• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KEADILAN ANAK USIA 6-8 TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KEADILAN ANAK USIA 6-8 TAHUN SKRIPSI"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODUL PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KEADILAN ANAK USIA 6-8 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Lydia NIM: 171134094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

PENGEMBANGAN MODUL PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KEADILAN ANAK USIA 6-8 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Lydia NIM: 171134094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menuntun, memberikan kekuatan, dan kemudahan dalam setiap langkah penyelesaian tugas.

2. Kedua orang tua, Niko Heriyanto dan Hiu San Mie yang telah memberikan cinta kasih dan mendukung untuk segera menyelesaikan tanggung jawab skripsi.

3. Kedua dosen pembimbing, Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A dan Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi yang dengan sabar membimbing saya dalam proses pengerjaan skripsi.

4. Teman-teman istimewaku, Ellena Violeta, Eva Rianti Saragih, Marcel Ecxel Ignatius Bulele, dan Bartholomeus Edwin Putranta yang terus memberikan dukungan dan semangat dalam proses pengerjaan skripsi. 5. Semua teman-teman yang membantu maupun mendukung dalam proses

penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(4)

v

MOTTO

“Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan.”

(Filipi 2: 14)

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.” (Pengkhotbah 2: 11)

“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

(5)

viii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KEADILAN ANAK USIA 6 – 8 TAHUN

Lydia

Universitas Sanata Dharma 2021

Tujuan penelitian adalah untuk mengambangkan modul permainan tradisional untuk karakter keadilan anak usia 6-8 tahun. Metode yang digunakan adalah penelitian pengembangan (R&D). Sebanyak 5 guru dilibatkan untuk analisis kebutuhan dan sebanyak empat validator dilibatkan untuk expert judgement. Sebanyak 6 anak dilibatkan untuk uji coba modul.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Modul permainan tradisional untuk mengembangkan karakter keadilan untuk anak usia 6–8 tahun dikembangkan berdasarkan langkah-langkah dalam ADDIE, yaitu Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluate. 2) Kualitas modul berdasarkan hasil validasi oleh 1 dosen dan 3 guru dengan skala 1–4 secara keseluruhan adalah “sangat baik” dengan skor 3,81 dengan rekomendasi “Tidak perlu revisi”. Hasil uji validasi permukaan untuk keterbacaan dan kelengkapan adalah “sangat baik” dengan skor 3,92. Hasil uji validitas isi menunjukkan kualitas “sangat baik” dengan skor 3,78. 3) Penerapan modul permainan tradisional berpengaruh terhadap karakter keadilan anak. Hasil uji signifikansi dengan Wilcoxon test menunjukkan skor posttest (Mdn = 0,90) lebih tinggi dari skor pretest (Mdn = 0,65). Perbedaan skor tersebut signifikan dengan z = -2,232 dan p = 0,026 (p < 0,05). Besar pengaruh adalah r = 0,65 yang masuk kategori “efek besar” atau setara dengan 42,70%. Artinya, modul permainan tradisional dapat menyelesaikan 42,70% varian pada karakter keadilan. Tingkat efektivitas ditunjukkan dengan N-gain score sebesar 66,67% yang masuk kategori “sedang”.

Kata Kunci: penelitian dan pengembangan, permainan tradisional, karakter

(6)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF TRADITIONAL GAME MODULE TO MAKE GROW JUSTICE CHARACTER FOR CHILDREN AGE 6-8 YEARS OLD

Lydia

Sanata Dharma University 2021

The research objective is to develop a traditional game module for the fairness character of children aged 6-8 years. The method used is research and development (R&D). A total of five teachers were involved for needs analysis and as many as four validators were involved for expert judgment. A total of six children were involved for in the module trial.

The results of this study are as follows. 1) The traditional game module to develop the character of justice for children aged 6-8 years is developed based on some steps in ADDIE, namely Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluate. 2) Overall, the quality of the module based on the results of validation by 1 lecturer and 3 teachers with a scale of 1-4 is "very good" with a score of 3,81 with a recommendation "No need for revision". The result of the surface validation test for readability and completeness was "very god" with a score of 3,92. The results of the content validity test showed "very good" quality with a score of 3,78. 3) The application of traditional game modules affects the character of children's justice. The results of the significance test with the Wilcoxon test showed that the posttest score (Mdn = 0,90) was higher than the pretest score (Mdn = 0,65). The difference in score was significant with z = -2.232 and p = 0,026 (p < 0,05). The value of the influence is r = 0,65 which is included in the "big effect" category or equivalent to 42,70%. It means that the traditional game module can solve 42,70% of the variance in the character of justice. The level of effectiveness is indicated by an N-gain score of 66,67% which is in the "medium" category.

(7)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul Permainan Tradisional untuk Menumbuhkan Karakter Keadilan Anak Usia 6-8 Tahun” dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan doa, motivasi, arahan, dukungan, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberkati selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

5. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku dosen pembimbing I, yang selalu memberikan saran, kritik, dan dorongan untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

6. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan masukkan dan kritikan untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

7. Himawan Santoso selaku Kepala Rukun Tetangga 20, Pringgondani yang memberikan izin untuk melaksanakan uji coba atau penelitian.

(8)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Teori-Teori yang Mendukung ... 8

2.1.1.1 Pembelajaran Berbasis Budaya ... 8

1. Pengertian Kebudayaan ... 8

2. Pembelajaran Berbasis Otak ... 9

3. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia SD ... 9

(9)

xii

2.1.1.2 Permainan Tradisional ... 13

1. Pengertian Permainan Tradisional ... 13

2. Manfaat Permainan Tradisional ... 15

3. Langkah-Langkah Pengembangan Permainan Tradisional ... 15

2. Karakteristik Modul ... 16

3. Indikator Pengembangan Modul ... 17

2.1.1.4 Pendidikan Karakter Keadilan ... 18

1. Pendidikan ... 18

2. Karakter ... 19

3. Pendidikan Karakter ... 20

4. Keadilan ... 21

a. Pengertian ... 21

b. Masalah-masalah yang Menimbulkan Krisis Keadilan ... 22

c. Indikator Keadilan ... 22

2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 23

2.2 Kerangka Berpikir ... 27

2.3 Pertanyaan Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31 3.2 Setting Penelitian ... 32 3.2.1 Lokasi Penelitian ... 32 3.2.2 Subjek Penelitian ... 33 3.2.3 Objek Penelitian ... 33 3.2.4 Waktu Penelitian ... 33 3.3 Prosedur Pengembangan ... 34 3.3.1 Tahap Analyze... 34 3.3.2 Tahap Design ... 34 3.3.3 Tahap Develop ... 35 3.3.4 Tahap Implement ... 36 3.3.5 Tahap Evaluate ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

(10)

xiii 3.4.2 Non Tes ... 39 3.5 Instrumen Penelitian ... 40 3.5.1 Tahap Analyze... 40 3.5.2 Tahap Design ... 41 3.5.3 Tahap Develop ... 42 3.5.4 Tahap Implement ... 43 3.5.5 Tahap Evaluate ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 45

3.6.1 Tahap Analyze... 46

3.6.2 Tahap Design ... 47

3.6.3 Tahap Develop ... 47

3.6.4 Tahap Implement ... 48

3.6.5 Tahap Evaluate ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Hasil Penelitian ... 54 4.1.1 Tahap Analyze... 54 4.1.2 Tahap Design ... 56 4.1.3 Tahap Develop ... 57 4.1.4 Tahap Implement ... 63 4.1.5 Tahap Evaluate ... 65 4.2 Pembahasan ... 70

