Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB III
METODOLOGI TUGAS AKHIR
3.1. Gambaran Umum Penelitian
Proyek Armobyte Antivirus merupakan sebuah proyek film animasi pendek yang dikerjakan oleh tiga orang, yaitu Dominika Anggraeni Purwaningsih bertanggung jawab atas pengerjaan character modeling, Michael Timothy bertanggung jawab dalam pengerjaan animasi dan penulis yang bertanggung jawab dalam pengerjaan visual effect.
Pengerjaan visual effect yang penulis lakukan, dibatasi sesuai dengan yang tertulis dalam pembahasan masalah, tercantum pada bab pertama, yaitu adegan 4.1 dan 4.2 mengikuti storyboard yang terlampir pada proyek Armobyte Antivirus. Penulis menggunakan software 3Ds Max dan After Effect dalam mengerjakan visual effect proyek Armobyte Antivirus ini.
Proyek Armobyte mengambarkan pertarungan yang terjadi di dalam sebuah sistem komputer antara virus dan anti virus. Namun penggambaran ini dibuat secara nyata sebagai pertarungan antara peran antagonis yaitu robot-robot Virobugs (Viral Robotic Bugs) yang ingin mengambil sumber tenaga kota yaitu Microbios, dengan peran protagonist yaitu Armobyte sebagai penjaga keamanan dan pelindung Microbios.
3.1.1. Sinopsis Cerita
Secara garis besar, film animasi pendek ini bercerita tentang pertarungan antara agen Armo-001 dengan beberapa Virobugs yang berusaha untuk mencuri Microbios yang menjadi sumber kekuatan utama dari Planet Mobosphere. Ide dasarnya adalah untuk menunjukkan kehebatan antivirus Armobyte yang diumpamakan dengan pertarungan dalam cerita film animasi ini. Berikut ini adalah elemen 5W+1H dari konsep cerita.
Cerita ini terjadi di masa depan, yaitu pada tahun 4057. Kejadian dalam film sendiri terjadi pada saat para manusia sedang lengah dan meninggalkan gedung pusat energi sehingga Virobugs dapat menyusup ke dalamnya untuk mencuri Microbios.
Cerita ini terjadi di Planet Mobosphere yang merupakan planet yang letaknya beberapa juta tahun cahaya dari planet bumi. Planet ini dihuni oleh para manusia yang telah meninggalkan planet bumi akibat pertempuran dengan mesin/
robot. Manusia membangun peradaban yang lebih canggih, bahkan menciptakan ras manusia baru untuk menjadi pasukan pertahanan yang disebut dengan nama Armobyte, dengan intelegensi dan kemampuan fisik di atas rata-rata manusia normal. Kejadian dalam film terjadi di ruang penyimpanan Microbios yang terletak di gedung pusat energi.
Terdapat 2 tokoh dalam film animasi Armobyte, yaitu agen Armo-001 dan 5 unit Virobugs. Agen Armo-001 adalah agen wanita yang merupakan salah satu Armobyte. Kode “001” menandakan bahwa ia adalah agen dengan kemampuan paling tinggi sehingga ditempatkan untuk menjaga Microbios.
Virobugs merupakan robot berbentuk serangga yang bekerja seperti virus, yaitu menyusup dan merusak. Virobugs dikirim ke Planet Mobosphere oleh bangsa mesin untuk mencuri sumber energi planet itu sehingga manusia menjadi lumpuh.
Kejadian dalam film ini adalah pertarungan antara agen Armo-001 dengan Virobugs yang hendak mencuri Microbios. Microbios sendiri merupakan sebuah energi yang dipadatkan yang menjadi sumber energi utama di Planet Mobosphere.
Yang menyebabkan pertarungan tersebut terjadi adalah Virobugs menyusup masuk ke ruang penyimpanan Microbios untuk mencuri dan menghancurkannya.
Agen Armo-001 bertempur seorang diri melawan 5 unit Virobugs dengan bersenjatakan sebuah pistol, sepasang heelgun dan sebilah pedang. Ia mengalahkan semua Virobugs yang bersenjatakan laser tanpa terluka sedikitpun dan mengembalikan Microbios di tempatnya semula.
