• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JELATANG (Urtica dioica L.) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JELATANG (Urtica dioica L.) SKRIPSI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JELATANG

(Urtica dioica L.)

SKRIPSI

OLEH:

RISNANTO NIM 151524001

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JELATANG

(Urtica dioica L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RISNANTO NIM 151524001

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Formulasi Gel Anti-Aging Ekstrak Etil Asetat Daun Jelatang (Urtica dioica L.)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Daun Jelatang (Urtica dioica L.) mengandung berbagai senyawa penting secara medis di antaranya adalah flavonoid yang berpotensi sebagai antioksidan yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk pengembangan anti-aging. Tujuan penelitian ini formulasi dan uji efektivitas anti-aging sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang. Hasilnya ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang homogen, dengan pH 4,8-5,3, viskositas 2000-2450 cps, stabil dalam penyimpanan selama 28 hari, tidak mengiritasi kulit punggung tangan sukarelawan. Analisa data SPSS menunjukkan gel dengan konsentrasi 0,15% memiliki perbedaan yang signifikan terhadap blanko (p<0,05) dan menunjukkan efektivitas anti-aging yang terbaik, sehingga diharapkan penelitian ini bisa menjadi alternatif anti-aging alami.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya skripsi ini, Ibu Prof. Dr.

Masfria M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan berbagai fasilitas perkuliahan, Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku

(5)

ketua penguji dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Drs.

Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada UPT Puskesmas Paliyan Gunungkidul dan Kementerian Kesehatan RI selaku fasilitator beasiswa tugas belajar.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua terhormat, Ayahanda Atmowiryo, dan Ibunda Kemiyem, istri tercinta Desi Wahyuningsih dan putra tersayang Sayyed Oemar Hamdillah, kakak-kakakku atas limpahan kasih sayang, doa, dan semangat yang tak ternilai dengan apapun.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Januari 2018 Penulis,

Risnanto

NIM 151524001

(6)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Risnanto

Nomor Induk Mahasiswa : 151524001 Program Studi : Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Gel Anti-Aging Ekstrak Etil Asetat Daun Jelatang (Urtica dioica L.)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2018 Yang membuat pernyataan,

Risnanto

NIM 151524001

(7)

FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JELATANG

(Urtica dioica L.) ABSTRAK

Latar Belakang: Urtica dioica L. atau yang disebut dengan jelatang merupakan tumbuhan menahun dari famili Urticaceae. Daunnya mengandung berbagai senyawa organik yang penting secara medis dan memiliki potensi antioksidan di antaranya adalah flavonoid. Antioksidan dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk pengembangan anti-aging dalam bentuk sediaan topikal berupa gel karena penggunaannya yang mudah.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk formulasi dan uji efektivitas anti-aging sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang.

Metode: Daun jelatang diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etil asetat dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C, kemudian ekstrak dibuat menjadi sediaan gel dengan variasi konsentrasi 0,05% (F1); 0,10%

(F2); dan 0,15% (F3). Sebagai blanko (F0) digunakan basis gel tanpa penambahan ekstrak. Evaluasi terhadap sediaan gel meliputi uji stabilitas, homogenitas, pH, viskositas, iritasi, dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat skin analyzer. Pengamatan dilakukan selama 28 hari dengan mengaplikasikan sediaan gel terhadap kulit punggung tangan sukarelawan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara blanko (F0) terhadap (F1, F2, F3) dan juga di antara masing-masing formula (F1, F2, F3).

Hasil: Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang homogen, dengan pH 4,8-5,3, viskositas 2000-2450 cps, stabil dalam penyimpanan selama 28 hari, dan tidak mengiritasi kulit sukarelawan.

Analisa uji Mann-Whitney menunjukkan F3 memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05) tehadap blanko (F0), F1, dan F2, ditandai dengan perubahan kondisi kulit yaitu berkurangnya keriput sebesar 10,9%, pigmen hitam 36,9%, pori semakin mengecil 14,1%, meningkatnya kadar air 11,8% dan elastisitas 13,1%.

Kesimpulan: Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dan konsentrasi 0,15% menunjukkan efektivitas anti-aging yang terbaik.

