• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "commit to user BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati. Sumber daya alam merupakan unsur-unsur lingkungan hidup alami, baik hayati maupun (non hayati) yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya. Sumber daya alam dimasukkan dalam kategori hayati apabila terdiri dari unsur-unsur hidup seperti tumbuhan, satwa, dan mikroorganisme sedangkan sumber daya non hayati berasal dari unsur-unsur mati seperti batu, tanah,air, udara, dan lain-lain. Sumber daya alam hayati merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam karena baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti.

Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati yang ada di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.1

Sumber daya hutan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, hal ini dilandasi dengan fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan tropis terluas di dunia. Luasnya hutan tropis yang dimiliki telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu wilayah strategis dalam mewujudkan peran penyanggah bagi kelangsungan kehidupan ekosistem di planet bumi seperti regulator air, sebagai paru paru dunia, penyerap emisi gas gas polutan penyebab efek rumah kaca, pencegah terjadinya perubahan iklim dunia secara radikal dan sumber plasma nutfah.2

1Ekosistem adalah satu kesatuan unsur-unsur yang ada di alam yang terdiri atas unsur biotik dan abiotik dimana terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

2 Idin Saepudin Ruhimat, Implementasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten Banjar, Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 7, No. 3, Desember 2010: 169-178

(2)

commit to user

2 Hal yang sama dikatakan juga oleh Robert W. Malmsheimer dan kawan kawan bahwa: “Forests can both prevent and reduce GHG emissions while simultaneously providing essential environmental and social benefits, including clean water, wildlife habitat, recreation, forest products, and other values and uses.”3 (Hutan dapat mencegah dan mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus penting bagi penyediaan lingkungan dan manfaat sosial, termasuk air bersih, habitat satwa liar, rekreasi, hasil hutan, dan nilai-nilai serta kegunaan lainnya).

Indonesia dijuluki sebagai Mega Biodiversity Country atau negara yang memiliki keanekaragaman daratan hayati yang sangat tinggi.

Keanekaragaman hayati di Indonesia sebanding dengan Brasilia yang luas daratannya 5 kali lebih besar dari daratan Indonesia.4 , Indonesia memiliki sekitar 400 spesies pohon, 25.000 spesies tumbuhan berbunga, 1.519 spesies burung, 515 spesies mamalia, 600 spesies reptilia, dan 270 spesies amphibia.5 Selain itu sebagai bagian terbesar di kawasan Indo Malaya, Indonesia merupakan salah satu dari 12 pusat distribusi keanekaragaman genetik tanaman atau yang lebih dikenal sebagai Vavilov Centre.6

Meskipun luas daratan Indonesia hanya sekitar 1,32 persen dari luas daratan dunia, ternyata bila dibandingkan dengan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang ada di dunia, Indonesia memiliki sekitar 10 persen dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 persen dari total jenis binatang menyusui (mamalia), 16 persen dari total jenis reptilia dan amfibia, 17 persen dari total jenis burung, 15 persen dari total jenis serangga, serta 25 persen dari total jenis ikan. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas yang tinggi di Indonesia tersebut karena wilayah ini didukung oleh adanya 47 jenis ekosistem yang

3 Robert W. Malmsheimer, Patrick Heffernan, Steve Brink, Douglas Crandall, Fred Deneke, Christopher Galik, Edmund Gee, John A. Helms, Nathan McClure, Michael Mortimer, Steve Ruddell, Matthew Smith, and John Stewart, Forest Management Solutions for Mitigating Climate Change in the United States, Journal of Forestry, April/May 2008, 119

4.Widada, dkk, Sekilas tentang Konservasi Sumber Daya Alama Hayati dan Ekosistemnya, Biodiversity Conservation Project, 2003, Bogor. hlm. 35

5Departemen Kehutanan, Informasi Umum Kehutanan, 2002, Departemen Kehutanan, Jakarta, 2002, hlm.1-2.

