PENGELOLAAN MUTU KEHIDUPAN KERJA
UNTUK FASILITASI KINERJA GURU YANG EFEKTIF
(Studi di SMPN 11 dan SMPN 36 Kota Bandung)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Promovenda
ELLY HERLIANI
1009495
PROGRAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA
DISERTASI:
Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H. Djam'an Satori, M.A.
Kopromotor Merangkap Sekretaris
Prof. Dr. H. Tb. Abin Syamsudin M., M.A.
Anggota
Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd.
Mengetahui
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “PENGELOLAAN
MUTU KEHIDUPAN KERJA UNTUK MEMBANGUN KINERJA GURU
(Studi Terhadap Pengelolan Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata dalam Konteks Penciptaan Mutu Kehidupan Kerja untuk Membangun
Kinerja Guru di SMPN 11 dan SMPN 36 di Kota Bandung)” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap
menanggung risiko/ sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau
ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 13 Januari 2013 Yang membuat pernyataan,
(A Study in SMPN11 and SMPN 36 in Bandung Regency)
ABSTRACT
The aim of the research are: 1) to describe management of Healthy, Environmental based, and Adiwyata schools' program as Quality of Work Life (QWL) improvement program in the research sites; 2) to describe QWL condition of schools after conducting the program; 3) to describe the program impact towards teacher performance 4) to propose hypothetic model of QWL management.
The research use qualitative approach. Data were collected through interview, document analysis, and observation. Research informan are school principals and teachers. Data were analyzed using constant comparative model through data reduction, data presentation. and drawing conclusion.
The research found that: 1) QWL program management in school is less effective, 2) school's QWL are in good condition physically and non-physically and viewed as comfort place to work, 3) QWL improvement program give different impact towards teachers performance in the two sites which indicated by motivation growth and increased opportunity to perform, 4) hypothetic model is proposed to increase QWL program management.
The research suggests that schools need to improve their capabilities in managing QWL improvement program and community development; enhancing teacher performance need to be one of the main aim of the QWL Improvement Program; quality of learning process need to be one of the main aim not only integration of environmental topics; further research on impact of QWL improvement program towards learning process, students achievement, and school effectiveness need to be conducted.
(Studi di SMPN 11 dan SMPN 36 di Kota Bandung)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskrispsikan pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, Adiwyata sebagai program peningkatan Mutu Kehidupan Kerja (MKK) di sekolah di dua situs penelitian, 2) mendeskrispsikan kondisi MKK sekolah setelah pelaksanaan program, 3) mendeskripsikan dampak program peningkatan MKK terhadap kinerja guru, 4) mengembangkan model hipotetik pengelolaan MKK.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data digali melalui wawancara, studi dokumen, dan pengamatan. Informan penelitian ini adalah Kepala Sekolah dan guru. Data dianalisis menggunakan komparatif tetap dengan tahapan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) pengelolaan MKK di sekolah kurang efektif, 2) kondisi MKK dalam aspek fisik dan non-fisik dinilai baik dan sekolah telah menjadi tempat yang nyaman untuk beraktivitas, 3) program peningkatan MKK berdampak terhadap kinerja guru dengan kualitas dampak yang berbeda dengan indikasi munculnya motivasi dan lebih lengkapnya fasilitas pendukung tugas guru, 4) untuk meningkatkan kualitas pengelolaan diajukan model hipotetik pengelolaan program MKK.
Rekomendasi penelitian adalah perlunya pembinaan mengenai pengelolaan program MKK dan pemberdayaan bagi sekolah, penguatan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata dengan menjadikan kontribusi terhadap kinerja guru menjadi satu tujuan utama program, tujuan integrasi materi lingkungan ke dalam mata pelajaran diperkuat dengan menilai kualitas pembelajarannya, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dampak program peningkatan MKK terhadap pembelajaran, prestasi siswa, dan efektivitas sekolah.
DAFTAR ISI
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Struktur Organisasi Disertasi ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Mutu Kehidupan Kerja (Quality of Work Life/QWL) dalam Konteks Administrasi Pendidikan ... 17
1. Ruang Lingkup Kajian Administrasi Pendidikan ... 17
2. Mutu Kehidupan Kerja sebagai Kajian Administrasi Pendidikan ... 23
B. Mutu Kehidupan Kerja (Quality of Work Life/QWL) ... 26
1. Sejarah Mutu Kehidupan Kerja ... 27
2. Pengertian Mutu Kehidupan Kerja ... 29
3. Tujuan dan Pentingnya Mutu Kehidupan Kerja ... 31
4. Dimensi/ Faktor Mutu Kehidupan Kerja ... 34
5. Program dan Manfaat Mutu Kehidupan Kerja ... 44
C. Manajemen Kampus Sekolah ... 60
1. Hakikat Manajemen Kampus ... 60
2. Perencanaan dan Penataan Kampus ... 63
3. Pemeliharaan Kampus Sekolah ... 67
D. Program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata sebagai Program Peningkatan Mutu Kehidupan Kerja ... 69
1. Program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata .... 69
2. Infrastruktur Hijau sebagai Luaran Program dan Manfaat Restoratifnya ... 84
E. Mutu Kualitas Kerja dan Hubungannya Dengan Kinerja Guru ... 109
3. Kinerja Guru ... 126
F. Kerangka Penelitian ... 140
G. Penelitian Terdahulu ... 141
BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 146
B. Desain Penelitian ... 150
C. Metode Penelitian ... 150
D. Definisi Operasional ... 151
E. Instrumen Penelitian ... 154
F. Teknik Pengumpulan Data ... 159
G. Analisis Data ... 162
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 167
1. Pengelolaan Program Peningkatan Mutu Kehidupan Kerja (MKK) di Sekolah ... 168
a. Pengelolaan Program Mutu Kehidupan Kerja (MKK) di SMPN 36 ... 168
b. Pengelolaan Program Mutu Kehidupan Kerja (MKK) di SMPN 11 ... ... 197
2. Kondisi Mutu Kehidupan Kerja di Sekolah ... .... 215
a. Kondisi Mutu Kehidupan Kerja di SMPN 36 ... ... 215
b. Kondisi Mutu Kehidupan Kerja di SMPN 11 ... ... 232
3. Dampak Mutu Kehidupan Kerja Terhadap Kinerja Guru ... .. 245
a. Dampak Program Peningkatan MKK terhadap Kinerja Guru di SMPN 36 ... ... 245
b. Dampak Program Peningkatan MKK terhadap Kinerja Guru di SMPN 11 ... ... 260
B. Pembahasan ... 269
1. Pengelolaan Program Mutu Kehidupan Kerja di Sekolah ... 270
2. Kondisi Mutu Kehidupan Kerja ... ... 293
3. Dampak Program Peningkatan MKK terhadap Kinerja Guru ... ... 309
4. Model Hipotetik Pengelolaan Mutu Kehidupan Kerja untuk Fasilitasi Kinerja Guru yang Efektif ... .... 332
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan . ... 336
Daftar Pustaka 342
Lampiran - Lampiran 346
Lampiran 1: Pedoman Wawancara 346
Lampiran 2: Catatan Dokumen 350
Lampiran 3: Data Hasil Wawancara 353
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kuota dan Realisasi Sertifikasi Guru Tahun 2006, 2007, 2008, 2009 ...