Kata kunci: formulasi, jelatang, gel, anti-aging

(8)

ANTI-AGING GEL FORMULATION CONTAINING THE ETHYL ACETATE EXTRACT OF NETTLE LEAVES

(Urtica dioica L.) ABSTRACT

Background: Urtica dioica L. called by the name of nettle is a perennial plant of the Urticaceae family. The leaves contain various medically important organic compounds and have antioxidant potential among them are flavonoids.

Antioxidants can be further utilized for the development of anti-aging in topical preparation of gel because of their easy application.

Objective: The present study aimed to formulate and evaluate for anti-aging effectiveness of gel preparation containing ethyl acetateextract of nettle leaves.

Methods: Nettle leaves were extracted by maceration method using ethyl acetate solvent and evaporated using rotary evaporator at 40°C, then the extract was made into gel preparation with various concentration 0,05% (F1), 0,10% (F2), and 0,15% (F3). As blanks (F0) used gel base without addition of extract. The formulated gel was subjected to the following evaluation parameters such as stability, homogenity, pH, viscosity, irritancy test, and the anti-aging effectiveness test using skin analyzer. Observations were made for 28 days by applying gel preparation to the back skin of volunteer hands. The data obtained were then analyzed using the Mann-Whitney test to find out if there were significant differences between the blanks (F0) to (F1, F2, F3) and also between the respective formulas (F1, F2, F3).

Results: The ethyl acetate extract of nettle leaves can be formulated in a homogenous gel preparation form, with pH 4,8-5,3, viscocity 2000-2450 cps, stable in storage for 28 days, did not irritate the skin of volunteer. Mann-Whitney test analysis showed that F3 has significant difference (p <0.05) on blanks, F1, and F2, characterized by changes in skin condition such as reduced wrinkles by 10.9%, melanins 36.9%, decreased pores 14.1%, increased water content 11.8%

and elasticity 13.1%.

Conclusion: The ethyl acetate extract of netlle leaves can be formulated into gel preparation and concentration of 0.15% showed the best anti-aging effectiveness.

Keywords: formulation, nettle, gel, anti-aging

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Jelatang (Urtica dioica L.) ... 6

2.1.1 Klasifikasi ... 6

2.1.2 Morfologi ... 6

2.1.3 Kandungan kimia ... 7

(10)

2.1.4 Manfaat ... .. 7

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Gel ... 8

2.3.1 Hidroksi propil metil selulose (HPMC) ... 9

2.3.2 Metil paraben ... 9

2.3.3 Propil paraben ... 10

2.3.4 Propilen glikol ... 10

2.4 Kulit ... 10

2.4.1 Jenis-jenis kulit ... 12

2.4.2 Penuaan kulit ... 13

2.4.3 Radiasi UV (ultraviolet) dan photoaging ... 14

2.5 Antioksidan dan Anti-Aging ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Alat dan Bahan ... 17

3.1.1 Alat ... 17

3.1.2 Bahan ... 17

3.2 Sukarelawan ... 17

3.3 Identifikasi Tumbuhan ... 18

3.4 Pengumpulan Sampel ... 18

3.4.1 Teknik pengumpulan sampel ... 18

3.4.2 Pengolahan sampel ... 18

3.4.3 Pembuatan ekstrak daun jelatang ... 18

3.5 Formulasi Gel ... 19

3.5.1 Formulasi standar basis gel ... 19

3.5.2 Pembuatan sediaan gel ... 19

(11)

3.6 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel ... 20

3.6.1 Pengamatan organoleptis ... 20

3.6.2 Pengamatan homogenitas ... 20

3.6.3 Pengukuran pH ... 20

3.6.4 Penentuan viskositas ... 21

3.7 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 21

3.8 Pengujian efektivitas anti-aging terhadap sukarelawan ... 22

3.9 Analisis Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 23

4.2 Hasil Ekstraksi ... 23

4.3 Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel ... 23

4.3.1 Hasil pengamatan organoleptis ... 23

4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas ... 24

4.3.3 Hasil pengukuran pH ... 25

4.3.4 Hasil penentuan viskositas ... 25

4.4 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 26

4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging ... 26

4.5.1 Pengukuran keriput (wrinkle) ... 27

4.5.2 Pengukuran pigmen hitam (melanin) ... 29

4.5.3 Pengukuran pori (pore) ... 31

4.5.4 Pengukuran kadar air (moisture) ... 33

4.5.5 Pengukuran elastisitas (elasticity) ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

(12)