6http://biogen.litbang.deptan.go.id/wp/wpcontent/uploads/downloads/2012/05/agrobio 5_1_14-20.pdf, Diakses Tanggal 15 Oktober 2012 Pukul 22.30 WIB

(3)

commit to user

3 berbeda.7 Indonesia merupakan rumah hutan hujan terluas di kawasan Asia dan rumah dari hampir 30 ribu spesies tumbuhan.8

Keragaman ekosistem hutan tersebut dimulai dari ekosistem hutan tropis daratan rendah, dataran tinggi sampai dengan hutan rawa air tawar, bakau (mangrove) dan gambut. Selain itu Indonesia menduduki peringkat ke delapan dari sepuluh negara yang diklaim yang memliki hutan terluas di dunia. Adapun kesepuluh negara yang terluas hutannya tersebut diantaranya:

1. Federasi Rusia luas wilayah 1.688,9 juta hektar, dengan luas hutan 809 juta hektar.

2. Brasil, luas wilayah 845,9 juta hektar, dengan luas hutan 478 juta hektar.

3. Kanada, luas wilayah 922,9 juta hektar, dengan luas hutan 310 juta hektar.

4. Amerika Serikat, luas wilayah 915,9 juta hektar, dengan luas hutan 303 juta hektar.

5. Cina, luas wilayah 932,7 juta hektar, dengan luas hutan 197 juta hektar.

6. Australia, luas wilayah 768, 2 juta hektar, dengan luas hutan 164 juta hektar.

7. Republik Demokrat Congo, luas wilayah 226,7 juta hektar, dengan luas hutan 134 juta hektar

8. Indonesia, luas wilayah 181,2 juta hektar, dengan luas hutan 88 juta hektar.

9. Peru, luas wilayah 128 juta hektar, dengan luas hutan 69 juta hektar.

10. India, luas wilayah 297,3 juta hektar, dengan luas hutan 68 juta hektar.9

Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan hidup.10 Sebagaimana diamanatkan dalam landasan konstitusional Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

7. Widada, dkk, Op.cit hlm.25-26.

8.http://top10.web.id/alam/top-10-negara-dengan-hutan-terbesar, Diakses Tanggal 10 November 2012 Pukul 19:32 WIB

9 . Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hlm. 2

10 Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi penyelesaian sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 6

(4)

commit to user

4 sebesar-besar kemakmuran rakyat”11 Untuk itu dalam kedudukannya hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan harus dijaga kelestariaannya, maka penyelenggaran kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan berkeadilan dan berkelanjutan, sehingga penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia serta bertanggung gugat.

Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, tetapi negara memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan, mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan- perbuatan hukum megenai kehutanan.12 Pemerintah mempunyai wewenang memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan, namun untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis Pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.13

Hutan dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, yang berperanan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.

Perbuatan dan tindakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan di satu sisi akan memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia. Namun apabila pengelolaan dan pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara sedemikian rupa

11 Lihat Pasal 33 ayat (3), Undang Undang Dasar 1945

12Lihat Pasal 4 ayat (2), Undang-undang nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

13 Ibid, Penjelasan paragraf ke- 4

(5)

commit to user

5 sehingga menimbulkan kerusakan hutan, maka hal itu akan menimbulkan kerugian bagi umat manusia.14

Oleh karena itu diperlukan seperangkat hukum yang mengatur pemanfaatan dan pengelolaan hutan serta diperlukan peran negara dalam pengelolaan hutan agar tetap lestari, dengan adanya hukum yang mengatur dan melindungi hutan, maka diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kerusakan hutan, yang berimplikasi luas terhadap lingkungan hidup yang selaras.15

Pemanfaatan dan pengelolaan sektor kehutanan dalam perkembangannya menjadi salah satu bagian terpenting dari lingkungan hidup menjadi sorotan bukan hanya secara nasional akan tetapi mennjadi isu global. Perhatian dunia dalam tingkat global tampak dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio de Janero pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992 yang juga merupakan peringatan 20 tahun Konferensi stockholm 1972. Konferensi tersebut dinamakan United Nations Conference on Enviroment and Devolopment (UNCED). Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janero ini menghasilkan suatu konsensus tentang beberapa bidang penting diantaranya tentang prinsip prinsip kehutanan (forest principle).16 Prinsip atau kesepakatan tersebut mengikat secara hukum dimana semua anggotanya wajib mengembangkan usaha-usaha pelestarian keanekaragaman hayati, baik dengan perumusan kebijakan pembangunan negaranya maupun pada semua aksi atau program- programnya.