4.2.1 Tinjauan dalam Konteks Permasalahan Penelitian ... 70

4.2.2 Tinjauan dalam Konteks Teoretis ... 77

BAB V PENUTUP ... 81 5.1 Kesimpulan ... 81 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 82 5.3 Saran ... 82 DAFTAR REFERENSI ... 84 LAMPIRAN ... 88

(11)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 33

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Kuesioner Tertutup Analisis Kebutuhan ... 40

Tabel 3.3 Matriks Pengembangan Kuesioner Terbuka Analisis Kebutuhan ... 41

Tabel 3.4 Matriks Pengembangan Instrumen Validitas Permukaan ... 42

Tabel 3.5 Matriks Pengembangan Instrumen Uji Karakteristik Modul ... 43

Tabel 3.6 Matriks Pengembangan Instrumen Uji Validitas Isi ... 43

Tabel 3.7 Matriks Pengembangan Instrumen Evaluasi Sumatif ... 44

Tabel 3.8 Matriks Pengembangan Instrumen Evaluasi Formatif ... 45

Tabel 3.9 Matriks Pengembangan Kuesioner Terbuka Orang Tua ... 45

Tabel 3.10 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 46

Tabel 3.11 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif dan Rekomendasi ... 48

Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Analisis Kebutuhan dengan Kuesioner Tertutup ... 55

Tabel 4.2 Hasil Uji Keterbacaan dan Kelengkapan Modul... 61

Tabel 4.3 Hasil Uji Validasi Karakteristik Modul ... 62

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Isi ... 62

Tabel 4.5 Resume Hasil Validasi Melalui Expert Judgement... 63

Tabel 4.6 Hasil Skor Evaluasi Formatif ... 65

Tabel 4.7 Hasil Pretest dan Posttest Evaluasi Sumatif ... 66

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 67

Tabel 4.9 Hasil Uji Signifikansi Peningkatan Pretest ke Posttest ... 68

Tabel 4.10 Kategori Uji Besar Pengaruh ... 69

Tabel 4.11 Hasil Uji Gain Score ... 69

Tabel 4.12 Pemetaan Hasil Validasi melalui Expert Judgement ... 74

(12)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Penelitian Yang Relevan ... 26

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 29

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 32

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan tipe ADDIE ... 38

Gambar 3.3 Rumus Perhitungan Hasil Akhir ... 46

Gambar 3.4 Rumus Perhitungan Hasil Akhir ... 47

Gambar 3.5 Rumus Perhitungan Nilai Akhir ... 48

Gambar 3.6 Rumus Perhitungan Rata-rata ... 49

Gambar 3.7 Rumus Perhitungan Persentase Ketuntasan ... 49

Gambar 3.8 Rumus Perhitungan Persentase Peningkatan ... 49

Gambar 4.1 Cover Depan ... 58

Gambar 4.2 Teori-Teori yang Mendukung ... 59

Gambar 4.3 Permainan Tradisional... 59

Gambar 4.4 Langkah-Langkah Permainan ... 59

Gambar 4.5 Cover Belakang ... 60

Gambar 4.6 Peningkatan Pretest ke Posttest ... 66

(13)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3.1 Instrumen Analisis Kebutuhan ...89

Lampiran 3.1.1 Kuesioner Tertutup untuk Analisis Kebutuhan ...89

Lampiran 3.1.2 Kuesioner Terbuka untuk Analisis Kebutuhan ...91

Lampiran 3.2 Instrumen Validasi Substansi Produk ...93

Lampiran 3.3 Instrumen Validasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul ...99

Lampiran 3.4 Instrumen Validitasi Karakteristik Modul ...103

Lampiran 3.5 Evaluasi Sumatif dengan Teks Pilihan Ganda ...105

Lampiran 3.6 Evaluasi Formatif dengan Teks Pilihan Ganda ...108

Lampiran 3.7 Kunci Jawaban Evaluasi Sumatif dan Formatif ...120

Lampiran 3.8 Lembar Kuesioner Terbuka untuk Orang Tua ...121

Lampiran 3.9 Hasil Analisis Kebutuhan ...123

Lampiran 3.9.1 Hasil Analisis Kebutuhan Guru 1 ...123

Lampiran 3.9.2 Hasil Analisis Kebutuhan Guru 2 ...127

Lampiran 3.9.3 Hasil Analisis Kebutuhan Guru 3 ...131

Lampiran 3.9.4 Hasil Analisis Kebutuhan Guru 4 ...135

Lampiran 3.9.5 Hasil Analisis Kebutuhan Guru 5 ...139

Lampiran 4.1 Resume Data Analisis Kebutuhan ...143

Lampiran 4.2 Hasil Validitasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul ...144

Lampiran 4.2.1 Hasil Validitasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul Dosen .144 Lampiran 4.2.2 Hasil Validitasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul Guru 1 146 Lampiran 4.2.3 Hasil Validitasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul Guru 2 148 Lampiran 4.2.4 Hasil Validitasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul Guru 3 150 Lampiran 4.2.5 Lembar Validasi Keterbacaan dan Kelengkapan Modul ...152

Lampiran 4.3 Hasil Validasi Karakteristik Modul ...154

Lampiran 4.3.1 Hasil Validasi Karakteristik Modul Dosen ...154

Lampiran 4.3.2 Hasil Validasi Karakteristik Modul Guru 1 ...155

Lampiran 4.3.3 Hasil Validasi Karakteristik Modul Guru 2 ...156

Lampiran 4.3.4 Hasil Validasi Karakteristik Modul Guru 3 ...157

Lampiran 4.3.5 Lembar Validasi Karakteristik Modul ...158

Lampiran 4.4 Hasil Uji Validitas Isi ...159

Lampiran 4.4.1 Lembar Hasil Validasi Isi ...161

Lampiran 4.5 Hasil Skor Evaluasi Formatif ...164

Lampiran 4.5.1 Hasil Skor Evaluasi Formatif Permainan 1 ...164

Lampiran 4.5.2 Hasil Skor Evaluasi Formatif Permainan 2 ...164

Lampiran 4.5.3 Hasil Skor Evaluasi Formatif Permainan 3 ...164

Lampiran 4.5.4 Hasil Skor Evaluasi Formatif Permainan 4 ...165

Lampiran 4.5.5 Hasil Skor Evaluasi Formatif Permainan 5 ...165

Lampiran 4.6 Skor Pretest dan Posttest Berdasarkan Indikator ...166

Lampiran 4.7 Tabulasi Data Pretest dan Posttest untuk Analisis Statistik ...167

(14)

