliti ingin mengkaji secara

lebih mendalam model pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui

pendampingan yang meliputi tiga fase (proses pembelajaran) yaitu fase pembekalan

(dilakukan melalui latihan), fase swakarsa (dilakukan melalui pemagangan), dan fase

swadaya (pemandirian), sebagai tahap tindak lanjut. Keseluruhan fase pembelajaran

tersebut merupakan satu kesatuan dari model pembelajaran Kelompok Pemuda

Produktif (KPP) melalui pendampingan. Secara lebih jauh pendekatan kualitatif

dianggap sesuai dengan permasalahan penelitian ini.

Sedangkan dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus ini

adalah "mempelajari secara intensiftentang suatu latar belakang keadaan sekarang,

dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga, atau

masyarakat" Suryabrata Sumardi, (1985 :23). Dalam penelitian ini peneliti ingin

memperoleh gambaran yang rinci dan mendalam tentang model pembelajaran

Kelompok Pemuda Produktif (KPP) melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha

(43)

[20

kecil. Pada penelitian tentang model pembelajaran disini akan melihat perilaku

tenaga kependidikan KPP yang meliputi pendamping, nara sumber teknis, pemantau,

pengelola, dan warga belajar dalam proses pembelajaran pada tiga fase (fase

pembekalan, swakarsa, dan swadaya).

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

penelitian kualitatif. Dikemukakan oleh Lexy J. Moleong (1996;3) bahwa ; "metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekata-katan

ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh)". Sejalan dengan

itu S. Nasution (1996;5) mengemukakan "Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berintegrasi dengan mereka, berusaha

memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Dengan demikian

metode kualitatif lebih mengutamakan kemampuan peneliti untuk mengakrabi fokus

permasalahan yang diteliti.

Berkenaan dengan penggunaan metode penelitian kualitatif Mohammad Ali

(1993; 160-162) menjelaskan bahwa ada lima ciri penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu :

1. Tatanan alami merupakan sumber data yang bersifat langsung dan peneliti itu

sendiri menjadi instrumen kunci. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif ini,

(44)

121

bermakna bila peneliti memahami konteks terjadinya atau munculnya suatu

peristiwa. Kunci keberhasilan penelitian ini terletak pada pemahaman peneliti

pada kontek suatu peristiwa atau gejala.

2. Penelitian bersifat deskriptif, penelitian kualitatif hanya bersifat mendeskripsikan,

maka data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan bukti-buktinya. Pemaknaan terhadap fenomena itu banyak

bergantung pada kemampuan dan ketajaman peneliti dalam menganalisisnya.

Dalam melakukan analisis peneliti mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat

radikal, sehingga pemaknaan terhadap suatu gejala saja, dalam deskripsi bersifat

luas, dan tajam.

3. Penelitian kualitatif memerdulikan (mementingkan) proses, bukan hasil atau

produk. Berbeda dengan umumnya penelitian, terutama penelitian kuantitatif

yang memerdulikan produk atau hasil, dalam penelitian kualitatif keperduliannya

adalah proses, seperti interaksi tertentu. Oleh sebab itu, dalam penelitian kualitatif

pertanyaan yang diajukan lebih bersifat radikal, seperti mengapa menggunakan

model pembelajaran melalui pendampingan dalam KPP. Untuk itu diperlukan jawaban melalui penelitian dan analisis yang luas, kompleks, dan mendalam.

4. Analisis datanya bersifat induktif. penelitian kualitatif tidak berupaya mencari

bukti-bukti untuk pengujian hipotetis yang diturunkan dari teori, seperti halnya

(45)

122

dari bawah keatas sedangkan peneliti kuantitatif sebaliknya dari atas kebawah.

Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif teori yang dirumuskan diikuti teori

yang diangkat dari dasar atau grounded theory. Walaupun demikian bukan berarti

peneliti berangkat kelapangan tanpa pegangan atau perencaranaan. Demikian

juga dalam penelitian ini peneliti dalam mengumpulkan data dari lapangan telah

mempersiapkan

kerangka atau acuan yang bersifat asumsi teoritis sebagai

pengorganisasian kegiatan pengumpulan data.

5. Keperdulian penelitian kualitatif adalah pada "makna"

dalam Penelitian

kualitatif, keikutsertaan peneliti dalam suatu proses atau interaksi dengan tatanan

(setting) yang menjadi objek penelitiannya merupakan salah satu kunci

keberhasilan. Dalam keikutsertaan itu peneliti tidak menangkap makna sesuatu

dari sudut pandangannya sendiri sebagai orang luar, tetapi dari pandangan peneliti

sebagai subjek yang ikut serta dalam proses dan interaksi.