Kesepakatan ini menpunyai tiga tujuan utama, yakni:

1. Perlindungan ragam hayati;

2. Pemanfaatan ragam hayati secara berkelanjutan;

14Suriansyah Murhaini, Hukum kehutanan: Penegakan Terhadap Kejahatan di bidang Kehutanan, Cetakan Kedua, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2012, hlm. 11

15 Loc.Cit

16IGM. Nurdjana, Teguh Prasetyo, Sukardi, Korupsi dan Illegal Loging Dalam Sistem Desentralisasi, cetakan ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 3

(6)

commit to user

6 3. Sumbangan keuntungan dari produk-produk baru yang dibuat dari jenis-

jenis liar atau domestik, yakni mengenai hak dan kepemilikan (properties rights) 17

Prinsip prinsip tentang kehutanan ini yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 167, Tambahan Lembaran Negara nomor 3888).18 Hal tersebut dapat dilihat dalam konsideran butir a Undang undang tersebut bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.19 Sedangkan pengaturan kawasan hutan konservasi ditetapkan melalui Undang Undang nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekositenya Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara Nomor 3419) .

Pengelolaan sektor kehutanan merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan tidak dapat dipisahkan dari politik hukum nasional. Padmo Wahyono dalam Bernard L. Tanya merumuskan bahwa politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.20 Sebagaimana

17 Widada, dkk, Op.Cit, hlm. 89

18 Sukardi, Illegal logging: Dalam Perspektif Politik Hukum Pidana (Kasus Papua), Cetakan Pertama, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2005, hlm. 3

19 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah Undang- Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan , huruf a. konsideran

20 Bernard L. Tanya, Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bangsa, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 3

(7)

commit to user

7 disampaikan oleh Adi Sulistiyono yang dikutip dari Budiono Kusumohamidjojo bahwa sebetulnya, politik hukum tidak lebih merupakan perumusan kebijakan kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan serta pengembangan hukum sebagai pengejawantahan dari konstitusi.21 Selanjutnya Mahfud Md mengatakan :

Bahwa politik hukum nasional dapat dilihat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menetapkan secara terus menerus menerus dari waktu kewaktu. Didalam GBHN Tahun 1993, misalnya terdapat garis kebijaksanaan tentang ini antara lain, pada Bab II, E.5 (tentang sasaran bidang hukum) yang berbunyi : Terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap, bersumberkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan hukum dan pertimbangan hukum yang mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh aparatur hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang ada dan taat hukum. 22

Saat ini Politik hukum Indonesia termuat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) 2005-2025, RPJN memberikan arah sekaligus acuan seluruh komponen bangsa di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi dan misi.23 Demikian juga dengan pengeloaan sektor kehutanan adalah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Pembangunan kehutanan sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan memiliki posisi strategis terutama dalam kerangka pembangunan jangka panjang, karena berkaitan langsung dengan berbagai aspek pembangunan tingkat lokal, daerah, nasional, dan bahkan internasional. Aspek-aspek pembangunan dimaksud pada dasarnya adalah menyangkut upaya-upaya mengoptimalkan pendayagunaan fungsi- fungsi ganda dari hutan dan kehutanan yang bertumpu pada kawasan hutan yang menyebar seluas lebih kurang 72 % dari luas wilayah daratan Indonesia,

21 Adi Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press), Surakarta, 2007, Hlm. 51

22 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers Divisi Buku perguruan Tinggi, Raja Grafindo Persada, Cetakan ke 4 Jakarta, 2011, hlm. 18

23 Baca poin 4 Misi Pembangunan Nasional dalam RPJN 2005-2025.

(8)

commit to user

8 atau sekitar 143,970 juta ha yang terbagi menjadi hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi dan sebagainya.24

Menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2009 Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosferbumi yang paling penting.25

Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan , Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.26 Hutan mempunyai dua fungsi pokok yakni fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.