2
Tabel 2.1 Sumber Stres Guru dan Dampaknya ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan ... 19
Gambar 2.2 Perbandingan Teori Maslow dan Herzberg ... 120
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 140
Gambar 4.1a Kondisi Lingkungan Sekolah di SMPN 36 ... 222
Gambar 4.1b Kondisi Lingkungan Sekolah di SMPN 36 ... 223
Gambar 4.2a Kondisi Lingkungan Sekolah di SMPN 11 ... 239
Gambar 4.2b Kondisi Lingkungan Sekolah di SMPN 11 ... 240
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Hubungan dan Aspek dari Fungsi dan Aktivitas
Program Manajemen SDM ... 25
Bagan 2.2 Aspek dan Hubungan Keamanan dan Kesehatan di
dalam Organisasi ... 37
Bagan 2.3 Model Keselamatan dan Kesehatan di dalam
Organisasi ... 37
Bagan 2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Stres 38
Bagan 2.5 Hubungan Antara Program MKK dengan Peningkatan Produktivitas ... 44
Bagan 2.6 Rangkuman Sumber dan Strategi untuk Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ... 48 Bagan 2.7 Hubungan Infrastruktur dengan Luaran Sekolah ... 90
Bagan 2.8
Model Konseptual Untuk Mengevaluasi Hubungan antara Gedung Sekolah Hijau dan Keluaran Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Guru sebagai profesi mulai muncul secara formal dalam Undang- Undang
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dalam bBab XI, pPasal
39, pada aayat 2 disebutkan bahwa: P
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Tugas guru sebagai pendidik dipertegas dalam Undang-u Undang nNomor
14 tTahun 2004 tentang Guru dan Dosen yang dinyatakan dalam bBab I,
pPasal 1 bahwa:
GGuru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dengan demikian di kelas, guru adalah pemimpin pendidikan dan sangat
menentukan peningkatan mutu pembelajaran sehingga akan mempengaruhi
kualitas luaran pendidikan. Hasil penelitian Dawson dan Billingsey (Dasuki,
2012) menunjukkan bahwa guru yang efektif dapat meningkatkan prestasi
siswa 53% setelah satu tahun dan 83% setelah tiga tahun. Sementara guru
yang kurang efektif hanya mampu meningkatkan prestasi siswa 14% setelah
Beberapa data yang tersedia akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa peran
penting ini belum dapat dilaksanakan dengan baik. Beberapa data yang
mengindikasikan kompetensi guru masih perlu ditingkatkan (Supriyanto,
http://www.dikdas.kemdikbud.go.id) adalah hasil UKA Nasional tahun 2012.
Skor rerata, tanpa melihat jenjang dan mata pelajaran adalah 42,25 dengan
skor tertinggi 97 diraih oleh satu orang guru SMK dan skor terendah 1,0
diraih oleh satu orang guru TK dan satu orang guru SMP. Untuk guru SMP
skor reratanya adalah 46,15 dengan skor tertinggi 87,5 diperoleh satu orang
seorang guru dan skor terendah 1,0 juga diperoleh seorang satu orang guru.
Dasuki (2009: 232) menyatakan pula bahwa rendahnya kompetensi guru dan
besarnya jumlah guru yang hampir mendekati 3 tiga juta orang termasuk
dalam permasalahan tentang guru yang harus dihadapi saat ini. Tabel berikut,
tentang besarnya kelulusan sertifikasi, memperlihatkan kecenderungan yang
tidak jauh berbeda.
Tabel 1.1 Kuota dan Realisasi Sertifikasi Guru
Tahun 2006, 2007, 2008, 2009
Peningkatan profesionalitas profesionalisme guru sudah dilakukan sejak
tahun 1979 dan dikembangkan pada tahun 1980 dengan terbentuknya
pembinaan Pemantapan Kerja Guru (PKG) dan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) terutama untuk guru SMP dan SMA. Jejaring PKG
dibangun sejak tahun 1980 dan selama hampir 17 tahun berkembang dan
menghasilkan instruktur di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota.
Program ini terlaksana dengan baik sampai tahun 1997 saat dana pinjaman
dari Bank Dunia masih tersedia. Upaya lain juga dilakukan melalui program
Primary Education Quality Improvement Program (PEQIP) (PEQIP) yang
diberikan untuk jenjang SD dan Secondary Education Quality Improvement
Program (SEQIP) (SEQIP) untuk SMP.
Mulai 1 Januari Janurai 2013, guru menghadapi tuntutan profesionalisme
profesionalitas yang lebih tinggi dengan dilaksanakannya Permeneg PAN &
RB Nnomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Melalui peraturan ini dan peraturan turunannya, profesionalisme
profesionalitas guru diharapkan terjaga melalui kegiatan Penilaian Kinerja
Guru (PKGuru) dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
PKGuru tersebut dilaksanakan setiap tahun. Jika tidak dapat memenuhi
standar yang ditetapkan maka guru akan mendapat dengan sanksi berupa
pengurangan jam mengajar yang berdampak pada tunjangan guru. Aturan
tersebut , jika tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan seperti
dinyatakan dalam pasal 2 Permendiknas Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 2
Guru yang tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan, padahal yang bersangkutan telah diikutsertakan dalam pembinaan pengembangan keprofesian, beban kerjanya dikurangi sehingga kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka atau dianggap melaksanakan beban kerja kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka.
Bagi guru PNS, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
disiplin PNS menyebutkan jam kerja PNS adalah 37,5 jam/ minggu.
Walaupun ketentuan ini untuk guru PNS, namun terbuka kemungkinan
menjadi acuan pula bagi guru swasta. Dengan demikian, guru akan lebih lama
tinggal berada di sekolah dibandingkan sebelumnya dan sebagian besar waktu
guru akan berada di sekolah.
Menurut Reddy dan Reddy (2010: 829-830) konsep Quality of Work Life
(QWL) atau Mutu Kehidupan Kerja (MKK) didasarkan pada asumsi bahwa
pekerjaan adalah lebih dari sekedar sekadar pekerjaan. Ini adalah pusat dari
kehidupan seseorang. Dalam beberapa tahun terakhir kepedulian terhadap
MKK telah meningkat karena beberapa faktor: 1) kenaikan tingkat
pendidikan mengakibatkan meningkatnya aspirasi karyawan, 2) asosiasi
pekerja; 3) Manajemen manajemen sumber daya manusia yang bermakna, 4 )
kerusuhan industri secara luas, 5) meningkatnya pengetahuan dalam perilaku
manusia.
Reddy dan Reddy menyatakan pula, aspek kesehatan dan kesejahteraan
MKK terkait dengan aspek fisik dan psikologis individu dalam lingkungan
kerja. Hasil penelitian Asakura dan Fujigaki (Reddy dan Reddy, 2010:
829-830) yang senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Iacovides,
bahwa tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi menyebabkan ketegangan
lingkungan kerja yang lebih tinggi pula, karenanya ketegangan lingkungan
kerja mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan.
Lingkungan kerja yang tidak tegang/ penuh dengan tuntutan berpengaruh
terhadap tercapainya kesehatan dan kondisi psikologis yang baik sehingga
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan pekerjaan kantor dan pribadi
secara mandiri. Hal yang demikian dapat menciptakan lingkungan kerja yang
jauh dari stress dan menyediakan kehidupan kerja yang nyaman. Carayon,
Smith dan Haims (Reddy dan Reddy, 2010: 829-830) mengungkapkan bahwa
stres muncul dalam proses interaksi antara seseorang dan lingkungan kerja
yang mengancam keseimbangan individu secara fisik, psikologis, dan
fisiologis. Jika tekanan dari pekerjaan meningkat, penyakit fisik dan
gangguan psikologis pun meningkat. Hal ini yang tampaknya menjelaskan
mengapa stres merupakan topik kajian yang banyak dikaji dalam penelitian
psikosomatik.