Pada penelitian kualitatif, angka dan tabel bisa saja ditemukan hanya

formulasi statistik tidak digunakan ketika menganalisa datanya. Data penelitian

berbentuk deskriptif dari ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari

orang-orang (subjek) seperti nara sumber teknis, pendamping, fasilitator, pemantau,

pengelola, dan warga belajar KPP di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

Nurui Hikmah Kabupaten Garut. Menurut Noeng Muhadjir, (1996; 149-150) walau

hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk narasi, tetapi kebenarannya memenuhi

metodologi ilmiah jika telah memenuhi prosedur penelitian kualitatif yang

(46)

123

adalah bercirikan: " (1) berfokus penemuan yang berkonteks kerangka kerja sosial,

budaya, dan sejarah, (2) dilakukan didalam suatu kerangka teori, ada sedikit

pertanyaan untuk mengarahkan penelitian dan pertanyaan muncul selama investigasi,

(3) peneliti terlibat secara intensif didalam situasi sosial pada saat penelitian, (4)

instrumen utama penelitian adalah peneliti, untuk mendapatkan setting sosial yang

terjadi, (5) interview informal didalam bentuk obrolan bisa juga digunakan untuk

melengkapi observasi, (6) dokumen pribadi juga dapat memberikan kedalaman

dalam latar belakang keadaan yang ada, (7) metode dan pertanyaan yang beragam

juga digunakan untuk melengkapi metode kualitatifdan hasilnya bisa diintergrasikan

oleh peneliti, (8) pengumpulan dan analisis data dilakukan pada saat penelitian

berlangsung yang merupakan hasil dari inquiri, (9) peneliti berupaya tidak

mempengaruhi proses kehidupan sosial subjek penelitian, (10) peneliti harus

mempertimbangkan audien kepada siapa ia memberikan laporan dan perhatian utama

yang dilaporkan, (11) laporan penelitian didesiminasikan, dengan memasukan

masalah etik yang terjadi dan dirasa bertentangan oleh peneliti pada saat penelitian,

(12) peneliti memonitor materi desiminasi dan melengkapinya berdasarkan feed back

terhadap apa yang telah diteliti".

B. Subjek Penelitian

Subjek kajian dalam penelitian ini adalah pendamping, warga belajar pada

program Kelompok Pemuda Produktif (KPP) di PKBM Nurui Hikmah Kabupaten

(47)

124

pendamping pada Kelompok Pemuda Produktif (KPP) sebanyak 1 (satu) orang dan

warga belajar sebanyak 5 (lima) orang. Untuk keperluan triangulasi dan sebagai

pelengkap informasi peneliti akan memanfaatkan beberapa informan yang dipandang

dapat memberikan informasi penting atau informasi tambahan tentang responden

yang diteliti. Adapun para informan tersebut adalah pengelola KPP sebanyak 1 (satu)

orang, pemantau 1 (satu) orang, nara sumber teknis 1 (satu) orang, dan lulusan KPP

sebanyak 2 orang. Informan tersebut diharapkan dapat

memberikan informasi

tentang proses pembelajaran dan informasi lain dalam penerapan model pembelajaran

KPP terutama pada fase pembekalan (latihan) fase swakarsa (pemagangan) dan fase

swadaya (pemandirian).

Alasan hanya dipilihnya 1 (satu) orang pendamping dan 5 (lima) orang warga

belajar yang dijadikan subjek penelitiannya adalah : bahwa pendamping pada

program KPP di PKBM Nurui Hikmah ini adalah seorang, sehingga peneliti tidak

memiliki pilihan lain. Sedangkan 5 (lima) warga belajar KPP yang dipilih merupakan

warga belajar yang aktif dari delapan warga belajar yang tercatat, walaupun kelima

warga belajar bervariasi aktivitasnya dalam kelompok. Warga belajar ini telah cukup

lama mengikuti kegiatan KPP. Pada penelitian kualitatif pemilihan sampel bersifat

sampel bertujuan. Berkenaan dengan sampel bertujuan, Moleong (1996; 165-166)

mengemukakan ciri-ciri sampel bertujuan adalah "(1) rancangan sampel yang

muncul: sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu, (2) pemilihan

sampel secara berurutan; tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya

(48)

125

berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh lebih

dahulu. Sehingga dapat dipertentangkan atau diisi, adanya kesenjangan informasi

yang ditemui, darimana atau dari siapa dimulai, tidak menjadi persoalan, tetapi bila

hal itu terjadi sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada keperluan

peneliti. Teknik sampling "Bola salju" upamanya, yaitu dari satu menjadi makin lama

makin banyak, (3) penyesuaian berkelanjutan dan sampel, pada mulanya setiap

sampel dapat sama kegunaannya. Namun sesudah makin banyak informasi yang

masuk dan makin mengembang hipotesis kerja, akan ternyata bahwa sampel makin

diperoleh dasar fokus penelitian, (4) penelitian berakhir jika sudah terjadi

pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh

pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperkirakan. Jika tidak ada lagi

informasi yang dapat dijaring, maka pemilihan sampelpun sudah dapat di akhiri. Jadi

kuncinya jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka pemilihan sampel

harus dihentikan. Moleong".

