• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pelaksanaan dan Evaluasi Asuhan Kebidanan Berkesinambungan dalam Praktik Kebidanan Prodi D.IV Kebidanan Gita Kostania

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Model Pelaksanaan dan Evaluasi Asuhan Kebidanan Berkesinambungan dalam Praktik Kebidanan Prodi D.IV Kebidanan Gita Kostania"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

*Email : kostania.gita@gmail.com

Abstract

Background: Continuity of Care (CoC) is a philosophical foundation of midwifery education that can promote the understanding of midwifery students to care for women holistically. In implementing the curriculum of Diploma-IV Midwifery study program, the application of CoC by students is carried out integrated in the implementation of the Comprehensive Community Midwifery Practices. This study aims to describe the implementation model and the results of the evaluation of the application of CoC.

Methods: It’s descriptive research study, with subjects 89 people (clients and students) in 7th semester of Diploma-IV Midwifery Study Program of Poltekkes Surakarta. The instruments were in the form of observation guidelines, observation sheets on the results of CoC, satisfaction of care, and achievement of student competencies. Data is presented in verbal and numeric form. Results: The ongoing midwifery care model that is applied refers to the management of the client by a care-provider team (midwives, students and supervisors). The implementation cycle consists of: planning, implementation and evaluation. Outcomes of CoC: there were no complications in labor (91.01%) and newborns (95.51%), client's condition in the postpartum period and breastfeeding was normal (100%). The majority of clients expressed very satisfied with care (73.03%). Evaluation from students, CoC can support the achievement of competencies (93.26%). Conclusion: CoC is carried out by a care provider team in three stages. The application of care has an impact on good delivery outcomes, and for students to support the achievement of competencies.

Keywords: continuity of care, care implementation model, results of care evaluation

PENDAHULUAN

Konsep asuhan kebidanan berkesinambungan merupakan bagian terintegrasi dalam konsep holistik asuhan yang berpusat pada wanita, dan hal ini merupakan suatu hal yang fundamental bagi layanan praktik kebidanan. Prinsip dasar asuhan ini memastikan fokus pada kehamilan dan kelahiran sebagai awal kehidupan keluarga, tidak hanya sebagai tahap kehidupan yang harus dilindungi, namun memperhitungkan makna dan nilai setiap wanita secara lengkap (Guilliland&

Pairman, 2010).

Asuhan kebidanan berkesinam- bungan adalah landasan filosofis dari pendidikan kebidanan, yang pada gilirannya mempromosikan pemahaman yang dibutuhkan oleh mahasiswa kebidanan untuk merawat wanita secara

holistik. Asuhan yang dimaksud adalah pengalaman yang berhubungan dengan mahasiswa dan klien pada pelayanan kebidanan (Yanti, et.al, 2015).

Program studi Diploma-IV Kebidanan (Sarjana Terapan Kebidanan) merupakan program pendidikan profesional kebidanan yang menuntut lulusannya kompeten dalam melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan peran yang diharapkan, sebagai bidan pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti. Dalam proses pendidikan, mengacu pada kurikulum pendidikan vokasi kebidanan dengan persentase pembelajaran teori (40%) dan pembelajaran praktik (60%).

Pembelajaran praktik dapat dilakukan di dalam gedung (laboratorium) dan di lahan praktik. Pembelajaran praktik di lahan

(3)

praktik terdiri atas Praktikum Klinik dan Praktik Kebidanan. Praktikum Klinik adalah pembelajaran praktik di lahan praktik dengan tujuan mempraktikkan mata kuliah yang mengandung unsur SKS praktik. Sedangkan Praktik Kebidanan adalah praktik klinik komprehensif, yang merupakan bagian dari implementasi kurikulum pendidikan vokasi kebidanan yang dimulai pada semester lima (Tim Jur.Kebidanan, 2014).

Dalam implementasi kurikulum program studi Diploma-IV Kebidanan, penerapan asuhan kebidanan berkesinam- bungan oleh mahasiswa dilaksanakan terintegrasi pada pelaksanaan Praktik Kebidanan semester tujuh. Deskripsi praktik klinik ini adalah Praktik Kebidanan Komunitas Komprehensif, yang bertujuan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam praktik kebidanan sebagai kandidat bidan dengan melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif dalam setting komunitas, yang meliputi asuhan kehamilan, persalinan, nifas dan menyusui, neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah, kesehatan reproduksi dan akseptor keluarga berancana, serta pertolongan pada kegawatdaruratan maternal neonatal (Tim Pengelola, 2015).

Penerapan asuhan kebidanan berkesinambungan dalam pelaksanaan Praktik Kebidanan dilakukan dengan harapan bahwa mahasiswa sebagai kandidat bidan dapat mendapatkan pengalaman sebagai penyedia layanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan terpadu secara vertikal, dilakukan secara berkesinambungan, yaitu pemberian layanan kesehatan tanpa batas kepada pasien, melalui layanan terintegrasi,

koordinasi, dan tukar informasi antara pemberi asuhan yang berbeda.

(Gulliford,et.al., 2006). Mahasiswa juga diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah didapat pada perkuliahan teori maupun praktik laboratorium dan klinik, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.

Untuk mengatahui dampak penerapan asuhan kebidanan berkesinambungan pada kualitas pelayanan kebidanan dan kualitas mahasiswa, maka perlu dilakukan evaluasi program. Evaluasi berkaitan dengan hasil implementasi asuhan pada klien, dan juga berkaitan dengan pencapaian kompetensi mahasiswa.

Kajian mengenai model implementasi asuhan kebidanan berkesi-nambungan pada Prodi Diploma-IV Kebidanan juga perlu dilakukan, mengingat project asuhan kebidanan berkesinam-bungan pada Prodi Diploma-IV Kebidanan tidak dijadikan project tugas akhir mahasiswa seperti yang dilakukan pada Prodi Diploma-III Kebidanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model pelaksanaan dan hasil evaluasi penerapan asuhan kebidanan berkesinambungan yang dilaksanakan oleh mahasiswa semester VII Prodi Diploma-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surakarta pada pelaksanaan Praktik Kebidanan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran lengkap dalam bentuk verbal dan numerik tentang penerapan asuhan kebidanan berkesinambungan dalam pelaksanaan Praktik Kebidanan semester VII oleh

(4)

mahasiswa Prodi Diploma-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surakarta (tanggal 5 November s.d. 15 Desember 2018).

Subjek penelitian berjumlah 89 orang mahasiswa dan kliennya (ibu hamil). Pelaksanaan Praktik Kebidanan berada dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten: Klaten (34 orang), Boyolali (16 orang), Karanganyar (20 orang), dan Sragen (19 orang). Klien yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah ibu hamil yang sudah didampingi oleh bidan pendamping (Clinical Instructure) sejak awal kehamilan, dengan status kehamilan resiko rendah maupun tinggi, yang dibuktikan dengan hasil penskoran menggunakan instrumen Kartu Skor Pudji Rohjati (KSPR).

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa pedoman observasi, lembar observasi hasil asuhan kebidanan berkesinambungan, kepuasan ibu terhadap pelaksanaan asuhan, dan ketercapaian kompetansi mahasiswa.

Data verbal yang disajikan berupa data tentang model pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan.

Evaluasi asuhan kebidanan

berkesinambungan oleh mahasiswa. Data diolah dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan model Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan. Asuhan kebidanan berkesinam-bungan dilakukan sebagai proyek studi kasus Praktik Kebidanan dilakukan selama 6 minggu, pada ibu hamil trimester III (mulai usia kehamilan minimal 35 minggu) yang diikuti sampai dengan proses persalinan dan masa nifas minimal kunjungan nifas ke-2 (dua kali kunjungan). Jumlah kunjungan minimal yang dilakukan selama periode kehamilan sebanyak dua kali. Pada proses persalinan, sebagian besar mahasiswa melakukan pendampingan dan pertolongan langsung pada klien. Untuk kasus rujukan, mahasiswa menggunakan data sekunder sebagai bahan laporan asuhan persalinan.