xvii

Lampiran 4.9 Uji Signifikansi Peningkatan Skor ...168

Lampiran 4.10 Data Uji Besar Pengaruh ...168

Lampiran 4.11 Uji N-Gain Score ...169

Lampiran 5.1 Lembar Hasil Evaluasi Sumatif ...170

Lampiran 5.1.1 Lembar Hasil Pretest ...170

Lampiran 5.1.2 Lembar Hasil Posttest ...173

Lampiran 5.2 Lembar Hasil Evaluasi Formatif...176

Lampiran 5.3 Lembar Hasil Kuesioner Terbuka untuk Orang Tua ...180

Lampiran 5.4 Surat Izin Penelitian...182

Lampiran 5.5 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ...183

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I ini akan diuraikan (1) latar belakang masalah; (2) rumusan masalah; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian yang difokuskan bagi peneliti, guru, siswa, dan sekolah; (5) spesifikasi produk yang dikembangkan; dan (6) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa (Koesoema, 2007: 4). Pendidikan karakter akan menjadi suatu syarat pokok untuk dapat hidup sukses pada abad ke-21 ini (Rosidatun, 2018: 16). Dalam penelitian ini, peneliti akan mengembangkan sebuah modul permainan tradisional. Peneliti akan meneliti tentang sikap adil pada anak usia 6 - 8 tahun. Penelitian ini terbatas, akan diujicobakan pada enam siswa.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang benar dan lengkap mengenai karakter; mengenai peran karakter dalam hidup pribadi, bersama orang lain, dalam komunitas, masyarakat, bangsa dan negara; dan mendapatkan kecakapan, kemampuan, kompetensi dan profesionalitas untuk melaksanakannya dalam bidang tertentu untuk dilaksanakan dalam hidup nyata (Mangunhardjana, 2016: 20). Secara akademik, gagasan untuk melaksanakan pendidikan karakter memberi inspirasi baru bagi para ilmuwan pendidikan, akademisi, dan praktisi pendidikan di Indonesia untuk menelaah lebih jauh di samping mengkaji secara komprehensif tentang konsep dan teori yang berkenaan dengan pendidikan karakter tersebut (Yaumi, 2016: 3). Pendidikan karakter bisa dibentuk melalui permainan tradisional sejak usia dini (Andriani, 2012: 122). Melalui kegiatan bermain, anak dapat belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya (Andriani, 2012: 127). Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini

(16)

2 agar anak mampu mendapatkan pengetahuan mengenai suatu karakter. Ada berbagai macam karakter salah satunya adalah keadilan.

Keadilan adalah sesuatu yang mendorong kita untuk berpikiran terbuka dan jujur serta bertindak benar (Borba, 2008: 267). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku anak dalam bersikap adil. Berikut adalah indikator keadilan (Borba, 2008: 269) : 1) Senang melayani orang lain, 2) Menunggu giliran dengan sabar, 3) Tidak asal menyalahkan orang lain, 4) Mau berkompromi untuk memenuhi keinginan semua orang, 5) Berpikiran terbuka: mendengarkan semua pihak sebelum berpendapat, 6) Menunjukkan sikap sportif baik menang maupun kalah, 7) Mau membagi benda miliknya tanpa disuruh atau diingatkan, 8) Berusaha memecahkan masalah dengan damai dan adil, 9) Mengikuti aturan; tidak mengubah aturan di tengah jalan demi kepentingan sendiri, 10) Memerhatikan hak-hak orang lain untuk menjamin bahwa mereka diperlakukan dengan adil.

Permasalahan di dunia pendidikan sering kali muncul, dapat dilihat dari semakin banyaknya generasi-generasi muda melakukan perbuatan yang curang atau tidak sportif, misalnya saja saat di kelas pada masa-masa ujian ada siswa yang masih menyontek. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak yang belum memahami etika seperti tidak bermain sesuai aturan, tidak bersikap adil terhadap lawan, dan tidak menerapkan nilai-nilai kebenaran (Borba, 2008: 262). Keadilan memang sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh semua orang, tanpa adanya keadilan mustahil untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik. Keadilan membuat kita memperlakukan orang lain dengan pantas dan tidak memihak. Selain itu, kemajuan teknologi yang semakin pesat ternyata juga mempengaruhi aktivitas bermain anak (Nur, 2013: 87). Anak-anak sekarang lebih sering memainkan permainan yang lebih modern seperti Play Station (PS), video games, dan games online. Permainan tersebut sudah menggunakan peralatan yang canggih jika dibandingkan dengan permainan tradisional. Adanya kemajuan teknologi inilah yang membuat anak-anak mulai meninggalkan permainan-permainan sederhana seperti permainan tradisional.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka peserta didik membutuhkan modul permainan tradisional untuk karakter keadilan yang akan dikembangkan

(17)

3 oleh peneliti. Perlunya kajian teoretis yang relevan untuk merancang model pendidikan karakter keadilan yang efektif. Kajian teoretis tersebut antara lain: brain based learning, tahapan perkembangan kognitif, tantangan pembelajaran abad ke-21.

Pada teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget, siswa pada masa pendidikan sekolah dasar usianya berkisar antara 7 sampai 11 tahun. Pada usia ini, anak berada pada tahap operasional konkret. Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret (concrete operational thought). Piaget percaya bahwa struktur-struktur kognitif anak perlu dilatih, dan permainan merupakan setting yang sempurna bagi latihan ini. Melalui permainan memungkinkan anak-anak mengembangkan kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukannya dengan cara yang menyenangkan (Mar’at, 2006: 142). Permainan tradisional adalah permainan yang diwariskan, mengandung nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak (Iswinarti, 2017: 6). Permainan tradisional sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain diyakini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan fisik dan mental anak (Kurniati, 2016: 2). Permainan tradisional dapat dikatakan sebagai bentuk kegiatan bermain yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu. Langkah-langkah yang digunakan untuk pengembangan permainan tradisioanal antara lain: 1) Memilih permainan tradisional dari lima daerah yang berbeda, 2) Kembangkan permainan tradisional dengan memodifikasikannya, 3) Didasarkan pada materi tentang karakter keadilan.

Penelitian-penelitian yang sebelumnya tentang pendidikan karakter dan permainan tradisional dilakukan oleh Astiarini (2016) meneliti pengembangan model penanaman pembelajaran pendidikan karakter berbasis cerita melalui komik bagi siswa sekolah dasar kelas 5. Hasil pre-test dan post-test yang ada, dihitung melalui uji-t dengan hasil akhir terdapat perbedaan antara pre-test dan post-test yang mengindikasikan bahwa komik ini efektif digunakan sebagai model pembelajaran pendidikan karakter bagi siswa kelas 5. Pradana (2016) meneliti pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah. Utami

(18)

4 (2019) meneliti penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kedisiplinan siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kedisiplinan pada siswa di SDN Gayamsari 01 Semarang.

Putri (2013) meneliti efektivitas permainan tradisional jawa dalam meningkatkan penyesuaian sosial pada usia 4-5 tahun di kecamatan suruh. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional Jawa efektif dalam meningkatkan penyesuaian sosial anak usia 4-5 tahun. Hal ini ditunjukkan dari uji perbedaan dari post test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh thitung 5.056 dengan nilai ttabel 2.779. Nataliya (2015) meneliti efektivitas media pembelajaran congklak dalam meningkatkan kemampuan berhitung siswa SD. Berdasarkan analisis uji Paired Sample t – Test pada tabel perhitungan menunjukkan nilai t sebesar -5,776 dan uji signiikan menunjukkan hasil (p) 0,000 < 0,05 dengan tingkat signifikan (α) adalah 5%. Nilai rata-rata post-test (68,46) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-test (58,46). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu rata-rata kemampuan berhitung siswa SD setelah diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berhitung siswa SD sebelum diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak. Siregar dan Lestari (2008) meneliti peranan permainan tradisional dalam mengembangkan kemampuan matematika anak usia sekolah dasar. Hasil penelitian yaitu : 1) Jenis permainan tradisional yang mengandung unsur matematika yaitu permainan tradisional engklek, kelereng, dan batu serimbang, 2) Permainan tradisional melatih anak untuk membilang, mengenal angka, membandingkan, dan kemampuan berhitung seperti penjumlahan dan perkalian, 3) Permainan tradisional membuat anak menggambar garis, persegi, persegi panjang, trapesium, segitiga, dan lingkaran.

Pada penelitian-penelitian yang terdahulu, lebih banyak yang meneliti tentang pendidikan karakter secara keseluruhan. Tidak ada karakter yang lebih spesifik untuk diteliti. Dalam penelitian-penelitian tersebut, permainan tradisional kebanyakan digunakan untuk mengembangkan kemampuan berhitung matematika. Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian yang lebih

(19)

5 difokuskan pada karakter keadilan untuk anak usia 6-8 tahun dengan menggunakan permainan tradisional.

Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengembangkan modul permainan tradisional tentang keadilan pada anak kelas bawah dengan uji coba terbatas kepada enam anak. Peneliti berharap modul pengembangan ini bisa menjadi solusi untuk dapat menanamkan karakter keadilan pada anak. Lima permainan tradisional yang digunakan yaitu permainan bosukan, permainan tawanan, permainan meu awo, permainan marraga/akraga dan permainan serimbang. Metode penelitian menggunakan Research and Development (RnD), tipe ADDIE.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana mengembangkan modul permainan tradisional tentang keadilan untuk anak usia 6-8 tahun?

1.2.2 Bagaimana kualitas modul permainan tradisional tentang keadilan untuk anak usia 6-8 tahun?

1.2.3 Apakah penerapan modul permainan tradisional berpengaruh terhadap karakter keadilan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan modul permainan tradisional tentang keadilan untuk anak usia 6-8 tahun.

1.3.2 Mengetahui kualitas modul permainan tradisional tentang keadilan untuk anak usia 6-8 tahun.

1.3.3 Mengetahui pengaruh penerapan modul permainan tradisional terhadap karakter keadilan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Peneliti memperoleh pengalaman langsung tentang cara mengembangkan modul permainan tradisional untuk karakter keadilan pada anak kelas bawah.

(20)

6 1.4.1.2 Peneliti memperoleh pengalaman langsung dalam menguji permainan

tradisional untuk karakter keadilan pada anak kelas bawah. 1.4.2 Bagi Guru

Guru dapat menambah referensi tentang pengembangan permainan tradisional untuk karakter keadilan pada anak kelas bawah.

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa mendapatkan pengalaman melakukan permainan yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan modul permainan tradisional untuk karakter keadilan pada anak kelas bawah.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Pendidikan karakter adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik mengenai nilai moral sehingga anak mampu memiliki dan memperoleh karakter yang diinginkan.

1.5.2 Keadilan adalah sesuatu yang dapat mendorong kita untuk bersikap atau berperilaku sama kepada semua orang tanpa membeda-bedakan dengan indikator yaitu mau melayani, sabar, tidak menuduh, mendengarkan pendapat, bersikap sportif, mau berbagi, memecahkan masalah, mengikuti aturan, memperhatikan hak orang.

1.5.3 Permainan tradisional adalah kegiatan yang mengandung nilai dan norma, serta manfaat bagi perkembangan anak yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.

1.5.4 Modul adalah suatu bahan ajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan 10 indikator, yaitu kaya variasi, kaya stimulasi, menyenangkan, operasional konkret, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berkolaborasi, multikultur (berbagai budaya di Indonesia), dan mengembangkan karakter keadilan.

(21)

7

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan

1.6.1 Bentuk Modul

Modul permainan tradisional didesain berbentuk buku dengan menggunakan Adobe illustrator dan Microsoft Word. Ukuran modul pengembangan permainan tradisional yang diharapkan adalah A4. Kertas sampul pada modul menggunakan kertas art paper 230 gsm. Kertas untuk isi modul menggunakan kertas HVS 80 gsm. Pada setiap permainan, di bagian belakang akan diberi pembatas dengan kertas HVS 80 gsm dan berwarna polos. Kertas pembatas tersebut akan diberi warna yang berbeda-beda agar terlihat lebih menarik dan berwarna. Warna untuk kertas pembatas akan disamakan dengan warna kartu soal pada tiap permainan dengan tujuan agar dapat mempermudah saat mengidentifikasi.

1.6.2 Isi

Modul ini terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, penjelasan tentang pengembangan karakter keadilan berbasis permainan tradisional, lima permainan tradisional, daftar pustaka, soal formatif, soal sumatif, dan biodata penulis. Modul tersebut akan berisikan lima permainan tradisional anak dengan daerah yang berbeda-beda, antara lain Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Aceh, dan Sumatera Barat. Modul ini juga disertakan dengan penjelasan tentang sejarah pada setiap permainan, manfaat permainan, alat dan bahan, langkah-langkah permainan dan pengembangan permainan.

Modul ini dilengkapi dengan kartu-kartu soal dalam bentuk pilihan ganda yang mengacu pada karakter keadilan. Pada setiap permainan, kartu-kartu tersebut akan dibedakan menjadi beberapa warna. Setiap kartu soal akan berisikan materi tentang karakter keadilan. Kartu soal dibuat dari kertas ivory 230 gsm dengan ukuran 8 cm x 8 cm. Kartu akan dibuat sebanyak empat set dengan warna yang berbeda. Tempat tersebut akan dibuat seperti kantong saku. Cover modul akan dibuat dengan warna merah maroon.

(22)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi kajian pustaka, penelitian yang mendukung, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka membahas teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian terdahulu berisi hasil penelitian yang pernah ada yang dirumuskan dalam kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-Teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pembelajaran Berbasis Budaya 1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata budh, budhi, budhaya yang dalam bahasa sanskerta berarti akal (Sarinah, 2019: 11). Budaya adalah hasil kreasi suatu masyarakat yang ditujukan kepada kepentingan kehidupan masyarakat tersebut agar tetap eksis dan berkembang (Tilaar, 1998: 238). Proses belajar dapat terjadi di mana saja sepanjang hayat. Salah satu tempat terjadinya proses belajar adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat kebudayaan karena pada dasarnya proses belajar merupakan proses pembudayaan. Dalam hal ini, proses pembudayaan di sekolah adalah untuk pencapaian akademik peserta didik, untuk membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya, serta untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik peserta didik (Purnama, 2018: 98). Kebudayaan merupakan jalan atau arah dalam bertindak dan berpikir untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani (Sarinah, 2019: 1).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya adalah proses belajar siswa yang dapat mengembangkan suatu komunitas budaya dan mengembangkannya melalui pencapaian peserta didik itu sendiri.

(23)

9 2. Pembelajaran Berbasis Otak

Pendekatan berbasis otak adalah keterlibatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari satu pemahaman tentang otak (Jensen, 2011: 5). Brain Based Learning merupakan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan beorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa (Rulyansah, Hasanah & Wardana, 2017: 2).

Pembelajaran secara fisik dapat mengubah otak. Setiap pengalaman baru yang kita temui sebenarnya dapat mengubah pengabelan elektrokimia kita. Ketika otak menerima stimulus dalam bentuk apa pun, proses komunikasi dari sel ke sel akan diaktifkan. Semakin baru dan menantang stimulinya pada titik tertentu, akan semakin baik otak mengaktivasi jalur baru. (Jensen, 2011: 47). Meskipun demikian, jika stimuli itu dipertimbangkan sebagai sesuatu yang tidak berarti bagi otak, maka informasi tersebut akan mendapatkan prioritas rendah dan hanya menyisakan jejak yang lemah (Jensen, 2011: 48).

Ciptakan model kegembiraan belajar karena lebih dari 99 persen dari semua pembelajaran itu dilakukan tanpa-sadar, semakin anda senang pembelajaran, semakin besar kemungkinan anak-anak anda termotivasi (Jensen, 2011: 168). Pembelajaran bisa dibuat lebih menyenangkan agar dapat meningkatkan antusiasme anak dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Berikan pilihan baik dalam bagaimana siswa belajar maupun keragaman apa yang mereka pelajari, sehingga mereka dapat menggunakan gaya belajar kesukaan mereka (Jensen, 2011: 168).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa otak akan belajar secara efektif jika pembelajarannya kaya akan variasi, kaya stimulasi, dan menyenangkan.

3. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia SD a. Teori Jean Piaget

Istilah kognitif mulai banyak dikemukakan ketika teori-teori J. Piaget banyak ditulis dan direncanakan lagi pada kira-kira permulaan tahun 60-an. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Piget mengemukaan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme,

(24)

10 bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara keduanya (Gunarsa, 1982: 136).

Dalam memahami dunia anak secara aktif, anak-anak menggunakan skema (kerangka kognitif atau kerangka referensi). Sebuah skema adalah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi (Khadijah, 2016: 63). Piaget lebih menitik beratkan pada pembahasan tentang struktur kognitif (Ibda, 2015: 28). Pada penelitian Piaget, tahap-tahap perkembangan intelektual individu dan perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan cara berpikir logis dari masa bayi hingga masa dewasa. Menurut teori kognitif, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut sebagai pemikiran operasional konkret (concrete operational thought). Pada masa ini, anak sudah bisa mengembangkan pikiran logisnya dengan memahami alam di sekitarnya. Anak tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indra karena anak telah mampu membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya dan mampu membedakan antara bersifat sementara dengan bersifat menetap.

Keadaan saling mempengaruhi antara asimilasi dan akomodasi melahirkan konsep konstruktivisme, yaitu bahwa anak secara aktif menciptakan (mengkreasi) pengetahuan, dalam arti anak tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungannya (Dahlan, 2017: 6). Menurut Piaget, tahap perkembangan yang berlangsung ada empat tahap (Dahlan, 2017: 6) :

a. Tahap Sensori-motor : Usia 0 – 2 tahun

Pada tahap ini, pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang ataupun dengan benda (objek) di sekitarnya. Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti menggenggam atau mengisap.

(25)

11 b. Tahap Pra-operasional : Usia 2 – 7 tahun

Pada tahap ini, anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia atau lingkungan secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).

c. Tahap Operasional Konkret : Usia 7 – 11 tahun

Pada tahap ini, anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka sudah dapat menambah, mengurangi serta mengubah. Operasi ini memungkinkan mereka untuk dapat memecahkan masalah secara logis.

d. Tahap Operasional Formal : Usia 11 tahun ke atas

Pada tahap ini, anak sudah mencapai pada periode operasi mental tingkat tinggi. Anak juga sudah dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret. Anak sudah mampu berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternatif yang ada.

Berdasarkan teori di atas, dapat dikatakan bahwa untuk anak sekolah dasar berada di tahap operasional konkret yaitu usia 7 – 11 tahun. Anak pada masa operasional konkret sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu. Pada tahap ini, anak belajar dengan lebih menekankan pada benda-benda nyata di sekitarnya. Anak pada tahap operasi konkret belum mampu melakukan proses berpikir yang abstrak misalnya membayangkan sesuatu. Anak juga belum bisa memahami tentang adanya gravitasi bumi, teori atom dan molekul, namun kemampuan anak dalam melakukan penambahan, pengurangan, klasifikasi, perkalian sederhana dan pembagian sudah berkembang. Kemampuan berpikir abstrak selalu harus didahului oleh pengalaman konkret misalnya untuk dapat memahami dua tambah tiga menjadi lima harus dilakukan melalui benda yang nyata seperti menggunakan permen, kue, dan lain-lain.

(26)

12 b. Teori Pembelajaran Vygotsky

Lev Semyonovich Vygotsky merupakan cendekia yang berasal dari Rusia, seorang ahli dalam bidang psikologi, filsafat, dan sastra (Susi, 2018: 232). Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan berbeda: tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial (Arends, 2008: 47). Tingkat perkembangan aktual terjadi saat individu mandiri menggunakan kemampuan kognitifnya secara fungsional. Tingkat perkembangan potensial terjadi saat tingkat kognitif yang dapat dicapai anak dibantu dengan bantuan orang yang lebih dewasa seperti orang tua, guru, teman yang lebih pintar. Berdasarkan asumsi tersebut, maka Vygotsky menyarankan agar guru bisa berkolaborasi dengan siswa serta mampu memfasilitasi siswa dalam membangun diskusi, tanya jawab dan berdebat dengan teman sebayanya.

Menurut Vygotsky, anak-anak pada awal membangun perkembangan kognitifnya melalui proses mental yang rendah, misalnya yaitu dengan belajar pengelompokkan (asosiatif), belajar persepsi sederhana mengenai suatu objek, dan arahan terbimbing yang diberikan oleh orang tua sejak balita (Suci, 2018: 233). Perkembangan kognitif berlanjut dengan proses mental yang lebih tinggi, kemampuan dalam berbahasa, kemampuan dalam berhitung, kemampuan berpikir, kemampuan mengingat, kemampuan memecahkan masalah, dan interaksi sosial seperti bermain dengan teman dan berdialog. Untuk mencapai tahapan kognitif yang lebih tinggi, anak-anak sangat membutuhkan partner yang lebih berkompeten misalnya orang tua, guru, kakak, atau teman sebaya yang lebih pintar (Suci, 2018: 233).

Dapat dikatakan bahwa, teori Vygotsky bisa diaplikasikan oleh seorang guru di dalam kelas dengan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berkolaborasi dengan teman-teman sebayanya di dalam sebuah kelompok kecil.

(27)

13 4. Tantangan Pembelajaran Abad 21

Abad 21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi (Tilaar, 1998: 245). Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru (Tilaar, 1998: 245). Teknologi pendidikan dapat melengkapi pendekatan pedagogis yang ada dan yang baru muncul seperti metode berbasis proyek, pengalaman, berbasis penyelidikan dan adaptif (World Economic Forum, 2015: 1). Perubahan pasar tenaga kerja telah meningkatkan kebutuhan semua individu, dan tidak hanya sedikit untuk memiliki keterampilan ini. Di negara-negara di seluruh dunia, ekonomi dijalankan dengan kreativitas, inovasi dan kolaborasi (World Economic Forum, 2015: 2). Literasi kultur dan kemasyarakatan adalah kemampuan untuk memahami, mengapresiasi, menganalisis, dan menggunakan pengetahuan tentang manusia, sedangkan kesadaran sosial dan budaya adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain sesuai sosial, kultur, dan etika (World Economic Forum, 2015: 23).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tantangan pembelajaran abad 21 ini adalah tantangan yang terjadi akibat globalisasi dengan adanya perubahan teknologi yang menuntut kita untuk dapat kreatif, inovatif dan mampu berkolaborasi.

2.1.1.2 Permainan Tradisional

1. Pengertian Permainan Tradisional

Istilah permaianan dari kata dasar main. Arti kata main adalah melakukan permainan untuk menyenangkan hati atau melakukan perbuatan untuk bersenang-senang baik menggunakan alat-alat tertentu atau tidak menggunakan alat (Hamzuri & Siregar, 1998: 1). Istilah tradisional dari kata tradisi. Arti tradisi adalah adat kebiasaan yang turun-temurun dan masih dijalankan di masyarakat; atau penilaian/ anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik. Permainan merupakan kegiatan atas kemauan dari diri sendiri pada waktu dan tempat yang telah ditentukan (Hamzuri & Siregar, 1998: 1). Permainan juga sangat disukai oleh anak-anak, anak remaja maupun orang yang

(28)

14 sudah dewasa. Permainan adalah perbuatan atas kemauan dirinya sendiri yang dikerjakan dalam batas-batas tempat dan waktu yang telah ditentukan diikuti oleh perasaan senang. Permainan tradisional merupakan permainan anak-anak yang terbuat dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat. Permainan tradisional adalah permainan yang penuh nilai-nilai dan norma-norma luhur yang berguna bagi anak-anak untuk memahami dan mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan (Musfiroh & Tatminingsih, 2015: 8). Permainan tradisional adalah permainan yang diwariskan, mengandung nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak (Iswinarti, 2017: 6).