Fungsi ekologis hutan mengisap karbon dari udara dan mengembalikan oksigen bersih kepada manusia, makanya hilangnya hutan berarti udara bumi semakin panas (global warming). Hutan juga sebagai tempat hidup berbagai tumbuh tumbuhan, hewan dan jasad renik lainnya. Semua bahan yang dimakan berasal dari flora dan fauna yang plasma nuftahnya berkembang di hutan. Semua obat yang menyembuhkan penyakit juga berasal dari hasil plasma nuftah hutan. Sebagai fungsi ekonomis, manusia telah memanfaatkan hutan dari generasi ke generasi. Manusia telah memanfaatkan hutan dengan mengambil hasil hutan, terutama kayu. Mulai dari sekedar kayu bakar untuk

24 Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 hlm 49

25 Wikepedia Ensiklopedia Bebas, 2009

26 Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentan tentang Kehutanan

(9)

commit to user

9 kepentingan sendiri sampai kayu ramin, meranti, ulin, jati, atau hasil hutan sebagai penghasil devisa negara27.

Menurut laporan Departemen Kehutanan (Dephut RI), 30 juta penduduk di sekitar hutan mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan dengan berbagai strategi ekonomi tradisional seperti perladangan padi berpindah, memancing, berburu, menjual kayu dan mengumpulkan hasil hutan non kayu (terutama rotan dan madu).28

Dilihat dari manfaatnya, hutan mempunyai manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan/ dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan antara lain kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan, getah, buah buahan, madu dan lain lain. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri.29

Lebih lanjut dikatakan ada delapan manfaat hutan secara tidak langsung seperti berikut ini: dapat mengatur tata air, dapat mencegah terjadinya erosi, dapat memberikan manfaat kesehatan, memberi rasa keindahan, dapat memberikan manfaat disektor pariwisata, dapat memberikan manfaat di bidang pertahanan dan keamanan, dapat menampung tenaga kerja, dapat menambah devisa negara.30

Optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan hutan maupun kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan memegang prinsip bahwa semua hutan dan kawasan hutan harus dikelola dengan tetap memperhatikan sifat karakteristik dan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi , fungsi lindung dan fungsi produksi. Oleh karena itu setiap

27 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan: Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya, edisi pertama, catakan ketiga, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta,1995, hlm 3.

28 Josias Simon Runturambi, Sisi Kriminologi Pembalakan Hutan Illegal: Suatu Telaah Awal, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 3, No. I, Juni 2003: 13-20

29 Salim HS, Dasar Dasar Hukum Kehutanan, edisi revisi, cetakan keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 46-47

30 Loc.Cit

(10)

commit to user

10 bentuk pengelolaan hutan dan kawasan hutan harus selalu memperhatikan salah satu fungsi pokok tersebut.

Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tentang Kehutanan, hutan dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan fungsi pokoknya yaitu:

1. Hutan konservasi,

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

2. Hutan lindung dan

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

3. Hutan produksi.

Hutan produksi adalah merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.31

Menurut Tim WWF Indonesia penunjukan suatu kawasan hutan sebagai kawasan konservasi harus memiliki satu atau lebih ciri-ciri sebagai kawasan dengan nilai konservasi tinggi (high value conservation forest) dengan kriteria : 32

1. Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia).

2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau seluruh species yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola- pola distribusi dan kelimpahan alami.

3. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah.

31Lihat Pasal 6 Undang Undang Nomor 41tahun 1999...Op.Cit

32Tim WWF Indonesia; Mengidentifikasi, mengelola dan Memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi;Sebuah Tolkit Untuk Pengelola Hutan dan Pihak-pihak Terkait.

http://www.pdfio.com/k-1801956.html#, Diakses, 10 November 2012, 22:32

(11)

commit to user

11 4. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang

kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi).

5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya, pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan).

6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).

Dalam Pustaka Latin, kawasan konservasi diklasifikasikan sebagai : 1. Kawasan hutan suaka alam, adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang

mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan suaka alam ini mencakup : a. Kawasan cagar alam, adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

b. Kawasan suaka marga satwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

2. Kawasan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara letari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, mencakup : a. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

b. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi.

c. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

3. Taman buru, adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat berburu.33 Tujuan pemerintah menetapkan fungsi hutan tersebut untuk mengoptimalkan manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari, guna meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara

33 Pustaka Latin, Pemanfaatan Ruang dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai Suatu Rancangan Model, ctk. Pertama, Pustaka Latin, Bogor, 2005, hlm.10-11

(12)

commit to user

12 partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal dan menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya.