Proses pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan

(5)

Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan ini, satu orang ibu hamil dikelola oleh satu tim care-provider, yang terdiri atas 3 unsur, yaitu bidan, mahasiswa dan dosen pembimbing. Bidan (Clinical Instructure), sebagai manager kasus. Bertugas untuk menentukan sasaran studi kasus.

Mahasiswa bidan, sebagai pelaksana asuhan. Asuhan dapat mulai dilaksanakan setelah manager kasus merekomendasikan subjek studi kasus. Mahasiswa membuat rencana asuhan yang didiskusikan dengan manager kasus dan dikonsultasikan dengan supervisor. Pembimbing (dosen), sebagai supervisor. Supervisor bertugas memantau perkembangan kasus dan juga membimbing mahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan.

Berdasarkan bagan model asuhan kebidanan berkesinambungan di atas (Gambar 1.), dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan terdiri atas tiga bagian, yaitu perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada tahapan pertama perencanaan, mahasiswa di awal praktik melakukan kesepakatan bersama dengan bidan melalui kontrak belajar. Bidan menentukan subyek studi kasus, kemudian mendiskusikan dengan mahasiswa tentang gambaran karakteristik klien dan rencana asuhan jangka panjang. Selanjutnya bidan beserta mahasiswa yang didampingi oleh dosen pembimbing bersama dengan klien, mendiskusikan program asuhan yang akan diberikan. Bidan menjelaskan program asuhan, mahasiswa membuat kontrak asuhan dan juga membangun kepercayaan

dengan klien dan keluarga.

Tahap kedua adalah implementasi, yaitu pelaksanaan asuhan kebidanan berke-sinambungan, dilakukan selama periode kehamilan, persalinan, nifas- menyusui, dan asuhan bayi baru lahir.

Pelaksanaan asuhan berdasarkan manajemen asuhan kebidanan, dengan melaksanakan asuhan sesuai standar asuhan (Kepmenkes No. 938/ Menkes/

SK/ VIII/ 2007), dan pendokumentasian asuhan menggunakan model SOAP notes.

Dalam melaksanakan asuhan, mahasiswa mengkomunikasikannya dengan bidan sebagai manager kasus untuk berdiskusi terkait hasil pengkajian, diagnosis, rencana asuhan, implementasi dan evaluasi asuhan. Mahasiswa juga melaporkan asuhan yang telah diberikan kepada pembimbing sebagai supervisor untuk mendiskusikan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. Asuhan dilakukan dalam konteks layanan primer maupun sekunder, dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan, serta melibatkan keluarga.

Tahap terakhir adalah evaluasi program. Hal ini bertujuan untuk menggali sejauhmana keberhasilan pelaksanaan asuhan berkesinambungan yang dilakukan setelah asuhan selesai.

Evaluasi berupa hasil asuhan kebidanan berkesinambungan dan kepuasan ibu, serta ketercapaian kompetensi mahasiswa.

Hasil Evaluasi Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan oleh Mahasiswa diawali oleh gambaran karakteristik umum Ibu seperti pada gambar tabel 1.

(6)

Tabel 1. Karakteristik Umum Ibu yang Diberikan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan

Karakteristik N %

Umur

a. <20 tahun 3 3,37

b. 20-35 tahun 85 95,51

c. >35 tahun 1 1,12

Jumlah 89 100,0

Pendidikan

a. Pendidikan Dasar 38 42,70

b. Sekolah Menengah 42 47,19

c. Perguruan Tinggi 9 10,11

Jumlah 89 100,0

Status Pekerjaan

a. Bekerja 13 14,61

b. Tidak Bekerja 76 85,39

Jumlah 89 100,0

Resiko Kehamilan

a. Risiko Rendah 65 73,03

b. Risiko Tinggi 19 21,35

c. Risiko Sangat Tinggi 5 5,62

Jumlah 89 100,0

Resiko KEK Berdasarkan LILA

a. Risiko (<23,5) 3 3,37

b. Tidak Risiko (≥23,5) 86 96,63

Jumlah 89 100,0

Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan bahwa subjek asuhan didominasi oleh ibu berusia 20-35 tahun (95,51%), dengan tingkat pendidikan sekolah menengah (47,19%), status pekerjaan tidak bekerja (85,39%), resiko

kehamilan rendah (73,03%), dan tidak mempunyai resiko KEK berdasarkan LILA (96,63%).

Selanjutnya peneliti akan menggambarkan keadaan ibu saat persalinan seperti tergambar pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Asuhan Kebidanan berkesinambungan pada Periode Persalinan

Hasil N %

Tempat Persalinan

a. Praktik Mandiri Bidan 53 59,55

b. Polindes 2 2,55

c. Puskesmas (PONED) 12 13,48

d. Klinik Bersalin 5 5,62

e. Rumah Sakit 17 19,10

Jumlah 89 100,00

(7)

Penolong Persalinan

a. Bidan 75 84,27

b. DokterUmum 2 2,25

c. Dokter Kandungan 12 13,48

Jumlah 89 100,00

Metode Pengurangan Rasa Sakit

a. Obat-Obatan 0 0

b. Komplementer Therapy 62 69,66

c. Tidak Satupun 0 0

d. Tidak Terdokumentasikan 27 30,34

Jumlah 89 100,00

Jenis Persalinan

a. Spontan 75 84,27

b. Forcep 4 4,49

c. Vacum Ekstraksi 7 7,87

d. Presbo (Spontan) 1 1,12

e. Presbo (Ekstraksi) 0 0

f. SC Elective 1 1,12

g. SC Emergency 1 1,12

Jumlah 89 100,00

Episiotomi

a. Ya 11 12,64

b. Tidak 76 89,66

Jumlah 87 100,00

Keadaan Perineum

a. Utuh 24 27,59

b. Ruptur Grade 1 8 9,20

c. Ruptur Grade 2 50 57,47

d. Ruptur Grade 3 5 5,75

e. Ruptur Grade 4 0 0

Jumlah 87 100,00

Komplikasi Persalinan

a. Ada 8 8,99

b. Tidak 81 91,01

Jumlah 89 100,0

Rujukan Persalinan Kasus Komplikasi

a. Faskes Tk.1 ke Tk.2 6 75

b. Faskes Tk.2 ke Tk.3 0 0

c. Bukan Rujukan 2 25

Jumlah 8 100

(8)

Jenis Komplikasi Persalinan

a. Persalinan Lama 5 62,50

b. Perawatan Intensif (PEB) 1 12,50

c. Ketuban Pecah Dini 1 12,50

d. Perdarahan ≥500 mL s.d. <1000 mL 1 12,50

Jumlah 8 100,00

Sumber: Data Primer, 2019

Hasil asuhan kebidanan berkesi- nambungan pada periode persalinan menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin di PMB (59,55%), ditolong oleh bidan (84,27%), dengan menggunakan terapi komplementer sebagai metode pengurangan rasa nyeri persalinan (69,66%), jenis persalinan spontan

(84,27%), tidak dilakukan episiotomi (89,66%), keadaan perineum mengalami ruptur derajat 2 (57,47%), dengan komplikasi persalinan (8,99%), jumlah rujukan (75%), dan jenis komplikasi berupa persalinan lama (62,50%).

