• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Kajian Pustaka

a. Manfaat Laporan Keuangan

Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang Tujuan dari pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor dan pemakai lainnya, baik yang sekarang dan potensial pada pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis secara rasional. Tujuan kedua pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari prospective penerimaan kas dari deviden atau bunga.

(Scott, 2000) dalam (Purwanti, 2005).

b. Analisis Laporan Keuangan

Analisis Laporan keuangan menurut Harahap (2009:333) adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui

(2)

kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Analisis laporan keuangan adalah metode atau teknik analisis atas laporan keuangan yang berfungsi untuk mengkonversikan data yang berasal dari laporan keuangan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih berguna, lebih mendalam, dan lebih tajam dengan teknik tertentu. Tujuan pokok analisis laporan keuangan adalah menganalisis kinerja di masa yang akan datang.

Dalam menganalisis dan menilai posisi keuangan, kemajuan-kemajuan serta potensi dimasa mendatang, faktor utama yang pada umumnya mendapatkan perhatian oleh para analisis adalah (1) likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi dalam jangka pendek atau saat jatuh tempo, (2) solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, (3) rentabilitas (profitability), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam periode tertentu, serta yang ke (4) yang tidak kalah pentingnya adalah stabilitas dan perkembangan usaha, dan fokus-fokus analisis lainnya (S.Munawir, 2002: 56-57).

Untuk mengetahui tentang empat faktor ini perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Terdapat tiga teknik analisis laporan keuangan yang lazim digunakan, yaitu:

a) Analisis horisontal adalah analisis dengan cara membandingkan neraca dan laporan laba rugi beberapa tahun terakhir secara berurutan.

(3)

Maksudnya untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam neraca maupun laporan laba rugi, sehingga dapat diperoleh gambaran selama beberapa tahun terakhir apakah telah terjadi kenaikan atau penurunan (Sawir, 2005; 46) dalam Endri (2008).

b) Analisis vertikal adalah analisis yang dilakukan dengan jalan menghitung proporsi pos-pos dalam neraca dengan suatu jumlah tertentu dari neraca atau proporsi dari unsur - unsur tertentu dari laporan laba rugi dengan jumlah tertentu dari laporan laba rugi (Sawir, 2005; 46) dalam (Endri, 2008).

c) Analisis rasio menunjukkan hubungan yang relevan dan signifikan antara pos-pos terpilih dari data laporan keuangan. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya (Harahap, 2009: 297).

c. Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Tujuan analisis laporan keuangan (Harahap, 2006:195) adalah sebagai berikut :

1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa.

2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata dari suatu laporan keuangan atau yang berada dibalik laporan.

3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan 4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam

hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan

(4)

komponen intern maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.

5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahrkan model- model dan teori-teori yang terdapat dilapangan seperti untuk prediksi, peningkatan.

6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan

7. Dapat menemukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis

8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya

9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan dan sebagainya.

10. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan dimasa yang akan datang.

Berdasarkan tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan analisis laporan keuangan untuk memberikan pertimbangan yang lebih layakk dan sistematis dalam rangka memprediksi apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, mengingat data yang disajikan laporan keuangan menggambarkan apa yang telah terjadi dan analisis laporan keuangan mengurangi dan mempersempit berbagai ketidakpastian.

(5)

d. Kebangkrutan

Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “failite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar hutangnya disebut dengan Le falli. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failire. Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “bankrupt” dan “bankruptcy”.

Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut Martin dalam Fahkrurozie (2007:15) yaitu:

1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)

Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.

2. Kegagalan keuangan (Financial Distressed)

Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam

(6)

pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.

Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.

Menurut Hanafi (2009: 262), kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam itu apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel (hutang lebih besar dibanding aset). Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau dilikuidasi.

Menurut Toto (2011:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya.

Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu.

Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan.

