• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. serta proses yang berdasar pada visi dan misi perusahaan sebagai pedoman yang secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. serta proses yang berdasar pada visi dan misi perusahaan sebagai pedoman yang secara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kesuksesan suatu perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh pemilihan strategi yang tepat, namun sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan didukung oleh struktur, sistem serta proses yang berdasar pada visi dan misi perusahaan sebagai pedoman yang secara bersama-sama saling berkorelasi sehingga dapat memperkuat perusahaan dalam menghadapi persaingan. Sumber daya utama yang dimiliki oleh perusahaan tidak hanya berupa bahan mentah saja, namun menyangkut keseluruhan komponen yang ada didalam perusahaan termasuk orang-orang yang berada didalamnya dan terlibat langsung dalam upaya kesuksesan suatu perusahaan tersebut.

Dengan semakin ketatnya persaingan di era globalisasi ini, maka setiap perusahaan dituntut untuk dapat melakukan inovasi secara terus menerus dan menciptakan suatu nilai yang dapat membedakan perusahaannya dengan kompetitornya sehingga dapat berkompetisi dan memenangkan persaingan. Dengan meningkatnya nilai perusahaan maka dapat meningkatkan profitabilitas, pendapatan serta penghematan biaya. Namun, indikator dalam penciptaan nilai saat ini tidak hanya dilihat dari peningkatan keuangan perusahaan saja, karena terdapat pandangan yang lebih kompleks lagi mengenai pentingnya penilaian terhadap

“intangible asset” sebagai elemen dalam peningkatan nilai perusahaan selain “tangible asset”.

Salah satu indikator penciptaan nilai yang berdasarkan aset tidak berwujud atau intangible asset yaitu budaya. Budaya menjadi asumsi atau dasar bagaimana perusahaan

(2)

2 bertindak dalam melakukan integrasi didalam perusahaan serta beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi diluar perusahaannya. Di dalam sebuah perusahaan terdiri dari individu yang memiliki latar belakang dan kepentingan yang berbeda, sehingga tidak jarang kepentingan pribadi tersebut berbenturan terhadap kepentingan perusahaan. Oleh karena itu, dengan adanya budaya perusahaan dapat menjadi landasan bagaimana kepentingan individu dapat berubah menjadi kepentingan perusahaan yang secara bersama-sama memiliki tanggung jawab dan keinginan untuk dapat mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.

Setiap perusahaan memiliki budaya yang berbeda satu dengan lainnya dan menjadi ciri khas suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Tidak semua perusahaan dapat mengadopsi budaya yang diterapkan oleh perusahaan lain walaupun memiliki strategi dan jenis usaha yang dijalankan sama. Perusahaan yang memiliki budaya kuat akan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan karena tidak mudah ditiru oleh perusahaan lain (Barney, 1986).

Kaitan antara budaya dapat menjadi salah satu penciptaan keunggulan kompetitif bagi perusahaan, karena dengan adanya budaya, maka akan mempengaruhi bagaimana sistem manajemen di dalam perusahaan dengan memahami bisnis apa yang sedang dijalankan dan bagaimana menjalankan bisnis tersebut. Budaya juga mempengaruhi kinerja anggotanya, karena dengan iklim kerja yang nyaman dan perhatian dari perusahaan untuk dapat menciptakan keseimbangan antara pemenuhan hak karyawan dengan keuntungan yang diharapkan maka akan membuat karyawan akan berkorban bagi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Gibson et.al (1994) berpendapat bahwa budaya merupakan bagian dari kepribadian perusahaan yang mempengaruhi perilaku seluruh karyawan di dalam perusahaan tersebut, yaitu bagaimana cara karyawan bekerja, bagaimana menyelesaikan suatu masalah baik yang berasal dari dalam maupun diluar perusahaannya, bagaimana sikap para pengambil keputusan, dan bagaimana para karyawan tersebut melihat masa depan akan berpengaruh

(3)

3 terhadap keberlangsungan perusahaan mereka. Sehingga dengan adanya budaya yang melekat didalam diri mereka, juga akan berpengaruh terhadap tanggung jawab dan rasa memiliki untuk dapat secara bersama-sama memajukan kinerja perusahaan dengan menciptakan kualitas yang positif terhadap produk yang dihasilkan.

Budaya tidak hanya memiliki manfaat di dalam lingkungan perusahaan saja, namun berpengaruh terhadap hubungan antara perusahaan dengan pihak luar seperti pemasok dan konsumen. Konsumen ikut merasakan dampak dari kekuatan budaya dari produk dan jasa yang dihasilkan karena memiliki karakteristik atau identitas yang berbeda dengan produk lain, seperti halnya The Body Shop yang tidak hanya menghasilkan produk bagi kecantikan wanita, namun The Body Shop juga memberikan wawasan kepada setiap orang untuk peduli terhadap lingkungan, hal ini diwujudkan dengan memproduksi produk-produk yang ramah lingkungan.

Penerapan budaya sebagai salah satu elemen penting di dalam kesuksesan perusahaan telah diterapkan sebelumnya oleh perusahaan-perusahaan di Jepang, salah satunya yaitu Toyota yang memiliki budaya perusahaan kuat. Budaya perusahaan yang dikenal dengan

“Toyota Way” ini menekankan pada pengembangan sumber daya manusia dimana perusahaan menghargai ide yang ada di dalam setiap individu anggota perusahaannya yang kemudian direfleksikan menjadi ide bagi perusahaan. Toyota sangat mengedepankan bagaimana bekerja secara bersama atau bekerja tim dalam menciptakan produk-produk yang berkualitas dan dalam menghadapi persaingan bisnis otomotif yang terus berkembang.

Di Indonesia sendiri, perusahaan yang memiliki budaya kuat dalam menjalankan bisnisnya seperti Kem Chick milik Bob Sadino. Sebagai pendirinya, Bob Sadino telah menciptakan budaya yang kuat didalam perusahaannya dengan mengusung konsep

“keluarga” dimana seluruh karyawan Kem Chick adalah pemilik dari perusahaan. Dengan

(4)

4 begitu karyawan merasa ikut memiliki perusahaan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan perusahaan.

Tidak sedikit perusahaan yang mengalami kesuksesan ketika dalam menjalankan bisnisnya dipengaruhi oleh budaya dan mampu bersaing dengan perusahaan lain, namun ada juga perusahaan yang gagal dalam mengadopsi budaya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesesuaian antara nilai yang ditetapkan dengan kondisi yang dihadapi di dalam perusahaan, akibatnya terjadi penolakan terhadap pembentukan budaya tersebut oleh anggota perusahaan. Sebagai contoh perusahaan Walt Disney yang melakukan merger dengan Capital Cities/ABC yang dinilai tidak bernilai ekonomis karena Disney membutuhkan biaya yang lebih besar untuk melakukan merger jika dibandingkan dengan melakukan aliansi strategis atau dengan melakukan kontrak kerjasama dengan ABC. Perkembangan saluran televisi kabel baru dan peningkatan pengguna internet secara cepat mengurangi keuntungan Disney dalam memiliki ABC, selain itu jumlah penonton ABC yang mulai berkurang dan rating prime-time yang menurun secara tajam juga berpengaruh terhadap keuntungan yang didapat.

Kerugian tersebut juga diperparah dengan adanya konflik yang terjadi di dalam manajemen Disney dan ABC karena terdapat perbedaan budaya, khususnya gaya kepemimpinan Eisner yang sukar untuk disatukan dengan para eksekutif ABC. Akibatnya, banyak manajer-manajer senior ABC yang keluar pada saat itu. Merger yang dilakukan oleh Disney dinilai menghambat kinerja perusahaan, karena penciptaan budaya antara kedua perusahaan yang telah bergabung tidaklah mudah, karena proses melakukan sinergi antara kedua perusahaan membutuhkan waktu dan hal tersebut tidaklah mudah sehingga dapat membawa dampak buruk bagi perusahaan.

Karena sifat budaya yang abstrak dan sukar untuk diidentifikasi, maka seringkali perusahaan tidak dapat melakukan peremajaan pada budaya yang telah diyakini bersama-

(5)

5 sama anggota organisasi dan tidak mengetahui apakah budaya yang selama ini diterapkan sudah efektif atau belum. Untuk mengetahui bagaimana keefektifan perusahaan tersebut, dapat dilakukan penelitian dengan menganalisis bagaimana budaya yang mendominasi di perusahaan dengan menggunakan instrumenOrganizational Culture Assessment Instrument (OCAI) kemudian akan dipetakan dengan menggunakan empat kuadran yang terdapat di dalam konsep The Competing Values Framework. Konsep ini dikembangkan oleh Kim S.

Cameron dan Robert E Quinn dalam bukunya Diagnosing And Changing Organizational Culture (2006).

Dengan menggunakan konsep The Competing Values Frameworkdapat membantu manajer dalam mengidentifikasi desain organisasi, kualitas, efektifitas, peran kepemimpinan dan peran manajer sumber daya manusia serta keterampilan manajemen. Konsepini telah diujikan selama lebih dari 25 tahun yang berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait keefektifan suatu organisasi (Cameron & Quinn, 1983; Quinn & Rohrbaugh, 1983;

Quinn, 1988; Cameron & Quinn, 2006).

Penelitian terhadap keefektifan budaya perusahaan telah dilakukan sebelumnya oleh John Campbell et.al (1974) yang membuat daftar berisi 39 indikator sebagai alat untuk mengukur keefektifan suatu organisasi. Namun, banyaknya indikator tersebut membuat organisasi kesulitan melakukan penelitian, sehingga Cameron & Quinn (2006) mengerucutkan indikator-indikator tersebut kedalam konsep yang lebih sederhana sebagai instrumen untuk mengukur keefektifan suatu organisasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, mereka menyimpulkan bahwa terdapat dua dimensi utama yang menjadi indikator dalam pengukuran. Dimensi pertama menunjukkan keefektifan suatu organisasi yang menekankan pada keluwesan, kebijaksanaan dan dinamika dari kriteria yang menekankan pada stabilitas, ketertiban dan pengendalian.

(6)

6 Sedangkan dimensi yang kedua menunjukkan kriteria keefektifan yang menekankan pada orientasi internal organisasi, integrasi, dan kesatuan yang berasal dari kriteria eksternal, perbedaan serta persaingan. Dua dimensi ini kemudian ditarik garis lurus yang akan membentuk empat kuadran dan menggambarkan kesatuan indikator dari keefektifan budaya organisasi. Empat kuadaran tersebut yaitu The Hierarchy Culture yang menitikberatkan pada stabilitas dan kontrol di dalam perusahaan, The Market Culture yang menitikberatkan pada stabilitas dan kontrol di luar perusahaan , The Clan Culture menitikberatkan pada fleksibiltas, kepedulian serta kepekaan terhadap konsumen, The Adhocracy Culture menitikberatkan pada tingkat fleksibilitas dan individualitas diluar perusahaan.

Instrumen ini memiliki banyak manfaat yang tidak hanya dapat digunakan di bidang bisnis saja, namun dapat juga digunakan di bidang pendidikan, konsultan, pemerintahan ataupun bidang lainnya. The Competing Values Framework ini dapat digunakan diseluruh aspek dan tingkatan yang ada di dalam organisasi, yaitu untuk menilai bagaimana cara berkomunikasi, gaya kepemimpinan, budaya organisasi, menentukan kompetensi inti dan strategi, pengambilan keputusan, menilai bagaimana kinerja keuangan serta masih banyak aspek lain yang dapat digunakan (Cameron & Quinn, 2006).

Dengan menggunakan instrumen ini, maka dapat membantu manajer dalam mengidentifikasi budaya yang sesuai dengan perusahaan dan strategi yang diterapkan ataupun mengubah budaya tersebut agar dapat meningkatkan keefektifan dan kinerja perusahaan.

Melihat semakin ketatnya persaingan bisnis saat ini, maka perusahaan dituntut untuk memiliki sifat yang dinamis dalam menghadapi persaingan terutama perusahaan yang usianya masih tergolong baru seperti PT Jogja Tugu Trans karena secara tidak langsung akan dapat mempengaruhi budaya perusahaan dan sistem manajemen. PT Jogja Tugu Trans yang mulai berdiri pada tahun 2007 dibentuk berdasarkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah

(7)

7 Istimewa Yogyakarta untuk melakukan reformasi terhadap sistem transportasi yang lebih baik dengan menyediakan sarana angkutan massal yang aman, nyaman, andal dan terjangkau.

Sebagai salah satu kota yang memiliki banyak potensi, predikat dan sejarah serta kemajemukan masyarakatnya membuat DIY menjadi kota yang memiliki keanekaragaman budaya dan menjadi salah satu tujuan wisata domestik maupun mancanegara. Selain itu, Yogya juga merupakan kota pendidikan yang menyediakan banyak sekolah dan universitas sehingga menjadi tujuan masyarakat di daerah maupun di luar negeri untuk menuntut ilmu.

Tabel 1.1 Data Jumlah Perguruan Tinggi di DIY Tahun Pelajaran 2012

Sumber: Data Agregat Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda & Olahraga DIY, www.pendidikan-diy.go.id (data terbaru belum diperbaharui)

(8)

8 Tabel 1.2 Data Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di DIY Tahun Pembelajaran 2012

Sumber: Data Agregat Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda & OlahragaDIY, www.pendidikan-diy.go.id (data terbaru belum diperbaharui)

Keterangan:

N= Negeri S= Swasta J= Jumlah

Banyaknya jumlah perguruan tinggi dan sekolah baik negeri maupun swasta yang ada di DIY, menjadikan Yogya sebagai salah satu kota yang memiliki cabang ilmu pengetahuan yang lebih lengkap dibandingkan dengan kota lain. Berbagai sarana penunjang disiapkan oleh pemerintah untuk mendukung perkembangan pendidikan yang ada, khsusunya sarana transportasi yang digunakan untuk beraktivitas bagi pelajar dan mahasiswa. Dengan perkembangan tersebutmemberikan dampak perubahan lingkungan karena semakin banyaknya penduduk di kota Yogya, maka semakin mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini tentunya memiliki dampak terhadap kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta kemacetan yang tidak diimbangi dengan perluasan dan perpanjangan ruas jalan.

(9)

9 Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar Menurut Jenisnya

di DIY Tahun 2012

Jenis Kendaraan

Type of Motorized Vehicles

Bukan Umum Perorangan/

Non Common Private Transportation

Umum Perusahaan

/

Common Private

Pemerintah/

Government

Jumlah

Total

Mobil Penumpang/ Passenger Car 145.918 3.273 2.987 152.178

1. Sedan/ Sedan 36.121 1.114 390 37.625

2. Station Wagon/ Station Wagon 30.307 941 1.226 32.474

3. Mini bus/ Mini bus 67.727 1.207 1.132 70.066

4. Jeep/ Jeep 11.763 11 239 12.013

5. Lain-lain/ Others - - - -

Mobil Bus/ Bus 7.365 3.168 486 11.019

1. Bus Biasa/ Bus 257 2.042 273 2.572

2. Mikro Bus/ Mikrobus 7.108 1.126 213 8.447

3. Bus Tingkat/ Three Step Bus - - - -

4. Lain-lain/ Others - - - -

Mobil Barang/ Load Vehicles 44.364 2.932 1.212 48.508

1. Pick Up/ Pick Up 31.865 1.087 538 33.490

2. Van/ Deliver Van 89 1 1 91

3. Truk Barang/ Load Truck 12.131 1.836 640 14.607

4. Truk Tank BBM/ Air/ Tank Of Water/Fuels

205 1 31 237

5. Double Cabin 56 6 2 54

6. Lain-lain 18 1 - 19

Sepeda Motor/ Motorcycle 1.531 374 6.154 1.537.534

1. Sepeda Motor Solo/ Single Motorcycle 1.502.745 374 6.135 1.509.245

2. Sepeda Motor dg Kereta Samping 12 - - 12

3. Scooter/ Scooter 2.380 - 17 2.397

4. Trail 22.597 - 2 22.599

5. Lain-lain/ Others 3.272 - - 3.272

Kendaraan Khusus/ Vehicles for Special Purposes

202 - 297 499

1. Truk Pemadam Api/ Fires Truck 8 - 6 14

2. Ambulans/ Ambulance 181 - 208 389

3. Mobil Jenasah/ Corpse Car 9 - 82 91

4. Fork Lift 4 - 1 5

5. Lain-lain/ Others - - - -

Jumlah/ Total 1.728.855 9.747 11.136 1.749.738

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, www.yogyakarta.bps.go.id (data terbaru belum diperbaharui)

Berdasarkan data pertumbuhan jumlah kendaraan diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pemilik kendaraan pribadi yang mengalami pertumbuhan paling signifikan dibandingkan

(10)

10 dengan jumlah kendaraan lainnya. Menurut Kepala Dinas Bidang Penganggaran Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kas Aset Daerah (DPKAD) DIY, mengatakan bahwa setiap tahunnya pertumbuhan jumlah pemilik kendaraan pribadi di DIY meningkat sebanyak 14 sampai 15 persen dengan laju pertumbuhan yang paling tinggi di Kabupaten Sleman, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta (www.krjogja.com). Semakin meningkatnya jumlah pemilik kendaraan pribadi yang menjadi pemicu padatnya arus lalu lintas, maka mendorong pemerintah di beberapa daerah mulaimenggalakkan penggunaan angkutan umum bahkan beberapa kota di negara maju angkutan umum memiliki manfaat yang sangat besar dan menjadi transportasi utama bagi mereka. Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan reformasi terhadap sistem transportasi yang baik dengan menyediakan sarana angkutan masal yang aman, nyaman, andal dan terjangkau. Secara teknis, reformasi tersebut kemudian diwujudkan dengan adanya Bus Trans Jogja yang merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Provinsi DIY dengan PT. Jogja Tugu Trans yang merupakan gabungan dari ASPADA, KOPATA, Koperasi Pemuda Kab. Sleman, PUSKOPKAR dan Perusahaan Umum DAMRI yang bertugas sebagai operator pelaksana.

Kerjasama tersebut kemudian dituangkan dalam perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DIY dengan PT. JTT nomor 4/PERJ/GUB/II/2008 pada tanggal 6 Februari 2008 tentang Pengelolaan Sistem Pelayanan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum menggunakan sistem Buy The Service. Buy The Service merupakan sistem pembelian pelayanan pengelolaan oleh Pemerintah Povinsi DIY terhadap jasa yang telah dilakukan oleh operator. Untuk mendukung program tersebut, maka pemerintah menyediakan 20 armada bus dan PT. JTT berkewajiban untuk menyediakan sebanyak 34 armada bus, sehingga total armada yang dapat dioperasikan sebanyak 54 armada bus.

(11)

11 Sebagai satu-satunya perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai operator dalam pengadaan transportasi publik berbasis Bus Rapid Transit (BRT) yang berbasis bis berkualitas tinggi dengan mengutamakan kenyamanan, keefektifan dan memiliki infrastruktur jalur terpisah, memiliki rute yang terstruktur serta memiliki platform atau stasiun pemberhentian yang mudah dijangkau, Trans Jogja belum sepenuhnya mampu menunjukkan kinerja yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari laporan kinerja pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa pendapatan armada bis Trans Jogja mengalami penurunan.

Tabel 1.4 Total Pendapatan PT. Jogja Tugu Trans Tahun 2009-2012

Tahun 2009 2010 2011 2012

Jumlah Pendapatan

25.829.319.605 26.621.928.482 26.697.340.188 23.901.993.532 Sumber: Laporan kinerja PT. Jogja Tugu Trans Periode 2012

Pada awal tahun 2009 hingga tahun 2010 total pendapatan PT. JTT mengalami peningkatan dikarenakan waktu pengoperasian Bis Trans Jogja yang masih baru dan peminat dari masyarakat untuk mencoba menggunakan transportasi publik ini masih tinggi, serta PT.

JTT belum mengeluarkan biaya operasional yang besar untuk biaya pemeliharaan armada bis Trans Jogja. Kemudian pada tahun 2010 hingga 2011 peningkatan terhadap total pendapatan tidak meningkat secara signifikan, selanjutnya pada tahun 2012 total pendapatan PT JTT sebanyak Rp 23.901.993.532 dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2011 yang berjumlah sebanyak Rp 26.697.340.188.

Kondisi tersebut disebabkan oleh armada bis yang mengalami penurunan nilai fungsi, tidak terdapatnya jalur khusus sehingga menyatu dengan kemacetan lalu lintas lain yang menyebabkan keterlambatan kedatangan bis sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya waktu tempuh dan berpengaruh terhadap kegiatan operasional bis Trans Jogja (laporan kinerja PT. JTT, 2012). Selain itu kondisi yang utama disebabkan oleh rendahnya budaya

(12)

12 kerja di PT JTT, seperti belum adanya standar pelayanan yang ditetapkan oleh perusahaan bagi Pramudi dan Pramugara/i dalam memberikan pelayanan yang berakibat pada masih banyaknya kritik yang masuk ke perusahaan dari konsumen seperti masih adanya pramudi yang mengemudikan armada bis secara ugal-ugalan, tidak mengangkut penumpang yang ada di dalam shelter dengan alasan yang tidak dibenarkan, dan pada saat kondisi di dalam bis sedang ramai seharusnya pramugara/i yang bertugas untuk mengatur kenyamanan penumpang agar tidak berdesakan namun pada kenyataannya pramugara/i masih belum tanggap terhadap kondisi tersebut dan mereka hanya membiarkan saja.

Tabel 1.5 Evaluasi Standar Pelayanan PT. Jogja Tugu Trans Tahun 2012

No Pelanggaran Tanggal

1 BisNo.9 jalur 1A meninggalkan/tidak mengangkut penumpang yang telah berada didalam shelter Trans Jogja.

16 Maret 2012 2 Jumlah armada jalur 1A hanya beroperasi sebanyak

10 armada, seharusnya 11 armada 31 Agustus 2012 3 Bis No. 37 jalur 2A shift II meninggalkan/tidak

mengangkut penumpang yang telah berada didalam shelter Trans Jogja

1 September 2012 4 Jumlah armada jalur 1A hanya beroperasi sebanyak

9 armada, seharusnya 11 armada 22 September 2012 5 Jumlah armada jalur 1A, 1B, 2A, 2B, 3A dan 3B

yang beroperasi tidak memenuhi jumlah yang telah ditentukan

1 Oktober 2012 Sumber: Laporan kinerja PT. Jogja Tugu Trans Periode 2012

Hambatan lain disebabkan oleh kedisiplinan waktu yang masih rendah, karena masih banyak Pramudi dan Pramugara/i yang datang terlambat dan mengakibatkan mundurnya jam keberangkatan bis Trans Jogja sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah rit dan kilometer bis Trans Jogja (laporan kinerja PT JTT, 2012). Pada saat melakukan observasi langsung dilapangan, peneliti juga melihat bahwa sistem absensi yang digunakan masih sangat sederhana dimana Pramudi dan Pramugara/i menggunakan absensi yang tradisional berupa pembubuhan tanda tangan pada kertas absensi. Dengan sistem yang masih seperti ini

(13)

13 maka kebiasaan karyawan tersebut akan sulit diubah dan perusahaan akan kesulitan dalam melacak karyawan yang tidak disiplin.

Masih lemahnya budaya perusahaan tidak hanya berdampak pada rendahnya sistem pelayanan, namun kinerja karyawan yang ada di perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan pihak pengelola PT JTT Drs Bambang Sugiharto mengatakan bahwa sistem kerja yang masih individual dan masih membentuk kubu-kubu tertentu menjadi salah satu penghambat berkembangnya perusahaan, karena tidak adanya rasa saling membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi dan menjadi tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan perusahaan. Selain itu, sistem manajemen yang masih terpusat di level manajemen membuat sulitnya informasi yang turun dari atas ke bawah.

Apabila perusahaan masih sulit untuk melakukan integrasi di dalam perusahaannya, maka dikhawatirkan perusahaan tidak siap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis. Agar perusahaan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan eksternal, maka penguatan budaya organisasi menjadi salah satu faktor penting mengingat budaya dapat memperkuat arah dan standar perilaku anggota organisasinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien.

Untuk mengetahui bagaimana budaya yang mendominasi di PT JTT sehingga dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan konsep The Competing Values Framework yang hasilnya dapat digunakan untuk meninjau kembali bagaimana budaya dapat mempengaruhi kebijakan, strategis serta kesesuaian antara visi dan misi perusahaan sehingga dapat merealisasikan apa yang menjadi tujuan dari perusahaan.

(14)

14 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dihadapi oleh PT JTT terkait dengan penurunan kinerja perusahaan yang dilihat dari penurunan jumlah pendapatan yang dihasilkan, adanya pelanggaran dalam pengoperasian armada bis, lemahnya budaya kerja terutama pelayanan yang diberikan pramudi dan pramugara kepada penumpang Bis Trans Jogja serta sistem kerja yang masih bersifat individu, maka perlu dilakukan penelitian terhadap keefektifan perusahaan yang dilihat berdasarkan budaya dominan di dalam perusahaan tersebut. Analisis terhadap budaya dominan ini dapat dilakukan dengan menggunakan konsep Organizatoinal Culture Assessment Instrument (OCAI) yang kemudian dipetakan kedalam instrumen The Competing Values Framework.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini diajukan untuk membantu PT. Jogja Tugu Trans dalam menciptakan keunggulan kompetitifnya melalui pendekatan budaya perusahaan berdasarkan The Competing Values Framework. Maka pertanyaan penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik profil budaya perusahaan saat ini dan yang diharapkan 2 tahun mendatang?