Keadaan bayi setelah persalinan tergambar pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Hasil Asuhan Kebidanan Berkesinambungan pada Bayi Baru Lahir

Hasil N %

Hasil Akhir Persalinan

a. Lahir Hidup 85 95,51

b. Lahir Mati 0 0

c. Terminasi Non-Aterm 4 4,49

Jumlah 89 100,00

Berat Badan Lahir

a.≥4000 gram 0 0

b.2500-4000 gram 87 97,75

c.<2500 gram 2 2,25

Jumlah 89 100,00

Usia Kehamilan

a.<37 minggu 1 1,12

b.37-42 minggu 85 95,51

c.>42 minggu 3 3,37

Jumlah 89 100,00

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

a.Ya 80 89,89

b.Tidak 9 10,11

Jumlah 89 100,00

Komplikasi pada Bayi Baru lahir

a.Ada 4 4,49

b.Tidak 85 95,51

Jumlah 89 100,00

(9)

Jenis Komplikasi

a.BBLR 1 25

b.Asfiksia 3 75

Jumlah 4 100

Sumber: Data Primer, 2019

Hasil asuhan kebidanan berke- sinambungan pada bayi baru lahir menunjukkan bahwa mayoritas bayi lahir

hidup (95,51%), dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (97,75%), usia kehamilan aterm (95,51%), dilakukan IMD (89,89%), dan komplikasi pada

bayi (4,49%) dengan penyebab asfiksia (75%). Keadaan ibu nifas dan menyusui

tergambarkan pada tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4.Hasil Asuhan Kebidanan Berkesinambungan pada Periode Nifas dan Menyusui

Hasil N %

Pemberian Kapsul Vitamin A

a. Ya 82 92,13

b. Tidak 7 7,87

Jumlah 89 100,00

Laktasi

a. ASI Eksklusif 82 92,13

b. ASI dan Susu Formula 5 5,62

c. Susu Formula 2 2,25

Jumlah 89 100,00

Kesimpulan Akhir Masa Nifas

a. Normal 89 100

b. Komplikasi 0 0

Jumlah 89 100,00

Pilihan Metode Kontrasepsi

a. Alamiah non Alat 16 17,98

e. Penghalang Fisik (Kondom, Cup, Diagframa) 0 0

c. Pil Menyusui 0 0

d. Suntik 50 56,18

e. AKBK 4 4,49

f. AKDR 11 12,36

g. Kontrasepsi Mantap 0 0

h. Tidak Memutuskan 8 8,99

Jumlah 89 100,00

Sumber: Data Primer, 2019

Hasil asuhan kebidanan berke- sinambungan pada periode nifas dan menyusui menunjukkan bahwa ibu nifas diberi kapsul Vitamin A (92,13%), bayi diberi ASI ekslusif (92,13%), hasil akhir nifas normal (100%), dengan pilihan

metode kontrasepsi mayoritas memilih suntik (56,18%).

Kepuasan ibu terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan tergambar pada tabel 5 berikut

(10)

Tabel 5. Kepuasan Ibu terhadap Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan

Kategori N %

Sangat Tidak Puas

(25% s/d < 43.75%) 0 0

Tidak Puas

(43.75% s/d <62.5%) 0 0

Puas

(62.5% s/d < 81.25%) 24 26,87

Sangat Puas

(81.25% s/d 100 %) 65 73,03

Jumlah 89 100,00

Sumber: Data Primer, 2019

Kepuasan ibu terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan mayoritas menyatakan sangat puas

(73,03%). Ketercapaian Kompetensi Mahasiswa tergambar pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Implementasi Asuhan Kebidanan Berkesinambungan pada Ketercapaian Kompetensi Mahasiswa

Kategori N %

Mendukung 83 93,26

Tidak Mendukung 0 0

Tidak Tahu 6 6,74

Jumlah 89 100,00

Sumber: Data Primer, 2019

Evaluasi yang dilakukan pada mahasiswa menunjukkan hasil sebagian besar menyatakan bahwa pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan pada pelaksanaan Praktik Kebidanan dapat mendukung ketercapaian kompetensi kebidanan (93,26%).

PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan berkesinam- bungan berhubungan dengan kualitas asuhan sepanjang waktu. Terdapat perspektif yang berbeda berkaitan dengan asuhan berkesinambungan. Secara tradisional, asuhan berkesinambungan idealnya didasarkan pada pengalaman pasien dalam pemberian asuhan berkelanjutan dengan seorang bidan maupun tenaga kesehatan lain. Sedangkan bagi penyedia layanan kesehatan dalam

sistem asuhan terpadu secara vertical, asuhan berkesinambungan adalah pemberian layanan kesehatan tanpa batas kepada pasien, melalui layanan terintegrasi, koordinasi, dan tukar informasi antara pemberi asuhan yang berbeda. (Gulliford,et.al, 2006).

Asuhan kebidanan berkesinam- bungan mempunyai definisi yang beragam. Hodnett (2008) merangkum definisi asuhan kebidanan berkesinam- bungan menjadi 4 hal: (1) Suatu pernyataan komitmen untuk mempopulerkan filosofi asuhan kebidanan, bahwa proses kehamilan dan persalinan merupakan suatu hal yang fisiologis. (2) Kepatuhan terhadap standar asuhan perawatan selama kehamilan dan atau persalinan. (3) Suatu sistem dimana

(11)

seorang pasien yang telah pulang dari Rumah Sakit, secara rutin dirujuk ke layanan komunitas. (4) Perawatan yang sebenarnya oleh pemberi perawatan atau kelompok kecil pemberi perawatan yang sama, selama kehamilan, persalinan dan kelahiran bayi, dan periode postpartum.

Asuhan kebidanan berkesinam- bungan dapat diberikan melalui model perawatan berkelanjutan oleh bidan, yang mengikuti perempuan sepanjang

masa kehamilan, kelahiran dan masa pasca kelahiran, baik yang beresiko rendah maupun beresiko tinggi, dalam setting pelayanan di komunitas, praktik mandiri bidan, maupun rumah sakit (Sandall, 2010).

Guilliland & Pairman (2010), menjelaskan bahwa asuhan kebidanan berkesinambungan adalah asuhan kebidanan yang diberikan oleh bidan (dan tim nya) kepada perempuan sepanjang keseluruhan pengalaman persalinannya.

Sandall (2018) menjelaskan bahwa asuhan kebidanan berkesinambungan yang dilakukan oleh bidan setidaknya terdiri atas tiga elemen kunci: bidan koordinator, rekan bidan sebagai pasangan bidan koordinator, dan tim bidan. Asuhan ini menitikberatkan pada hubungan satu-satu, antara pasien dan pemberi asuhan, dengan harapan dapat terbangun “parnership”

yang baik dengan pasien, sehingga terbina hubungan saling percaya. Upaya tersebut dapat dimulai dari kehamilan dan seterusnya (bersalin dan postpartum, serta masa menyusui), yang juga merupakan waktu yang paling tepat untuk bidan bekerja bersama dengan perempuan untuk mendiskusikan harapannya dan ketakutannya akan proses kelahiran dan proses menjadi ibu, serta membangun kepercayaan dirinya.

Bidan juga bekerja bersama keluarga dalam memberikan asuhan untuk mengatasi ketakutan yang dirasakan perempuan dan mencegah terjadinya kesalahpahaman. Proses pemecahan masalah dapat menjadi semakin mudah, karena setiap perempuan dapat mengeksplorasi informasi dengan baik dan membuat keputusan terbaik untuk dirinya. Bidan dan perempuan mempunyai waktu yang cukup untuk mendiskusikan tentang persalinan, nyeri dan ketidaknyamanan, dampak terhadap lingkungan, dan ketidakpastian dan kerumitan yang mungkin timbul. Jadi idelanya pada saat perempuan memasuki fase persalinan, dia mempunyai kerelaan dan kepercayaan diri untuk membiarkan dan percaya pada tubuhnya menjalankan proses persalinan.

Model asuhan kebidanan berkesinambungan secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan berkelanjutan sepanjang siklus kehidupan. Sandall (2010), menguraikan syarat asuhan berkesinambungan, yaitu:

(1)Kesinambungan manajemen, yaitu pendekatan pengaturan kasus yang konsisten dan jelas, yang responsif dalam memenuhi kebutuhan klien. Manajemen juga melibatkan komunikasi berdasarkan fakta dan penilaian dalam tim, institusi pendidikan, dan batasan profesional kebidanan, serta antara pemberi pelayanan dan pasien. Manajer dalam asuhan berkesinambungan adalah bidan. Asuhan kebidanan berkesinambungan dapat dilakukan oleh 4 orang, dengan melibatkan mahasiswa kebidanan dan kader kesehatan. (2) Kesinambungan informasi. Semua tim yang terlibat dalam pemberian asuhan mempunyai informasi yang cukup tentang keadaan kliennya untuk dapat memberikan asuhan yang

(12)

tepat. Informasi untuk klien, difokuskan pada ketersediaan waktu untuk memberikan informasi yang relevan (terkait asuhan yang diberikan).