(7)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, bahwa kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan yang tidak sehat dalam melanjutkan usahanya dikarenakan ketidakmampuan dalam bersaing sehingga mengakibatkan penurunan profitabilitas.

e. Faktor Penyebab Kebangkrutan

Perusahaan yang berada pada Negara sedang mengalami kesulitan ekonomi akan lebih cepat mengalami kebangkrutan, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.

Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, proses kebangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi saja, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya non ekonomi.

Menurut Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.

(8)

Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:

1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus- menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisien ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang- hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal dari factor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi pelanggan, supplier, debitur, kreditur, pesaing ataupun dari pemerintah.

Sedangkan faktor eksternal yang tidak berhubungan langsung dengan

(9)

perusahaan meliputi kondisi perekonomian secara makro ataupun faktor persaingan global.

Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah:

1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.

3. Faktor debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.

4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang- undang no.4 tahun 1998, kreditor bisa memailitkan perusahaan. Untuk

(10)

mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.

5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan.

6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan Negara- negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan.

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Ada beberapa indikator untuk melihat tanda-tanda kesulitan keuangan dapat diamati dari pihak eksternal (Tampubulon, 2005:51), misalnya:

a. Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa periode berturut-turut.

b. Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian.

c. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

d. Pemecatan pegawai secara besar-besaran.

(11)

e. Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.

Sebaliknya, beberapa indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh pihak internal perusahaan adalah :

a. Turunnya volume penjualan karena ketidakmampuan manejemen dalam menerapkan kebijakan dan strategi.

b. Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan.

c. Ketergantungan terhadap utang. Utang perusahaan sangat besar, sehingga biaya modalnya juga membengkak.

Untuk mempelajari dan menilai tentang kecakapan manajemen dapat dilihat dari laporan tahunan, berita keuangan, dan pertemuan para analisis serta komentar dan kritisi dari publik (Tampubolon, 2005: 51). Selain itu, masalah yang berkaitan dengan kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya.

f. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan

Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan. Menurut Hanafi dan Halim (2007:261), informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk:

1. Pemberi Pinjaman

Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan keputusan siapa yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk mengambil kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

(12)

2. Investor

Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.

Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tandatanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

3. Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut.Pemerintah memiliki kepentingan untuk melihat tanda tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan- tindakan yang perlu dilakukan dapat dilakukan lebih awal.

4. Akuntan

Akuntan memiliki kepentingan terhadap informasi kelangsungansuatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concernsuatu perusahaan.

5. Manajemen

Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif

g. Metode-Metode dalam Memprediksi Kebangkrutan

Metode-metode dalam menganalisis dan memprediksi kebangkrutan sangat sangat diperlukan untuk perusahaan dan calon investor. Pada dasarnya, kebangkrutan dapat diprediksi sebelumnya. Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan. Dengan bersumber

(13)

laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan, maka rasio keuangan yang merupakan faktor penting dalam prediksi kebangkrutan dapat diukur dan dihitung. Beberapa metode yang dapat digunakan adalah metode Edward l.

Altman (1968), Gordon Springate (1978), M. Zmijewski (1983). Metode – metode dalam memprediksi kebangkrutan adalah sebagai berikut :

1. Model Altman

Edward I. Altman adalah seorang profesor dan wakil directur di Universitas Salomon Center New York dan Leonard N. Stem School of Business.Dr. Altman dikenal sebagai tokoh penemu teknik statistik untuk memprediksi perusahaan yang mengalami kebangkrutan.Altman mengembangkan analisis z-score sudah hampir 30 tahun yang lalu.Dalam penelitiannya, Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, yang setengahnya adalah perusahaan yang mengalami kebangkrutan.Data yang digunakan berasal dari perusahaan manufaktur dan perusahaan kecil dengan aset yang kurang dari 1 juta dollar tidak dimasukan sampel (Frank Vickers, 2006:64).