Permainan tradisional sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain diyakini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan fisik dan mental anak (Kurniati, 2016: 2). Permainan tradisional dapat dikatakan sebagai bentuk kegiatan bermain yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu. Seiring berkembangnya zaman, permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri khas daerah dan disesuaikan dengan tradisi budaya setempat. Permainan tradisional lahir sebagai bentuk warisan nilai-nilai dari generasi ke generasi selanjutnya. Dibuktikan dengan adanya permainan pada tiap-tiap daerah, yang memiliki tata cara bermain hampir sama tetapi nama permainan atau penyebutannya berbeda. Pada permainan tradisional anak-anak didorong untuk kreatif karena memanfaatkan benda atau apa saja yang ada di sekitar mereka sehingga menjadi sebuah permainan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah simbolisasi dari kebiasaan turun temurun yang mengandung unsur ciri khas suatu daerah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa permainan tradisional adalah kegiatan yang mengandung nilai dan norma, serta manfaat bagi perkembangan anak yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.

(29)

15 2. Manfaat Permainan Tradisional

Pada dasarnya, permainan tradisional lebih banyak memberikan kesempatan kepada pelaku untuk bermain secara berkelompok (Kurniati, 2016: 3). Banyak nilai yang dapat digali melalui permainan tradisional. Beberapa manfaat permainan tradisional (Kurniati, 2016: 3) : 1) Permainan tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya mengandung unsur rasa senang, dan hal ini akan membantu perkembangan anak ke arah yang lebih baik, 2) Terbebas dari segala tekanan sehingga rasa keceriaan dan kegembiraan dapat tercermin pada saat anak memainkannya, 3) Dapat membantu anak dalam menjalin relasi sosial baik dengan teman maupun teman yang usianya lebih muda atau lebih tua, 4) Dapat melatih anak dalam memanajemen konflik dan belajar mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya.

3. Langkah-Langkah Pengembangan Permainan Tradisional

Pengembangan permainan tradisional sebagai upaya dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dengan menerapkan pembelajaran berbasis budaya, pembelajaran berbasis otak, dan kompetensi di abad 21. Secara umum langkah-langkah pengembangan permainan adalah sebagai berikut (Sugar, 2006: 6).

a. Permainan bersifat pengalaman.

b. Permainan memungkinkan guru atau fasilitator memberikan membimbing khusus kepada satu atau dua anak.

c. Permainan yang dipilih menyediakan ruang kelas. d. Permainan dengan penguatan pembelajaran. e. Permainan harus memberikan umpan balik. f. Permainan perlu meningkatkan kemampuan tes.

g. Permainan menunjukkan energi baik di kelas. Anak-anak bermain dengan bersemangat.

h. Permainan dapat memperkenalkan materi pembelajaran baru ataupun materi yang sulit.

i. Permainan dapat melengkapi tugas membaca. j. Permainan harus mengandung kerja sama tim. k. Permainan mengajarkan bermain sesuai aturan.

(30)

16 l. Permainan memupuk pencapaian individu dan kelompok.

m. Permainan memperkuat dan meningkatkan keterampilan. n. Permainan dapat menggantikan kegiatan yang menuntut.

Langkah-langkah pengembangan permainan yaitu memilih informasi yang akan disajikan dalam permainan, mengubah informasi menjadi pertanyaan, memasukkan pertanyaan ke dalam permainan, menetapkan skor pada jawaban di setiap pertanyaan, mengulang kembali pertanyaan yang telah dibuat agar lebih sesuai dengan informasi yang disajikan, mengulang kembali pemberian skor pada jawaban setiap pertanyaan sehingga anak dapat memaham informasi dalam pembelajaran (Sugar, 2002: 19).

2.1.1.3 Modul Permainan Tradisional 1. Pengertian Modul

Modul adalah satu unit program belajar mengajar terkecil yang unsur-unsur modul terdiri dari pedoman guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja, kunci lembar jawaban, lembaran tes, kunci lembaran tes (Mbulu, 2001: 41). Modul sebagai bentuk dari bahan ajar cetak yang dimanfaatkan untuk membantu guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Fatikhah & Izzati, 2015: 49). Modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap berdiri sendiri atau suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan (Dini, 2011: 2).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa modul adalah suatu bahan ajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

2. Karakteristik Modul

Perancangan bahan ajar menjadi hal penting dalam proses pembelajaran. Modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi dan efektivitas penggunanya. Karakteristik modul yaitu self instructional, self contained, stand alone, adaptif, dan user friendly (Widodo & Jasmadi, 2008: 50). Berikut penjelasannya:

(31)

17 1) Self Instructional

Peserta didik diharapkan mampu membelajarkan diri sendiri dengan modul yang yang dikembangkan. Hal ini bertujuan supaya peserta didik mampu belajar secara mandiri.

2) Self Contained

Seluruh materi pembelajaran dari satu kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat dalam satu modul secara utuh. Tujuannya untuk memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. 3) Stand Alone (Berdiri Sendiri)

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.

4) Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fleksibel digunakan di berbagai tempat, serta isi materi pembelajaran dan perangkat lunaknya dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

5) User Friendly

Modul hendaknya bersahabat atau akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang terlihat bersifat membantu pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum akan mempermudah pemakai modul tersebut.

3. Indikator Pengembangan Modul

Berdasarkan pemahaman tentang pembelajaran untuk pendidikan karakter yang berbasis budaya, berikut ini adalah indikator-indikator yang digunakan untuk mengembangkan modul permainan tradisional : 1) Kaya variasi: menggunakan berbagai macam model pembelajaran yang beragam untuk pendidikan karakter keadilan, 2) Kaya stimulasi: menggunakan model pembelajaran yang dapat

(32)

18 mengaktifkan kemampuan visual, auditori, dan kinestetik pada anak, 3) Menyenangkan: menggunakan model pembelajaran yang meningkatkan antusiasme anak dalam belajar untuk pendidikan karakter, 4) Operasional Konkret: menggunakan model pembelajaran dengan media konkret untuk pendidikan karakter, 5) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah: menggunakan model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan mengevaluasi benar atau salah untuk pendidikan karakter, 6) Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif: menggunakan model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan memecahkan masalah untuk pendidikan karakter, 7) Kemampuan berkomunikasi: meningkatkan kemampuan multiarah anak, 8) Kemampuan berkolaborasi: menggunakan model pembelajaran yang meningkatkan kemampuan mencapai tujuan bersama dengan peran yang berbeda secara berkelompok, 9) Multikultur (berbagai budaya di Indonesia): menggunakan model pembelajaran yang berasal dari budaya Indonesia yang beraneka ragam dengan berbagai permainan tradisional yang edukatif tanpa mengandung unsur SARA, kekerasan, bullying, dan bias gender untuk pendidikan karakter, dan 10) Mengembangkan karakter keadilan: menggunakan model pembelajaran yang memberikan sikap dan tindakan dengan sama rata kepada siswa.

Dapat dikatakan bahwa, modul adalah suatu bahan ajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan 10 indikator, yaitu kaya variasi, kaya stimulasi, menyenangkan, operasional konkret, mengembangkan kemampan berpikir kritis dan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berkolaborasi, multikultur (berbagai budaya di Indonesia), dan mengembangkan karakter keadilan.