Semuanya penting, baik untuk para manajer (bidan) dan pasien. (3) Kesinambungan hubungan. Hubungan berarti “hubungan terapeutic” antara pasien dan tenaga kesehatan, sepanjang waktu. Hubungan personal yang tetap terjaga sepanjang waktu, dapat mempunyai efek yang baik pada pasien dan hasil asuhannya. Untuk memenuhi kaidah ini, asuhan berkesinambungan hendaknya dilakukan oleh satu orang tenaga kesehatan yang sama.

Sandall (2018) menyatakan bahwa evaluasi asuhan kebidanan berkesinam- bungan setidaknya dilakukan untuk menilai outcome persalinan dan bayi baru lahir serta keadaan nifas. Dinyatakan juga bahwa pengalaman dan persepsi ibu selama diberikan asuhan juga perlu dikaji.

Pengalaman dan persepsi berkaitan dengan kepuasan ibu dalam pemberian asuhan kebidanan berkesinambungan.

Pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan berhubungan dengan berkurangnya penggunaan teknologi dan intervensi farmakologi dalam persalinan (Pairman,et.al., 2011). Asuhan kebidanan berkesinambungan dapat meningkatkan kesehatan ibu dan bayi, dengan efek samping minimal. Persentase persalinan spontan juga meningkat (Sandall, 2010).

Dalam kasus rujukan dari layanan primer ke sekunder yang terjadi selama proses persalinan, bidan menyerahkan asuhannya kepada petugas yang berwenang, dan diutamakan untuk tetap tinggal dan menemani perempuan selama persalinan di tempat rujukan. Perencanaan tempat bersalin dan antisipasi tempat rujukan harus diperhatikan sebagai konsep

yang penting, yang dibicarakan selama asuhan kehamilan (Jonge,et.al., 2014).

Pengalaman ibu dalam pemberian asuhan kebidanan berkesinambungan bergantung pada konteks perawatan dan secara signifikan lebih tinggi pada perempuan yang berada dalam kepemimpinan bidan dibandingkan dengan perawatan yang dipimpin oleh dokter kandungan selama persalinan (Perdok, et.al., 2018). Untuk ibu dengan risiko komplikasi yang rendah, model asuhan kebidanan berkesinambungan dapat meningkatkan kepuasan ibu selama perawatan antenatal, intrapartum dan postpartum (Foster,et.al., 2016) Sehingga, hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri bagi profesi bidan untuk mempertahankan keberhasilan asuhan kebidanan berkesinambungan dalam sistem yang terintegrasi.

Pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan oleh mahasiswa dalam praktik kebidanan dapat mendukung ketercapaian kompetensi kebidanan.

Kompetensi ini merupakan unsur pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang melekat pada diri seorang bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggungjawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Selama proses pendidikan kebidanan, pencapaian kompetensi ini dapat dilatih dan dicapai selama praktik kebidanan di lahan praktik. Dalam studinya, Yanti, et.al. (2015) menyatakan bahwa pelaksanaan praktik klinik kebidanan dengan model pembelajaran Continuity of Care lebih mungkin untuk meningkatkan pemahaman peserta didik mengenai filosofi asuhan kebidanan. Adapun pemahaman yang baik akan filosofi asuhan kebidanan merupakan suatu hal yang fundamental dalam pelaksanaan

(13)

asuhan kebidanan. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas asuhan yang dapat meningkatkan status kesehatan perempuan secara keseluruhan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Asuhan kebidanan berkesinam- bungan yang diimplementasikan oleh Mahasiswa Semester VII Prodi Diploma-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surakarta merupakan model asuhan dimana satu orang ibu hamil dikelola oleh satu tim care-provider (bidan, mahasiswa praktik dan dosen pembimbing). Siklus pelaksanaan terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Penerapan asuhan berdampak pada outcome persalinan yang baik, ditunjukkan dengan tidak adanya komplikasi selama masa persalinan (91,01%),bayi baru lahir tanpa komplikasi (95,51%), dan pada periode nifas dan menyusui sebanyak 100% ibu dalam keadaan normal. Mayoritas ibu menyatakan sangat puas terhadap pelaksanaan asuhan ini (73,03%). Adapun hasil evaluasi dari mahasiswa, mereka menyatakan bahwa pelaksanaan asuhan kebidanan berkesinambungan ini dapat mendukung ketercapaian kompetensi mahasiswa secara keseluruhan selama menempuh pendidikan Diploma-IV Kebidanan (93,26%).

Rekomendasi bagi mahasiswa kebidanan, diharapkan dapat memahami

model asuhan kebidanan

berkesinambungan dengan baik agar dapat diimplementasikan dalam praktik kebidanan. Peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang efektivitas asuhan kebidanan berkesinambungan dengan desain studi eksperimental.

DAFTAR RUJUKAN

Foster, et.al. (2016). Continuity of care by a primary midwife (caseload midwifery) increases women’s satisfaction with antenatal, intrapartum and postpartum care:

results from the COSMOS randomised controlled trial. BMC Pregnancy and Childbirth 2016, 16:28.

Guilliland K, Pairman S. (2010). The Midwifery partnership: a Model of Practice (2nd ed.) New Zaeland College of Midwives, Christchurch.

Gulliford M, Naithani S, Morgan M.

(2006). What is Continuity of Care?.

Journal Health Service policy, 2006, 11: 248.

Hodnett ED. (2008). Review Article:

Continuity of Caregivers for Care During Pregnancy and Childbirth.

The Cochrane Collaboration, John Wiley Publisher.

Jonge AD, et.al. (2014). Continuity of care: What Matters to Women when They are Referres from Primary to Secondary Care during Labour?.

BMC Pregnancy and Childbirth 2014, 14:103.

Pairman S, Tracy S, Thorogood C, et.al.

(2011). Midwifery: Preparation for Practice. Churchill Livingstone, Sydney Australia.

Perdok, et.al. (2018). Continuity of care is an important and distinct aspect of childbirth experience: findings of a survey evaluating experienced continuity of care, experienced

(14)

quality of care and women’s perception of labor. BMC Pregnancy and Childbirth 2018, 18:13.

Sandall J. (2010). A Report: The Contribution of Continuity of Midwifery Care to High Quality Maternity Care. The Royal College of Midwives, UK.

_______. (2018). Measuring Continuity of Carer: A Monitoring and Evaluation Framework. King’s College London, UK

Tim Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta. (2014). Buku Panduan Akademik. Jurusan Kebidanan, Poltekkes Surakarta.

Tim Pengelola Prodi DIV Kebidanan.

(2015). Buku Pedoman Pelaksanaan Praktik Klinik. Prodi DIV Kebidanan, Poltekkes Surakarta.

Yanti, et.al. (2015). Students’

understanding of “Women-Centred Care Philosophy” in midwifery care through Continuity of Care (CoC) learning model: a quasi- experimental study. BMC Nursing 2016, 14:22.

(15)

14 Abstract

Background: Sleep is prime priority for baby, because when this moment occurs repair neuro-brain and more or less 75% of growth hormone are produced. Considering the importance of sleep time for baby development, baby’s sleep needs must be fulfilled in order not to adversely affect growth and development. One of the way to fulfill baby’s sleep needs is baby massage. When baby massaged will increase serotonin secretion that will suppress the activity of the reticulation-activating system and causing sleepy. Purpose this study to knowing the effect of baby massage to the length of sleep of baby ages 3-6 month in Jemawan Village, Jatinom Sub-District, Klaten District. Methods: Quasy eksperiment research with one group pretest-posttest design. Sampling using saturated sampling technique with 32 babies. Bivariate analysis using non parametric statistic Wilcoxon test with an error rate of 5%. Baby massage is performed of baby ages 3-6 month throughout the baby’s body for 30 minutes, baby massage is doing 2 times a week in 4 weeks.Results: This study show results that the length of sleep of baby before doing massage is mostly less than 13 hours as much as 18 babies (56,25%) and the length of sleep of baby after doing massage is normal 13-15 hours as much as 27 babies (84,38%). The result of Wilcoxon test is p = 0,000 (p <0,05) that Ha accepted.Conclusion: There is effect of baby massage to the length of sleep of baby ages 3-6 month in Jemawan Village, Jatinom Sub-District, Klaten District.