Altman memperoleh 22 rasio keuangan, lima diantaranya ditemukan paling berkontribusi pada model prediksi. Melalui pengamatannya, ternyata pada perusahaan yang bangkrut mempunyai nilai Z rata-rata sebesar -0,2599, dan kelompok perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai nilai rata-rata Z sebesar 4,8863. Berdasarkan angka rata-rata tersebut, Altman memilih nilai batas 2,675 (kesalahan klasifikasi minimum) untuk mengklasifikasikan perusahaan. Model tersebut

(14)

digunakan untuk mengklasifikasi ke-66 perusahaan (Sampel) dengan ketepatan 94% jumlah sampel (Arifin, 2007:97)

Berikut ini adalah model Z-score Altman versi 1968 yang merupakan gabungan dari 5 rasio keuangan (Guerard, 2005:36) :

Keterangan:

(X1) = Current assets-Current liabilities/Total Assets (X2) = Retained Earnings/Total Assets

(X3) = Earnings Before Interest and Taxes/Total Assets (X4) = Market Value Equity/Book Value of Total liabilities (X5) = Sales/Total Assets

Altman mengklasifikasikan hasil dari perhitungan tersebut ke dalam cut off point yang telah ditentukan, yaitu :

Jika indeks Z > 2,675 Perusahaan dalam keadaan sehat.

Jika indeks Z = 2,675 Perusahaan dalam kondisi rawan (Grey Area) Jika indeks Z < 2,675 Perusahan berada dalam posisi kesulitan keuangan Berikut ini adalah penjelasan dari variabel-variabel rasio yang terdapat di model Altman:

a. Rasio Working Capital to Total Assets

Rasio working capital to total assets menyajikan informasi tambahan mengenai likuiditas perusahaan, karena rasio ini mengindikasikan persentase dari total aset perusahaan yang digunakan sebagai modal Z = 0,012 (X1) + 0,014 (X2) + 0,033 (X3) + 0,006 (X4) + 0,999 (X5)

(15)

bersih perusahan. Nilai rasio yang tinggi mengindikasikan kondisi likuiditas yang kuat (Baker dan Powell, 2005:50).

b. Rasio Retained Earning To Total Assets

Retained earning to total assets ratio menghitung tingkat profitabilitas perusahaan.Retained earning atau biasa disebut laba ditahan adalah akun yang menginformasikan total pendapatan/kerugian dari investasi yang dilakukan perusahaan. Akun ini juga mengindikasikan saldo keuntungan yang didapatkan.Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio ini karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan (Bell et al., 2013:433).

c. Rasio Earning Before Interest and Tax To Total Assets

Rasio earning before interest and tax to total assets atau disebut juga basic earning power mencerminkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan seluruh investasi yang telah dilakukan perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak (Sudana,2011:23).

d. Rasio Market Capitalization to Book Value of Debt

Rasio Market capitalization to book value of debt digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi bangkrut. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang (Bell et al.,2013:433).

(16)

e. Rasio Sales to Total Assets

Rasio sales to total assets atau disebut juga capital turnover ratio mengukur efektivitas penggunaan seluruh aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin besar rasio ini berarti semakin efektif pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan (Sudana, 2011:22)

2. Model Zmijewski

Zmijewski pada tahun 1984 mengembangkan model prediksi kebangkrutan. Model ini lebih sering digunakan dibandingkan dengan model terkenal seperti z-score Altman. Model Zmijewski dikembangkan berdasarkan sampel besar dari perusahaan New York dan American Stock exchange (Anandarajan et. al., 2004:127). Model ini menyatakan bahwa semakin tinggi angka indeks yang didapatkan perusahaan, maka semakin tinggi perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan.