Kajian dan penelitian dalam manajemen SDM dan pengembangan
organisasi sering menghubungkan MKK dengan etika, produktivitas,
tanggung jawab sosial perusahaan, dan kinerja organisasi (Cascio, 1998;
Cummings dan Worley, 2005; Dess et al, 2007;. Lau dan Mei, 1998; Leopold,
2005; Walker, 1992; Wheelan dan Hunger, 2006; Yorks, 2005 dalam
Koonmee K, dkk, 2009: 1). Kajian lain menunjukkan bahwa perasaan dan
persepsi karyawan terhadap kualitas kehidupan kerja berdampak besar
Kementrian Kesehatan dan Kementrian Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (Kemen KLH) memiliki program untuk membumikan tujuan dan tugas
masing-masing kementrian dengan menggunakan jalur pendidikan formal
yaitu sekolah. Kementrian Kesehatan dengan sekolah sehatnya dan
Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Sekolah
Berbudaya Lingkungan dan Adiwyata. Pada saat ini banyak sekolah yang
mengikuti ketiga program tersebut. Untuk yang di tingkat kota/ kabupaten di
bina oleh Dinas Kesehatan dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
tingkat kota/ kabupaten. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
yang ditujukan kepada peserta didik merupakan salah satu mata rantai yang
penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk
mewujudkan hal tersebut maka diselenggarakan Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). Tujuan UKS adalah untuk 1) Mmenanamkan nilai-nilai Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan menciptakan lingkungan sekolah yang
sehat, 2) Ppeserta didik yang sehat, 3) Pprestasi belajar lebih baik, 4) dan
Mmutu pendidikan meningkat. Tujuan Sekolah Berbudaya Lingkungan
senada dengan Adiwyata, yaitu untuk menciptakan warga sekolah yang
bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan.
Dalam faktor penilaian ketiga program tersebut terdapat aspek lingkungan
fisik sebagai bagian dari penilaian untuk memperoleh kategori sekolah yang
tujuan masing-masing program secara utuh, namun seringkali apresiasi
terhadap aspek ini rendah karena merupakan pencapaian paling awal. Dengan
demikian, perhatian terhadap kontribusinya terhadap peningkatan kualitas
sekolah belum mendapatkan perhatian yang semestinya. Satu aspek
lingkungan fisik tersebut adalah ruang terbuka hijau (RTH) dan penghijauan
lingkungan atau tata taman yang secara utuh diharapkan dapat menciptakan
lingkungan yang nyaman.
Dalam reviu review literaturnya, dinyatakan bahwa dampak lingkungan
pedesaan perdesaan dan perkotaan pada kesehatan fisik, mental, dan spiritual
masyarakat banyak dibahas dalam berbagai literatur dan saat ini sudah
banyak pengakuan atas peran ruang terbuka hijau perkotaan sebagai
kontributor utama terhadap kualitas lingkungan, kesehatan manusia, dan
kesejahteraan di dalam dan pinggiran kota (Wilson, 1984; Freeman, 1984;
Olds, 1989; Relf, 1992; Ulrich dan Parsons, 1992; Chivan et al, 1993;
Sooman dan Macintyre, 1995; Lundberg, 1998; Honari dan Boleyn 1999,
Pacione, 2003; Ulrich, 1984; Grahn, 1989; Kaplan dan Kaplan, 1989 dalam
Morris , 2003: 9-14).
Croucher, Myers, dan Bretherton (2008:4) yang melakukan reviu review
literatur menyimpulkan adanya hubungan antara RTH dan kesehatan mental
dan kesejahteraan. Hasil dari berbagai studi menunjukkan adanya konsistensi
hasil mengenai hubungan antara tingkat stres dan akses ke RTH perkotaan.
Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa tanpa memandang usia,
sejalan dengan semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di RTH.
Penelitian di Inggris yang banyak dilakukan untuk mengetahui sikap publik
terhadap RTH dan lingkungan menghasilkan informasi di antaranya
mengenai persepsi masyarakat awam yang umumnya positif. Banyak yang
meyakini kapasitas RTH dalam meningkatkan kualitas hidup, salah satunya
yang diantaranya terhadap kesehatan dan kesejahteraan.
Aspek yang umumnya dianggap berpengaruh besar terhadap kesehatan dan
kesejahteraan yang dihasilkan dari kontak dengan RTH adalah untuk
berhubungan dengan alam, memiliki udara segar, untuk berada di luar rumah,
dekat dengan tumbuhan dan hewan. Di samping itu, pengalaman emosional
positif dianggap dapat diperoleh saat berada di RTH. Kemampuan RTH
menjadi tempat untuk melepaskan diri dari stres, kebisingan dan kekerasan
visual perkotaan dan kapasitas restoratifnya, seringkali dianggap paling
bernilai oleh masyarakat awam.
Browne (Morris, 2003: 16-17) menyatakan untuk kepentingan restorasi
dan pemulihan, tanaman dan desain lansekap lanskap estetik yang
menyenangkan dapat membantu menciptakan suasana yang lebih santai,
merasa seperti di rumah, dan non-institusional. Dengan demikian, estetika
pemandangan alam dan RTH dapat berdampak penting pada kesehatan
mental.
Berdasarkan paparan di muka, penelitian ini akan mengkaji Mutu
Kehidupan Kerja (MKK) dan pengaruhnya terhadap kinerja guru setelah
sebagai program peningkatan MKK. Penelitian ini dilakukan di sekolah yang
dinilai sukses dalam melaksanakan ketiga program dimuka, yaitu di SMPN
11 dan SMPN 36. Sekolah ini dipilih berdasarkan kinerjanya sebagai sekolah
yang mendapatkan penghargaan Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Dengan diberlakukannya Permen PAN Nomor 16 Tahun 2009 mulai 1
Januari 2013, tuntutan profesionalisme guru meningkat karena
pengembangan karir guru menjadi relatif lebih berat dibandingkan dengan
peraturan lama. Untuk guru PNS tuntutan ini diperkuat dengan keluarnya
pPeraturan pPemerintah noNomor 53 tTahun 2010, dimana yang menjelaskan
bahwa jam wajib kerja semua PNS, termasuk guru, adalah 37,5 jam per
minggu. Hal ini berati Konsekuensinya, guru harus lebih lama berada di
sekolah dibandingkan dengan kondisi saat ini. Dengan demikian, kualitas
kehidupan kerja di sekolah perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu
guru berada di sekolah.
Dengan kualitas kinerja guru saat ini dan tuntutan profesionalisme yang
semakin tinggi, kualitas lingkungan kerja menjadi penting diperhatikan
karena besar pengaruhnya terhadap kinerja. Dengan kualitas kehidupan kerja
yang lebih baik, diharapkan kinerja guru bisa meningkat sehingga dapat
memenuhi standar kinerja sesuai peraturan.
Peningkatan kualitas kehidupan kerja bisa dilakukan melalui berbagai
Elly Hesliani, 2013
Pengelolaan Mutu Kehidupan Kerja Untuk Fasilitasi Kinerja Guru Yang Efektif
menggunakan program yang diikuti oleh banyak sekolah yaitu program
Sekolah Sehat, Sekolah Berbudaya Lingkungan, Sekolah Adiwyata sebagai
satu program peningkatan kualitas kehidupan kerja di sekolah. Satu produk
dari program-program ini adalah lingkungan fisik atau infrastruktur hijau
yang memiliki manfaat restoratif dalam bentuk peningkatan kesehatan, dan
kesejahateraan serta kinerja.
Oleh karena itu, fokus masalah dalam penelitian ini adalah kualitas
kehidupan kerja di sekolah. Dalam gambar berikut ini tampak komponen atau
aspek yang terkait dengan mutu kehidupan kerja. Dalam penelitian ini
dimensi yang diteliti adalah kesehatan dan kesejahteraan serta indikator
kinerja. Hal ini didasarkan bahwa satu produk program Sekolah Sehat,
Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata adalah aspek fisik baik dalam bentuk
produk maupun lingkungan. Produk lain dari produk program ini adalah
aspek yang bersifat non-fisik atau psikososial. Kedua jenis prosuk ini lebih
berdampak pada aspek fisik dan psikologis dari kinerja guru.