Keywords: baby massage, length of sleep of baby

PENDAHULUAN

Tidur merupakan salah satu stimulus bagi proses tumbuh kembang otak. Hal ini bisa dimengerti karena 75% hormon pertumbuhan dikeluarkan saat anak tidur.

Hormon pertumbuhan inilah yang merangsang pertumbuhan tulang dan jaringan. Selain itu hormon pertumbuhan juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbarui seluruh sel yang ada ditubuh, kulit, sel darah, sampai sel saraf otak (Kelly, 2001).

Tidur adalah salah satu bentuk adaptasi bayi terhadap lingkungannya.

Bayi usia 0-5 bulan akan menjalani hidup barunya dengan 80-90% tidur. Seorang bayi yang baru lahir sampai kira-kira usia 3 bulan, akan menghabiskan waktu tidurnya sekitar 15-17 jam, dengan pembagian waktu 8 jam untuk tidur siang dan 9 jam untuk tidur malam. Semakin

usia bayi bertambah, jam tidurnya juga semakin berkurang. Pada bayi usia 3-6 bulan total waktu tidur berkisar antara 13- 15 jam/hari dan bayi usia 6 bulan pola tidurnya mulai tampak mirip dengan orang dewasa (Gola, 2009).

Saat ini berbagai terapi telah dikembangkan, baik terapi farmakologis maupun non farmakologis. Menurut Prasadja (2009) dalam Roesli (2016) salah satu terapi non farmakologis untuk mengatasi masalah tidur bayi adalah pijat bayi. Penelitian yang dilakukan Tiffany Field di Touch Research Institute Amerika yang menunjukkan bahwa anak-anak yang dipijat selama 2x15 menit setiap minggunya, tidurnya menjadi lebih nyenyak sehingga pada waktu bangun konsentrasinya lebih baik daripada sebelum diberi pemijatan.

(16)

Pemijatan akan meningkatkan aktivitas neurotransmiter serotonin, yaitu meningkatkan kapasitas sel reseptor yang

berfungsi mengikat glucocortiroid sehingga terjadi penurunan kadar hormon adrenalin. Hormon serotonin merupakan zat penghantar syaraf yang berpengaruh terhadap munculnya perasaan nyaman dan optimis, relaksasi, perasaan bugar, kemampuan memfokuskan konsentrasi dan perhatian, dan dorongan untuk makan (Apriadji, 2007).

Pijat bayi merupakan terapi sentuh yang paling tua, yang dibutuhkan bagi kebutuhan dasar pada bayi. Sentuhan yang diberikan kepada bayi dengan penekanan lembut akan menimbulkan rasa aman dan nyaman. Jika sentuhan dan pijat bayi diberikan secara rutin segera setelah kelahiran bayi, adalah sebuah kontak kelanjutan tubuh bayi yang dibutuhkan oleh bayi untuk mempertahankan rasa aman dan nyaman bayi. Ketika bayi dipijat akan menimbulkan rasa aman dan nyaman maka dapat meningkatkan sekresi serotonin yang akan menekan aktivitas sistem pengaktivasi retikularis dan mengakibatkan kantuk (Riksani, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 28 Agustus 2019 di Posyandu Desa Jemawan, dengan mewawancarai dari 6 ibu yang memiliki bayi usia 3-6 bulan, diperoleh hasil 3 orang ibu mengatakan bahwa bayinya sering terbangun pada malam hari lebih dari satu jam, total jumlah tidur perhari kurang dari 13 jam, dan 3 orang ibu mengatakan tidak ada gangguan tidur pada bayinya yang mempunyai jumlah jam tidur normal dengan rata-rata 14 jam perhari. Bayi yang belum mempunyai jam tidur yang cukup, keesokan harinya bangun tidur dengan kondisi tidak segar, seringkali menguap, menangis, bahkan rewel. Berdasarkan data diatas

menunjukkan bahwa masih banyak bayi yang belum mempunyai jam tidur yang cukup.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur bayi usia 3-6 bulan di Desa Jemawan Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasy eksperiment. Penelitian ini dilakukan di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, dilaksanakan pada Agustus-Desember 2019.

Populasi penelitian ini adalah bayi usia 3-6 bulan di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten pada bulan November-Desember 2019 sebanyak 32 bayi, jumlah sampel didapat sebanyak 32 responden. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan lembar observasi kepada ibu bayi dan meminta ibu bayi untuk mengisi dengan lengkap lembar observasi yang telah disediakan. Pengisian lembar observasi dilakukan sendiri oleh ibu bayi dengan menuliskan jumlah tidur bayi dalam jam perhari dan setiap pemijatan bayi peneliti mengonfirmasi ulang berapa lama tidur bayinya.

Dalam penelitian ini etichal clearance dilakukan untuk meningkatkan kualitas penelitian yang diberikan oleh RSUD Dr. Moewardi Surakarta selaku Komisi Etik Penelitian yang menyatakan bahwa penelitian ini layak dilaksanakan

(17)

setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Inform consent diberikan pada ibu bayi yang bayinya memenuhi kriteria sampel penelitian untuk memberikan persetujuan kebersediaannya menjadi responden penelitian. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat yang digambarkan dalam bentuk distribusi

frekuensi dan bivariat dengan uji Wilcoxon.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden seperti tergambar pada tabel 1.

Tabel 1. Umur, Jenis Kelamin, dan Konsumsi Bayi

Karakteristik Responden Jumlah (N) %

Umur a. 3 bulan b. 4 bulan c. 5 bulan d. 6 bulan

9 9 7 7

28,1 28,1 21,9 21,9

Jumlah 32 100,0

Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

12 20

37,5 62,5

Jumlah 32 100,0

Konsumsi Bayi a. ASI

b. Susu Formula c. ASI +Susu Formula d. ASI+MPASI

e. ASI+MPASI+Susu Formula

25 0 0 7 0

78,1 0 0 21,9 0

Jumlah 32 100,0

Pada tabel 1 didapatkan data mayoritas umur responden adalah bayi berumur 3 bulan dan 4 bulan yaitu masing-masing sebanyak 9 bayi usia 3 bulan (28,1%) dan 9 bayi usia 4 bulan (28,1%). Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 20

bayi (62,5%). Mayoritas bayi mengkonsumsi ASI sebanyak 25 bayi (78,1%) dan sudah diberi MPASI berupa bubur, buah, dan biskuit sebanyak 7 bayi pada bayi usia 6 bulan (21,9%).

Distribusi Lama Tidur Bayi tergambar pada tabel 2 sebagai berikut:

(18)

Tabel 2. Lama Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan Sebelum dan Sesudah Pemijatan Lama Tidur Bayi Pretest Postest

Jumlah (N) Persen (%) Jumlah (N) Persen (%)

Kurang (< 13 jam) 18 56,25 0 0,0

Normal (13-15 jam) 14 43,75 27 84,4

Lebih (>15 jam) 0 0,0 5 15,6

Total 32 100 32 100

Pada tabel 2 didapatkan data sebagian besar tidur bayi sebelum dilakukan pemijatan memiliki lama tidur yang kurang yaitu sebanyak 18 bayi (56,25%) dan tidak ada bayi yang memiliki lama tidur yang lebih.

Lamanya tidur bayi setelah dilakukan pemijatan sebagian besar tidur bayi memiliki lama tidur normal yaitu 27 bayi (84,4%) dan bayi yang memiliki lama tidur yang lebih yaitu 5 bayi (15,6%).

