• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Pada tugas akhir ini digunakan dasar-dasar teori yang menjadi landasan utama penelitian, antara lain sebagai berikut :

2.1.1 Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen (oxygen carrier), mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, dan mekanisme homeostasis (Bakta, 2006).

2.1.1.1 Sel Darah Merah (Eritrosit)

Sel darah merah (eritrosit) merupakan salah satu sel darah dengan jumlah paling banyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Sel darah merah matang berbentuk cakram bikonkaf dengan struktur sel yang tidak lengkap. Sel darah merah merupakan. Sel darah merah normal mempunyai volume 80-96 femoliter (1fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 mikron, atau kurang lebih sama dengan inti limfosit kecil (Oehadian, 2012).

Sel darah merah hanya terdiri dari membran dan sitoplasma tanpa inti sel.

Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apusan darah tepi disebut makrositik, sedangkan sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik (Schrier, 2011). Tampilan sederhana citra gambaran darah tepi sel darah merah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(2)

commit to user

Gambar 2.1 Sel Darah Merah (Loffler et. al., 2005) 2.1.2 Anemia

Anemia merupakan kelainan hematologi pada darah yang paling sering dijumpai yang ditandai dengan massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan bentuk sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter.

2.1.2.1 Klasifikasi Anemia

Menurut Schrier (2011), berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu

1. Anemia normokromik, merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah normal dengan MCV normal (antara 80-100 fL).

2. Anemia mikrositik, merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil dengan MCV kurang dari 80 fL.

3. Anemia makrositik, merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL dengan ciri utama bentuk sel yang terlihat lebih besar daripada ukuran sel darah normal pada apusan darah tepi.

Klasifikasi anemia berdasarkan pendekatan morfologi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(3)

commit to user

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Klasifikasi Anemia (Oehadian, 2012).

(a) Anemia Normokromik (b) Anemia Mikrositik (c) Anemia Makrositik 2.1.2.2 Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, dan pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.

Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dengan bentuk abnormal eritrosit yang umumnya terlihat lebih kecil (mikrositik) dan sel pensil (Mehta &

Hoffbrand, 2000). Selain itu juga ditandai dengan besi serum menurun, TIBC (Total Iron Binding Capacity) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sum-sum tulang negatif, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga karena sangat erat kaitannya dengan taraf sosial ekonomi (Bakta, 2006). Citra sel darah merah defisiensi besi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sel darah Defisiensi Besi (Bell et. al., 2012).

(4)

commit to user 2.1.2.3 Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi

Secara umum ada berbagai jenis alur pemeriksaan anemia defisiensi yang biasa dilakukan. Namun secara garis besar pemeriksaan tersebut harus disertai dengan pengambilan keputusan secara subjektif melalui pemeriksaan fisik dan secara objektif melalui pemeriksaan laboratorium. Jika pada pemeriksaan laboratorium diketahui jumlah HB<11, maka dikategorikan sebagai penyakit anemia.

Penentuan diagnosa penyakit anemia defisiensi besi hanya dapat ditegakkan dengan beberapa parameter pemeriksaan yang saling mendukung dan tidak hanya dari parameter pemeriksaan tunggal. Penggunaan parameter untuk penentuan diagnosa adalah sesuai ketetapan dari laboraturiom rumah sakit yang bersangkutan.

Beberapa tahap pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penentuan penyakit anemia defisiensi adalah seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Keluhan Pasien

Pemeriksaan Fisik (tangan, kaki, konjungtiva, dll)

Dicurigai Anemia Defisiensi Besi secara Subjektif

Pemeriksaan

lanjutan Mengetahui Penyebab

Anemia Secara Umum (Secara Objektif)

HB < 11

Anemia Defisiensi Besi

Pemeriksaan GDT

Perhitungan Index Eritrosit

Pemeriksaan Serum Iron (Kadar FE)

Pemeriksaan Feritin

Pemeriksaan Kadar besi di sumsum tulang (Bone Marrow)