3.1.2. Storyboard
Ini Merupakan storyboard dari adegan 4.1 dan 4.2 proyek “Armobyte Antivirus”
Gambar 3. 1. Storyboard Proyek Armobyte Adegan 4.1 dan 4.2 3.1.3. Perencanaan Visual Effect
Penulis membagi jobdesk pegerjaan visual effect pada proyek Armobyte Antivirus ini dengan berpegangan pada bagan yang penulis buat, sesusai dengan waktu yang penulis dan team telah tetapkan. Ini penulis lakukan dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam menjabarkan tugas-tugas yang penulis perlu lakukan untuk dapat menyelesaikan visual effect proyek ini.
Gambar 3. 2. Bagan Pengerjaan Visual Effect
Sebelum memulai proses pembuatan visual effect, penulis membuat sebuah perencanaan visual effect sesuai dengan pengetahuan penulis yang terbatas.
Pembuatan perencanaan visual effect ini bertujuan agar penulis tidak banyak membuang waktu dalam tahap percobaan. Dibawah ini adalah tabel perencanaan visual effet yang penulis buat.
Adegan Effect Software Teknik
4.1
Spark
After Effect Simulasi dengan Trapcode 3Ds Max
Simulasi dengan Particle System
- Compositing footage
Muzzle
Flash 3Ds Max
Simulasi dengan Particle System
- Compositing footage
Smoke 3Ds Max
Simulasi dengan Particle System
- Compositing footage
4.2
Gun Line After Effect Simulasi dengan Trapcode Shatter 3Ds Max Simulasi dengan PBomb
3Ds Max Simulasi dengan Ray Fire Gambar 3. 3. Tabel Perencanaan Visual Effect
Pada perencanaan visual effect ini penulis menjabarkan effect apa yang akan penulis buat dalam proyek ini. Kemudian penulis menuliskan kemungkinan- kemungkinan penggunaan software dan teknin untuk membuat effect tersebut.
Penulis mencoret pilihan yang menurut penulis, kurang penulis kuasai dalam cara penggunaan software.
3.1.4. Sketsa Visual Effect
Sedangkan sebagai pegangan penulis dalam membuat visual effect agar pada saat pengerjaan penulis memiliki strandart visual maka penulis membuat beberapa sketsa visual effect yang referensinya telah penulis lampirkan pada bab dua, yaitu sebagai berikut:
Gambar 3. 4. Sketsa Armobyte Menembak
Sketsa gambar Armobyte yang sedang menembak. Namun tidak hanya tembakan biasa, karena terdapat cahaya yang terpancar pada saat peluru tersebut keluar dari dalam selongsongnya. Cahaya ini terlihat seperti flare, yang berwarna dominan biru.
Gambar 3. 5. Sketsa Jalur Peluru yang Ditembak Armobyte
Kemudian peluru yang berputar, terlihat memiliki logo Armobyte pada bagian badannya. Lalu terdapat sebuah jalur berwarna biru, membuat sebuah jalur peluru yang berputar pada ekor peluru tersebut. Logo ini dibuat terlihat pada samping peluru, untuk menekankan mana karakter Armobyte dan mana karakter Virobugs.
Gambar 3. 6. Sketsa Virobugs Tertembak Peluru dan Pecah Matanya
Lalu Virobugs yang tertembak pada bagian mata sebelah kirinya. Matanya yang tebuat dari bahan bersifat kaca terpecah dan kemudian kepingannya terpental ke sekitarnya.
3.2. Metodologi
Untuk dapat membuat visual effect yang sesuai dengan konsep dan dapat membangun kesan pada proyek Armobyte Antivirus ini, maka diperlukan pembelajaran dan obervasi lebih lanjut pada komponen-komponen inti pembentuk adegan 4.1 dan 4.2 dalam proyek ini.
Pada adegan 4.1 dan 4.2 ada beberapa komponen penting pembentuk adegan yang akan penulis buat yaitu, bullet case, spark, smoke, gun line,
atmosphere dan shatter. Penulis dan team memutuskan untuk menggunakan referensi pistol semi-automatic sebagai salah satu senjata yang digunakan oleh Armobyte dalam mengalahkan Virobugs.
Karena itu pada proyek ini penulis mempergunakan dua metodologi, yaitu observasi dan percobaan. Pada metode observasi, penulis mencari referensi yang bersinggungan dengan adegan 4.1 dan 4.2 kemudian penulis mempelajari kejadian-kejadian yang akan penulis buat di dalam adegan 4.1 dan 4.2. Sedangkan pada metode percobaan, penulis melakukan simulasi pada setiap effect yang dibutuhkan oleh adegan 4.1 dan 4.2 sampai penulis menemukan cara yang paling efektif, mudah dan sesuai dengan konsep yang penulis inginkan.