Mutu Kehidupan Kerja
kerja dan non-kerja. Kategori atau Kegiatan: 1. kompensasi yang adil dan memadai 2. lingkungan yang aman dan sehat 3. pekerjaan yang dapat mengembangkan
kapasitas
4. kesempatan untuk bertumbuh dan mendapatkan rasa aman secara personal 5. lingkungan sosial yang memenuhi
kebutuhan atas identitas personal, bebas dari prasangka, rasa memiliki komunitas, dan mobilitas
6. hak atas privacy, tidak sependapat, dan proses sesuai harapan
7. peran pekerjaan yang meminimalkan gangguan/ intervensi terhadap kesenangan pribadi dan kebutuhan keluarga
8. aksi organisasi yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan.
Indikator:
Gambar 1.1 Komponen Mutu Kehidupan Kerja
(Sumber: Reddy dan Reddy, 2010)
Berdasarkan fokus tersebut, rumusan masalah utama dalam penelitian ini
adalah bagaimana kontribusi mMutu kKehidupan kKerja (MKK) atau quality
of work life (QWL) terhadap kinerja guru setelah pelaksanaan program
Sekolah Sehat, Sekolah Berbudaya Lingkungan, dan Sekolah Adiwyata
sebagai program peningkatan MKK. Rincian pertanyaan penelitian yang
diajukan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan,
Adiwyata sebagai program peningkatan Mutu Kehidupan Kerja (MKK) di
SMPN 11 dan SMPN 36?
2. Bagaimana kondisi Mutu Kehidupan Kerjadi SMPN 11 dan SMPN 36?
3. Bagaimana dampak program peningkatan Mutu Kehidupan Kerja (MKK)
di SMPN 11 dan SMPN 36 terhadap kinerja guru?
4. Bagaimanakah model hipotetik pengelolaan mMutu kKehidupan kKerja
(MKK) di sekolah yang dapat memfasilitasi peningatan kinerja guru yang
efektif?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana mutu
kehidupan kerja guru di sekolah hasil pelaksanaan program sSekolah sSehat,
bBerbudaya lLingkungan, dan Adiwyata sebagai program peningkatan mutu
kehidupan kerja dan dampaknya terhadap kinerja guru. Hasil deskripsi ini
selanjutnya dianalisis untuk membuat usulan model pengelolaan mutu
kehidupan kerja di sekolah untuk memfasilitasi peningkatan kinerja guru
sebagai bahan perspektif di masa depan. Rincian tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1. mendeskrispsikan pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, Adiwyata sebagai program peningkatan mMutu
kKehidupan kKerja (MKK) guru di SMPN 11 dan SMPN 36;
2. mendeskrispsikan kondisi Mutu kKehidupan kKerja di SMPN 11 dan
SMPN 36 setelah pelaksanaan program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, Adiwyata;
3. mendeskrispsikan dampak program peningkatan mMutu kKehidupan
kKerja (MKK) di SMPN 11 dan SMPN 36 terhadap kinerja guru;
4. mengembangkan model hipotetik pengelolaan mMutu kKehidupan
kKerja (MKK) di sekolah untuk memfasilitasi peningatan kinerja guru
yang efektif.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini memeberikan kontribusi dalam
kajian pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya terkait
dengan kualitas kehidupan kerja di bidang pendidikan. Penelitian ini
dapat pula memberikan gambaran mengenai hubungan hasil pendidikan
lingkungan hidup sebagai program peningkatan kualitas kehidupan kerja
di bidang pendidikan dengan sebagian komonen dari kinerja guru.
2. Aspek Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi
perumus dan pengambil kebijakan dalam meningkatkan kinerja guru
melalui perbaikan kualitas kehidupan kerja dan dalam meningkatkan
keberhasilan pendidikan lingkungan hidup melalui perannya sebagai satu
program peningkatan kualitas kehidupan kerja. Bagi sekolah manfaat
yang dapat dipetik adalah adanya gambaran bagaimana kinerja guru
dapat ditingkatkan melalui perbaikan mutu kehidupan kerja di sekolah
melalui pelaksanaan Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata sebagai satu program peningkatan mutu kehidupan kerja.
Manfaat lainnya adalah meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
peneliti dalam mengembangkan model pengelolaan Sekolah Sehat,
Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata sebagai Program Peningkatan
MKK di Sekolah untuk memfasilitasi kinerja guru yang efektif.
Disertasi ini berjudul "Pengelolaan Mutu Kehidupan Kerja untuk Fasilitasi
Kinerja Guru yang Efektif: Studi Penciptaan Mutu Kehidupan Kerja di
Sekolah Melalui Pengelolaan Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan,
Adiwyata sebagai Program Peningkatan Mutu Kehidupan Kerja di SMPN 36
dan SMPN 11 Kota Bandung. Disertasi ini diorganisasikan ke dalam 5 lima
bab sebagai berikut.
Bab I 1 adalah pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian,
identifikasi masalah dan perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,
masalah manfaat penelitian, dan struktur organisasi.
Bab 2 II merupakan kajian pustaka yang menguraikan kedudukan masalah
penelitian ditinjau dari teori manajemen sumber daya manusia dan
konsep-konsep Quality of Work Life (QWL) atau Mutu Kehidupan Kerja (MKK),
paparan studi terdahulu yang relevan dengan masalah penelitian, dan
kerangka pemikiran penelitian.
Bbab 3 III adalah paparan metodologi yang mendeskripsikan lokasi dan
subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data.
Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasannya yang memaparkan
temuan-temuan penelitian hasil pengolahan data sesuai dengan metode yang
digunakan. Pembahasan memuat hasil analisis dari temuan penelitian sesuai
dengan pertanyaan penelitian dengan dukungan teori yang digunakan dan
sBbab 5V adalah kesimpulan dan rekomendasi yang menyajikan
kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan dan tujuan penelitian.
Rekomendasi merupakan saran-saran sesuai hasil penelitian yang terdiri atas
tiga komponen yaitu temuan yang memerlukan tindak lanjut, alasan perlunya
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPN 11 dan SMPN 36 Kota Bandung.
PemilPihan ini didasarkan atas keberhasilan pelaksanaan beberapa
program yaitu Sekolah Sehat, Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL),
Penghargaan Adiwyata baik Adiwyata Nasional maupun Adiyata
Mandiri. Di samping itu dasar lainnya adalah kondisi aspek lingkungan
fisik dan non fisik yang terkait dengan tema penelitian ini yaitu Mutu
Kehidupan Kerja (MKK).
SMPN 36 mewakili sekolah dengan keberhasilan tertinggi yang
ditandai dengan keberhasilan menjadi Sekolah Adiwyata Mandiri.
Penghargaan Adiwyata adalah program sejenis di tingkat nasional
sedangkan label mandiri menandakan sekolah tersebut telah berhasil
membimbing 10 sekolah menjadi SBL di tingkat Kota yang dicapai.
Keunggulan lain dari sekolah ini adalah keberhasilannya dalam
mendapatkan penghargaan Adiwyata Mandiri dalam kurun waktu satu
tahun. Sejauh ini di kota Bandung sekolah yang mendapatkan
penghargaan Adiwyata Mandiri lain yaitu SMPN 7 mendapatkan
umumnya penghargaan Adiwyata Mandiri diperoleh dalam kurun waktu
lebih dari satu tahun.
Keberhasilan SMPN 11 dalam melaksanakan program Sekolah
Sehat, SBL, dan Adiwyata relatif tidak jauh berbeda dengan SMPN 36.
SMPN 11 mewakili sekolah yang sudah meraih sekolah sehat,
penghargaan SBL, dan Adiwyata Nasional dan saat ini sedang
menyiapkan diri untuk mendapatkan Adiwyata Mandiri.
2. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah SMPN
di kota Bandung. Sekolah yang menjadi subjek penelitian ini adalah
SMPN 11 dan SMPN 36 yang dipilih secara purposive. Dari kedua
sekolah ini diekplorasi pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, dan Adiwyata sebagai program peningkatan mutu kehidupan
kerja.