Pengobatan

Anemia karena penyebab lain

Pemerikaan HB (darah rutin) secara

Objektif dengan Pemeriksaan Laboraturium

Dengan Diagnosis dari Dokter Sp. PK yang bisa dibantu dengan

sistem komputer

Perhitungan MCV, MCH MHCH, RDW, dll

Kondisi Serum Iron selalu berbanding terbalik dengan TIBC Jika Serum Iron menurun dan TIBC meningkat, maka dikhawatirkan terkena Defisiensi Besi karena TIBC bekerja

keras untuk mengumpulkan sisa-sisa besi yang bisa dikumpulkan

Gambar 2.4 Alur Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi (Dokter Patologi RSUD Karanganyar, 2013)

(5)

commit to user 2.1.3 Citra Digital

Sebuah citra alami adalah distribusi kontinu kecerahan dua dimensional.

Citra sebagai suatu keluaran dari suatu sistem perekaman dapat berupa foto yang bersifat optik, bersifat analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor dan televisi, atau berisfat digital yang dapat langsung disimpan pada pita magnetik. Citra digital terdiri dari elemen dalam jumlah yang terbatas dengan setiap elemen tersebut memiliki lokasi dan nilai khusus, antara lain, elemen gambar, pel, dan piksel (Gonzalez dan Woods, 2010).

2.1.3.1 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan Citra merupakan cara pemrosesan Citra dengan menggunakan perangkat komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Pengolahan Citra umumnya diterapkan untuk melakukan pemodifikasian, pengubahan, penggabungan maupun perbaikan kualitas Citra. Pada pengolahan Citra, yang menjadi disiplin dalam pemrosesan gambar adalah input dan output (Gonzalez dan Woods, 2010).

2.1.3.1.1 Pengolahan Warna a. Citra RGB (True Color)

Sebuah warna didefinisikan dengan jumlah intensitas pokok yang terdiri dari warna pokok RGB (Red, Green and Blue) yang diperlukan untuk membuat suatu warna. Pada kondisi setiap warna piksel RGB (triplet dari warna merah, hijau dan biru), kedalaman warnanya adalah 24bit untuk 3 lapis citra dengan jumlah bit setiap lapisnya yang memiliki intensitas nilai maksimum 255 atau sama dengan 8 bit (Prasetyo, 2011).

b. Citra Grayscale

Derajat keabuan citra merupakan representasi citra dengan hanya menggunakan warna abu-abu (grey) yang berbeda intensitasnya. Citra abu-abu dapat dihasilkan dari citra RGB dengan cara mengalikan ketiga komponen warna pokok RGB dengan suatu koefisien yang jumlahnya satu (Usman, 2005).

Y = a.R+b.G+c.B (1)

(6)

commit to user c. Citra Biner

Citra biner (binary image) adalah Citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Citra biner direpresentasikan dengan hanya dua intensitas warna pada tiap pikselnya yaitu 0 dan 1, dimana nilai 1 mewakili warna hitam dan nilai 0 mewakili warna putih. Pada Citra biner, piksel–piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar belakang bernilai 0 (Munir, 2007). Representasi citra biner diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Gambar huruf ‘B’ dan representasi biner dari derajat keabuannya (Munir, 2007).

2.1.4 Deteksi Tepi Canny

Operator canny merupakan operator yang sangat powerfull yang dihasilkan oleh fungsi edge.Operator canny menggunakan Gaussian Devirative Kernel untuk menyaring kegaduhan dari citra awal untuk mendapatkan hasil deteksi tepi yang halus. Metode ini menggunakan dua treshold untuk mendeteksi tepi yang lemah dan kuat dan memasukkan tepi lemah dalam output hanya jika tepi tersebut terhubung ke tepi yang kuat (Prasetyo, 2011).

Metode ini dijelaskan secara ringkas sebagai berikut (Prasetyo, 2011) :

1. Citra dihaluskan menggunakan filter Gaussian dengan standar deviasi yang ditentukan, , untuk mengurangi noise.

2. Gradien lokal, g(x,y)= 1/2, dan arah tepi, ( ) ( ), dihitung pada setiap titik. Titik tepi didefiniskan sebagai titik dimana kekuatan secara lokasi maksimum dalam gradien.