Tabel 3. Perbedaan Rata-rata Lama Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan Sebelum dan Sesudah Pemijatan

Variabel Jumlah (N) Min Max Mean Lama tidur bayi usia 3-6 bulan sebelum

pemijatan 32 10 13 11,73

Lama tidur bayi usia 3-6 bulan sesudah

pemijatan 32 13,5 15,8 14,35

Pada tabel 3 didapatkan data didapatkan rata-rata lama tidur sebelum pemijatan yaitu 11,73 jam/hari dan ratarata sesudah dilakukan pemijatan

adalah 14,35 jam/hari. Analisis pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur bayi usia 3-6 bulan tergambar pada tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Lama Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan Lama Tidur Bayi

Pretest Postest

Z P

Jumlah (N) % Jumlah (N) %

Kurang (< 13 jam) 18 56,25 0 0,0 -4,955 0,000 Normal (13-15 jam) 14 43,75 27 84,4

Lebih (>15 jam) 0 0,0 5 15,6

Total 32 100 32 100

Berdasarkan tabel 4 di atas terlihat bahwa sebagian besar tidur bayi sebelum dilakukan pemijatan memiliki lama tidur yang kurang yaitu sebanyak 18 bayi (56,25%) dan tidak ada bayi yang memiliki lama tidur yang lebih. Lamanya tidur bayi setelah dilakukan pemijatan sebagian besar tidur bayi memiliki lama tidur normal yaitu 27 bayi (84,4%) dan

bayi yang memiliki lama tidur yang lebih yaitu 5 bayi (15,6%).

Hasil analisis data dengan uji wilcoxon diperoleh nilai Z -4,955 dengan p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,000 maka p value < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada perbedaan lama tidur bayi sebelum dan sesudah pemijatan.

(19)

Dengan hasil tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini diterima yang berarti ada pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur bayi usia 3-6 bulan di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten.

PEMBAHASAN

Penelitian yang telah dilakukan di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten dengan 32 responden diperoleh hasil bahwa sebagian besar umur pada bayi usia 3-6 bulan di Desa Jemawan yang diberikan pijat bayi adalah umur 3 bulan dan 4 bulan yaitu masing- masing sebanyak 9 bayi usia 3 bulan dan 9 bayi usia 4 bulan. Menurut Roesli (2016) bayi akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dipijat dari sejak kelahiran hingga usia 6-7 bulan. Pada usia 3 bulan sampai 3 tahun, pemijatan dilakukan dengan menggunakan tekanan pada seluruh gerakan dan waktunya semakin meningkat. Menurut Gola (2009), semakin usia bayi bertambah, jam tidurnya juga semakin berkurang, pada usia 3-6 bulan jumlah total waktu tidur berkisar antara 13-15 jam/hari. Maka dapat disimpulkan bahwa umur bayi 3 sampai 6 bulan memiliki karakteristik yang sama dalam hal lama tidur dan pemijatan.

Sebagian besar bayi mengkonsumsi hanya ASI yaitu 25 bayi dan hasil pretest didapatkan sebanyak 14 bayi memiliki lama tidur normal. Hal ini sesuai dengan Potter dan Perry (2013) bahwa ASI terbukti mengandung alfa protein yang kaya asam amino essensial, terutama triptofan. Triptofan adalah asam amino yang berperan dalam proses neurotransmitter dan pengatur pola hidup (nuerobehaviorl) dimana salah satu

fungsinya adalah mengatur pola tidur. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsumsi bayi juga mempengaruhi tidur bayi.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, perubahan lama tidur sebelum dan sesudah diberi pemijatan mengalami perubahan dengan selisih 2,62 jam/hari.

Hal ini terbukti dari hasil rata-rata lama tidur sebelum dilakukan pemijatan adalah 11,73 jam/hari dan rata-rata lama tidur bayi setelah dilakukan pemijatan adalah 14,35 jam/hari. Hal ini menunjukan adanya peningkatan lama tidur bayi setelah dilakukan pemijatan. Hal ini sesuai dengan teori Subakti dan Anggarani (2008), bayi yang otot-ototnya distimulasi dengan pemijatan akan nyaman dan mengantuk. Bayi akan tidur lebih lama, selain lama, bayi nampak tidur terlelap.

Hal ini menunjukan bahwa bayi merasa tenang setelah dipijat.

Lamanya tidur bayi sebelum dilakukan pemijatan adalah kurang dari normal sebanyak 18 bayi dan sisanya memiliki lama tidur normal yaitu 14 bayi.

Lama tidur bayi setelah diberi perlakuan pemijatan mayoritas menjadi normal sebanyak 27 bayi dan yang memiliki lama tidur lebih dari 15 jam sebanyak 5 bayi.

Setelah diberi pemijatan, sudah banyak bayi yang memiliki lama tidur normal 13- 15 jam dan ada yang lama tidurnya lebih dari 15 jam. Pada bayi yang memiliki kuantitas tidur lebih dari 15 jam ini hanya kelebihan beberapa menit saja dan tidak membahayakan bagi bayi. Paling banyak memiliki kelebihan 50 menit dan paling sedikit kelebihan 10 menit. Hal ini sesuai dengan Subakti dan Anggarani (2008), bahwa kebanyakan bayi akan tidur dengan waktu yang lama begitu pemijatan usai dilakukan kepada bayi. Menurut Roesli

(20)

(2016), bayi yang dipijat akan tertidur lebih lelap, sedangkan pada waktu bangun konsentrasinya akan lebih penuh.

Berdasarkan hasil uji dengan uji Wilcoxon berdasarkan tabel 4.4 diperoleh nilai signifikansi (p), dimana diketahui nilai p = 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa p < 0,05. Berarti Ha diterima sehingga ada pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur bayi usia 3-6 bulan.

Menurut Potter dan Perry (2013) peningkatan jumlah lama tidur bayi ini dikarenakan saat dilakukan pemijatan terjadi sekresi serotonin yang merupakan zat transmitter utama yang menyertai pembentukan tidur dengan menekan aktivitas sistem retikulasi maupun otak lainnya. Serotonin yang disintesis dari asam amino tripthophan akan diubah menjadi 5-hidroksitriptophan (5HTP) kemudian menjadi N-asetil serotonin yang pada akhirnya berubah menjadi melatonin, sehingga bayi akan tertidur setelah dilakukan pemijatan.

Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Sudarsih dan Wahyu L.Y (2015) dengan judul Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kuantitas Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan di Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto dengan hasil nilai p = 0,002 berarti ada pengaruh pijat bayi terhadap kuantitas tidur bayi usia 3-6 bulan.

Hasil ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2016) didapatkan hasil dengan uji Chi Square pengaruh pijat bayi terhadap kualitas tidur bayi, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pijat bayi dengan kualitas tidur bayi. Nilai Odd ratio (OR) uji sebesar 15,00 artinya bayi yang dengan pijat bayi berpeluang memiliki kualitas tidur yang baik 15 kali lebih

tinggi dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan pijat bayi.

Didukung juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Warsini dan Nugraini (2016) dengan judul Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Lama Tidur Bayi di Desa Duwet Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten dengan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok bayi yang diberi tindakan pijat memiliki rata- rata lebih tinggi (15,90 jam/hari) daripada rata-rata kuantitas tidur kelompok bayi yang tidak diberi pijat (13,90 jam/hari).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pijat bayi dengan lama tidur bayi.

Menurut Kelly (2001), tidur merupakan prioritas utama bagi bayi, karena pada saat inilah repair neuro-brain dan kurang lebih 75% hormon pertumbuhan diproduksi. Mengingat akan pentingnya waktu tidur bagi perkembangan bayi, maka kebutuhan tidurnya harus terpenuhi agar tidak berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu cara yang dapat memenuhi kebutuhan tidur bayi adalah dengan pijat bayi. Ketika bayi dipijat akan meningkatkan sekresi serotonin yang akan menekan aktivitas sistem pengaktivasi retikularis dan akan mengakibatkan kantuk.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lamanya tidur bayi setelah dilakukan pijat bayi erat hubungannya dengan pengoptimalan tumbuh kembang anak. Mengingat banyak sekali manfaat tidur bagi bayi, maka pijat bayi yang dilakukan secara teratur dan rutin dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan lama tidur bayi.

(21)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten berdasarkan usia bayi yang diteliti dalam penelitian ini sebagian besar bayi berumur 3 bulan dan 4 bulan masing-masing sebanyak 9 bayi usia 3 bulan (28,1%) dan 9 bayi usia 4 bulan (28,1%). Mayoritas jenis kelamin bayi pada penelitian ini adalah bayi perempuan berjumlah 20 bayi (62,5%).

Pada penelitian ini mayoritas bayi mengkonsumsi ASI sebanyak 25 bayi (78,1%) dan sudah diberi MP-ASI berupa bubur, buah, dan biskuit sebanyak 7 bayi (21,9%) pada bayi usia 6 bulan.

Lama tidur usia 3-6 bulan sebelum perlakuan pijat bayi (pretest) diperoleh hasil paling banyak adalah kurang dari 13 jam sebanyak 18 (56,25%) bayi. Rata- rata lama tidur bayi sebelum perlakuan pijat bayi adalah 11,73 jam.

Lama tidur usia 3-6 bulan setelah pemijatan (posttest) diperoleh hasil paling banyak adalah normal 13-15 jam sebanyak 27 (84,38%) bayi. Rata-rata lama tidur bayi setelah perlakuan pemijatan adalah 14,27 jam.

Dari hasil uji statistika dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh nilai p value (0,000 < 0,05) berarti ada pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur bayi usia 3-6 bulan di Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten.

Hasil pada penelitian ini didapat bahwa pijat bayi berpengaruh pada lama tidur bayi usia 3-6 bulan. Mengingat banyak sekali manfaat tidur bagi bayi, diharapkan adanya pijat bayi dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan lamanya tidur bayi.

Bagi Tenaga Kesehatan diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat

memberikan informasi serta melatih dan mendemonstrasikan metode pijat bayi atau menyarankan kepada masyarakat untuk memijat bayinya sedini mungkin ke tenaga kesehatan yang sudah terlatih, serta menjadikan pijat bayi sebagai bagian dari program kesehatan bayi untuk mengoptimalkan tumbuh kembang.

Bagi orangtua responden diharapkan ibu-ibu dapat melanjutkan pemijatan anaknya dengan mempelajari pijat bayi agar dapat memijat sendiri di rumah secara teratur dan rutin sehingga bayi tidak mengalami gangguan tidur dan dapat tumbuh serta berkembang dengan optimal.

Bagi institusi pendidikan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi penelitian yang dapat digunakan dalam ilmu pengetahuan.

DAFTAR RUJUKAN

A.A & Uliyah, M. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Abata, Qorry 'Aina. (2015). Merawat Bayi Baru Lahir. Madiun: Yayasan PP Al- Furqon.

Adi, Nuri Purwito dan Rini Sekartini.

(2006). Gangguan Tidur pada Anak Usia Bawah Tiga Tahun di Lima Kota Indonesia. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 7, No.4, Maret 2006: 188-193.

Apriadji, W. H. (2007). Good Mood Food.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ardhillah, City, Azz. (2012). Segalanya Bayi, Kupas Tuntas Ilmu Bayi A-Z.

Yogyakarta: Syura Mediautama.

Bintang Aji Pamungkas. (2016).

(22)

Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Kartasura. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Cahyaningrum dan Sulistyorini, E.(2014).

Hubungan Pijat Bayi Terhadap Kualitas Tidur Bayi Umur 0-3 Bulan di RB Suko Asih Sukoharjo Tahun 2013.

Surakarta: Akbid Mamba'ul 'Ulum Surakarta.

Chaerunnis, Firsta Nodia. (2017). Hindari Memijat Bayi di Tiga Bagian Tubuh Ini. Diakses pada tanggal 22 Agustus

2019. Dari

https://www.suara.com/health/2017/11/

07/143143/hindarimemijatbayi-ditiga- bagian-tubuh-ini

Charlotte C. Yates, Anita J, Mitchell, Melisa Y. Booth, D.Keith Williams, Leah M. Lowe, and Richard Whit Hall.

(2015). The Effects of Massage Therapy to Induce Sleep in Infants Born Preterm. Pediatr Phys Ther.

Winter; 26(4): 405-410.

Conny, Tanjung, M. F dan Rini Sekartini.

(2004). Masalah Tidur pada Anak. Sari Pediatri, 6 (3), 138-142.

Gola, G. (2009). Ayo Bangun! Dengan Bugar karena Tidur yang Benar.

Jakarta: Penerbit Hikmah.

Handayani, dkk. (2015). Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi Usia 3-5 Bulan di Desa Plalangan Kecamatan Kalisat. Program S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammdiyah Jember.

Jember: UMJ.

Hansen Kent, Shriver Tim, et al.,.

(2005). The Effects of Exercise on the Storage and Oxidation of Dietary Fat., Department of Nutritional Sciences, University of Wisconsin-Madison USA. (e- journal) diakses 22 Agustus 2019;

available at

http://www.ingentaconnect.com/content/a dis/smd/2005/00000035/00000005/art000 01

Kelly, Paula.(2001). Bayi Anda Tahun Pertama. Jakarta: Arcan.

Kenner, C.,& McGrath,J.M. (2004).

Developmental Care of Newborn &

Infants: A Guidefor Health Proffessionals. St. Louis: Mosby.

Mardiana, L dan Martini, D. E. (2014).

Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kuantitas Tidur Bayi Usia 3-6 Bulan di Desa Munungrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan.

Surya, 2 (18). 109-115.

Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Notoatmodjo.(2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A dan Perry, A. G. (2013).

Fundamentals of Nursing Eighth Edition. Canada: Elsevier.

Prasetyono. (2009). Teknik-teknik Tepat Memijat Bayi Sendiri Panduan Lengkap dan Uraian Kemanfaatannya.

Yogyakarta: Diva Press.

(23)

Putra, S.R. (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika.

Riksani, R. (2012). Cara Mudah dan Aman Pijat Bayi. Jakarta: Niaga Swadaya.

Roesli, Utami. (2016).Pedoman Pijat Bayi. Jakarta: PT. Trubus Agriwidya.

Sadeh, I dan Zion, M. (2011). Which Type of Inquiry Project Do High School Biology Student Prefer.

Saryono.(2011).Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Subakti, Y dan Anggarani, D. R. (2008).

Keajaiban Pijat Bayi dan Balita.

Jakarta: Wahyu Media.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Warsini dan Nugraini, D. (2016).

Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Lama Tidur Bayi di Desa Duwet Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. Kosala JIK, 4 (1), 83-89.

(24)

23

*Email : ita_kalisa@yahoo.com

Abstract

Background: The number of cases of low birth weight is still quite high, 15% of the 20 million babies worldwide are born with low birth weight every year. Low birth weight conditions need to be a concern because it can cause health complications. Aim to Analize the effect of kanggoro method to increase baby's weight of low birth weight. Methods: The experimental research design used was a static pre- posttest control group design with a case control approach, namely research by grouping or classifying intervention groups against the control group. The type of statistical test used in this study is the t test (t test). we performed 30 of low birth weight babies as a case of kangaroo care for 7 days and as control were 60 low birth weight babies, were only treated according to the hospital standart procedure,like ASI, parenterally and the drugs needed. Results: The average weight gain of infants who were intervened by the kangaroo method was 30.2 grams with a standard deviation of 11.79 grams, while for infants who were not intervened by the kangaroo method, the average baby's weight gain was only 15.5 grams with a standard deviation of 8,57 grams. Statistical test results obtained p = 0,000. Conclution: there were significant differences in the average weight gain of infants who were intervened by the kangaroo method and those who were not intervened by the kangaroo method.