Sumber data penelitian ini terdiri atas unsur manusia dan non
manusia dimana unsur manusia sebagai instrumen kunci terdiri atas
peneliti dan informan. Peneliti sebagai instrumen kunci terlibat langsung
dalam pengamatan partisipasi. Unsur informan yang akan digunakan
terdiri atas Kepala Sekolah, koordinator program, dan guru dari
masih menjabat. Oleh karena ada kepala sekolah yang baru memimpin,
sumber data lain yang akan digunakan adalah Mantan Kepala Sekolah
SMPN 36 yang saat ini sudah berpindah tugas di sekolah lain. Penentuan
sumber data tersebut dilakukan berdasarkan informasi yang dimiliki yang
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Unsur non manusia sebagai sumber data pendukung penelitian yang
digunakan adalah dokumen Rencana Pengembangan Sekolah atau profil
sekolah serta program sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan
Adiwyata yang dimiliki masing-masing sekolah.
Penelitian ini menggunakan purposive dan snowball sampling untuk
mendapatkan sumber data manusia atau informan. Penggunaan purposive
sampling didasarkan pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif
dilakukan oleh peneliti. Penentuan ini disesuaikan dengan tujuan
penelitian dan informasi yang dimiliki oleh informasi terkait pengelolaan
program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata sebagai
program peningkatan mutu kehidupan kerja. Snowball sampling
selanjutnya digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
Penentuan informan ini dilaksanakan berdasarkan atas informasi yang
diperoleh dari informan sebelumnya.
Apa yang dilaksanakan dalam penentuan informan di muka sesuai
dengan pendapat Satori dan Komariah (2010:48) bahwa Purposive
penelitian memilih subjek sebagai unit analisis berdasarkan
kebutuhannya. Menurut Bungin (2011:108) purposive sampling adalah
menentukan kelompok yang menjadi informan peserta sesuai dengan
kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.
Kepala Sekolah dipilih sebagai informan karena sebagai pemimpin
di sekolah dia bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan
sekolah termasuk program sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan
Adiwyata. Dengan demikian kepala sekolah memiliki informasi yang
lengkap mulai dari mengapa sekolah memutuskan untuk melakukan
perubahan sampai dengan melaksanakan dan mengendalikan program
tersebut. Koordinator program atau guru yang terlibat menjadi bagian dari
kelompok kerja memiliki informasi yang relatif lengkap baik dari awal
perencanaan sampai kepada pelaksanaan termasuk kondisi di lapangan.
Pemilihan Kepala Sekolah, koordinator program atau guru yang dianggap
memiliki informasi ini diperlukan untuk menggali informasi terkait
dengan tujuan penelitian mengenai pengelolaan program. Guru dipilih
menjadi informan berdasarkan tujuan penelitian ini terkait dengan kondisi
mutu kehidupan kerja terbangun setelah pelaksanaan program sekolah
sehat, berbudaya lingkungan, dan Adiwyata serta dampak program
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Stake (Creswell, 2003:15) menyatakan bahwa studi kasus adalah
srategi penyelidikan untuk menggali suatu program, peristiwa, kegiatan, atau
seorang individu atau kelompok secara mendalam. Informasi yang diperlukan
peneliti dikoleksi secara rinci dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data dalam suatu periode dan waktu tertentu. Berdasarkan
kriteria di muka, penelitian ini memenuhi syarat sebagai studi kasus. Peristiwa
atau kegiatan yang diteliti adalah pengelolaan program Sekolah Sehat,
Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata sebagai program peningkatan Mutu
Kehidupan Kerja di sekolah. Data yang diperlukan dikoleksi melalui prosedur
wawancara, observasi, dan studi dokumen.
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif berdasarkan
kesesuaian dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengeksplorasi
pengelolaan Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan (SBL), dan Adiwyata
sebagai program peningkatan Mutu Kualitas Kerja (MKK); kondisi Mutu
Kehidupan Kerja setelah pelaksanaan program tersebut dan pendapat dari
informan terhadap MKK tersebut; dampak dari perubahan setelah
dilaksanakannya program terhadap kinerja guru dalam bentuk terbangunnya
pembelajaran sekalipun menjadi satu aspek dalam kinerja guru tidak menjadi
fokus dari penelitian ini mengingat dampak MKK yang bersifat langsung
adalah dalam bentuk fisik dan terbangunnya kondisi yang bersifat mental atau
psikologis. Dampak ini selanjutnya menjadi satu aspek yang mendukung
peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan demikian pengaruh peningkatan
kondisi MKK terhadap peningkatan kualitas pembelajaran bersifat tidak
langsung.
Untuk mencapai tujuan penelitian di muka diperlukan data yang bersifat
kualitatif seperti pendapat Bogdan dan Taylor (Basrowi dan Suwandi
(2008:20) bahwa untuk mencapai tujuan penelitian yang sifatnya
mendeskripsikan peristiwa atau fenomena lebih cocok menggunakan
pendekatan kualitatif. Sedangkan Denzin dan Lincoln (Maleong, 2012:5)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan
latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi
dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metoda yang ada. Metode
penelitian kualitatif yang biasa digunakan adalah wawancara, pengamatan ,
dan pemanfaatan dokumen.
D. Definisi Operasional
Untuk menentukan batas-batas yang dieksplorasi, ditentukan sejumlah
Tabel 3.1 Kategori dan Sub Kategori
No Kategori Sub Kategori
1 Pengelolaan
Program
Peningkatan MKK
Perencanaan Program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, Adiwyata
Pelaksanaan Program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, Adiwyata
Pengawasan Program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, Adiwyata
2 Kondisi MKK Lingkungan Fisik secara Umum
Lingkungan Fisik yang Mendukung Tugas Guru
Lingkungan Non-Fisik
Lingkungan Non-Fisik yang Mendukung Tugas
Guru
Penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kategori tersebut di
muka adalah sebagai berikut.
1. Pengelolaan Program Peningkatan MKK yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah fungsi manajemen yang meliputi fungsi perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan. Sedangkan program peningkatan MKK
yang dimaksud dalam penelitian adalah program Sekolah Sehat,
Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata yang dilaksanakan oleh sekolah.
program, strategi pelaksanaan yang digunakan, dan sumber dana.
Sedangkan pelaksanaan meliputi pengorganisasian sumber daya manusia
yaitu siapa yang terlibat, bagaimana peran, dan penunjukkannya;
pengorganisasian dana; dan pelatihan. Fungsi pengawasan merupakan
proses pengendalian kegiatan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan
untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan memberikan hasil
yang efektif dan efisien. Dalam pengawasan terdapat kegiatan evaluasi
yang terdiri atas kegiatan penyusunan instrumen evaluasi, pelaksanaan
evaluasi terhadap rencana dan pelaksanaannya, dan tindakan koreksi jika
ada yang tidak sesuai dengan rencana.
2. Kondisi Mutu Kehidupan Kerja dalam penelitian ini adalah kondisi
lingkungan fisik dan non-fisik sekolah setelah pelaksanaan program
Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata. Kondisi
lingkungan fisik termasuk fasilitas umum dan yang mendukung
pelaksanaan tugas guru. Begitu pula dengan lingkungan non-fisik
meliputi lingkungan non-fisik secara umum dan yang mendukung
pelaksanaan tugas guru.
3. Dampak Program MKK terhadap kinerja guru yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dampak dari pelaksanaan program Sekolah Sehat,
Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata terhadap kinerja guru. Kinerja
unjuk kerja. Untuk penelitian komponen kemampuan tidak termasuk
kepada data yang digali karena dampak langsung dari kondisi MKK lebih
terhadap aspek psikologi guru.
E. Instrumen Penelitian
Jenis data yang digali dalam penelitian ini berupa penjelasan dari
informan baik lisan maupun data dokumen tertulis, serta perilaku subjek yang
diamati di lapangan. Instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri
(human instrument). Sebagai instrumen utama peneliti melaksanakan
perencanaan, pengumpulan data, analis, penafsir dan pelapor hasil penelitian.