(7)

commit to user

3. Titik tepi digunakan dalam langkah (2) memberikan kemunculan terhadap pertemuan dua permukaan yang melerang (rigde) dalam jarak gradien citra, alhoritma kemudian melacak sepanjang puncak ridge dan memberi nilai nol semua piksel yang sebenarnya tidak berada diatas puncak ridge sehingga memberikan sebuah garis tipis dalam keluarannya. Proses ini disebut nonmaximal suppression. Piksel ridge kemudian di-treshold menggunakan dua treshold, T1 dan T2, dengan T1<T2. Piksel Bridge dengan nilai yang lebih besar daripada T2 disebut dengan piksel tepi yang “kuat”. Piksel ridge dengan nilai di antara T1 dan T2 disebut piksel tepi “lemah”.

4. Akhirnya, algoritma melakukan linking tepi dengan menemani piksel lemah yang 8-connected menjadi piksel kuat.

2.1.5 Operasi Morfologi

Landasan yang mendasari morfologi digital adalah kenyataan bahwa pada sebuah citra digital mengandung serangkaian piksel-piksel yang membentuk sekumpulan data 2 dimensi. Persamaan matematika tertentu pada serangkaian piksel dapat digunakan untuk meningkatkan aspek dari bentuk dan struktur sehingga dapat lebih mudah dikenali (Usman, 2005). Pada dasarnya ada dua operasi dasar dalam operasi morphological processing, yaitu operasi erosi dan dilasi.

2.1.5.1 Erosi

Erosi merupakan operasi perpaduan sebuah citra asli dengan sebuah struktur khusus yang biasa disebut dengan strel. Erosi biasanya digunakan untuk menghapus ataupun mengurangi piksel-piksel (memperkecil ukuran) suatu objek citra. Pada citra biner, operasi erosi akan menghapus piksel-piksel pada lapisan terluar objek. Operasi erosi antara citra A dengan strel B dituliskan dengan AƟB dimana A dan B adalah himpunan dari Z2 dan dapat didefiniskan sebagai berikut (Gonzales dan Woods, 2010).

{ ( ) } (2)

(8)

commit to user

Persamaan tersebut menjelaskan bahwa erosi terjadi antara citra A oleh strel B terdiri atas semua titik z = (x, y) dimana (B)z ada di dalam himpunan A. Untuk melakukan erosi, B digeser sedemikian hingga di dalam A tepat pada tepinya dan dicari pada bagian mana saja B bebar-benar ada di dalam A. Untuk kondisi yang memenuhi syarat tersebut maka area yang bersesuaian dengan B perlu ditandai.

Operasi erosi A oleh B dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.

(a) (b) (c)

Gambar 2.6 Operasi erosi A oleh B (Nixon & Aguado, 2008) (a) Citra asli A (b) Strel (c) Hasil operasi erosi A oleh B 2.1.5.2 Dilasi

Operasi dilasi merupakan kebalikan dari erosi.Dilasi menggabungkan titik- titik latar (0) menjadi bagian dari suatu objek (1) berdasarkan structuring elemen (strel) yang digunakan. Operasi ini juga bisa disebut dengan operasi penebalan.

Dilasi antara citra A dengan strel B dituliskan dengan A B dimana A dan B adalah himpunan dari Z2 dan dapat didefiniskan sebagai berikut (Gonzales dan Woods, 2010).

{ ( ̂) } (3)

Ini berarti bahwa untuk setiap area di luar tepi citra A akan dilakukan translasi atau pergeseran. Kemudian menggabungkan seluruh hasilnya (union) dengan hasil translasi strel B yang secara matematis dituliskan sebagai.

{ ( ̂) } (4)

(9)

commit to user

Pada proses operasi dilasi A oleh B pada Gambar 2.7, ditampilkan fungsi seperti perluasan pada citra A oleh strel B sehingga dapat menutup lubang kecil pada tepi objek citra B.