Keywords: the kangaroo method, low birth weight

PENDAHULUAN

Neonatus merupakan masa peralihan dari kehidupan intra uterine ke ekstra uterin yang hidup dengan keterbatasan sesuai dengan kematangan fungsi organ tubuh yang berlangsung secara bertahap (Hockenberry, 2012). Neonatus mampu beradaptasi dengan kehidupan ekstra uterin, maka ia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tetapi bila gagal, maka pertumbuhan dan perkembangannya menjadi terlambat, sakit, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Pada masa ini neonatus beresiko tinggi untuk mengalami berbagai masalah kesehatan, salah satunya mengalami berat bayi lahir rendah. Menurut Wong (2012), Masalah yang sering kita jumpai pada bayi BBLR antara lain: asfiksia, respiratory distress syndrome (RDS), thermoregulasi, sistim syaraf, nutrisi,

perdarahan intra cranial, enterokolitis, gangguan metabolisme seperti hipoglikemia akibat gangguan pengaturan suhu. Berdasarkan human development report 2014, berat badan lahir masih merupakan masalah kesehatan di negara- negara berkembang, dengan perkiraan masih terdapat lebih dari 95% BBLR terjadi di negara berkembang. Total kelahiran di dunia, terdapat 15,5%

kelahiran dengan BBLR. Kelahiran dengan BBLR dua kali lebih banyak di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju, dengan sebanyak 72%

terjadi di Asia. Sementara angka kematian bayi di Indonesia mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand. Penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah

(25)

gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain.

Penyebab kematian bayi 28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%, prematuritas dan BBLR 12,8%, dan RDS 12,8% (United Nations Development Programme, 2014).

Menurut Sulistyorini (2012) salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan kematian BBLR adalah dengan perawatan metode kangguru atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekap ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu atau pengasuhnya dengan selalu menggendongnya. Metode kangguru atau perawatan bayi lekat ditemukan pada tahun 1983 di Bogota, sangat bermanfaat untuk merawat bayi yang lahir dengan berat lahir rendah baik selama perawatan di rumah sakit ataupun di rumah.

Perawatan metode kangguru dapat dilakukan dengan dua cara, pertama PMK intermitten yaitu bayi dengan kondisi yang berat membutuhkan perawatan intensif dan khusus di ruang perinatologi, bahkan mungkin memerlukan bantuan alat. Bayi dengan kondisi ini PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya, PMK dilakukan dengan durasi waktu minimal satu jam. Setelah bayi stabil bayi dapat dipindahkan ke ruang rawat untuk menjalani PMK kontinyu. Cara yang kedua adalah PMK kontinyu, pada PMK ini kondisi bayi harus dalam keadaan stabil dan bayi harus dapat bernafas secara alami tanpa bantuan oksigen (Indonesia menyusui, 2013 )

Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medis RSUD Kabupaten Bekasi pada tahun 2013 terdapat 271 kasus bayi berat lahir rendah

dari 1.050 kelahiran bayi baru lahir (25,8%), tahun 2014 sebanyak 301 dari 1.105 bayi baru lahir (27,2%), dan tahun 2015 sebanyak 330 dari 1.057 bayi baru lahir (31,2%). Berdasarkan data tersebut maka terjadi peningkatan BBLR, hal ini dikarenakan dari paritas dan usia ibu yang dapat beresiko melahirkan bayi berat lahir rendah di RSUD Kabupaten Bekasi. Studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Bekasi pada bulan Maret 2017 ditemukan jumlah bayi yang dirawat dengan BBLR adalah sebanyak 127 (20,3%) bayi dari 626 bayi baru lahir. Hanya terdapat 45 bayi (35,4%) Bayi yang dilakukan perawatan metode kangguru, sedangkan 82 (64,5%) bayi tidak dilakukan perawatan metode kangguru dikarenakan kondisi bayi yang tidak memungkinkan, partisipasi keluarga yang kurang untuk melakukan metode kanguru, shingan bayi tersebut hanya diberikan ASI dan perawatan lainnya, selain itu pada bayi yang dilakukan Perawatan metode kangguru di RSUD Kabupaten Bekasi belum dilakukan secara kontinyu. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Evaluasi Dampak Implementasi Metode Kangguru terhadap Kenaikan berat badan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) di ruang perinatologi RSUD Kabupaten Bekasi.”

Identifikasi Masalah Jumlah bayi kasus BBLR di rumah sakit cukup tinggi, selama 3 bulan terakhir kasus ini mencapai 127 bayi, namun pendekatan perawatan metode kangguru dilakukan belum kontinyu, tingkat keberhasilan belum mencapai 50 % sehingga potensi hipotermi pada bayi pun tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Evaluasi Dampak Implementasi

(26)

Metode Kangguru terhadap Kenaikan berat badan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) di ruang perinatologi RSUD Kabupaten Bekasi.”

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dampak implementasi metode kangguru terhadap kenaikan berat badan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) di ruang perinatologi RSUD Kabupaten Bekasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Jenis uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t (t test). Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi berat lahir rendah di ruang perawatan perinatologi RSUD Kabupaten Bekasi, rata – rata kasus BBLR di rumah sakit ini ± 30 kasus per bulan. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan total Sampling. Peneliti melakukan perawatan metode kangguru sebanyak 30 bayi BBLR sebagai kasus dan sebagai kontrol adalah 60 bayi BBLR, bayi tersebut hanya di lakukan perawatan BBLR sesuai dengan prosedur yaitu di beri ASI, cairan parenteral serta obat obatan yang diperlukan. Agar data reliable maka peneliti mengambil sampel dengan

perbandingan rasio 1 : 2. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 30 : 60 ( kasus : kontrol ). Tahapan Pengambilan Data Tahap pengambilan data dimulai dari observasi lapangan, pembuatan lembar informed consent, pengembangan instrument pengambilan sampel berupa lembar observasi dan observasi penatalaksanaan perawatan metode kanguru, pengurusan ethical clearance.

Proses pengambilan data dilakukan pada kasus adalah diawali menimbang berat badan bayi sebelum dilakuan perawatan Metode kanguru oleh peneliti, kemudian dilakukan Perawatan metode kanguru selama 1-2 jam, proses ini dilakukan selama 7 hari. Kemudian peneliti menganalisis kenaikan berat badannya. Sedangkan pada kontrol hanya dilakukan perawatan sesuai prosedur yang ada pada tempat pengambilan data yaitu di berikan ASI, dan sebagainya kemudian obesevasi dilakukan observasi dengan menimbang berat badan bayi selama 7 hari, kemudian peneliti menganalisis kenaikan berat badannya.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan kenaikan berat badan bayi seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Rata – Rata Kenaikan Berat Badan Bayi Menurut Intervensi Metode Kanguru di RSUD Kabupaten Bekasi

Metode Kanguru Mean SD SE P Value N

Kasus (Perlakuan) 30,2 11,79 2,15 0,000 30

Kontrol 15,5 8,57 1,10 60

Rata – rata kenaikan berat badan bayi yang diintervensi metode kanguru adalah 30,2 gram dengan standar deviasi adalah 11,79 gram, sedangkan untuk bayi yang tidak diintervensi metode kanguru, rata-rata kenaikan berat badan bayi hanya

15,5 gram dengan standar deviasi 8,57 gram. Hasil uji statistik didapatkan nilai p

= 0,000, berarti pada alpha 5 % terlihat ada perbedaan yang signifikan rata – rata kenaikan berat badan bayi yang mendapat

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pemerintah Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji validasi yang bersifat mengkorelasikan tiap skor butir dan uji reliabiliats mengetahui tingkat konsisten dari

Pola ruang natah di Desa Sibang Gede, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali diangkat menjadi topik penelitian dengan tujuan mengidentifikasi tata letak dan fungsi

Istimewa, Mulus, Mesin Halus, Interior Orisinil, Nego.. Warga Raya

Data bayangan sering diperlukan karena tidak semua data yang diinginkan dapat dihadirkan, baik karena keterbatasan prasarana atau sarana (waktu, dana, tenaga, alat,

Situs e-learning ILMO ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengirimkan tugas berbentuk file dari mahasiswa kepada dosen.. Pengiriman tugas melalui situs e-learning lebih mudah

Potensi Kawasan Obyek Wisata Bahari lamongan Berdasarkan definisi dari pariwisata sendiri adalah perjalanan yang dilakukan oleh seorang atau banyak orang dalam waktu tidak lebih

Sebagian kolesterol yang mencapai hati akan diubah menjadi asam empedu yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi untuk membantu proses penyerapan kolesterol yang berasal