Pada saat bekerja peneliti menggunakan kemampuan sensitifitas dan
adaptabilitas yang dimiliki untuk merespon terhadap situasi yang
berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian, berinteraksi dengan pribadi-pribadi dan
lingkungannya, serta memanfaatkan imajinasi dan kreatifitas agar dapat
melihat kondisi lapangan secara utuh, riil dan sesuai konteks. Manusia sebagai
instrumen penelitian memiliki kemampuan untuk mencari respon yang tidak
lazim dan idiosinkretik dalam arti mampu menggali informasi yang lain dari
yang lain, yang tidak direncanakan, yang tidak terduga, dan yang tidak lazim
sehingga dapat memperdalam makna penelitian (Satori dan Komariah,
2010:67; Guba dan Lincoln dalam Maleong, 2012:168; dan Basrowi,
1. Pedoman Wawancara
Wawancara yang dilakukan dengan informan menggunakan teknik
wawancara semi terstruktur. Untuk melakukan wawancara dengan teknik
semi terstruktur dipandu menggunakan pedoman wawancara yang berisi
pertanyaan tertulis yang telah disiapkan sebelumnya. Teknik ini
digunakan untuk menggali informasi mengenai pengelolaan program
sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan Adiwyata dari Kepala Sekolah
dan atau guru yang ditunjuk sebagai koordinator program atau yang
dianggap paling mengetahui pengelolaan program. Teknik ini juga
digunakan untuk menggali informasi mengenai pendapat kepala sekolah
dan guru terkait dengan kondisi mutu kehidupan kerja di sekolah; dampak
pelaksanaan program terhadap kinerja guru; dan perspektif pengelolaan
MKK di masa yang akan datang. Wawancara dengan Kepala Sekolah
dilakukan pada jam sekolah dilakukan dengan durasi sekitar 30 menit dan
dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali. Wawancara kedua dan
ketiga dilaksanakan untuk topik yang belum diungkap juga menggali
informasi untuk melengkapi atau mengklarifikasi data yang sudah
diperoleh sehingga berfungsi sebagai triangulasi dalam aspek waktu.
Wawancara dengan guru dilakukan setelah jam mengajar dengan durasi
antara 30 sampai 45 menit dan dilakukan masing-masing sebanyak tiga
digali sekaligus untuk mengungkap informasi yang belum terkoleksi
secara lengkap.
Untuk meningkatkan ketepatan data dan menjaga hal yang tidak
diinginkan pada saat wawancara dilengkapi dengan menggunakan alat
rekam audio dan koleksi data secara manual. Data yang diperoleh baik
dari catatan peneliti maupun hasil rekaman selanjutnya dideskripsikan
dalam bentuk transkrip wawancara.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dibuat untuk mencatat peristiwa yang terjadi di
lapangan selama penelitian berlangsung. Selama observasi lingkungan
sekolah digunakan buku kecil atau voice recorder untuk mencatat
informasi yang dikoleksi. Observasi dilakukan untuk memotret kondisi
lingkungan fisik dan non-fisik sekolah juga perilaku informan di sekolah.
Alat lain yang digunakan adalah kamera untuk mendokumentasikan
kejadian atau objek yang lebih utuh jika ditangkap dengan alat ini.
Informasi ini selanjutnya dideskripsikan dalam catatan lapangan yang
Hari/ Tanggal : Waktu : Tempat :
Aspek/Fokus Kajian Deskripsi Makna
(Sumber: Satori dan Komariah, 2009:181)
3. Dokumen
Data yang dikumpulkan meliputi data yang berkaitan dengan
masalah kondisi objektif dan pendukung data lainnya. Data yang akan
dikoleksi dalam bentuk ini diperoleh dari Sekolah berupa Rencana
Pengembangan Sekolah atau Profil Sekolah dan program sekolah sehat,
berbudaya lingkungan, dan Adiwyata baik dalam bentuk dokumen cetak
maupun dalam bentuk power point.
4. Foto
Peristiwa-peristiwa yang sangat mendukung kondisi objektif
proses penelitian akan direkam melalui foto. Bukti jenis ini akan
digunakan untuk mengoleksi data yang tidak mudah diungkap melalui
narasi seperti kondisi lingkungan fisik sekolah dan perilaku informan di
Tabel 3.2 Kisi-kisi Inkuari N
o
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang luas dan mendalam, teknik pengumpulan
data yang akan digunakan adalah teknik observasi partisipan, wawancara, dan
studi dokumen. Rincian pemanfaatan teknik pengumpulan data tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Observasi Partisipan
Dalam penelitian ini, teknik koleksi data dalam bentuk observasi
partisipan digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi
lingkungan sekolah baik secara fisik maupun non fisik. Dengan cara ini
peneliti bisa melihat dan mengamati sendiri apa yang sudah dilaksanakan
melalui program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata
sekaligus mencermati apa yang sedang disiapkan selanjutnya sebagai
implikasi logis dari apa yang sudah dicapai oleh sekolah melalui program
di muka. Melalui teknik ini peneliti dapat mengetahui perilaku dan
aktivitas yang sebenarnya terjadi di sekolah sehingga peneliti relatif dapat
lebih mudah memahami apa yang diungkap oleh responden terkait
dengan informasi mengenai proses dari pelaksanaan program peningkatan
MKK serta dampaknya terhadap kondisi MKK di sekolah.
2. Wawancara
lain. Wawancara yang dilakukan menggunakan wawancara semi
terstruktur dengan menggunakan acuan yang dituangkan dalam pedoman
wawancara.
Teknik ini digunakan peneliti untuk mengoleksi data terkait dengan
pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata sebagai program peningkatan mutu kehidupan kerja (MKK).
Data lain yang dikoleksi menggunakan teknik ini adalah kondisi MKK
sebagai dampak dari pelaksanaan program yang bersifat non-fisik. Data
ini terkait dengan pendapat dari responden terhadap kondisi MKK yang
terbangun hasil dari pelaksanaan program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, dan Adiwyata. Data yang digali akan lebih difokuskan
kepada alasan mengapa responden berpendapat atau memiliki persepsi
seperti yang dimilikinya terhadap kondisi MKK di sekolah. Upaya ini
juga sekaligus untuk mengeksplorasi hubungan kondisi MKK di sekolah
secara fisik dengan persepsi responden tersebut.
Wawancara juga digunakan untuk menggali data mengenai dampak
kondisi MKK di sekolah yang berubah sebagai hasil dari pelaksanaan
sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan Adiwyata terhadap kinerja
guru. Sebagaimana dijelaskan di muka data kinerja guru yang digali
dibatasi pada aspek kinerja yang menjadi dampak yang relatif langsung
dari kondisi MKK yang sudah berubah. Aspek kinerja tersebut adalah
komitmen. Penggalian data dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas,
sikap, atau perilaku yang menunjukan tumbuhnya motivasi, komitmen,
dan tersedianya kesempatan untuk melaksanakan tugas dengan baik
dalam bentuk non-fisik. Namun demikian fokus penggalian data
diarahkan pada alasan mengapa aktivitas, sikap, atau perilaku itu muncul
dan bagaimana hubungannya dengan kondisi MKK secara fisik. Terkait
dengan tersedianya fasilitas sebagai bentuk meningkatnya kesempatan
untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik, penggalian data dilakukan
untuk menggali bagaimana reaksi responden terhadap ketersediaan
fasilitas tersebut namun lebih difokuskan pada alasan mengapa responden
bereaksi seperti itu.
Teknik wawancara juga digunakan untuk mengeksplorasi pendapat
dan pandangan responden terhadap pengelolaan program peningkatan
MKK di masa depan. Data yang diperoleh digunakan untuk membangun
usulan model pengelolaan sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan
Adiwyata yang lebih baik berdasarkan pengalaman dan harapan mereka.