(a) (b) (c)

Gambar 2.7 Operasi dilasi A oleh B (Nixon & Aguado, 2008) (a) Citra asli A (b) Strel (c) Hasil operasi dilasi A oleh B 2.1.6 Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri terdiri atas peta vektor pengamatan meliputi struktur berbasis metode untuk mendeteksi struktur gambar seperti tepi, garis, sudut, lingkaran, elips, dll.Tujuan utama dari ekstraksi ciri adalah untuk mereduksi dimensi data dengan tetap mempertahankan ciri khas atau informasi yang terkandung di dalam data tersebut (Warni, 2009).

Pada tugas akhir ini, ada beberapa komponen yang menjadi ciri yang sebagai pembanding serta alat hitung untuk menentukan klasifikasi deteksi anemia.

1. Jumlah sel normal

Jumlah sel normal dihitung dengan pengukuran jumlah sel hasil segmentasi yang sesuai dengan bentuk dan ukuran sel darah merah normal dalam ukuran mikroskopik, yaitu dengan diameter 7-8 mikron. Ukuran tersebut dikonveri ke satuan piksel dengan batasan kebundaran sel sebagai faktor bentuk yang dihitumg dengan rumus (Veluchamy et al, 2012).

(5)

(10)

commit to user 2. Jumlah sel ciri anemia defisiensi besi

Sel ciri anemia defisiensi besi yang lazim digunakan sebagai ciri adalah sel mikrositik dan sel pensil. Jumlah sel mikrositik dihitung dengan mengukur seberapa banyak sel mikrositik, yaitu sel yang ukurannya lebih kecil daripada sel normal.Jumlah sel pensil dihitung berdasarkan banyaknya jumlah sel yang berbentuk elips yang diklasifikasikan berdasarkan nilai kebundaran dan nilai major axis (garis panjang) dan minor axis (garis pendek) dari objek hasil segmentasi.

2.1.7 Alat Ukur Evaluasi

Menurut Han dan Kamber (2011), confusion matrix adalah alat yang berguna untuk menganalisis seberapa baik classifier mengenali tuple dari kelas yang berbeda. TP dan TN memberikan informasi ketika classifier benar, sedangkan FP dan FN memberitahu ketika classifier salah. Contoh penerapan confusion matrix disajikan pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.8 Contoh penerapan confusion matrix (6) (7)

(8) Keterangan :

TP (True Positive) : jumlah data benar yang terdeteksi benar TN (True Negative) : jumlah data salah yang terdeteksi salah FP (False Positive) : jumlah data benar yang terdeteksi salah FN (False Negative) : jumlah data salah yang terdeteksi benar

(11)

commit to user 2.2 Penelitian Terkait

Berikut ini merupakan uraian dari penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan segmentasi citra, pengenalan pola, dan anemia defisiensi besi.

1. Deteksi & Klasifikasi Penyakit Anemia (Defisiensi Besi, Hemolitik, dan Hemoglobinopati) Berdasarkan Struktur Fisis Sel Darah Merah Menggunakan Pengolahan Citra Digital (Riyanti, 2009)

Riyanti melakukan pendeteksian dan pengklasifikasian penyakit anemia berdasarkan struktur fisis sel darah merah. Penelitian ini dilakukan melibatkan proses segmentasi dengan pengolahan warna, deteksi tepi dan operasi morfologi dengan analisis dua parameter, yaitu bentuk dan warna sel. Simulasi pendeteksian dan pengklasifikasian penyakit anemia pada penelitian ini menggunakan software Matlab 7.6 dan menggunakan data uji sebanyak 32 citra dari 3 kelas yang berbeda dengan sebanyak 20 citra latih, diantaranya anemia defisiensi besi, hemolitik dan hemoglobinopati. Analisis citra digunakan dengan membaca informasi warna sel tiap layercitra dan bentuk selnya, kemudian hasilnya dibandingkan dengan deteksi manual dan diperoleh rata-rata tingkat akurasi sebesar 83,6% dengan akurasi untuk anemia defisiensi besi sebesar 85%.