2.1.1.4 Pendidikan Karakter Keadilan 1. Pendidikan

Secara umum adalah usaha yang dilakukan secara metodis, sistematis dan terus menerus, berlangsung dalam jangka waktu tertentu, untuk meneruskan, mendapatkan dan merangsang pada peseta didiknya, pengetahuan, sikap, nilai,

(33)

19 kecakapan, kemampuan, kompetensi, profesionalitas yang dinilai berguna untuk membuat peserta didik berkembang pribadinya dan membekali mereka dengan semua itu, agar pada waktunya mampu berkontribusi berupa produk atau/dan jasa kepada masyarakat (Mangunhardjana, 2016: 20). Pendidikan adalah pembelajaran yang berisikan pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi lainnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Pendidikan adalah kegiatan membudayakan manusia muda atau membuat orang muda ini hidup berbudaya sesuai standar yang diterima oleh masyarakat (Neolaka, 2017: 2). Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukkan bagi generasi yang sedang bertumbuh (Koesoema, 2007: 3).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan pengetahuan melalui pengajaran.

2. Karakter

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter adalah keadaan manusia yang mempunyai disposisi, keadaan atau kecenderungan untuk hidup dan berperilaku baik yang digabungkan dengan unsur-unsur yang membentuk karakter dan didukung oleh keutamaan-keutamaan (Mangunhardjana, 2016: 19). Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak (Samani & Hariyanto, 2013: 42).

Karakter atau watak adalah paduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain (Suparno, 2015: 28). Pada dasarnya karakter merupakan gabungan antara bawaan dari fisik, psikologis, mental, spiritual sejak lahir, serta usaha-usaha yang dilakukan dalam hidup disertai dengan segala kesulitan, hambatan, rintangan, masalah, halangan, dan tantangan. Gabungan dari hal ini lah yang membentuk keseluruhan hidup dan membuat orang memiliki khasnya sendiri, baik dalam perilaku dan perbuatannya baik maupun jahat.

(34)

20 Karakter dapat dikatakan sebagai nilai-nilai dan sikap hidup yang positif, yang dimiliki seseorang sehingga memengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan bertindak orang itu, dan akhirnya menjadi tabiat hidupnya (Suparno, 2015: 29). Munculnya karakter pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik luar maupun dalam. Perilaku seorang anak bisa saja tidak berbeda jauh dari perilaku orang terdekatnya seperti perilaku orang tua, pengaruh luar seperti orang-orang lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi perilaku anak. Perilaku anak yang terus menerus dibiasakan akan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan dan kemudian otomatis akan menjadikan itu sebagai karakter dari anak tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karakter adalah suatu sifat bawaan yang muncul dari perilaku khas tiap individu baik dalam bersikap maupun bertindak untuk membedakan orang yang satu dengan yang lainnya.

3. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya (Samani & Hariyanto, 2013: 43). Pendidikan karakter dijadikan sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etika para siswa. Pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan bagian dari pendidikan yang baik. Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai moral. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang benar dan lengkap mengenai karakter; mengenai peran karakter dalam hidup pribadi, bersama orang lain, dalam komunitas, masyarakat, bangsa dan negara; dan mendapatkan kecakapan, kemampuan, kompetensi dan profesionalitas untuk melaksanakannya dalam bidang tertentu untuk dilaksanakan dalam hidup nyata (Mangunhardjana, 2016: 20).

Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan untuk membantu agar siswa-siswa mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan (Suparno, 2015: 29). Pendidikan karakter dilakukan dengan keyakinan bahwa karakter pada diri seseorang dapat dikembangkan dan dapat diubah.

(35)

21 Pendidikan karakter berkaitan terutama dengan bagaimana seorang individu menghayati kebebasannya dalam relasi mereka dengan orang lain sebagai individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada di dalam sebuah struktur yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial-struktural, meskipun pada gilirannya yang menjadi kriteria penentunya adalah nilai-nilai kebebasan individual yang sifatnya personal (Koesoema, 2007: 194).

Menguraikan karakter dengan menggunakan format dari Ryan dan Lickona, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action, atau menggunakan moral hierarki perilaku yang dikembangkan oleh Bloom, yaitu kognitif, afektif, psikomotorik. Moral knowing adalah suatu pengetahuan tentang moral tertentu. Moral feeling adalah pengetahuan moral harus dapat diinternalisasikan ke dalam diri dan jiwa peserta didik hingga benar-benar dapat menjadi nilai moral dalam diri dan mengendap dalam jiwanya. Moral action adalah tampilan dari bentuk perilaku (Salirawati, 2018: 209).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik mengenai nilai moral sehingga anak mampu memiliki dan memperoleh karakter yang diinginkan.

4. Keadilan a. Pengertian

Keadilan adalah sesuatu yang mendorong kita untuk berpikiran terbuka dan jujur serta bertindak benar (Borba, 2008: 267). Keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya (Pramono & Sularto, 2017: 2). Keadilan berkaitan erat dengan tanggung jawab dari subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang lainnya (Pramono & Sularto, 2017: 2). Prinsip keadilan yaitu kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan (Magnis-Suseno, 1987: 132). Sikap adil dapat ditunjukkan dengan a) mau membela orang-orang yang diperlakukan dengan tidak adil, b) dapat mematuhi aturan, c) mendengarkan pendapat dari semua pihak.

(36)

22 Permasalahan di dunia pendidikan yang sering muncul, yaitu semakin banyak generasi-generasi muda melakukan perbuatan yang curang. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak yang belum memahami etika seperti tidak bermain sesuai aturan, tidak bersikap adil terhadap lawan, dan tidak menerapkan nilai-nilai kebenaran (Borba, 2008: 262). Keadilan membuat kita memperlakukan orang lain dengan pantas dan tidak memihak.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keadilan adalah sesuatu yang dapat mendorong kita untuk bersikap atau berperilaku sama kepada semua orang tanpa membeda-bedakan.

b. Masalah-masalah yang Menimbulkan Krisis Keadilan

Masyarakat sekarang lebih mengagungkan nilai-nilai kompetensi, individualisme, dan materialisme yang kadang berlawanan dengan prinsip-prinsip keadilan (Borba, 2008: 262). Berikut ada beberapa faktor yang menghambat terbentuknya keadilan dalam diri anak (Borba, 2008: 26) : 1) Ketiadaan hubungan baik di usia dini, 2) Ketiadaan contoh yang baik, 3) Keharusan berkompetisi, dan 4) Kekurangan permainan bebas.

Ada beberapa langkah untuk menumbuhkan karakter keadilan antara lain: 1) Pola asuh. Orang tua memperlakukan anak secara adil dan tidak pilih kasih, 2) Membantu anak agar bersikap adil seperti berbagi, berkompromi, mendengarkan pendapat secara terbuka, dan memecahkan masalah dengan adil, 3) Mengajarkan kepada anak untuk menentang kecurangan dan ketidakadilan dengan cara melibatkan diri dalam pelayanan atau kegiatan sosial (Borba, 2008: 270).

c. Indikator Keadilan

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku anak dalam bersikap adil. Berikut adalah indikator keadilan (Borba, 2008: 269) : 1) Senang melayani orang lain, 2) Menunggu giliran dengan sabar, 3) Tidak asal menyalahkan orang lain, 4) Mau berkompromi untuk memenuhi keinginan semua orang, 5) Berpikiran terbuka: mendengarkan semua pihak sebelum berpendapat, 6) Menunjukkan sikap sportif baik

(37)

23 menang maupun kalah, 7) Mau membagi benda miliknya tanpa disuruh atau diingatkan, 8) Berusaha memecahkan masalah dengan damai dan adil, 9) Mengikuti aturan; tidak mengubah aturan di tengah jalan demi kepentingan sendiri, 10) Memerhatikan hak-hak orang lain untuk menjamin bahwa mereka diperlakukan dengan adil.