Aktivitasnya mempengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Hubugan timbal balik demikian terdapat antara manusia sebagai individu atau kelompok atau masyarakat dan lingkungan alamnya.34 Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat modern dalam menghadapi globalisasi serta adanya proses industrialisasi dan modernisasi akan menumbuhkan perubahan proses sosial dalam tata kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi dan modernisasi dan terutama industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada kelangsungan hutan sebagai penyangga hidup dan kehidupan mahluk didunia. Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan hidup35

Menurut Hartiwiningsih lingkungan hidup yang merupakan harta warisan yang harus dijaga keutuhannya dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, tampaknya tidak dapat dipertahankan lagi keutuhaanya, sebagai akibat kerakusan manusia dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.

Pemenuhan kebutuhan ekonomi tampaknya adalah segalanya meskipun harus mengorbankan kepentingan lingkungan yang nota bene adalah kepentingan seluruh bangsa di dunia pada umumnya dan bangsa Indonesia khususnya.

Pemuasan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi pada masyarakat modern yang konsumtif, kerakusan manusia, korupsi dan persekongkolan yang dilakukan elit penguasa, kerjasama antara elit penguasa dengan pebisnis kelas dunia, tampaknya yang menjadi penyebab munculnya berbagai penyimpangan

34 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dala Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 9

35 Siswanto Sunarso, loc.cit

(13)

commit to user

13 dalam pengelolaan lingkungan baik yang dilakukan oleh elit penguasa, pebisnis maupun masyarakat”.36

Menurunnya kualitas lingkungan hidup dalam lima tahun terakhir semakin memprihatinkan, sebetulnya sebelum reformasi bergulir sistem pengelolaan lingkungan itu sudah mulai efektif, namun perubahan tatanan ekonomi, sosial dan politik yang disertai dengan perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi melemahkan kepemerintahan termasuk upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup.37

Lingkungan hidup sebagai sumber daya mempunyai regenerasi dan asimilasi yang terbatas, selama eksploitasi atau penggunaannya di bawah batas daya regenerasi dan asimilasi, maka sumber daya terbaharui dapat digunakan secara lestari. Akan tetapi apabila batas itu dilampaui, sumber daya akan mengalami kerusakan dan fungsinya sebagai faktor produksi dan konsumsi sebagai sarana pelayanan akan mengalami gangguan.38

Pengurasan sumber daya alam diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga secara kualitas dan kuantitas menjadi berkurang atau menurun. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui namun kegiatan kegiatan penebangan hutan, perburuan satwa liar, kebakaran hutan oleh ulah manusia, perambahan, pengerjaan dan pendudukan hutan tanpa ijin mengakibatkan kerusakan hutan yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas lingkungan.

Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka sehingga memungkinkan akses masyarakat untuk masuk dan memanfaatkannya sangatlah besar, kondisi tersebut memicu permasalahan dan pengelolaan hutan. Hutan Indonesia yang juga merupakan paru-paru dunia akan terganggu fungsinya akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus.

36 Hartiwiningsih. Hukum Lingkungan Dalam Prespektif Kebijakan Hukum Pidana, UNS Press, Surakarta, 2008, Hal 25

37 I Gusti Ayu Ketut Rachmi. Penegakan Hukum Lingkungan. Jurnal Ekosains Volume 1 Nomor 2 Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan. Juni 2009. Hal 1

38 Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Jakarta Djambatan, 1997, hal 59

(14)

commit to user

14 Pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan sisi negatif yaitu tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan. 39

Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.

Menurut data Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003, sejak 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, di mana 85 persen dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan.40

Sebagaimana laporan World Resource (2005) yang dimuat dalam Koran Harian Kompas melaporkan, dalam kurun waktu 20 tahun kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 43 juta hektar atau setara dengan seluruh luas gabungan Negara Jerman dan Belanda.41 Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’

bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.42 Johnson and Chenje dalam Megan Clark mengemukakan bahwa:

Deforestation is when a once forested area gets removed for the use of agriculture, pasture, urban development, logging, or wasteland. When this

39 Wahyu Catur Adinugroho, Mayor Silvikultur tropika, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2009

40 Ludhy Cahyana, Tri Mariyani Parlan, Pembabat Hutan Bernama Illegal Logging, 2004, Institut Study Arus Informasi

41 Koran Harian Kompas, 30 Oktober 2006, hlm. 5

42http://alamendah.wordpress.com/2010/03/09/kerusakan-hutan-deforestasi-di-indonesia/, Diakses tanggal 11 November 2012, 01:32 WIB