2. Red Blood Cells Extraction and Counting (Neatpisarnvanit et. al., 2008)

Neatvisarnvanit dan rekannya membahas tentang perhitungan sel darah dilihat dari pemeriksaan laboraturium dan mikroskop. Poin penting yang ditonjolkan dalam penelitian ini adalah untuk memperlihatkan keefektifan penggunaan metode pengolahan citra digital untuk mendeteksi sel darah merah normal dengan menggunakan gambar apusan darah dari mikroskop. Data yang diteliti adalah adalah sel sabit darah merah dan sel darah putih yang dianalisis dan diklasifikasikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari metode yang diaparkan didapatkan hasil 86% sensitivitas, 76% spesifisitas dan 74% akurasi.

(12)

commit to user

3. Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eitrosit) Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan (Warni, 2009)

Warni membuat suatu sistem yang dapat menentukan morfologi normal dan abnormal sel darah merah pada citra digital. Citra darah yang digunakan sebagai bahan penelitian berasal dari lembaga penelitian ABX Montpelle Perancis dengan 105 sampel citra latih dan 70 sampel citra uji. Penelitian dilakukan secara bertahap dengan pengolahan citra digital, ekstraksi ciri dan identifikasi dengan jaringan syaraf tiruan untuk pelatihan dan pengenalan. Proses pengenalan dilakukan dengan membandingkan hasil ekstraksi ciri dengan pola data referensi.

Keakuratan data yang dijadikan sebagai pola data referensi adalah 100%, sedangkan untuk citra uji adalah 60%-90% dengan rata-rata keakuratan sebesar 73,33%.

4. Red Blood Cells Clasification Using Image Processing (Jambhekar, 2011) Jambhekar mengkaji diagnosis otomatis sel darah merah dan menjelaskan metode untuk mengklasifikasikan berbagai bentuk sel darah merah dengan menggunakan teknik pengolahan citra. Penelitian ini juga mengklasifikasikan struktur sel darah merah dengan deteksi tepi dan segmentasi sebagai teknik utama pengolahan citra yang digunakan. Gambar sel darah merah yang ditangkap melalui mikroskop, diplot pada slide kaca atau direkam dari Scanning Electron Microscope. Penelitian ini memberikan cara untuk mengklasifikasikan struktur yang berbeda dari Red Blood Cell (RBC) dengan bantuan berbagai metode pengolahan citra. Pada proses pengujiaan diperoleh nilai akurasi sebesar 81% dengan data sebanyak 92 gambar dengan keberhasilan ekstraksi sel darah merah sebanyak 42 data, dan gambar dengan keberhasilan ekstraksi sel darah putih sebanyak 12 data.

(13)

commit to user 2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang dilakukan penulis berpedoman pada penelitian terkait yang telah diuraikan sebelumnya. Konsep penelitian yang digunakan penulis saling berkaitan dengan konsep pada penelitian sebelumnya. Penjabaran konsep penelitian sebelumnya dan konsep yang diambil dan mendasari penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada matriks penelitian pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Matriks penelitian

No. Judul Penelitian Konsep dalam penelitian sebelumnya

Konsep yang diambil dalam

penelitian ini 1. Deteksi &

Klasifikasi Penyakit Anemia (Defisiensi Besi, Hemolitik, dan Hemoglobinopati) Berdasarkan Struktur Fisis Sel Darah Merah Menggunakan Pengolahan Citra Digital

Latar belakang : Perbedaan analisis dan ketelitian dokter yang lain pada pemeriksaan preparat darah.

Metode : Pengolahan bentuk dan warna citra sel darah merah untuk mempercepat deteksi dan

klasifikasi Anemia Defisiensi Besi, Hemolitik, dan Hemoglobinopati.

Melakukan deteksi Anemia Defisiensi besi dengan pengolahan citra berdasarkan bentuk dan ukuran sel.

(14)

commit to user

Tabel 2.1 lanjutan. Matriks penelitian

No. Judul Penelitian Konsep dalam penelitian sebelumnya

Konsep yang diambil dalam

penelitian ini 2. Red Blood Cells

Extraction and Counting

Latar belakang : Penggunaan metode pengolahan citra digital untuk deteksi sel darah merah normal yang belum diketahui keefektifannya.