3.2.1. Observasi
Pada proyek ini penulis dan team menggunakan prinsip pistol semi otomatis sebagai senjata yang digunakan oleh Armobyte untuk melawan Virobugs. Senjata yang dipakai Armobyte memiliki kemiripan bentuk dan kesamaan prinsip kerja dengan pistol semi otomatis seperti Glock dan 9MM PAK. Karena itu perlu diketahui prinsip kerja senjata semi otomatis dan apa saja yang terjadi pada saat pelatuk ditarik.
Pada saat pelatuk ditekan oleh trigger finger maka yang terjadi di dalam sebuah semi automatic gun adalah, hammer mendorong maju, membuat firing pin menampar primer pada bagian belakang peluru. Lalu kemudian primer tersebut akan menyundut bubuk mesiu yang berada di dalam peluru, menghasilkan ekspansi gas yang besar sehingga membuat peluru terlepas dari selongsongnya dan keluar melalui barrel. Kemudian pada saat barrel kembali ditarik, maka ini akan menyebabkan firing pin berada di belakang pistol. Lalu kemudian barrel kembali bergerak maju, menyebabkan magazine catcher menangkap sebuah peluru di dalam magazine tube dan mendorongnya masuk ke dalam barrel. Pada waktu yang bersamaan, selongsong peluru yang telah kosong akibat pembakaran sebelumnya terdorong keluar melalui ruang pembakaran.
Gambar 3. 7. Semi Automatic Gun Parts (http://dawntheapocalypse.blogspot.com/)
Gambar dibawah ini menunjukan seorang yang sedang menembak menggunakan Glock 19 dan gambar pistol semi otomatis Glock 19 yang
sebenarnya. Pistol semi otomatis seperti Glock 19, biasa digunakan oleh aparat keamanan seperti polisi. Ini juga sebagai acuan penggunaan pistol semi otomatis sebagai referensi penulis dan team untuk senjata yang digunakan oleh Armobyte, sebagai aparat penjaga keamanan.
Gambar 3. 8. Penggunaan Pistol Semi Otomatis Glock
(http://www.downrange.tv/blog/wp-content/uploads/2010/06/Sevigny_09USPNa.jpg)
3.2.1.1. Spark
Percikan api terjadi pada saat firing pin menampar primer pada senjata semi otomatis, karena terbakarnya bubuk mesiu yang berada di dalam peluru. Karena itu percikan api perlu ditambahkan pada adegan menembak yang akan dibuat dalam proyek ini.
Penulis melakukan obervasi pada adegan menembak sebenarnya dengan menggunakan senjata 1911 Pistol. Terlihat pada gambar di bawah, spark atau percikan api yang terjadi terlihat kecil dan sangat cepat menghilang. Percikan ini terjadi kurang dari satu detik dan sulit untuk ditangkap dengan mata telanjang.
Gambar 3. 9. Spark Pada Adegan Menembak Menggunakan Pistol Semi Otomatis (http://www.youtube.com/watch?v=MxyDt3nDf2A)
Adegan pada gambar dibawa dibuat dengan menggunakan software. Pada gambar tersebut terlihat, bahwa percikan terlihat dengan jelas dan durasi yang lebih lama, karena dapat diatur dengan menggunakan software. Terlihat perbedaan antara adegan menembak yang asli dengan adegan menembak yang dibuat dengan menggunakan software. Karena effect yang dibuat dengan menggunakan software dilebih-lebihkan dari adegan yang sebenarnya.
Gambar 3. 10. Spark Pada Cuplikan Video (http://www.youtube.com/watch?v=KiywTmsCAIg)
3.2.1.2. Muzzle Flash
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada saat menembak, dengan tersulutnya bubuk mesiu yang berada di dalam peluru akibat hentakan pada primer, maka terdapat tiga kejadian signifikan yang terlihat. Yaitu timbulnya percikan api, Muzzle Flash dan asap ketika bullet keluar melalui barrel.
Muzzle Flash ini memiliki waktu yang sangat singkat sehingga pada kenyataannya akan sulit untuk terlihat dengan mata telanjang. Namun pada adegan lambat, tentunya Muzzle Flash ini jadi akan sangat terlihat dan memiliki peran penting dalam melengkapi sebuah adegan menembak.