Sebaliknya semakin rendah tingkat indeks 32 yang didapatkan perusahaan maka perusahaan dinyatakan sehat atau ntidak mengalami kebangkrutan. Berikut ini adalah model yang dikembangkan oleh Zmijewski (Timothy, 2003:25):

Keterangan:

X₁ = Return On Asset atau Return On Investment X₂ = Debt Ratio

X = -4,336 – 4,513X₁ + 5,679X₂ - 0,004X₃

(17)

X₃ = Current Ratio

Dalam model ini, nilai X yang tinggi mengindikasikan probabilitas kebangkrutan perusahaan yang lebih tinggi. Maka nilai cut-off point yang telah ditentukan, yaitu:

Bila X ≥ 0, Perusahaan tersebut diprediksi bangkrut Bila X ≤ 0, Perusahaan tersebut diprediksi tidak bangkrut

Berikut ini adalah penjelasan dari variabel-variabel rasio yang terdapat dalam model Zmijewski:

a. Rasio Return On Assets (ROA)

Rasio return on assets (ROA) atau return on investment (ROI), merupakan rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan, ROA juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya (Kasmir, 2009: 115).

b. Rasio Leverage (Total Liabilities to Total Assets)

Rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Semakin rendah rasio ini semakin baik karena aman bagi kreditor saat likuidasi (Fahmi, 2013:73).

c. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio lancar adalah rasio yang menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar (Keown et al., 2011:77). Menurut John Simon (2004:72), semakin besar rasio ini menunjukan bahwa kemampuan perusahaan

(18)

itu baik dalam menutup hutang jangka pendek dari aktiva lancarnya (yang dapat dikonversikan dalam bentuk cash).

3. Model Springate

Model ini dikembangkan pada tahun 1978 di S.F.U oleh L.V.

Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, dia menggunakan analisis step-wise multiple discriminant untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan terbaik, untuk membedakan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Berikut adalah model yang dikembangkan oleh Springate (Frank Vickers , 2006:67).

Rumus :

Keterangan:

A = Working capital to total asset

B = Net profit before interest and taxes to total asset C = Net profit before taxes to current liability D = Sales to total asset

Nilai skor yang lebih tinggi mengindikasikan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat, sebaliknya nilai skor yang makin rendah mengindikasikan perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan/bangkrut.

Maka nilai cut off point yang telah ditentukan yaitu (Sadgrove Kit, 2005:178):

S = 1.03 A + 3.07 B + 0.66 C + 0.4 D

(19)

Jika S < 0,825 Perusahaan diklasifikasikan bangkrut Jika S > 0,825 Perusahaan diklasifikasikan tidak bangkrut

Model ini memiliki tingkat akurasi sebesar 92,5% dengan menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya. Berikut ini adalah penjelasan variabel-variabel rasio yang terdapat dalam model Springate:

a. Rasio Net Profit Before Taxes to Current Liability

Perusahaan dengan rasio Net profit before interest and taxes to current liability yang rendah menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif. Rasio Net profit before interest and taxes to current liability yang bernilai sangat rendah disebabkan karena profitabilitas perusahaan pada tahun ini mengalami kerugian yang mana terlihat bahwa biaya operasi selalu lebih besar dari laba kotornya (Hafiz dan Dicky, 2012).

Penulis memilih dengan metode Altman Z-Score memiliki banyak kelebihan menurut Hanafi, metode Altman dengan mengetahui nilai z yaitu kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yaitu perusahaan dapat mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaannya. Selain itu, jika nilai z perusahaan termasuk dalam kategori bangkrut atau kritis (Rawan) maka perusahaan masih bisa memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan dengan segera.

Sehingga dengan mengetahui nilai z ini maka kondisi keuangan perusahaan akan semakin kuat dan dapat diantisipasi sedini mungkin (early warning system) sebelum kinerja dan keuangan perusahaan

(20)

dipengaruhi oleh beberapa indikator-indikator kegagalan keuangan perusahaan. Menurut Marisi Purba dan Hanafi apabila perusahaan diprediksi akan bangkrut maka pihak manajemem bisa melakukan perbaikan-perbaikan dengan cepat untuk menghindari kebangkrutan.