Pengalaman akan memberikan informasi apa yang sebaiknya dilakukan
karena keberhasilannya dan apa yang seharusnya ditinggalkan atau
diperbaiki karena ketidakberhasilannya. Harapan responden akan
memberikan acuan terkait arah dan target yang layak diperjuangkan
3. Studi Dokumentasi
Dokumen dan rekaman sebagai sumber data digunakan untuk
keperluan penelitian ini karena merupakan sumber data yang stabil dan
kaya serta berguna sebagai bukti untuk pengujian disamping relatif
mudah diperoleh. Studi dokumen digunakan dalam penelitian ini untuk
menggali informasi mengenai profil sekolah, program sekolah sehat,
berbudaya lingkungan, dan Adiwyata, serta pihak-pihak yang terlibat.
G. Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Perbandingan Tetap (Costant Comparative Method) dengan
mempertimbangkan bahwa model ini adalah yang paling banyak digunakan
bahkan untuk analisis data menggunakan komputer (Moleong, 2012:286).
Luasnya penggunaan model analisis ini yang menunjukkan kehandalan model
ini. Tahapan analisis data menurut model ini adalah reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi data
Peneliti melakukan reduksi data melalui proses pemilihan dan
pemusPatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar
dari lapangan. Proses ini dilakukan peneliti selama penelitian dilakukan,
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data sehingga interpretasi bisa dilakukan.
2. Penyajian data
Tahap ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi
tersusun untuk memudahkan membaca dan menarik kesimpulan. Bentuk
penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, foto, dan bagan.
Penyajian berupa teks naratif disampaikan pada bagian temuan dan
pembahasan penelitian untuk sebagian besar data yang diperoleh. Bentuk
matriks digunakan untuk menyajikan data dari hasil wawancara dan studi
dokumen. Data ini merupakan hasil reduksi dari transkrip wawancara dan
dokumen yang dianalisis. Penyajian data dalam bentuk dilakukan untuk
menampilkan gambaran fisik lingkungan sekolah sebagai hasil
pengelolaan dari program sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan
Adiwyata. Bentuk sajian ini dipilih dengan mempertimbangkan kekuatan
dari foto untuk menampilkan bukti ril dan nuansa lingkungan fisik
sekolah yang lebih utuh dibandingkan jika disajikan dalam bentuk naratif.
Bentuk sajian bagan digunakan untuk mengakomodasi usulan model
pengelolaan mutu kehidupan kerja di sekolah sebagai bahan perspektif di
masa depan. Bentuk ini dipilih dengan asumsi dalam konteks makro
bentuk bagan lebih mudah dipahami. Untuk memperjelas mekanisme
yang menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar usulan
model ini bisa berfungsi dengan baik.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan pada laporan penelitian merupakan sebagian
dari konfigurasi yang utuh. Namun kesimpulan-kesimpulan dari data
yang diperoleh diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna
yang muncul dari data diuji kebenaran dan kesesuaiannya untuk
menjamin validitasnya. Dalam tahap ini selanjutnya peneliti
mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan
mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada dan
pengelompokkan data yang terbentuk.
Sebagai bagian yang sangat penting dari penelitian, peneliti melakukan
pengujian keabsahan melalui upaya menjaga kredibilitas, defendabilitas,
konfirmabilitas, dan transferabilitas. Keabsahan data dalam penelitian ini
dilaksanakan dengan melakukan uji terhadap kredibilitas, defendabilitas,
konfirmabilitas, dan transferabilitas.
Aspek kredibilitas dilakukan dengan melakukan ketekunan pengamatan,
triangulasi, pengecekan sejawat, dan kecukupan referensial. Dalam melakukan
pengamatan peneliti melakukannya dengan tekun. Triangulasi dilakukan
untuk mendapatkan akurasi data yang diperoleh dengan menggali data yang
sama kepada responden lain. Dalam melakukan triangulasi data dari kepala
lingkungan, dan Adiwyata, peneliti melakukan penggalian data kepada kepala
sekolah baru, dan koordinator program. Sedangkan informasi terkait dengan
pengaruh kondisi MKK terhadap kinerja guru, informasi dari satu guru
ditriangulasi oleh guru lain termasuk kepala sekolah. Sementara data
mengenai kondisi MKK baik yang bersifat fisik maupun non-fisik yang
terbangun setelah program sekolah sehat, berbudaya lingkungan, dan
Adiwyata dilaksanakan serta perspektif pengelolaan MKK di masa depan,
data dari responden pertama ditriangulasi oleh data dari responden-responden
berikutnya baik guru maupun kepala sekolah. Untuk memperkuat aspek
kredibilitas peneliti melakukan pengecekan dengan beberapa sejawat dan
mencukupkan kelengkapan referensi.
Defendabilitas penelitian merupakan representasi dari rangkaian kegiatan
pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya. Olehrarena itu uji defendabilitas
merupakan uji terhadap data dengan informan sebagai sumbernya dan kualitas
rasionalitas dari teknik yang digunakan. Untuk uji defendabilitas dilaksanakan
dengan melakukan uji data yang dihasilkan kepada informan sebagi sumber
informasi.
Konfirmabilitas merupakan pemeriksaan objektivitas hasil penelitian yang
dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Hal ini dilaksanakan melalui audit
kepastian yaitu melaksanakan pemeriksaan data yang telah diperoleh untuk
nyata di lapangan. Selain itu hal ini dilakukan sebagai bentuk konfirmasi yang
dilaksanakan melalui teknik member check dan triangulasi.
Olehkarena transferabilitas tergantung pada si pemakai dalam konteks dan
situasi tertentu sehingga transferabilitas hasil penelitian diserahkan kepada
pemakainya. Untuk menguatkan aspek ini, peneliti melaksanakannya dengan
melakukan uraian yang rinci sehingga memudahkan pemakai dalam menilai
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata sebagai program peningkatan MKK di sekolah di situs
penelitian kurang efektif. Dalam aspek perencanaan tujuan program
masih terfokus pada program yang diikuti; penyusunan program belum
melibatkan semua komponen sekolah secara maksimal; program sudah
variatif tapi tidak terdokumentasi dengan baik; organisasi sumber daya
manusia sudah memperhatikan potensi, minat, serta kebutuhan atas
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan; sumber dana dari BOS
dan orang tua siswa; kemitraan dilakukan dengan banyak pihak untuk
mendapatkan dukungan pengetahuan, keterampilan, serta alat dan bahan.
Program relatif dapat dilaksanakan sesuai rancangan. Kepala sekolah
mengarahkan dan memotivasi warga dengan cara yang santun, informal,
memberikan teladan, dan terbuka pada masukan. Sikap akomodatif kepala
sekolah di satu situs mampu mencetak banyak siswa yang berjiwa agen
peubah bahkan beberapa diantaranya mendapatkan pengakuan di berbagai
tingkat sebagai agen peubah di bidang kesehatan dan lingkungan.
target program yang diikuti sekolah dan umumnya dilaksanakan secara
informal.
2. Kondisi mutu kehidupan kerja (MKK) sekolah dalam aspek fisik dan
non-fisik dinilai baik dan sekolah telah menjadi tempat yang nyaman untuk
beraktivitas. Secara fisik sekolah dianggap sebagai tempat yang bersih,
tertata, hijau, rindang, dan indah dengan fasilitas umum yang lebih bersih,
sehat, lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai warga sekolah.
Lingkungan ini mendukung tugas guru dalam pembelajaran sebagai kelas
terbuka, sumber belajar, tempat diskusi, dan kegiatan lain yang
mendukung tugas termasuk mendapatkan inspirasi dan melepas
kepenatan dari rutinitas. Secara non-fisik, sekolah adalah tempat yang
membuat betah, nyaman, dan menyenangkan. Hal ini diindikasikan
dengan munculnya komunikasi yang lancar, terbukanya pengambilan
keputusan yang partisipatif, kerjasama yang baik, saling mendukung,
perilaku berbagi, adanya kesetaraan, kekeluargaan yang kental, dan
terbangunnya komitmen.