Kebanyak pada film action atau film laga, Muzzle Flash selalu terlihat.
Namun pada kenyataannya atau pada realitasnya, Muzzle Flash ini tidak selalu terlihat.
Gambar 3. 11. Muzzle Flash Pada Adegan Menembak (http://www.youtube.com/watch?v=KpHJq_NU4MM)
Seperti terlihat pada photo di atas, merupakan rekaman adegan menembak pada kehidupan nyata yang dilakukan oleh seorang remaja bernama Emily menggunakan senjata semi otomatis Glock. Seperti dapat kita perhatikan, Muzzle Flash yang terekam terlihat sangat kecil dan terjadi dalam waktu yang sangat cepat, sehingga sulit untuk ditangkap oleh mata telanjang.
Gambar 3. 12. Muzzle Flash Pada Adegan Menembak Malam Hari (http://www.youtube.com/watch?v=lLcB6pyn8g0)
Sedangkan pada gambar ini terlihat seorang yang sedang menembak, menggunakan senjata semi otomatis 9mm PAK dalam keadaan gelap tidak berpenerangan. Pada adegan ini kita dapat melihat Muzzle Flash dan smoke yang keluar pada ujung barrel. Karena kurangnya penerangan, maka Muzzle Flash dapat terlihat dengan jelas walau hanya dalam waktu yang sangat cepat yaitu kurang dari satu detik.
Gambar 3. 13. Muzzle Flash (Sucker Punch, 2011)
Gambar 3. 14. Mussle Flash Pada Semi-Automatic Gun (https://www.youtube.com/watch?v=Oy45GeMjzKw)
Dua gambar di atas merupakan adegan menembak yang dibuat dengan menggunakan software dan diambil dari Film Sucker Punch dan video yang dibuat oleh Video Copilot. Pada kedua adegan di atas, Muzzle Flash terlihat jelas karena adegan yang dibuat slow motion dan karena brightness dari Muzzle Flash sendiri yang dibuat lebih terang, sehingga dapat terlihat dengan jelas. Pada film action, cenderung melebih-lebihkan effect pada adegan tersebut, dengan tujuan untuk memberikan penekanan dan menaikan ketegangan pada penonton yang melihat film tersebut.
3.2.1.3. Smoke
Seperti yang sudah dibahas pada bagian di atas, selain percikan api, maka hal lain yang signifikan muncul pada adegan menembak adalah asap. Asap ini sendiri merupakan hasil pembuangan dari pembakaran bubuk mesiu di dalam barrel.
Gambar 3. 15. Smoke Pada Adegan Menembak
(http://cdn.gunsamerica.com/blog/wp-content/uploads/2012/07/photo-4b.jpg)
Pada gambar diatas, penulis melakukan observasi dengan melihat adegan menembak yang sesungguhnya. Jika diperhatikan, asap yang keluar pada saat senjata semi otomatis ditembakan terlihat menyebar dan hilang dengan cepat. Juga pada kondisi, apabila wilayah sekitar terdapat banyak sumber cahaya maka asap ini semakin sulit untuk dapat terlihat.
Gambar 3. 16. Smoke and Spark
(https://www.youtube.com/watch?v=VjoP1V_Oizo)
Pada gambar diatas, penulis melakukan observasi pada adegan menembak gerakan lambat yang penulis temukan pada website. Effect menembak ini dibuat dengan menggunakan software. Asap yang keluar pada saat peluru melaju, terlihat sama dengan kejadian pada saat menembak yang sesungguhnya yaitu asap menyebar dan hilang dalam waktu yang cukup singkat.
3.2.1.4. Gun Line
Pada saat sebuah benda bergerak dengan kecepatan tinggi, maka udara dan partikel di sekitarnya bergerak atau bergeser sehingga menyebabkan pembiasan cahaya yang terlihat seperti pembelokan. Ini membuat jejak kasat mata yang membentuk jalur pergerakan bullet dari barrel.
Penulis menemukan fenomena ini sebagai bullet time effect, seperti yang kita pernah saksikan dalam Film Matrix. Yaitu adegan Neo menghindari peluru-peluru yang datang padanya secara bertubi-tubi dan ia menghindarinya dalam gerakan super lambat.
Gambar 3. 17. Pembiasan Pada Saat Peluru Menembus Dengan Kecepatan Tinggi (Matrix, 2003)
Pembiasan yang terjadi dapat dibuat sesuai dengan keinginan kita, seperti pada Film Matrix ini contohnya, dibuat bersifat fantasi daripada kenyataan, sehingga lebih banyak curve dan terlihat seperti gelombang suara dan bisa dibuat dengan banyak bentuk sesuai dengan keinginan designer.
Gambar 3. 18. Gun Line Pada Adegan Menembak di Dalam Air (http://www.youtube.com/watch?v=OubvTOHWTms)
Pada keadaan yang sebenarnya, gun line tidak dapat terlihat, bahkan pada 27.000 fps garis dari peluru tetap saja tidak dapat dilhat.
Karena itu penulis melihat referensi jalur tembakan dengan mencari video rekaman adegan lambat tembakan peluru di bawah air. Dengan ini penulis dapat melihat jalur yang dibuat oleh peluru pada saat melaju, seperti yang terlihat pada gambar di atas.
Berbeda dengan adegan dalam film yang menekankan bentuk dari jalur peluru itu sendiri seperti di dalam Film Matrix. Ini membuat kesan masa depan, futuristic dan advance technology di dalam film tersebut lebih terlihat.
Gambar 3. 19. Jalur Terlihat Seperti Gelombang Suara (Matrix, 2003)
3.2.1.5. Shatter
Kemudian adegan 4.1 dan 4.2 yaitu pecahan, penekanan adegan pada bagian ini bagaimana Armobyte melakukan penyerangan terhadap Virobugs yang kemudian tepat mengenai mata kiri Virobugs, terbuat dari kaca tebal tidak tembus pandang, karena memiliki texture lebih complex.
Referensi pada adegan ini bisa kita lihat dalam Film Sucker Punch. Dalam adegan ini, terlihat peran protagonist menyerang peran antagonist, yang lalu tepat mengenai bagian muka dan terjadi pecahan.
Perbedaannya adalah dalam film ini visualisasi adegan dalam dunia nyata (realitas) sedangkan yang ini penulis dan team capai adalah visualisasi film animasi yang tidak (realitas) seperti pada dunia nyata.
Gambar 3. 20. Gambar Pecahan yang Terjadi Pada Saat Tembakan (Sucker Punch, 2011)
Penulis juga melakukan observasi dengan melihat adegan-adegan pecahan kaca yang sebenarnya. Penulis ingin membandingkan antara pecahan yang terjadi di dalam film dan yang sebenarnya terjadi di dunia nyata.
Gambar 3. 21. Pecahan Pada Kaca Datar (http://www.youtube.com/watch?v=4SSt676jlGM)
Pada pecahan dalam adegan ini, benturan datang dari arah kanan ke kiri, karena itu pecahan juga terpental ke arah kiri dengan keras. Pada adegan pecahan pertama, arah dari pecahan dominan kearah tembakan.
Pada kecepatan asli partikel-partikel pecahan kaca dan debunya menjadi sulit terlihat, karena gerakan yang sangat cepat, namun pada gerakan lambat dapat dilihat arah pecahan, bentuk pecahan, begitu juga serpihan- serpihan halus dari kejadian tersebut dengan jelas.
Gambar 3. 22. Menembak Tiga Buah Gelas Kaca (http://www.youtube.com/watch?v=4SSt676jlGM)
Pada adegan pecahan yang kedua, terlihat tiga buah gelas kaca yang dilalui oleh sebuah peluru, menyebabkan ketiga gelas kaca itu pecah berkeping-keping. Setelah melihat adegan pecahan yang pertama dengan adegan pecahan yang kedua, dapat kita lihat perbedaan antara kaca berbentuk datar dengan kaca yang berbentuk kubah atau bulatan. Pada kaca yang berbentuk kubah atau bulatan, pecahannya terlihat lebih menyebar kesekitarnya. Arah pecahan juga tidak hanya menuju pada satu arah seperti pada arah pecahan pada kaca datar, namun pecahannya menuju ke atas, bawah, samping kiri-kanan, bahkan yang terpental ke belakang pun terlihat dengan jelas.
3.2.2. Percobaan
3.2.2.1. Spark
Penulis melakukan simulasi dan membuat percikan api dengan menggunakan particle sytem dan plug-in Trapcode Particular, Shine pada After Effect. Sesuai dengan observasi yang penulis telah lakukan sebelumnya, partikel ini akan muncul tepat pada saat bullet keluar dari dalam barrel karena terjadinya pembakaran pada saat firing pin menabrak primer dan menyalakan gun powder di dalam bullet.
Dengan mengatur emitter, gaya gravitasi, turbulence, menambahkan physics, memberikan DOF dan juga motion blur, maka penulis dapat mensimulasikan sebuah percikan. Selain gaya gravitasi, penulis juga mengatur arah angin pada simulasi ini, untuk memberikan kesan bahwa partikel-partikel tersebut terpental, bukan hanya sekedar terjatuh.
Untuk memberikan warna pada particle, hingga dapat mendekati warna percikan api, yaitu merah kekuningan. Maka penulis menggunakan plug-in shine pada trapcode dengan mengatur parameter boost light, ray length dan colorized. Pengaturan pada bagian ini, menghasilkan warna yang mendekati percikan api sebenarnya.
Setelah melakukan simulasi, penulis menilai bahwa pembuatan effect percikan dengan menggunakan teknik ini, menghasilkan sebuah effect yang sesuai dengan keinginan penulis.
Gambar 3. 23. Percobaan Particle untuk Spark
Selain dengan menggunakan particle system pada After Effect, penulis juga mencoba untuk melakukan compositing footage yaitu dengan melakukan blending, compositing, dan color correction menggunakan footage yang ada. Footage ini dapat digunakan hanya pada satu komputer dan tidak dapat dibagikan kepada komputer atau perangkat lain. User License Agreement yang penulis gunakan dalam proyek ini dapat dilihat pada:
(http://www.videocopilot.net/assets/public/misc/License_Agreement.pdf)
Gambar 3. 24. Footage Spark
(copyright and credit to Video Copilot – Action Essential)
3.2.2.2. Muzzle Flash
Pada Muzzle Flash penulis mencoba melakukan dua cara, yaitu dengan membuat ledakan api dengan melakukan simulasi ledakan berapi pada 3Ds Max. Penulis membuat sebuah sphere, particle system PArray dan memilih sphere yang telah penulis buat. Kemudian penulis menambahkan Atmospheric Apparatus yaitu sphere gizmo dan menambahkan fire effect.
Kemudian penulis mengatur parameter di dalan fire effect.
Gambar 3. 25. Simulasi Ledakan Api Pada 3Ds Max
Kendala pada saat membuat effect muzzle flash ini adalah penulis tidak dapat menemukan pemilihan parameter yang tepat untuk membuat gerakan dan bentuk ledakan api tersebut untuk dapat menyerupai muzzle flash. Karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis dalam membuat ledakan dengan menggunakan cara ini, maka waktu yang diperlukan untuk dapat membuat sebuah muzzle flash dengan 3Ds Max menjadi tidak efektif untuk mengerjakan proyek tugas akhir ini secara keseluruhan.
Cara kedua yang penulis gunakan untuk dapat memberikan muzzle flash pada adegan ini adalah dengan menambahkan atau compositing footage yang tersedia. Penulis melakukan blending dan color correction agar footage ini dapat masuk sebagai satu kesatuan di dalam adegan yang akan penulis buat. Di bawah ini adalah footage yang penuli gunakan untuk menambahkan effect muzzle flash. License Agreement untuk pemakaian footage ini dapat dilihat pada link yang sudah penulis cantumkan sebelumnya.
Gambar 3. 26. Footage Muzzle Flash
(copyright and credit to Video Copilot – Action Essential)
3.2.2.3. Smoke
Untuk effect smoke sendiri penulis menggunakan dua cara untuk membuat kesan asap pada adegan menembak ini. Yaitu dengan membuat asap menggunakan 3DS Max dengan menggunakan Armospheric Apparatus, kemudian cara kedua adalah dengan menambah footage smoke dan melakukan compositing pada keseluruhan video.
Untuk simulasi asap yang penulis buat dengan menggunakan 3Ds Max yaitu Atmospheric Apparatus, penulis mengubah fire effect pada parameter environment and effect sehingga menghasilkan simulasi yang menyerupai asap dan ledakan. Penulis juga mengubah warna pada parameter agar terlihat seperti asap bukan api.
Kendala pada penggunaan Atmospheric Apparatus ini adalah pengaturan parameter yang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan penulis dalam membentuk sebuah ledakan debu yang cocok dengan adegan menembak. Karena terbatasnya waktu bagi penulis untuk mendalami dan mempelajari pembuatan asap dengan menggunakan Atmospheric Apparatus. Maka penulis harus mencoba dengan menggunakan cara lain atau pendekatan lain untuk membuat effect asap tersebut.
Gambar 3. 27. Simulasi Menggunakan 3Ds Max
Penulis juga melakukan percobaan dengan kemudian mengkomposisikan footage yang telah ada kedalam adegan. Penyatuan penulis lakukan dengan melakukan blending pada kedua video. Juga mengatur parameter opacity dan enable time remaping. Footage yang penulis gunakan sama seperti pada pembahasan sebelumnya, dapat digunakan secara legal pada satu workstation dan memiliki User License Agreement yang dapat dilihat.
Gambar 3. 28. Footage Smoke
(copyright and credit to Video Copilot – Action Essential)
3.2.2.4. Gun Line
Gun line yang akan penulis buat, lebih memperlihatkan sisi fantasi dan futuristic dari proyek ini sendiri. Karena itu akan dibuat seperti pada referensi pada observasi yang telah penulis lakukan, yaitu trail yang memiliki gelombang atau terdapat curves pada trail, sehingga terlihat imaginative dan bukan kearah realistis atau akan lebih memperlihatkan sisi science fiction.
Gambar 3. 29. Bubble Membuat Kesan Trail Pada Peluru
Pembuatan effect ini penulis buat dengan menggunakan After Effect dan PFTrack. Karena video perlu dilakukan motion tracking terlebih dahulu, agar trail bisa di link kepada salah satu titik tracking yang telah dibuat. Kemudian pada After Effect dibuat dengan menggunakan Trapcode Particular dengan mengatur parameter particle, emitter, physics dan rendering. Peletakan kamera pada adegan ini, untuk mengatur arah dan pergerakan dari gun trail itu sendiri. Sehingga dapat menyesuaikan dengan animasi peluru pada scene ini.
Untuk pengaplikasian effect Gun Line ini, sehingga dapat mengikuti jalur pergerakan peluru terdapat tiga cara yang penulis lakukan percobaannya. Yang pertama penulis menggerakan camera pada After Effect secara manual pada tiap frame untuk menghasilkan gerakan yang mengikuti pergerakan peluru. Cara ini tidak memakan waktu yang lama, karena perpindahan secara manual tidak melebihi 50 frame
Gambar 3. 30. Export Camera to .RPF
Cara yang kedua adalah, penulis melakukan export camera pada 3Ds Max. yaitu export camera 3D to .rpf seperti pada gambar diatas.
Gambar 3. 31. Import .RPF to After Effect
Setelah penulis melakukan export camera, kemudian penulis melakukan import camera pada After Effect. Dengan begini penulis dapat melakukan import gerakan camera 3D kedalam After Effect.
Gambar 3. 32. Perbedaan Posisi dan Arah Gerak Kamera
Kendala pada penggunaaan cara yang kedua ini adalah. Setelah dilakukan import camera .rpf ke dalam After Effect, maka yang terlihat adalah gerakan yang berhasil di import hanya merupakan gerakan camera saja. Namun gerakan peluru sendiri tidak terekam. Ini membuat camera hanya bergerak sesuai dengan gerakan dalam 3Ds Max, bukan sesuai dengan arah pergerakan peluru. Seperti pada gambar di atas, gambar dengan tanda A menunjukan arah pergerakan kamera .rpf yang di import ke dalam After Effect. Pada gambar dengan tanda B merupakan arah pergerakan kamera yang penulis pindahkan posisinya secara manual per frame. Kemudian pada gambar di bagian kanan atas terlihat jalur pergerakan kamera yang sebenarnya pada 3Ds Max. Lalu pada gambar pada bagian kanan bawah, terlihat perbedaan antara jalur pergerakan kamera .rpf yang di import ke After Effect dan pergerakan jalur kamera yang sebenarnya pada 3Ds Max.
Gambar 3. 33. Window After3DsMax
Kemudian cara terakhir yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan plug-in After3dsMax. Software ini di install pada kedua software, yaitu 3Ds Max dan After Effect. Setelah dilakukan install plug-in, maka penulis dapat melakukan export camera, object, particle system, dan lighting pada 3Ds Max. Pada gambar di samping, merupakan window After3DsMax yang muncul pada 3Ds Max. Kemudian penulis melakukan export camera dan juga peluru sebagai objek pada window After3DsMaxi tersebut.
Setelah itu penulis melakukan import camera dan objek ke dalam After Effect.
Gambar 3. 34. Perbedaan Posisi Pada Kamera
Kendala dalam menggunakan cara ini adalah letak camera yang tidak berada atau tepat pada After Effect. Dikarenakan ruang 3D yang lebih sulit untuk digunakan pada After Effect jika dibandingkan dengan ruang 3D yang berada di 3Ds Max, maka penulis kesulitan untuk meletakan objek di dalam scene yang telah di import agar dapat berada dalam posisi yang sesuai dengan pergerakan kamera.
3.2.2.5. Shatter
Pada aksi pecahnya mata kanan Virobugs yang terkena peluru. Penulis menggunakan fracture pada 3Ds Max dan plug-in Ray Fire untuk menciptakan simulasi kepingan-kepingan kaca yang bertebaran. Maka penulis berusaha untuk dapat menggambarkan kerusakan yang diakibatkan oleh peluru yang dilontarkan Armobyte kepada Virobugs.
Kesan yang ingin penulis capai pada kejadian pecahnya mata Virobugs ini adalah, force yang besar dapat menghancurkan bahan yang kuat (dalam hal ini mata dari Virobugs). Sehingga pecahan yang terjadi harus memiliki kesan berat dan hebat lontarannya.
Cara pertama yang penulis lakukan adalah membuat simulasi pecahan dengan memasang mesh bomb pada 3Ds Max dan mengatur parameter di dalamnya. Namun dengan menggunakan cara ini, maka penulis mendapatkan kesulitan dalam mengatur arah pecahan dan bentuk dari pecahan itu sendiri. Karena bentuk pecahan yang lebih menyerupai ledakan dan bentuk serpihan pada pecahan yang menjadi tipis dan tidak terlihat memiliki ketebalan. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis dalam membuat simulasi dengan menggunakan mesh bomb, membuat waktu yang penulis butuhkan untuk melakukan simulasi dengan menggunakan cara ini menjadi tidak efektif untuk pengerjaan proyek secara keseluruhan.
Gambar 3. 35. Pecahan Mata Dengan Dengan Mesh Bomb
Cara kedua adalah, menyediakan sebuah model 3D (sebuah human model neck to thigh) yang diberi material kaca dengan menggunakan mental ray, kemudian sebuah 3D bullet.
Gambar 3. 36. 3D Bullet, 3D Model and Ray Fire Floater
Penulis kemudian melakukan animasi pada 3D bullet, yaitu animasi peluru menembus 3D model yang telah disiapkan pada scene.
Kemudian untuk pecahan inti bagian utama dari pecahan yang harus sesuai dengan bentuk 3D model, penulis menggunakan Ray Fire, agar pecahan inti terlihat lebih natural dan messy. Juga karena adanya penambahan physics pada penggunaan Ray Fire, maka effect pun terlihat lebih real.
Penulis perlu memasukan floor, 3D model dan 3D bullet kedalam panel pada Ray Fire Floater secara benar (sesuai dengan sifat dari objek masing-masing) untuk mendapatkan hasil pecahan yang penulis inginkan.
Untuk mencapai hal ini, penulis perlu melakukan beberapa kali tes shatter, sampai akhirnya penulis mendapatkan hasil pecahan yang benar.
Gambar 3. 37. Simulasi Penggunaan Ray Fire
Karena masih kurangnya partikel-partikel kecil pada penggunaan plug-in Ray Fire, maka penulis menambahkan partikel pecahan pada effect ini. Penulis menggunakan particle system 3Ds Max. Dengan mengatur speed, spin, shape, force dan collision pada particle system panel, maka penulis dapat menambahkan pecahan-pecahan kaca yang lebih halus pada effect ini.
Gambar 3. 38. Setelah Dipasang Particle System
Titik-titik merah menggambarkan penyebaran partikel yang dibuat dengan menggunakan particle system, sedangkan titik-titik hijau menggambarkan penyebaran partikel yang dibuat dengan menggunakan Ray Fire. Hasil sementara dari percobaan membuat effect pecahan dengan menggabungkan particle system dan plug-in Ray Fire pada 3Ds Max adalah sebagai berikut.
Gambar 3. 39. Hasil Percobaan Dinamic Untuk Effect Pecahan