Dapat dikatakan bahwa, keadilan adalah sesuatu yang dapat mendorong kita untuk bersikap atau berperilaku sama kepada semua orang tanpa membeda-bedakan dengan indikator yaitu mau melayani, sabar, tidak menuduh, mendengarkan pendapat, bersikap sportif, mau berbagi, memecahkan masalah, mengikuti aturan, memperhatikan hak orang.

2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.2.1 Penelitian tentang Karakter

Astiarini (2016) meneliti pengembangan model penanaman pembelajaran pendidikan karakter berbasis cerita melalui komik bagi siswa sekolah dasar kelas 5. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D) dengan model Dick and Carey. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran pendidikan karakter bagi siswa kelas 5. Proses pengembangan dilakukan dengan urutan yang hirarki dan juga dilakukan expert review melalui uji kelayakan dengan siswa sebagai objek pengguna yakni one to one dan small group evaluation. Hasil pre-test dan post-test yang ada, dihitung melalui uji-t dengan hasil akhir terdapat perbedaan antara pre-test dan post-test yang mengindikasikan bahwa komik ini efektif digunakan sebagai model pembelajaran pendidikan karakter bagi siswa kelas 5.

Pradana (2016) meneliti pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah. Penelitian ini dilakukan di SD Amaliah Ciawi Bogor. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi deskriptif. Teknik penelitian yang dilakukan adalah melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

(38)

24 Utami (2019) meneliti penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kedisiplinan siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kedisiplinan pada siswa di SDN Gayamsari 01 Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian kualitatif, dalam penelitian kualitatif instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dokumentasi dan angket. Dalam penelitian ini digunakan uji keabsahan data triangulasi. Penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kedisiplinan di SDN Gayamsari 01 Semarang telah cukup berjalan dengan baik, kegiatan ini dilakukan dengan adanya kegiatan kedisiplinan upacara setiap hari senin dan apel pagi selain hari senin, kemudian juga ada kegiatan berbaris di dalam kelas sebelum masuk kelas untuk memulai pembelajaran serta ada kegiatan kedisiplinan melalui mapel agama yaitu kotak amal untuk bersedekah dan salat zuhur berjamaah di mushola sekolah, semua kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak sekolah melalui metode pembiasaan.

2.1.2.2 Penelitian tentang Permainan Tradisional

Nataliya (2015) meneliti efektivitas media pembelajaran congklak dalam meningkatkan kemampuan berhitung siswa SD. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif pra-eksperimental yaitu one group pretest – post tes design (before and after). Eksperimen dilakukan pada satu kelompok tanpa adanya kelompok pembanding. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Metode analisa data yang digunakan yaitu Paired Samples t – Test. Tujuan pengujian dengan Paired Samples t – Test adalah untuk membandingkan nilai rata-rata kemampuan berhitung siswa SD sebelum dan sesudah diberikan media pembelajaran berupa permainan tradisional congklak. Berdasarkan analisis uji Paired Sample t – Test pada tabel perhitungan menunjukkan nilai t sebesar -5,776 dan uji signifikan menunjukkan hasil (p) 0,000 < 0,05 dengan tingkat signifikan (α) adalah 5%. Nilai rata-rata post-test (68,46) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-test (58,46). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu rata-rata kemampuan berhitung siswa SD setelah diberikan media

(39)

25 pembelajaran permainan tradisional congklak lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berhitung siswa SD sebelum diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak.

Putri (2013) meneliti efektivitas permainan tradisional Jawa dalam meningkatkan penyesuaian sosial pada anak usia 4-5 tahun di Kecamatan Suruh. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan bentuk pre-test dan post-test control design. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional Jawa efektif dalam meningkatkan penyesuaian sosial anak usia 4-5 tahun. Hal ini ditunjukkan dari uji perbedaan dari post test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh thitung 5.056 dengan nilai ttabel 2.779. Berdasarkan data hasil penelitian kelompok kontrol dan eksperimen beserta tabel di atas menunjukkan bahwa permainan tradisional Jawa efektif dalam meningkatkan penyesuaian sosial.

Siregar dan Lestari (2008) meneliti peranan permainan tradisional dalam mengembangkan kemampuan matematika anak usia sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan jenis-jenis permainan tradisional yang berkaitan dengan kegiatan matematika, 2) menelaah peranan permainan tradisional anak dalam melatih kemampuan berhitung, dan 3) menelaah peranan permainan tradisional anak dalam mengenalkan bentuk bangun datar pada anak di Desa Hamparan Perak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian sebanyak 40 orang yang berada pada usia sekolah dasar (SD) yang berdomisili di Desa Hamparan Perak. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian yaitu : 1) jenis permainan tradisional yang mengandung unsur matematika yaitu permainan tradisional engklek, kelereng, dan batu serimbang, 2) permainan tradisional melatih anak untuk membilang, mengenal angka, membandingkan, dan kemampuan berhitung seperti penjumlahan dan perkalian, 3) permainan tradisional membuat anak menggambar garis, persegi, persegi panjang, trapesium, segitiga, dan lingkaran.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan, lebih banyak yang meneliti tentang pendidikan karakter secara keseluruhan dan tidak ada karakter yang spesifik. Dalam penelitian-penelitian tersebut, permainan tradisional

(40)

26 kebanyakan digunakan untuk mengembangkan kemampuan berhitung matematika. Maka dari itu, penelitian ini lebih difokuskan untuk mengembangkan modul permainan tradisional anak untuk sikap adil pada usia 6-8 tahun.

Literature Map.

Gambar 2.1 Bagan Penelitian Yang Relevan

Utami (2019) Penerapan Pendidikan Karakter – Kedisiplinan Siswa Pradana (2016) Pengembangan Karakter Siswa – Budaya Sekolah Astiarini (2016)

Penanaman Pembelajaran Pendidikan Karakter - Berbasis Cerita Melalui

Komik

Yang akan diteliti: Permainan Tradisional –

Karakter Keadilan

Siregar & Lestari (2008) Permainan Tradisional - Kemampuan Matematika

Anak Usia SD Putri (2013)

Permainan Tradisional Jawa – Penyesuaian Sosial Nataliya (2015)

Permainan Congklak – Kemampuan Berhitung

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Penelitian Yang Relevan
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Gambar 3.2 Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan tipe ADDIE
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persoalannya, apa yang dilakukan oleh sebagian dari mereka yang menyebut dirinya ulama itu seperti tak berbeda dari apa yang dilakukan para politisi.. Alih-alih memerankan diri

Sumber daya manusia (SDM) dalam implementasi kebijakan program KUBE-FM di Kabupaten Bantaeng yaitu Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan (selaku perpanjangan tangan dari

Isoglos adalah garis yang terdapat dalam peta bahasa yang membatasi penggunaan bahasa atau dialek yang berbeda, tata bahasa yang digunakan atau cara pengucapan yang berbeda-beda

Dalam organisasi yang menggunakan konsep TQM semua pihak yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organisasi tersebut (pemasok, pelanggan, pesaing,

Bagian Pengkajian dan Pengembangan bertugas melaksanakan kebijakan Direksi dalam bidang pengkajian dan pengembangan serta bidang pengolahan plasma dan kemitraan meliputi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Klinik Hadi Wijaya Kota metro, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengembangan dan pengujian yang telah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Intensitas stres yang dirasakan oleh responden sebelum dilakukan terapi life review (telaah

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN &amp; PERENCANAAN SUB BAGIAN KEUANGAN &amp; UMUM BAGIAN TATA USAHA SEKSI PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN