• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengaruh Bantuan Lembaga Internasional di Daerah Bekas Bencana Alam Terhadap Perubahan Prilaku Sosial Masyarakat Penerima Bantuan (Study Kasus di Kecamatan Trieng Gadeng)

T. Murdani

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Abstrak

Gempa bumi meripakan sebuah bencana yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi, manusia hanya mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi atau bertahan hidup paska bencana. Seperti yang terjadi di Pidie Jaya merupakan bencana gempa bumi yang merengut korban jiwa, harta dan merusak ribuan rumah warga. Paska gempa pemerintah dan pihak swasta bahu membahu membantu masyarakat untuk mempercepat upaya pemulihan baik rohani Maupin ekonomi. Namun bantuan yang datang tidak selalu membawa dapak positive.

Untuk itu penelitian ini mencoba menggali dampak bantuan terhadap masyarakat khususnya di kecamatan Trienggadeng paska rehabilitasi dan rekonstruksi gempa bumi tahun 2016. Penelitian ini melihat perubahan sosial masyarakat yang siknifikan baik dari perubahan positif dan negatif. Masyarakat sudah sangat terbuka terhadap dunia luar dan banyak melakukan perubahan pada prilaku sosial namun terdapat juga konflik sosial akibat bantuan yang kurang dalam mekanisme pendistribusiannya.

A. Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang paling sering dilanda bencana dalam sepuluh tahun terakhir. Baik bencana dalam kategori kecil seperti banjir, meletusnya gunung berapi, kebakaran hutan hingga yang paling dahsyat seperti gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi bencana yang cukup sering menimpa rakyat Indonesia khususnya Aceh.

Oleh karena itu pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BASARNAS) agar dapat memberi respon cepat ke daerah- daerah yang dilanda bencana. Namun demikian tingkat kerusakan yang terjadi akibat bencana membuat bangsa Indonesia membutuhkan bantuan dan uluran tangan pihak asing untuk melakukan pembangunan kembali. Salah satu contoh nyata adalah apa yang terjadi ketika terjadi gempa bumi dan disusul oleh gelombang tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah Indonesia memerlukan berbagai bantuan dari pihak lain agar pembangunan paska bencana dapat direalisasikan secepat mungkin. Kondisi yang sama terjadi ketika gempa bumi mengguncang Pidie jaya pada tahun 2016. Karena tingkat kerusakan yang begitu parah maka pemerintah

(2)

Aceh dan pemerintah Indonesia harus menerima berbagai macam bantuan yang diberikan oleh berbagai lembaga internasional yang datang paska bencana.

Metode pemberian bantuan ialah dengan mengantar lansung dan mendirikan kantor di lokasi bencana. Bantuan yang diberikan berupa pembangunan kembali rumah yang telah rusak total atau hanya merehap terhadap rumah yang rusak total, pembagian sembako, uang tunai dan berbagai bantuan modal usaha untuk membantu percepatan pemulihan kembali baik mental dan ekonomi masyarakat yang tertimpa bencana.

Namu demikian, bantuan itu sendiri ternyata merupakan bagian dari bencana di tengah-tengah masyarakat. Bagi masyarakat Aceh yang merupakan masyarakat mayoritas beragama islam memiliki nilai-nilai sosial budaya yang sangat kental dengan keislamannya dan memiliki mekanisme tersendiri dalam menghadapi bencana dan paska bencana dimana mereka berasumsi lebih kepada persoalan ibadah dan kondisi ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama. Sehingga mendapatkan teguran dari sang pencipta. Untuk itu mereka akan lebih taat dan saling bantu membantu serta saling mengingatkan dalam beribadah.

Kondisi tersebut menjadi sangat jauh berbeda ketika adanya bantuan yang diberikan baik oleh pemerintah Indonesia sendiri maupun dari berbagai lembaga internasional. Dimana konflik-konflik kecil dan persaingan-persaingan untuk mendapatkan bantuan dengan melakukan berbagai manipulasi data terjadi di mana-mana.

Konflik-konflik tersebut telah berkontribusi banyak terhadap perubahan dan pergeseran nilai-nilai sosial budaya didalam masyarakat. Sesuatu yang lazim ketikan masyarakat itu berubah dan memang semestinya mesti terjadi berbagai dinamika sosial disetiap saat dan perubahan sosial merupakan gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat dan merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan sosial di masyarakat meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau.

Menurut Syani Abdul (2002), perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat merupakan fenomena sosial yang sangat wajar, oleh karena itu setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Perubahan-perubahan akan nampak setelah tatanan sosial dan kehidupan masyarakat yang lama dapat dibandingkan dengan kehidupan yang baru.

Namun pergeseran nilai-nilai budaya karena berbagai bantuan masyarakat internasional merupakan suatu perubahan yang harus di kaji, karena diperngaruhi

(3)

oleh berbagai budaya yang sangat berbeda dengan budaya local baik dalam sudut pandang kehidupan sosial maupun keagamaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka penulis bermaksud untuk menginvestigasi lebih jauh bagaimana perubahan sosial masyarakat kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya paska rehabilitasi gempa bumi tahun 2016. Ekplorasi ini akan melihat dan memilah antara perubahan positif dan negative yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Penelitian ini merupakan studi lapangan dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau ucapan, tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati, dimana peneliti dapat mengenali subyek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata verba, bukan dalam bentuk angka.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah yang berwujud informasi dari berbagai stakeholder dilapangan yang berhubingan dengan masyarakat penerima bantuan den berbagai perubahan prilaku sosial didalam masyarakat. Sumber data dapat diperoleh dari orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup terhadap informasi yang dibutuhkan melalui wawancara, dokumentasi dan pengamatan langsung, informan kunci dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini.

B. Penggunaan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (wualitatif) dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menentukan aspek-aspek atau tema wawancara sebelum turun ke lapangan. Wawancara akan dilakukan dengan para pimpinan kecamatan, pimpinan gampoeng dan masyarakat penerima bantuan.

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mendapatkan data yang konkrit dan komprehensif dari sejumlah stakeholder dilapangan, khusunya di kecamatan Trieng Gadeng kabupaten Pidie Jaya. Observasi, (pengamatan langsung), Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis observasi partisipasi moderate (sedang) yaitu berusaha menyeimbangkan posisi sebagai orang dalam yang mengamati dari dekat dan sebagai orang luar yang mengamati dari luar. Peneliti masuk kedalam latar, bergaul dan berbincang-bincang dengan subyek. Selain menggunakan cara observasi terbuka juga dilakukan observasi yang berlangsung pada latar yang alami.

Serta dokumentasi yakni dengan mengkajian berbagai dokumen yang ada untuk mendapatkan data konkrit tentang latar belakang masyarakat, berbagai kebijakan ketika pembagian bantuan, berbagai jenis bantuan atau program yang dijalankan, serta berbagai literature yang pernah ditulis.

Penelitian ini akan dilakukan di lima desa; Rawasari, Meue, Cot Lheu Rheung, Tampui dan Me Pangwa di kecamatan Trieng Gadeng, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Indonesia. Kecamatan Trienggadeng merupakan kecamatan yang rusak parah akibat

(4)

gempa bumi pada tahun 2016. Pemilihan desa ini berdasarkan kriteria rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Peneliti ingin melihat sikap masyarakat penerimabantuan, perubahan sosial setelah rehabilitasi dan factor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial didalam masyarakat.

C. Bencana Alam dan Perubahan Prilaku Sosial 1. Bencana Alam

Bencana alam dapat terjadi setiap saat dan tanpa peringatan dini sama sekali.

Bencana alam tidak dapat ditunda ataupun di jadwal ulang, sehingga masyarakat sangat memerlukan kesadaran kesiagaan bencana agar mampu meminimalisir korban baik harta benda maupun korban nyawa.

Menurut Carter (2008) bencana alam adalah suatu kejadian baik itu secara alamiah ataupun karena campu tangan manusia baik secara tiba-tiba maupun perlahan-lahan yang berdampak terhadap kesengsaraan manusia dan mereka harus menanggapinya dengan tindakan yang luar biasa melebihi kemampuan yang ada.

Dalam Seri Kesiagaan Bencana, Bencana Alam diartikan sebagai suatu gangguan yang hebat yang menyebabkan korban manusia, kerusakan harta dan lingkungan, yang melebihi kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasinya hanya dengan mengandalkan kemampuan sumberdayanya sendiri. Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan akibat bencana ini sering dikenal sebagai dampak bencana.

Sedangkan menurut undang-undang tentang penanggulangan bencana bab 1 pasal 1 menyatakan bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau non alam maupun ulah tangan manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerusakan harta benda, dan dampak psikologi.

2. Perubahan Prilaku Sosial

Perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan dapat diamati secara langsung. Proses mental adalah pikiran, perasaan dan motif yang dialami secara pribadi namun tidak dapat diamati secara langsung. Meskipun tidak dapat dilihat pikiran dan perasaan, proses mental adalah sesuatu yang ril.

Sedangkan perilaku menekankan pada studi ilmiah terhadap respons perilaku yang dapat diamati dan faktor lingkungan yang memicu munculnya perilaku tersebut. Pendekatan ini berfokus pada interaksi riil organisme dengan lingkungannya dengan kata lain berfokus pada perilaku, bukan perasaan. Prinsip pendekatan perilaku telah diterapkan secara luas untuk membantu manusia mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih baik.

Perubahan prilaku sosial merupakan gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat dan merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Menurut Masrizal (2014) perubahan

(5)

sosial di masyarakat meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan soaial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsure baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau.

Menurut Nanang (2016) ada beberapa factor terjadinya perubahan sosial, pertama factor yang berasal dari dalam seperti bertambahnya jumlah penduduk, kedua adanya penemuan-penemuan baru semacan technologi yang memungkinkan suatu masyarakat berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Kedua, adalah faktor dari luar, diantaranya terjadi bencana Alam yang memaksa sekelompok masyarakat untuk mengungsi atau mereka harus menyesuaikan diri dengan pembangunan fisik yang ada setelah bencana. Selain dari itu peperangan juga menjadi pendorong terjadinya perubahan sosial.

Perubahan sosial merupakan sesuatu yang terus menerus terjadi karena manusia merupakan mahkluk sosial yang paling dinamis. Menurut Robert (1993) menutip dari Wilbert perubahan sosial adalah sebuah perubahan struktur sosial dimana pola-pola perilaku dan interaksi sosial merupakan output dari perubaha itu sendiri dan bergesernya norma, nilai dan fenomena kultural. Perubahan sosial juga terjadi padan tataran bergesernya pola hubungan sosial dan prilaku didalam sebuah masyarakat.

Menurut Sztompka (2008) perubahan sosial secara umum dapat dipahami sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan ditingkat mezzo terjadi perubahan kelompok, komunikasi, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda.

Soeryono (2002) mengutip dari Sumardjan mengatakan bahwa perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap dan prilaku diantara kelompok-kelompok masyarakat.

Secara garis besar dapat kita simpulkan perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada defenisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan memengaruhi struktur masyarakat lainnya.

Sedangkan pengertian suatu sistem mempunyai pengertian tertentu. Ada yang menyebutkan maksud dari suatu sistem merupakan untuk mencapai suatu

(6)

tujuan (goal) dan ada yang menyebutkan untuk mencapai suatu sasaran (objectives). Goal biasanya dihubungkan dengan ruang lingkup yang lebih sempit.

Bila merupakan sistem utama, misalnya sistem kemasyarakatan, maka istilah goal lebih tepat diterapkan. Sedangkan untuk sistem budaya, sistem politik, sistem ekonomi atau sistem-sistem lainnya yang merupakan bagian atau subsistem dari sistem kemasyarakatan, maka istilah objectives yang lebih tepat. Jadi penggunaan istilah ini, sangat tergantung pada ruang lingkup dari mana memandang sistem tersebut. Sering kali tujuan (goal) dan sasaran (objectives) digunakan bergantian dan tidak dibedakan.

Masrijal (2014) juga mengatakan Perubahan sosial juga merupakan gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat dan merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.

Proses perubahan dalam masyarakat itu terjadi karena manusia adalah makhluk yang berfikir dan bekerja. Disamping itu selalu berusaha untuk memperbaiki nasib serta kekurangan-kekurangannya untuk mempertahankan hidup (survive). Namun Masrijal juga berpendapat bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu, karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya atau disebabkan oleh ekologi.

Tingkatan perubahan adalah suatu kecepatan yang dengannya berbagai unsur struktur budaya dan sosial muncul, lenyap atau diganti oleh unsur-unsur lain. Tingkat perubahan sosial yang obyektif, tergantung kepada beberapa faktor, yang sama dengan faktor-faktor yang menentukan tingkat penerimaan sistem- sistem sosial terhadap perubahan.

Mustafa (1989) menjelaskan bahwa perubahan sosial dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sumber-sumber daya alam, atau lokasi geografis dalam hubungannya dengan masyarakat-masyarakat lain tingkat keterhubungan atau keterpisahan. Ada juga bersifat kultural, seperti keberadaan dasar pengetahuan, keahlian, dan inovasi-inovasi yang baru.

D. Sosial Masyarakat

Masyarakat Pidie Jaya sebagaimana masayarakat Aceh lainnya merupakan komunitas masyarakat yang sangat kentara dengan syariat Islam. Masyarakat dalam kecamatan Trienggadeng merupakan suatu komunitas yang tidak dapat dipisahkan dalam ajaran islam baik dalam susunan strata sosial dan juga dat istiadat. Hal ini jelas terlihat dalam sistim pemerintahan di gampoeng yang sangat besar pengaruh imam dan pemuka agama disamping gechik dan perangkat gampoeng lainnya.

Sistim kekerabatan juga sangat kental dipengaruhi oleh ajaran Islam yang mereka anut. Setiap gampoeng di Aceh, kecamatan Trienggadeng khususnya memiliki meunasah (balai) yang memiliki multi fungsi. Disamping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, meunasah juga berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat, pendidikan, kesesahat, bahkan kegiatan olah raga. Pengambilan keputasan terhadap kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah dimana didalamnya terlibat

(7)

berbagai unsur; aparat gampoeng, perwakilan dusun, kepemudaan, dan imuem, namun adakalanya perempuan tidak dilibatkan.

Masyarakat kecamatan Trienggadeing dalam kesehariannya memiliki berbagai kegiatan ekonomi dan profesi, mulai dari pegawai negeri, pedagang, pengusaha, nelayan, petani (kebun, tambak, dan sawah). Mayoritas dari penduduk Trienggadeng berprofesi sebagai petani kebun dan sawah.

Pendidikan masyarakat sudah cukup moderat, dimana ramai generasi muda yang sudah menjadi sarjana dan terpencar diberbagai pelosok Aceh dan bahkan diluar Aceh.

E. Sikap dan Pandangan terhadap Bantuan Paska Gempa

Masyarakat di kecamatan Trienggadeng pada umumnya sudah bisa digolongkan kedalam kondisi masyarakat yang moderat. Sikap moderat menurut definisi para ahli adalah sikap dan pandangan masyarakat lebih toleran dan memiliki prilaku kompromi terhadap suatu persoalan yang baru.

Kondisi sosial masyarakat terhadap bantuan dapat digolongkan kedalam tiga kategori, menerima, menerima dengan curiga dan menolak.

1. Menrima,

Kebanyakan masyarakat kecamatan Trienggadeng tidak memiliki masaalah berarti terhadap pendatang khususnya yang membawa bantuan setelah musibah gempa yang menimpa daerah mereka. Merekapun sangat menyadari bahwa dari sejumlah lembaga yang datang dengan bantuan banyak juga lembaga yang berasal dari kelompok non muslim. Namun dengan kondisi yang tidak menentu setelah gempa mereka tidak mempersoalkan bantuan dimaksud.

Pandangan ini menunjukkan bahwa mereka mampu memahami kondisi dan isu yang berkembang namun mampu merasionalisasikannya sehingga mereka mampu menghubungkannya bahwa tidak ada pengaruh bantuan terhadap keyakinan yang mereka anut selama ini.

Pada akhirnya memang terbukti bahwa mereka saat ini tidak menemukan adanya kegiatan atau bantuan yang ada kaitannya dengan pemurtadan atau ajaran yang menyimpang dari keyakinan mereka, sehingga mereka mengekpresiasikan bahwa mereka sangat beruntung tidak terpengaruh dengan berbagai isu negative selama pendistribusian bantuan setelah bencana gempa bumi.

2. Menerima dengan rasa curiga

Kondisi ini dirakan oleh sebagian masyarakat Trienggadeng paska bencana gempa bumi. Seiring datangnya bantuan untuk pemulihan bencana isu terhadap adanya misi tertentu dibalik bantuan khususnya dari non muslim juga ikut dihembuskan oleh sumber yang tidak diketahui. Isu ini tersebar dari mulut ke mumulut di desa mereka sehingga mereka meningkatkan rasa kewaspadaan. Namun kebanyakan dari kelompok ini menerima bantuan walaupun penuh dengan rasa was-was. Bila bantuan yang datang dari institusi non muslim mereka selalu memeriksanya secara seksama dan sangat berhati-hati terhadap proses administrasi yang diminta oleh institusi pembawa bantuan, walaupun pekerja dilapangan merupakan orang Aceh sendiri.

(8)

3. Menolak

Walaupun demikian terdapat sejumlah situasi dimana masyarakat masih tertutup dan menolak bantuan dari lembaga non muslim. Penolakan ini terjadi karena adanya isu yang berkembang akan adanya misi terselubung dalam bantuan khususnya yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan masyarakat selama ini. Penolakan umumnya terjadi terhadap bantuan rumah, sehingga pada akhirnya ramai masyarakat yang tidak mendapatkan rumah setelah masa rehabilitasi berakhir. Penolakan bantuan juga terjadi terhadap bantuan lainnya seperti bantuan selimut dan makanan tetapi tidak dominan.

Setelah masa darurat dan rehabilitasi selesai mereka merasa sedikit menyesal telah mempercayai isu yang tidak jelas sumbernya tersebut. Pada akhirnya mereka sendiri yang sangat dirugikan karena tidak mendapat bantuan rumah dan peralatan lainnya. Penyesalan ini dapat dilihat ketika peneliti mencoba mngoreksi informasi tentang mengapa mereka percaya terhadap isu yang tidak jelas tersebut.

Dalam penyaluran bantuan dilapangan peneliti juga menemukan kendala yang berbagai macam bentuknya. Ada bantuan yang diberikan langsung oleh indic=vidu namun bantuan ini tidak dapat mencukupi seluruh desa, hanya orang orang yang dipih secara acak saja yang dapat, shingga menimbulkan kecemburuan dan kurang puas bagi masyarakat yang lainnya. Ada juga bantuan yang diberikan dengan jumlah kecil melalui perangkat gampoeng, bantuan ini sering menjadi polemik bagi aparat gampoeng karena tidak langsung membagikannya kepada masyarakat. Alasan aparat gampoeng sebenarnya cukup logis, yakni bila bantuan didistribusikan akan mengakibatkan konflik dan keributan didalam masyarakat, sehingga aparat gampoeng lebih memilih untuk menunda pendistribusian sambil menunggu datangnya bantuan lain. Jika barang tersebut makanan pokok mungkin sedikit mudah karena walau sedikit tetapi masih bisa lansung didistribusikan dengan menyesuaikan jumlah yang didapat oleh seorang penerima.

Tetapi kalau bantuan tersebut berupa sarung, selimut dan sejenisnya tidak mungkin disesuaikan. Kondisi ini sangat rentan didalam masyarakat karena menimbulkan berbagai prasangka dan kecurigaan. Ramai masyarakat yang beranggapan kalau bantuan yang sudah datang tidak didistribusikan oleh aparat gampoeng karena ingin kuasai sendiri atau hanya akan diberikan kepada kerabanya saja. Tidak jarang polemik ini terjadi dan mengakibatkan masyarakat dipenuhi dengan prasangka dan saling mencurigai. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerenggangan keharminisan yang telah mereka miliki di gampoeng sebelum terjadinya gempa bumi. Bahkan kondisi keretakan ini juga terjadi sesama anggota keluarga khususnya kalau ada anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan pendistribusian bantuan.

F. Perubahan Sosial Dalam Masyarakat

Perubahan yang terjadi didalam masyarakat paska selesainya Rehabilitasi dan rekonstruksi gempa bumi dapat dibagi menjadi dua keompok yaitu perubahan positif dan perubahan negative

1. Perubahan Positif

Sebahagian besar masyarakat trienggadeng mengalami perubahan yang cukup kearah yang cukup baik paska rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Pidie Jaya. Kelompok masyarakat ini khususnya di pusat kota kecamatan yang memiliki berbagai usaha yang

(9)

sangat erat kaitannya dengan kegiatan rekonstruksi. Ketika lembaga, individu, institusi dan kelompok masyarakat yang datang mereka akan singgah beberapa hari dan berbelanja berbagai keperluan sehari-hari atau untuk proses rekonstruksi yang pada kenyataannya membantu mempercepat proses pemulihan kegiatan ekonomi di kecamatan Trienggadeng.

Disamping itu ramai masyarakat yang ikut terlibat langsung dengan bekerja pada perusahaan-perusahaan atau pemborong yang ikut serta dalam membangun rumah dan fasilitas umum lainnya. Kondisi ini selain membantu pemulihan ekonomi keluarga, anggota masyarakat yang terlibat juga memiliki pengalaman bagaimana sistem bekerja pada perusahaan dan pemborong yang sangat ketat dengan penggunaan keuangan, jam kerja dan kejar target. Mereka yang terlibat memiliki pengalaman yang berbeda dengan apa yang selama ini mereka praktekkan sendiri baik tukang maupun pekerja bangunan lepas di kecamantan mereka.

Kecamatan Trienggadeng merupakan daerah yang dikategorikan rusak berat akibat gempa bumi sehingga proses rekonstruksi mendapat porsi yang lebih besar dari kecamatan lainnya. Porsi ini mengakibatkan banyak lembaga dan institusi yang datang.

Sehingga masyarakat banyak yang bersentuhan langsung dengan budaya-budaya pekerja institusi dimaksud. Dari interaksi tersebut tentu ada nilai positif dan negatif. Namun dari sisi positif terjadinya penyerapan dan pengadopan budaya positif terhadap budaya local, baik tingkah laku, cara berbicara, menegur dan menyapa, dan budaya antusiasme kerja untuk kehidupan yang lebih layak.

Interaksi langsung tentunya menjadi salah satu sarana untuk bertukar cerita tentang daerah asal masing-masing yang menambah wawasan bagi masyarakat lokal mengenai daerah-daerah lain baik di Aceh itu sendiri maupun Indonesia bahkan luar negeri.

2. Perubahan Negatif

Suatu hal yang tidak bisa dipisahkan adalah nilai positif dan negatif, dimana nilai positif selalu diikuti oleh nilai negatif yang merupakan dua kutup yang selalu beriringan.

Perubahan positif ini sangat kentara terhadap kelompok masyarakat yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Kelompok masyarakat ini sangat tegas menolak ide-ide baru, kondisi baru ataupun dengan berbagai alasan. Nilai positif juga dapat terjadi ketika masyarakat over reaktif terhadap hal-hal yang baru dimana mereka menerimanya dengan bulat bulat tanpa menyaring dan menyesuaikannya dengan budaya dan karakter mereka sendiri. Situasi ini nantinya menjadi persoalan internal bagi mereka ketika para pekerja rekonstruksi telah melaksanakan tugasnya dan kembali ke tempat asal mereka.

Interaksi langsung baik dengan mekanisme kerja perusahaan dan sistem borongan maupun berbagi cerita terhadap daerah masing-masing. Ketika ada anggota masyarakat yang tidak mampu memenuhi target kerja yang telah dibebankan tentunya akan diberikan sangsi. Sangsi ini nantinya akan menjadi persoalan sendiri bagi masyarakat yang mungkin belum pernah mengalami kondisi semacam ini. Terdapat sejumlah masyarakat kecamatan Trienggadeng yang mengalami hal yang serupa dan menilai kondisi ini dari sudut pandang yang berbeda.

Cerita dari ienteraksi langsung juga ada kalanya akan menambah prejudis dan steritipe terhadap kelompok masyarakat tertentu ketika masyarakat salah memahami cerita yang digambarkan.

(10)

A. Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan Sosial

Paska usaha rekonstruksi dan rehabilitasi di Pidie jaya khususnya kecamatan Trienggadeng ternyata baik disadari maupun tidak telah banyak membawa berbagai perubahan didalam masyarakat itu sendiri. Beberapa penyebab perubahan sebenarnya diakibatkan oleh bencana gempa itu sendiri sedangkan lainnya ternyadi karena interaksi sosial antara para pekerja rekonstruksi dengan masyarakat di kecamatan Trienggadeng.

1. Bagi masyarakat kecamatan Trienggadeng yang merupakan komunitas masyarakat Islam, musibah gempa bumi yang mereka alami merupakan sebuah teguran ataupun cobaan, sehingga setelah gempa melanda masyarakat lebih agamis dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang selama ini mereka tinggalkan. Desa- desa didalam kecamatan Trienggadengpun telah melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan seperti shalat berjama’ah, ceramah agama, pengajian dan zikir bersama secara rutin. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh ibu Rahmawati dari gampoeng Tampui,

“Setelah terjadinya gempa masyarakat menjadi lebih taat beragama, shalat berjama’ah lima waktu, melakukan pengajian rutin dengan mengundang teungku-teungku, dan mengikuti zikir bersama di desa masing-masing maupun di kecamatan. Masyarakat kelihatannya lebih taat dan patuh terhadap ajaran agama”.

1. Disamping taat beragama ternyata proses rekonstruksi juga merubah sikap masyarakat yang dulunya dianggap sangat sosial menjadi sedikit materialistis, dimana masyarakat sudah mulai menghargai sesuatu dengan uang. Budaya gotong royong hanya untuk kepentingan public selebihnya merupakan pekerjaan yang harus dikonvensi dengan uang. Disamping itu ada juga masyarakat yang sedikit mengalami ketergantungan terhadap bantuan dan menjadi malas dalam bekerja dan berusaha.

2. Dalam pendistribusian bantuan masyarakat mensinyalir banyak terjadinya penyelewengan dan nepotisme sehingga menghilangkat rasa percaya terhadap aparat gampoeng. Kondisi ini menimbulkan sikap kurang percaya dan saling curiga didalam masyarakat. Disamping itu masyarakat sendiri melihat bahwa orang-orang yang dekat dengan aparat gampoeng atau malah kerabatnya sendiri mendapat bantuan yang lebih baik itu bahan makanan, pakaian, bahkan rumah walaupun rumah mereka tidak begitu rusak. Salah satu sumber yang tidak mau didentifikasikan menunjukkan contoh ketikan tim peneliti berada dilapangan. Perpecahan karena kecurigaan tidak dapat dihindari sehingga mengakibatkan timbulnya rasa individualism dan rasa saling tidak percaya.

(11)

B. Daftar Kepustakaan

Basrawi, A, S., (2002), Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Makro, Surabaya: Insan Cendikia

Masrijal, Pengendalian Masalah Sosial Melalui Kearifan Lokal, (Banda Aceh: Syiah Kuala University Press Darusalam, 2014), hal.79

Kasiram, M., ( 2008), Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, Cet. I.

Malang: UIN Maliki Press

Mustafa O, A,. (1989), Sosiologi Modernisasi, Telaah Krisis Tentang Teori Riset dan Realitas, Cet. I, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1989), h al. 200.

Muhajir, N., (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan

Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik, Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, cet. VII Yogyakarta: Rake Sarasin

Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Pt Rineka Cipta, 1993), hal. 4.

Nanang, M,. (2016), Sosiologi Perubahan Sosial, Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, Ed Revisi, cet. 4 Jakarta: Rajawali Press. Hal.

16

Shulamit, R., (1992), Feminist Method in Social Research, terj. Lisabona Rahman dan j. Bambang Agung, Jakarta: Women Research Institute.

Soeryono, S.,(2002), Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, hal. 24.

Susilahati, (nd) ,Seri Kesiagaan Perempuan Dalam Menghadapi Bencana, Meningkatkan Kesiagaan Perempuan Dalam Menghadapi Bencana…, hal.

23.

UU RI No. 24. Tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana.

Warhamni, (2015), Kehidupan Sosial Keagamaan Penyintas Pasca Gempa di Kampung Blang Mancung Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah (Skripsi tidak dipublikasikan), Banda Aceh: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, hal. Vii.

http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-moderat-dan-contohnya/

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Hal ini tampak pada hasil observasi kelima informan dimana perilaku presentasi diri ditampilkan dengan mempersiapkan dan menggunakan orang di sekitarnya serta

a) Disarankan bahwa layanan diatas dock disediakan melalui service bollard eksklusif yang disediakan oleh produsen terpercaya. Bollards harus menggabungkan service

Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat, mengurangi human error dalam perhitungan harga pokok penjualan dan harga

Ditinjau dari kebiasaan anak dalam melakukan permainan game online, hasil wawancara terhadap ibu yang memiliki putra yang memiliki kebiasaan bermain game

Kampus I UMS terdapat beberapa Fakultas dan beberapa gedung lainnya yang meliputi : Fakultas Ilmu Kesehatan, Fakultas Agama Islam, Fakultas Hukum, Fakultas Geografi,

Hukuman pidana mati selalu dicantumkan secara alternatif dengan pidana- pidana pokok lain, yakni pada umumnya dengan pidana seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun

Pemeliharaan Rutin/Berkala Ruang Kelas Sekolah (SDN Padangan I Kec.. Pemeliharaan Rutin/Berkala Ruang Kelas Sekolah (SDN Padangan