2. Tipe budaya apa yang mendominasi perusahaan saat ini dan yang diharapkan 2 tahun mendatang?

3. Bagaimana hubungan visi, misi dan strategi perusahaan dengan budaya perusahaan?

4. Bagaimana hubungan budaya sebagai keunggulan kompetitif perusahaan?

(15)

15 1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi penerapan budaya perusahaan saat ini dan yang diharapkan di masa yang akan datang seiring dengan perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan,

2. Menganalisis budaya yang mendominasi di perusahaan,

3. Menganalisis pengaruh budaya terhadap visi, misi, dan strategi perusahaan,

4. Menganalisis pengaruh budaya sebagai salah satu penciptaan nilai yang dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi PT. JTT dalam jangka waktu yang panjang.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan akademisi:

1. Bagi perusahaan, penelitian ini bermanfaat untuk menganalisa kinerja berdasarkan budaya yang berkembang di dalam perusahaan dan mencari keunggulan kompetitif sehingga dapat melakukan evaluasi terhadap peningkatan nilai perusahaan dan sebagai pertimbangan untuk menentukan strategi dalam pengambilan keputusan dimasa yang akan datang,

2. Bagi akademisi, sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang budaya perusahaan yang berhubungan dengan visi, misi serta strategi perusahaan sebagai keunggulan bersaing perusahaan saat ini dan masa yang akan datang.

(16)

16 1.6 Batasan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di PT. Jogja Tugu Trans dengan berfokus pada analisis keefektifan organisasi berdasarkan budaya yang ada di dalam perusahaan saat ini dan yang diharapkan dalam dua tahun kedepan. Budaya sebagai salah satu aset nirwujud yang ada didalam framework dari coporate triangle strategy merupakan hal yang memiliki pengaruh terhadap bagaimana perusahaan beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan menciptakan kesesuaian di dalam internal perusahaan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan beberapa langkah penulisan, yaitu:

Bab I – Pendahuluan

Pada bab ini dibahas tentang latar belakang dilakukannya penelitian di perusahaan terkait, rumusan masalah yang dihadapi oleh perusahaan, tujuan penelitian dan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini berdasarkan kontribusi analisa yang diberikan oleh peneliti kaitannya dengan budaya yang dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

Bab II – Tinjauan Pustaka

Bab II membahas tentang landasan teori yang digunakan dalam menjelaskan hasil penelitian, yaitu mengenai budaya perusahaan serta konsep The Competing Values Framework.

(17)

17 Bab III – Metode Penelitian

Bab III membahas mengenai objek yang diteliti yaitu PT. Jogja Tugu Trans dan sistematika penelitian yang dilakukan mulai dari pengumpulan data hingga teknik analisa data yang diperoleh.

Bab IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV berisi tentang pembahasan serta analisa dari hasil penelitian yang akan dibandingkan dengan landasan teori yang sebelumnya telah dijelaskan di Bab II

Bab V – Kesimpulan dan Saran

Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan saran yang dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan atau peneliti selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.1 Data Jumlah Perguruan Tinggi di DIY Tahun Pelajaran 2012
Tabel 1.5 Evaluasi Standar Pelayanan PT. Jogja Tugu Trans Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Badan/Lembaga Amil Zakat tersebut melakukan promosi melalui iklan di media massa dan media sosial yang memberikan informasi kepada masyarakat.. Badan/Lembaga Amil Zakat

Ketika Anda bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana saya dapa bekerja dengan lebih baik jawaban yang tepat pun akan muncul.. Cobalah dan

“Pemeriksaan intern yang merupakan alat bantu pengendalian manajemen (managerial control) dan melakukan kegiatan penilaian bebas terhadap semua kegiatan perusahaan harus selalu dalam

e-speaking terdiri dari perintah suara membuka program, menutup program, dan perintah suara mendikte kata dalam microsoft word, yang dapat dilakukan pada menu command, menu

Tujuan dilakukannya kajian tentang El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap perilaku curah hujan monsunal di Indonesia yang diwakili oleh lima wilayah kajian ini adalah untuk

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya dengan berbagai masalah baru yang dapat diteliti, seperti mengetahui hubungan

Sasaran yang hendak dicapai adalah menyusun dan merumuskan suatu landasan konseptual berupa pokok-pokok pikiran sebagai suatu gagasan dalam perencanaan dan perancangan Book