Metode : Image Processing dengan menghitung nilai sensitivity,

specificity, dan accuracy untuk mendeteksi dan menganalisa sel darah normal secara efektif.

Menghitung dan mengklasifikasi sel darah merah normal pada gambar apusan darah dengan nilai sensitivity,

specificity, dan accuracy.

3. Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eitrosit) Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan

Latar belakang : Penentuan morfologi sel darah merah normal dan abnormal.

Metode : Deteksi tepi canny dan ekstraksi ciri dengan jaringan syaraf tiruan untuk menentukan morfologi sel darah merah normal dan abnormal dengan sistem.

Menerapkan

deteksi tepi canny dan ekstraksi ciri sel darah merah untuk menentukan morfologi sel

normal dan

abnormal.

(15)

commit to user

Tabel 2.1 lanjutan. Matriks penelitian

No. Judul Penelitian Konsep dalam penelitian sebelumnya

Konsep yang diambil dalam

penelitian ini 4. Red Blood Cells

Clasification Using Image Processing

Latar belakang : Diagnosis sel darah merah dan metode untuk mengklasifikasikan berbagai bentuk sel darah merah.

Metode : deteksi tepi berdasarkan gradien dan ekstraksi fitur untuk mengklasifikasikan perbedaan bentuk dan struktur sel darah merah pada proses diagnosis otomatis sel

Mengklasifikasikan perbedaan bentuk sel darah merah dengan ekstraksi fitur sel.

Penulis melakukan segementasi sel darah merah dengan operasi deteksi tepi dan operasi morfologi untuk melakukan klasifikasi sel normal dan abnormal guna mendeteksi penyakit anemia defisiensi besi. Perbedaannya adalah pada jumlah deteksi penyakit anemia serta parameter perhitungan sel yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Parameter ekstraksi ciri dan cara pengambilan keputusan pada penelitian ini adalah dengan saran dan persetujuan oleh dokter patologi. Penulis juga melakukan perhitungan dengan confusion matrix untuk menganalisa keberhasilan penggunuaan metode pada sistem yang dibuat.

Gambar

Gambar 2.1 Sel Darah Merah (Loffler et. al., 2005)  2.1.2 Anemia
Gambar 2.2 Klasifikasi Anemia (Oehadian, 2012).
Gambar 2.4 Alur Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi  (Dokter Patologi RSUD Karanganyar, 2013)
Gambar 2.5 Gambar huruf ‘B’ dan representasi biner dari derajat  keabuannya (Munir, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesamaan ini berarti bahwa instrumen adalah bagian yang sangat penting dalam teknik menguasai dengan tangan kiri dan kanan (tangan kiri digunakan untuk membuat nada suara pada

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli kapsul cacing menurut Fatwa MUI Perspektif BPOM studi kasus di desa 15 Polos

IV.1.3 Banyaknya SD negeri dan swasta dirinci Menurut sekolah, ruang kelas murid dan guru Per kecamatan dalam kota Jambi tahun ajaran..

Data primer yang di dapat berupa laju infiltrasi air ke dalam tanah dan nilai laju infiltrasi sebelum dan sesudah adanya lubang resapan biopori dan jumlah lubang resapan

Dengan hati yang tulus dan penuh rasa syukur yang takkan sirna atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta berkahnya kepada jerih payah dan pengharapan keuda

Diperoleh pompa sebanyak 4 buah yang beroperasi pada saat muka air kolam tampung mencapai ketinggian 1 m dan dimatikan pada saat ketinggian 0,4 m.. Analisa

Pada poligon jenis ini kurang baik untuk kerangka dasar sebab cara perhitungannya sangat sederhana karena tidak ada hitungan koreksi baik koreksi sudut maupun

Materi Debat Bahasa Indonesia Siswa SMK Tingkat Nasional Tahun 2016 adalah isu-isu yang aktual tentang kebahasaan dan tentang hal umum yang ada di masyarakat. Isu-isu