(15)

commit to user

15 destruction of a natural environment occurs, a degraded ecosystem is likely to follow. A degraded ecosystem is the result of a loss of habitat and a reduction in biodiversity. Also, the erosion of soil is usually a consequence of deforestation. further argued that most of the causes of deforestation, including logging, land conversion to agriculture, wildfires, cutting down trees for firewood, and conflict over land rights tend to be caused by increased population growth and a need for more land mostly for agricultural production.” 43 (Deforestasi adalah ketika daerah berhutan sekali akan dihapus untuk penggunaan pertanian, padang rumput, pembangunan perkotaan, penebangan, atau gurun. Ketika kehancuran lingkungan alam terjadi, ekosistem yang terdegradasi akan mengikuti. Sebuah ekosistem terdegradasi adalah hasil dari hilangnya habitat dan penurunan keanekaragaman hayati. Juga, erosi tanah biasanya merupakan konsekuensi dari deforestasi. Selanjutnya dikatakan bahwa sebagian besar penyebab deforestasi, termasuk penebangan, konversi lahan pertanian, kebakaran hutan, menebang pohon untuk kayu bakar, dan konflik atas kepemilikan tanah cenderung disebabkan oleh pertumbuhan penduduk meningkat dan kebutuhan untuk lebih sebagian besar lahan untuk produksi pertanian.)

Walaupun telah dipayungi dengan berbagai Undang undang dan memuat sanksi pidana namun penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang kehutanan tersebut secara makro masih mengalami hambatan dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Persoalan ini terlihat dari semakin meningkatnya angka deforestasi dan degradasi hutan.44 Kondisi yang mengkhawatirkan terhadap penegakan hukum di bidang kehutanan tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang harus dipahami dan dibenahi secara menyeluruh pada penegakan hukum secara luas. Oleh Barda Nawawi dikatakan bahwa, penegakan hukum secara luas mencakup tugas dari pembentuk Undang-Undang yang disebut tahap formulasi, kemudian tahap aplikasi yang melibatkan aparat penyidik/ kepolisian, aparat penuntut umum/

kejaksaan, aparat pengadilan, dan eksekusi oleh aparat pelaksana pidana.45 Menurut Supriadi kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia diperkirakan 70 sampai dengan 80 persen merupakan akibat perbuatan

43 Megan Clark, Deforestation in Madagascar: Consequences of Population Growth and Unsustainable Agricultural Processes, Global Majority E-Journal, Vol. 3, No. 1 (June 2012), pp.

61-71

44 deforestasi hutan adalah perubahan tutupan suatu wilayah dari kawasan hutan menjadi tidak berhutan dan degradasi hutan adalah penurunan kualitas hutan.

45 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981. Hal. 112.

(16)

commit to user

16 manusia.46 Selanjutnya ia menambahkan bahwa permasalahan ini bagi Indonesia merupakan sesuatu yang sangat sulit, kerusakan hutan di Indonesia disebabkan karena ulah manusia, baik sebagai masyarakat maupun sebagai pengusaha.47 Berbagai permasalahan berupa tindak pidana di bidang kehutanan cendrung meningkat yang pada akhirnya menimbulkan ancaman bencana bagi umat manusia.

Akibat yang harus ditanggung akibat dari kerusakan hutan sebagaimana dikemukanan oleh Randall S. Abate & Todd A. Wright bahwa:

“Tropical deforestation is a multi-faceted threat to the international climate change crisis. In addition to releasing stored carbon, it reduces the remaining forests' capacity to absorb carbon from the atmosphere.

Furthermore, the loss of tropical forests will have significant effects on our planet's natural climate stabilizers.”48(Rusaknya hutan tropis merupakan ancaman yang cukup beragam terhadap krisis perubahan iklim internasional.

Selain melepaskan simpanan karbon, juga mengurangi kapasitas dan fungsi hutan untuk menyerap karbon dari atmosfir. Selain itu, hilangnya hutan tropis akan memiliki pengaruh signifikan terhadap fungsi alami stabilisator iklim planet kita.)