3. Secara umum pelaksanaan Program Sekolah Sehat, Berbudaya
Lingkungan, dan Adiwyata sebagai program peningkatan kondisi MKK
di kedua situs penelitian berdampak terhadap kinerja guru dengan kualitas
dampak yang berbeda dengan indikasi tumbuhnya motivasi dan lebih
lengkapnya fasilitas pendukung tugas guru sehingga lebih nyaman
memotivasi mereka lebih produktif; terbangunnya komitmen; berubahnya
cara berpikir termasuk terhadap tugasnya sebagai guru; dan berubahnya
cara bekerja. Perubahan tersebut belum merata di kedua situs penelitian.
4. Untuk meningkatkan pengelolaan program diajukan model hipotetik
pengelolaan program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan
Adiwyata sebagai program peningkatan MKK yang lebih efektif dan
efisien.
B. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan kepada beberapa pihak
terkait adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian mengungkapkan hal yang masih belum dilaksanakan
dengan baik adalah pengelolaan program tidak seutuhnya mengikuti kaidah
manajemen dan dilakukan lebih banyak menggunakan logika dan
pengalaman dari sekolah lain. Agar sekolah bisa mengelola secara efektif
dan efisien, disarankan agar sekolah mendapatkan pembinaan mengenai
pengelolaan program di sekolah. Jika sekolah dibiarkan tanpa pengetahuan
dan keterampilan yang memadai dikhawatirkan terjadi hasil yang tidak
maksimal, demotivasi, dan kurang berdampak terhadap aspek non-fisik,
dan output yang dihasilkan tidak berkelanjutan. Secara teoretis dan dari
terungkap dalam penelitian ini. Hasil secara maksimal akan diperoleh jika
program dikelola secara efektif dan efisien.
2. Sekalipun belum dikelola secara efektif, penelitian mengungkapkan
program Sekolah Sehat, Berbudaya Lingkungan, dan Adiwyata berdampak
positif terhadap kinerja guru walaupun kurang maksimal karena tidak
terjadi di kedua sekolah. Agar program memiliki nilai jual dan memberi
nilai tambah bagi peningkatan kinerja guru, target meningkatkan kinerja ini
harus menjadi salah satu target utama dalam program. Manfaat
dieksplisitkannya tujuan atau target terkait kinerja guru dan alasannya
dapat memotivasi sekolah berpartisipasi dan melakukannya dengan baik.
Dengan demikian secara tidak langsung program ini mendukung upaya
pemerintah dalam meningkatkan kinerja guru yang akan menjadi isu utama
di sekolah karena tuntutan Permeneg PAN & RB nomor 19 tahun 2009 dan
berdampak pada sanksi jika standar kinerja tidak terpenuhi. Jika tidak
program akan menjadi tambahan kegiatan yang tidak terkait dengan bisnis
utama sekolah yaitu pembelajaran dimana kinerja guru adalah satu
faktornya.
3. Satu target dari sekolah Berbudaya Lingkungan dan Adiwyata adalah
integrasi materi lingkungan hidup ke dalam mata pelajaran dan tidak semua
sekolah berhasil melaksanakannya karena memang bukan hal yang mudah.
Olehkarena bisnis utama sekolah adalah melaksanakan pembelajaran yang
integrasi saja tetapi targetnya menjadi integrasi dan menghasilkan
pembelajaran yang berkualitas. Memang target menjadi lebih berat namun
integrasi saja tidak menjamin pembelajaran yang berkualitas. Namun jika
ditargetkan, dengan tambahan sedikit usaha hasil jauh lebih baik. Jika tidak
integrasi akan dinilai sebagai beban dan dilaksanakan hanya karena
tuntutan program. Pandangan itu akan berubah jika tuntutan berubah
karena yang dikejar adalah integerasi yang menghasilkan pembelajaran
berkualitas. Target yang selama ini dituntut dan mulai tahun 2013 akan
ditagih melalui Penilaian Kinerja Guru. Untuk mempersiapkan hal itu
guru-guru perlu mendapatkan cukup pengetahuan dan keterampilan untuk
melakukannya.
4. Sekalipun telah dilaksanakan pemberdayaan warga dalam mendukung
pelaksanaan program, namun tidak semua sekolah berhasil mengubah
dukungan itu menjadi komitmen dalam melaksanakan kegiatan. Agar
manajemen bisa memiliki keterampilan dalam melakukan pemberdayaan
warga, sekolah perlu mendapatkan pembinaan mengenai bagaimana cara
memberdayakan warga sekolah. Diabaikannya kebutuhan sekolah atas
keterampilan ini dapat menghambat sekolah dalam mencapai tujuan
program secara efektif dan bermakna.
5. Sekaitan dengan rekomendasi nomor empat, hasil penelitian ini
kreativitas siswa. Di satu situs penelitian ini pemberdayaan tersebut bahkan
mampu mencetak siswa dengan kemampuan dan keterampilan sebagai
agen peubah atau agen pembaharu. Dampak dari keberhasilan ini secara
tidak langsung membantu sekolah dalam mencapai tujuan program
sekolah. Hal ini juga membantu sekolah melatih siswa untuk memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang menjadi satu keterampilan kunci
yang diperlukan di abad ini. Hal lain yang bisa diperoleh siswa dengan
fasilitasi seperti ini adalah adanya kepercayaan diri atas kemampuan diri
sekaligus menghargainya. Hal ini bisa terbentuk sebab ada cukup bukti di
sekeliling dirinya terutama bagi kelompok siswa yang mengerjakan
kegiatan yang produktif. Dengan demikian ada nilai tambah yang dapat
diperoleh sekolah dengan melaksanakan program ini kalau mampu
memberdayakan siswa dengan tepat. Agar pemberdayaan dilaksanakan
dengan efektif dan efisien, sekolah perlu mendapat bimbingan mengenai
hal ini. Jika tidak pemberdayaan siswa tidak dapat memberikan dampak
DAFTAR PUSTAKA
Akranaviciute , D. dan Ruzevicius, J. (2007). Quality Life and Its Components'
Measurement. Engineering Economics, No. 2 (52).
Arum, W., (2007). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan. Jakarta:
CV. Multi Karya Mulia
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, (2006).
Pedoman Sekolah Berbudaya Lingkungan, Buku 1. Bandung: BPLHD
Jawa Barat.
Baker,L., dan Berstein,H., (2012). The Impact of School Buildngs on Student Health
and Performance: A Call for Research. McGraw-Hill Research Foundation
in partnership with The Center for Green School
Baron, (2012). Sekolah Kotor Kurangi Nilai Adipura.Tersedia di http://www.
beritabatavia.com/detail/2012/04/09/6/11543/sekolah.kotor.
nilai.adipura#.UQPMMx2pB8E. (12 Desember 2012)
Basrowi dan Suwandi, (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka cipta
Bungin , B., (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Cascio, W.E., (2003). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work
Life, Profits. 6th edition. Boston: McGraw-Hill Irwin
Clingan, C., et al., (2011). Build Resilient Communities: Green Building for Counties.
Washington,D.C.: The National Association of Counties (NACo)
Creswell, J.,W., (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches, Second Edition. London: SAGE Publications
Croucher, K., Myers, L., Bretherton, J., (2008). Greenpace Scotland Scotland :
Scottish natural Heritage and NHS Health Scotland
Dasuki, (2009)."Reformasi Guru, Tantangan dan Masa Depan" dalam Pengembangan
Profesionalisme Guru: 70 Tahun Abdul Malik Fadjar. Jakarta: Uhamka
Press
Dasuki, A., (2010). Implementasi UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Ditjen PMPTK, Direktorat Profesi Pendidik. PPT pada Sosialisasi