Selain itu kelebihan lainnya adalah bahwa model Altman bisa diterapkan untuk perusahaan yang go public atau tidak go public.

seperti yang telah dijelaskan oleh hanafi (2005) bahwa metode Altman adalah metode analisis kebangkrutan yang cocok diterapkan di Indonesia dimana belum banyak perusahaan yang go public dibandingkan dengan negara maju seperti di Amerika Serikat.

h. Kelangsungan Usaha (Going Concern)

Menurut PSAK No. 1 mengenai kelangsungan usaha (2009;10) menyatakan:

“Kemampuann entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha kecuali hendak dilikuidasi, asumsi manajemen adalah bahwa perusahaan akan terus hidup. Jika ada ketidakpastian kelangsungan usaha, manajemen harus mengungkapkannya”.

i. Alasan menggunakan Z-Score sebagai alat analisa

Laporan keuangan dalam suatu perusahaan atau entitas bisnis yang menyajikan data historis keuangan serta posisi perusahaan memang merupakan data yang informative bagi semua pihak yang berkepentingan terhadapnya. Namun untuk mengetahui potensinya terhadap kebangkrutan

(21)

dibutuhkan tidak hanya laporan keuangan tetapi kajian mendalam terhadapnya.

Tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan untuk bertindak. Bila Z-Score perusahaan lebih rendah dari yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangannya untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu.

Pengamatan dimulai dengan menghitung Z-Score dari periode-periode sebelumnya dan dibandingkan dengan skor sekarang. Bila kecendrungannya turun, cobalah pahami apakah yang telah berubah sehingga menghasil rasio- rasio yang menyebabkan skor perusahaan jatu. Memantau kecenderungan Z-Score juga akan membantu mengevaluasi kekuatan perubahan (turn around) perusahaan. Cara lain menganalisis Z-Score adalah membandingkan hasil suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau dengan rata-rata industri dan temukan apakan ada penyimpangan.

Untuk itu digunakan beberapa analisa rasio terhadap laporan keuangan yang benar-benar dapat menunjukkan bahwa entitas bisnis tersebut sehat dan tidak berada dalam posisi bangkrut atau mendekati kebangkrutan. Rasio keuangan sudah banyak digunakan untuk mengkaji posisi keuangan, namun yang kemudian muncul adalah ambiguitas karena setiap ahli keuangan dapat mengatakan bahwa analisa rasio keuangan yang mereka gunakanlah yang paling tepat.

(22)

Data yang digunakan dalam Z-Score adalah : 1. Data laporan keuangan yang terdiri atas : a. Informasi pendapatan sebelum pajak b. Total asset

c. Net sales

d. Market value of ekuitas e. Total liabilities

f. Modal kerja g. Laba ditahan

Neraca dalam laporan keuangan yang disiapkan akan menunjukkan permasalahan potensial yang ada dalam perusahaan.

2. Rasio yang dipakai dalam perhitungan Z-Score mencalup di dalamnya :

d. Likuiditas e. Solvabilitas f. Profitabilitas g. Leverage h. Aktivitas

j. Analisis Z-Score

Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula Z-Score untuk memprediksi

(23)

kebangkrutan dari Altman merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan.

Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi diskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai berikut: (Weston & Copeland, 2004:255) dalam (Iflaha, 2008)

Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5

Pada tahun 1983,1984 model prediksi kebangkrutan dikembangkan lagi oleh Altman untuk beberapa negara, dari penelitian tersebut ditemukan nilai Z, yang dicari dengan persamaan diskriminan sebagai berikut : (Hanafi &

Halim, 2003:275) dalam Iflaha (2008).

Zi = 1,2X1 + 1,4 X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Dalam laporannya Altman mengelompokkan perusahaan menjadi dua kategori, yaitu pailit dan tidak palit. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z rata-rata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0,2599 dan rata-rata untuk perusahaan yang tidak pailit sebesar 4,8863. Sebesar patokan untuk mengklasifikasikan perusahaan yang dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai nilai kritis yang merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan nilai skor Z yang lebih besar dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang tidak pailit dan skor nilai Z yang kurang dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit (Weston & Copeland, 2004:255) dalam Diana Atim Iflaha (2008).