Dampak merugikan dari deforestasi disampaikan pula oleh Arild Angelson dan David Kaimowitz bahwa:

“Concern is rising about the adverse consequences of tropical deforestation.

The loss of forest cover influences the climate and contributes to a loss of biodiversity. Reduced timber supplies, siltation, flooding, and soil degradation affect economic activity and threaten the livelihoods and cultural integrity of forest-dependent people. Tropical rain forests, which constitute about 41 percent of the total tropical forest cover, are considered the richest and most valuable ecosystem on the earth’s land surface. During the 1980s about 15.4 million hectares of tropical forests were lost each year, according to estimates by the United Nations Food and Agriculture Organization (FAO 1992). From 1990 to 1995 the annual loss was estimated at 12.7 million hectares (FAO 1997).”49 (Keprihatinan meningkat tentang konsekuensi merugikan dari deforestasi hutan tropis. Kerugian tutupan hutan pempengaruhi iklim dan berkontribusi terhadap hilangnya keanekaragaman hayati. Mengurangi pasokan kayu, pendangkalan, banjir, dan degradasi tanah

46 Supriadi Op.cit, hlm 387

47 Ibid, 388

48Randall S. Abate & Todd A. Wright, “A Green Solution to Climate Change: The Hybrid Approach to Crediting Reductions in Tropical Deforestation”, artikel pada Duke Environmental Law and Policy Forum Winter, 2010, hlm. 2

49Arild Angelsen • David Kaimowitz, Rethinking the Causes of Deforestation:Lessons from Economic Models, The World Bank Research Observer, vol. 14, no. 1 (February 1999)

(17)

commit to user

17 mempengaruhi aktivitas ekonomi dan mengancam mata pencaharian dan integritas budaya masyarakat yang bergantung pada hutan. Hutan hujan tropis, yang merupakan sekitar 41 persen dari hutan tropis Total menutupi, dianggap terkaya dan paling berharga ekosistem di darat bumi permukaan.

Selama tahun 1980 sekitar 15,4 juta hektar hutan tropis yang hilang setiap tahun, menurut perkiraan oleh United Nations Food and Agriculture Organization (FAO 1992). Dari tahun 1990 hingga 1995 kerugian tahunan diperkirakan 12,7 juta hektar (FAO 1997)).

Menurut Leden Marpaung tindak pidana kehutanan dapat dikalsifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Tindak pidana terhadap hutan.

2. Tindak pidana terhadap hasil hutan.

3. Tindak pidana terhadap satwa.50

Dalam upaya perlindungan hutan terdapat lima jenis kerusakan hutan yang perlu mendapatkan perhatian yaitu :

1. kerusakan hutan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan secara tidak sah, pengunaan hutan yang menyimpang dari fungsinya dan pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab;

2. kerusakan hutan akibat pengambilan batu, tanah dan bagian galian lainnya serta pengunaan alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah/tegakan;

3. kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan penebangan tanpa izin;

4. kerusakan hutan akibat pengembalaan ternak dan akibat kebakaran;

5. kerusakan hutan akibat perbuatan manusia gangguan hama dan penyakit. 51 Penggolongan jenis kerusakan hutan pada poin 1 di atas merupakan definisi yang tepat untuk menjelaskan tindak pidana perladangan dan perkebunan liar di dalam kawasan hutan. Pengerjaan atau pendudukan tanah hutan secara tidak sah menjadi ladang dan kebun memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap terjadinya kerusakan hutan secara permanen.

Kejahatan terhadap pengrusakan hutan melalui pola pola perladangan dan perkebunan liar berdampak pada mutu kehidupan lingkungan dan kerugian baik materil dan non materill. Banjir dan longsor pada musim hujan serta kekeringan meluas akibat berkurangnya pasokan debit air menjadi ancaman bencana yang sering terjadi setiap tahunnya, disamping itu kegiatan

50 Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Erlangga, Jakarta, 1995, hlm 18.

51 Salim HS, op.cit, hlm. 100

(18)

commit to user

18 illegal tersebut adalah musnahnya ekosistim asli pada lokasi tersebut dan terjadinya introduksi tanaman yang bukan merupakan ekosistem hutan yang berdampak pada terganggunya ekositem hutan.