Sumber data yang dipilih juga mempertimbangkan beberapa persyaratan,

sebagai mana dikemukakan oleh Sanafiah Faisal (1994;151) kriteria yang perlu

dipertimbangkan didalam menentukan sumber data penelitian kualitatif, yaitu (1)

subjek sudah cukup lama dan intensif, menyatu didalam kegiatan atau bidang yang

menjadi bagian penelitian, (2) subjek masih aktif, atau terlibat penuh didalam

kegiatan atau bidang tersebut, (3) subjek memiliki waktu yang cukup untuk dimintai

informasi, (4) subjek di dalam memberi informasi tidak cenderung atau dikemas

(49)

[26

belajar sebanyak mungkin tentang objek tersebut. Untuk memvalidasi data dengan

cara triangulasi, data juga diambil dari subjek penelitian yang lain, yaitu dari

pengelola PKBM Nurui Hikmah Kabupaten Garut, pamong belajar Sanggar Kegiatan

Belajar (SKB) Garut. Pemilihan subjek penelitian inipun didasarkan pada persyaratan

yang telah dikemukakan diatas.

C. Instrumen Penelitian

Sesuai prinsip penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan adalah peneliti

sendiri. Agar dapat mengungkap makna suatu fenomena sosial yang terjadi. Oleh

karena itu di dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen penelitian.

Peneliti sebagai instrumen penelitian sangat menentukan kelancaran, keberhasilan,

hambatan, atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang diperlukan. Keadaan ini

sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku serta pengetahuan dasar peneliti,

tentang penelitian kualitatif. Karena itu peneliti sebagai instrumen penelitian

berupaya semaksimal mungkin bersikap dan berprilaku seperti yang dikemukakan

oleh S Tylor dan R Bogdan (dalam Moleong, 1996; 153) yaitu "(1) peneliti harus

dapat mengkoordinir pengendalian subjek penelitian, (2) peneliti harus dapat

menghindari perilaku dan pembicaraan yang tidak pasti tentang kepribadiannya, (3)

peneliti harus dapat menghindari kompetisi dengan respondennya, (4) peneliti harus

bersikap jujur, dan (5) peneliti harus dapat menjaga kerahasiaan data yang

(50)

127

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

1. profil Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurui Hikmah Kabupaten

Garut meliputi; sejarah pembentukan, tujuan, struktur organisasi,

program-program pembelajaran yang diselenggarakan dan hasil yang telah dicapai, rencana

dan tujuan pendampingan, yakni apa tujuan pendampingan yang dilakukan

terhadap warga belajar,

2. profil Kelompok Pemuda Produktif (KPP) konveksi bahan limbah kulit meliputi ;

sejarah pembentukan, tujuan, jenis keterampilan yang dipelajari dan diusahakan, .

3. dasar pemikiran penerapan model pembelajaran KPP melalui pendampingan

meliputi; dasar pemikiran, penerapan model, model pembelajaran sebelumnya,

keterlibatan pendamping dan warga belajar dalam perencanaan dan penerapan

model,

4. Karakteristik model, tujuan penerapan model, kekuatan dan kelemahan model

pembelajaran KPP melalui pendamp

Referensi

Dokumen terkait

Kehadiran Staphylococcus aureus dalam jumlah kecil pada makanan tidak menimbulkan masalah karena bersifat alami misalnya pada unggas dan pada beberapa daging yang merupakan

Penggunaaan model pembelajaran kontekstual berbasis berita diharapkan agar mahasiswa bisa langsung berhubungan dengan kehidupan nyata, karena banyak mahasiswa yang

Lingkungan perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis

Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan Konsep Pengelolaan Sumberdaya pesisir secara terpadu serta menerapkannya ke dalam perencanaan

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR : 1 TAHUN 2015. TANGGAL : 8

Grafik 4.2 Grafik Kategori Nilai Pretest Skala Empat.

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

Kepada seluruh peserta lelang yang masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang kesempatan untuk mengajukan pertanyaan melalui website LPSE Kementerian selama