(24)

Masalah lain yang sering dihadapai oleh Altman dalam melakukan penelitian di Indonesia adalah sedikitnya perusahaan Indonesia yang go public. Jika perusahaan tidak go-public, maka nilai pasar menggunakan nilai buku saham biasa dan preferen sebagai salah satu komponen variabel bebasnya, dan kemudian mengembangkan model diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai berikut ini.

Zi = 0,717 X1+0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4+0,998 X5

Z-Score Altman untuk perusahaan perbankan yang telah go public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S.Munawir, 2002: 309):

Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5

Dimana:

X1 = Working Capital to Total Assets (Modal Kerja/Total Aset)

X2 = Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan/Total Aset)

X3 = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi Biaya Bunga/Total Aset)

X4 = Market Value of Equity to Book Value of Total Debts (Harga Pasar Saham Dibursa/Nilai Total Utang)

X5 = Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)

Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

(25)

a) Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

b) 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan.

c) Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.

Kelima rasio inilah yang akan digunakan untuk menganalisis laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar yaitu:

- Rasio Likuiditas yag terdiri dari X1 (Net Working Capital to Total Asset)

- Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 (Retained Earnings to Total Asset) dan X3 (Earning Before Interest and Taxes to Total Asset)

- Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 (Market Value of Equity to Book Value of Total Debt) dan X5 (Sales to Total Asset)

Uraian masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

(26)

a) Modal kerja terhadap total aset (working capital to total assets) digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relative terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indikator lainnya

b) Laba ditahan terhadap total harta (retained earning to total assets) digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.

Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang masih relative muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.

c) Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnyan dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa

(27)

kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, dan terlambatnya hasil penagihan piutang.

d) Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang (market value equity to book value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka panjang.

e) Penjualan terhadap total harta (sales to total assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.

Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan kelanjutan usahanya.

Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan tersebut.

(28)

Menurut BAPEPAM (2005), kelebihan dari hasil Z-Score antara lain:

a) Menggabungkan berbagai resiko keuangan secara bersama-sama.

b) Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan variabel- variabel independen.

c) Mudah dalam penerapan.

Sedangkan kelemahan dari hasil Z-Score (BAPEPAM (2005), antara lain:

a) Nilai Z-Score bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.

b) Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya akan rendah.

c) Perhitungan Z-Score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara sekaligus.

b. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian yang dilakukan di Indonesia, antara lain:

Pada tahun 2005, BAPEPAM untuk proyek peningkatan efisiensi pasar modal membuat studi tentang analisis laporan keuangan secara elektronik dan memasukkan Altman Z-Score sebagai salah satu contoh sistem analisis.

(29)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

NO TAHUN NAMA

PENELITI

JUDUL PENELITIAN

KETERANGAN

1 2005 YULIA

PURWANTI

ANALISIS RASIO KEUANGAN

DALAM

MEMPREDIKSI KONDISI KEUANGAN FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI

BURSA EFEK

JAKARTA

Metode yang digunakan untuk membuktikan apakah benar rasio keuangan (diluar model Altman) berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress adalah regresi logit.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan selain rasio- rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman.

2 2005 APRILIA

NUGRAHENI

ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI POTENSI

KEBANGKRUTAN MELALUI

ALTMAN Z-SCORE DAN

HUBUNGANNYA DENGAN HARGA

SAHAM PADA

PERUSAHAAN

Sampel dalam penelitian ini adalah 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2003. Dua variable yang dikaji dalam penelitian ini adalah Altman Z- Score dan harga saham. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perbankan dan buku-buku yang menunjang.

(30)

PERBANKAN YANG LISTING DI

BURSA EFEK

JAKARTA

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Altman Z-Score dan Korelasi Product Moment dari Pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama lima tahun berturut- turut nilai Z-Score yang dimiliki oleh semua perusahaan perbankan masih dibawah 1,2 sehingga berada diwilayah ketiga yaitu yang

diprediksi mengalami

kebangkrutan. Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa potensi kebangkrutan Altman Z- Score berhubungan dengan harga saham dengan adanya korelasi sebesar 22,6% dengan taraf kepercayaan 95%. Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa Altman Z-Score bisa dterapkan untuk memprediksi potensi kebangkrutan di Indonesia.