Taman Nasional Kelimutu ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-II/1992 tanggal 26 Pebruari 1992, yang kemudian ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 515/ Menhut-II/ 2011 tanggal 8 September 2011.52 Balai Taman Nasional Kelimutu yang disingkat dengan Balai TN. kelimutu adalah merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Januari 2007, tentang Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional. Balai TN. Kelimutu bertugas melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan Taman Nasional Kelimutu dalam rangka Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya berdasarkan peraturan perundang- undanganan yang berlaku.53

Penetapan status kawasan TN. Kelimutu dilatarbelakangi pertimbangan kekayaan flora-fauna spesifik yang ada di salah satu zona wallacea ini. Perubahan kondisi alam dan dinamika masyarakat yang sangat cepat berdampak pada sumber daya alam di Taman Nasional yang seharusnya dapat diantisipasi, namun seringkali beberapa perubahan tidak terkendali karena dipicu oleh dinamika sosial masyarakat sekitar yang cepat. Tercatat dua tindak pidana yang menonjol dan apabila terus dibiarkan dapat mengancam eksistensi dan kondisi kawasan TN. Kelimutu, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis yaitu:54

1. Perladangan dan Perkebunan Liar 2. Perburuan Liar

52 http://www.tnkelimutu.com/ Diakses Tanggal 15 Oktober 2012 Pukul 22:35 WIB

53 Rencana Kerja Balai Taman Nasional Kelimutu 2011, hlm. 2

54Rencana Strategis Jangka Menengah Balai Taman Nasional Kelimutu Tahun 2010-2014

(19)

commit to user

19 3. Penebangan kayu

4. Kebakaran hutan dalam skala kecil

Adapun aktifitas masyarakat berupa perladangan dan perkebunan merupakan suatu tindak pidana di bidang kehutanan yang sangat dominan terjadi di TN. Kelimutu. Sebagaimana hasil penelitian penulis diperoleh gambaran bahwa hungga saat ini masih terdapat 30 oknum masyarakat pada desa Niowula yang masih aktif melakukan aktifitas tersebut. Sesuai data pada Balai TN. Kelimutu bahwa dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun 2012, dari 16 (enam belas) kasus perladangan dan perkebunan liar yang dilaporkan, tidak ada satupun kasus yang diproses sampai ke pengadilan walaupun kegiatan tersebut telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang sehingga kegiatan perladangan dan perkebunan liar di kawasan TN. Kelimutu masih tetap berlangsung yang dilakukan oleh masyarakat desa sekitar kawasan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka menyusun tesis dengan judul : ”PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERLADANGAN DAN PERKEBUNAN LIAR DI TAMAN NASIONAL KELIMUTU”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka perumusan permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Mengapa penegakan hukum terhadap tindak pidana perladangan dan

perkebunan liar di wilayah Balai Taman Nasional Kelimutu mengalami hambatan?

(20)

commit to user

20 2. Apa upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana

perladangan dan perkebunan liar di wilayah Balai TN. Kelimutu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penyebab terhambatnya penegakan hukum terhadap tindak pidana perladangan dan perkebunan liar di wilayah Balai TN.

Kelimutu.

2. Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana perladangan dan perkebunan liar di wilayah Balai TN.

Kelimutu.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam hal pengetahuan tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana perladangan dan perkebunan liar di wilayah Balai TN. Kelimutu

2. Sebagai kontribusi ilmiah yang positif bagi instansi pemerintah pada umumnya dan secara khusus Kementerian Kehutanan c.q Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk menangani permasalahan tindak pidana perladangan liar di wilayah Balai TN.

Kelimutu.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

method is used to illustrate the dispersive effects on tsunami-type of wave propagation. Received 20-09-2007,

Berdasarkan Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan tersebut di atas dengan ini diumumkan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Belanja Makanan dan Minuman , sebagai berikut

Kepada para peserta yang merasa keberatan atas penetapan tersebut diatas, diberikan hak untuk menyampaikan sanggahan baik secara sendiri maupun bersama-sama, mulai hari

Kami dari Pusat Studi Kebijakan Nasional (Pusdiknas) Bersama Lembaga Training Keuangan Dan Pengadaan Indonesia (LTKPi) (salah satu Institusi yang difasilitasi LKPP untuk

[r]