3 2008 SINTA

KARTIKA WATI

ANALISIS Z-

SCORE DALAM

MENGUKUR KINERJA KEUANGAN UNTUK

MEMPREDIKSI

Laporan keuanan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan, kinerja serta membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat. Metode penelitian yang

(31)

KEBANGKRUTAN

PADA TUJUH

PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI

BURSA EFEK

JAKARTA

digunakan adalah dengan menggunakan metode Altman Z- Score.

Kesimpulan dari Skripsi ini adalah PT. Gudang Garam Tbk dan PT Kimia Farma Tbk berada pada kondisi sehat, PT. Kalbe FARMA Tbk berada pada kondisi sehat namun sempat berada pada kondisi bangkrut dan grey area. PT.

Ultrajaya Milk Tbk berada pada kondisi gray area dan sempat dikatakan bangkrut. PT.

Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berada pada kondisi grey area dan sempat dikatakan bangkrut. PT.

Mayora Indah Tbk mempunyai kondisi keuangan yang naik turun.

Secara metodologi penggunaan metode Altman Z-Score dapat mengidentifikasi keadaan suatu perusahaan

4 2008 ENDRI PREDIKSI

KEBANGKRUTAN

BANK UNTUK

MENGHADAPI PERUBAHAN LINGKUNGAN BISNIS ANALISIS MODEL Z-SCORE

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan tiga sampel Islam bank Indonesia.

Studi ini berlaku Z-Score Altman Model selama periode2005-2007 dan hasilnya menunjukkan bahwa semua Bank-bank Islam di sampel diperkirakan akan bangkrut.

(32)

Penelitian ini membawa implikasi bagi manajemen bank untuk memperbaiki keuangan kinerja untuk masa depan untuk menghindari prediksi peluang kebangkrutan.

5 2008 ARRY

PRATAMA RUDYAWAN DAN I DEWA NYOMAN BADERA

OPINI AUDIT

GOING CONCERN KAJIAN

BERDASRKAN MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN.

PERTUMBUHAN PERUSAHAAN,

LEVERAGE DAN

REPUTASI AUDITOR

Penilaian going concern harus disampaikan oleh auditor da ditambahkan ke dalam opini audit.

Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah ada keraguan subsansial tentang kemampuan entitas untuk terus beroperasi untuk jangka waktu yang wajar penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model prediksi kebangkrutan altman, perumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor pada kekhawatiran akan opini audit.

Hasilnya menunjukkan bahwa model prediksi kebangkrutan altman mempengaruhi akurasi masalah opini going concern.

Namun, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak melakukannya.

6 2008 DIANA ATIM

IFLAHA

ANALISIS FINANCIAL

DISRESS DENGAN METODE Z-SCORE

Z-Score adalah salah satu instrument yang digunakan untuk memprediksi pekerjaan keuangan dan posisi keuangan dalam

(33)

UNTUK

MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN

(Studi pada

Perusahaan Restoran, Hotel dan Pariwisata yang Listing di Bursa Efek Indinesia Periode 2003-2007)

perusahaan masing-masing.

Pencapaian terburuk keuangan memicu kebangkrutan. Metode yang digunakan untuk menganjurkan metode Z-Score adalah analisis tren. Penelitian yang digunakan perusahaan Sembilan restoran, hotel dan pariwisata yang telah menerbitkan laporan keuangan dalam lima tahun terakhir sebagai objek yang diambil analisis tren menemukan bahwa salah satu perusahaan mengalami berfluktuasi tren. Jadi semua perusahaan berada dalam posisi trend berfluktuasi.

7 2011 GABRIELLA ANALISIS

PREDIKSI

KEBANGKRUTAN PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI

BURSA EFEK

INDONESIA

Prediksi kebangkrutan menggunakan analisis Z-Score Altman dan melihat bagaimana keadaan perusahaan manufaktur secara individu perusahaan maupun secara keseluruhn dengan melihat laporan keuangan perusahaan pada tahun 2009-2010.

*Diolah dari berbagai sumber skripsi dan jurnal

(34)

c. Rerangka Pemikiran

Laporan keuangan perusahaan textil

Analisis prediksi kebangkrutan digunakan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan

Analisis Rasio Keuangan

Analisis Altman (Z- Score) pada perusahaan tekstil

Z – Score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5

X1 = (aktiva lancar – hutang lancar)/total asset X2 = laba yang ditahan/total aset

X3 = laba sebelum bunga dan pajak/total asset

X4 = nilai pasar saham biasa dan preferen/nilai buku total hutang

X5 = penjualan/total aset

Indicator kebangkrutan :

a. Apabila nilai Z-Score kurang dari 1,20 maka perusahaan dalam kondisi bangkrut b. Apabila Z-Score diantara 1,20-

2,90 maka perusahaan rawan bangkrut

c. Dan apabila Z-Score lebih dari 2,90 maka perusahaan tidak mengalami kebangkrutan Rasio likuiditas, rasio

profitabilitas dan rasio aktivitas Penelitian terdahulu :

Yulia Purwanti (2005), Aprilia Nugraheni (2005), Sinta Kartikawati (2008), Ary Pratama Rudyawan dan I Dewa Nyoman Badera (2008)

Hasil Rekomendasi

(35)

Setiap perusahaan memiliki kebijakan dalam aktifitas mereka. Tidak terkecuali dengan perusahaan textil terutama dengan bagian keuangan perusahaan.

Ada berbagai keputusan yang akan diambil tapi sebelum itu pihak perusahaan akan membuat laporan keuangan mereka per periode baik perbulan pertriwulan ataupun pertahun. Dari laporan keuangan inilah akan muncul berbagai pendapat dari stakeholder. Agar perusahaan tetap berjalan dengan baik juga dapat berkembang perusahaan melakukan analisis prediksi kebangkrutan untuk menilai bagaimana perusahaan mereka pada masa sekarang dan bagaimana perusahaan mereka nantinya. Untuk itu maka digunakanlah analisis rasio keuangan dengan pendekatan metode z-score. Dari hasilnya akan diihat bagaimana keadaan setiap perusahaan agar dapat lebih awal mengetahui bagaimana keadaan keuangan mereka.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  NO  TAHUN  NAMA  PENELITI  JUDUL  PENELITIAN  KETERANGAN  1  2005  YULIA  PURWANTI  ANALISIS  RASIO KEUANGAN  DALAM  MEMPREDIKSI  KONDISI  KEUANGAN  FINANCIAL  DISTRESS  PERUSAHAAN  MANUFAKTUR  YANG  TERDAFTAR  DI  BURSA  E

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan tindakan mengacu pada Rencana Kegiatan harian (RKH) yang telah dirancang sebelumnya. Tindakan yang diberikan adalah menyampaikan pembelajaran melalui

belajar aspek pengetahuan pada siswa dengan kecerdasan emosional tinggi lebih baik. daripada siswa dengan kecerdasan emosional sedang maupun rendah, dan hasil

Deskripsi SIngkat MK Mata kuliah ini dirancang untuk membekali pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dengan mengedepankan penguasaan topik utama berupa penguasaan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode diskusi kelompok pada mata pelajaran Desain Interior dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektifitas iklan televisi AXIS versi Liberation Dance diukur dengan EPIC Model.. Metode yang

Berbagai hal yang dapat menjadi sumber stres yang berasal dari pekerjaan pun dapat beraneka ragam seperti beban tugas yang terlalu berat, desakan waktu, penyeliaan

Hipotesis tindakannya adalah penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia materi cerita rakyat pada siswa kelas V SD

Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan penerapan strategi problem based learning dengan hasil belajar matematika siswa