5.1 Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Komposisi bahan dalam gel ... 19

4.1 Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang ... 24

4.2 Data pengamatan homogenitas ... 24

4.3 Data pengukuran pH ... 25

4.4 Data pengukuran uji viskositas ... 26

4.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 26

4.6 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 28

4.7 Hasil pengukuran pigmen hitam (melanin) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 30

4.8 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 32

4.9 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 34

4.10 Hasil pengukuran elastisitas (elasticity) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 36

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Struktur kulit ... 11 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah keriput

pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 29 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pigmen

hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 31 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pori pada

kulit punggung tangan sukarelawan ... 33 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan

kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 35 4.5 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan

elastisitas pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 37

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 46

2 Gambar tumbuhan, simplisia, serbuk simplisia, dan ekstrak etil asetat daun jelatang ... 47

3 Perhitungan rendemen ekstrak etil asetat daun jelatang ... 48

4 Bagan pembuatan serbuk simplisia daun jelatang ... 49

5 Bagan pembuatan ekstrak etil asetat daun jelatang ... 50

6 Bagan pembuatan basis gel ... 51

7 Bagan pembuatan dan evaluasi mutu fisik sediaan gel ... 52

8 Sertifikat analisis HPMC ... 53

9 Gambar alat-alat penelitian ... 54

10 Gambar sediaan gel ... 55

11 Gambar hasil pengamatan homogenitas ... 56

12 Gambar uji iritasi, uji efek anti-aging, dan pengoperasian skin analyzer ... 57

13 Contoh gambar hasil skin analyzer keriput (wrinkle) ... 58

14 Contoh gambar hasil skin analyzer pigmen hitam (melanin) ... 61

15 Contoh gambar hasil skin analyzer pori (pore) ... 64

16 Contoh gambar hasil skin analyzer kadar air (moisture) dan elastisitas (elasticity) ... 67

17 Data hasil uji statistik keriput (wrinkle) ... 70

18 Data hasil uji statistik pigmen hitam (melanin) ... 73

19 Data hasil uji statistik pori (pore) ... 76

20 Data hasil uji statistik kadar air (moisture) ... 79

(16)

21 Data hasil uji statistik elastisitas (elasticity) ... 82 22 Contoh surat pernyataan sukarelawan peserta penelitian ... 85

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan adalah siklus yang ditandai dengan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena bertambahnya umur. Umumnya proses penuaan dapat terlihat jelas dari garis-garis kerutan di permukaan kulit, baik kulit wajah ataupun kulit di bagian tubuh lain (Sadewo, 2009). Penuaan kulit merupakan sebuah fenomena komplek yang terdiri dari dua komponen yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik diistilahkan sebagai penuaan sesungguhnya yang mana tak dapat dihindari dengan bertambahnya umur dan ditunjukkan terutama dengan adanya perubahan fisik, umumnya bersifat genetis. Faktor ekstrinsik disebabkan oleh paparan lingkungan seperti photoaging (Farage et al., 2010).

Kulit merupakan jaringan utama dalam studi ilmiah gerontologi karena merupakan sistem organ terbesar dalam tubuh, sehingga tersedia kesempatan untuk meneliti adanya pengaruh lingkungan serta faktor genetik dalam proses penuaan (Gilchrest, 2000). Jaringan terluar dari tubuh kulit sering dan secara langsung terpapar dengan lingkungan prooksidatif seperti radiasi UV (ultraviolet), pemakaian obat-obatan, dan polusi udara (Elsner & Howard, 2000).

Antioksidan melindungi kulit dari radikal bebas dengan mekanisme aksi berupa kemampuan mengikat oksigen tunggal dan oksigen khas yang reaktif (Pfenninger, 2010). Oksidasi dan produk radikal bebas diproduksi dalam tubuh untuk menjalankan fungsi biologis yang penting, tapi di sisi lain dapat merusak karena sangat reaktif (Papas, 1998). Pada dasarnya radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen sebagai respon normal proses biokimia

(18)

intrasel maupun ekstrasel dan secara eksogen misalnya dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi melalui kulit (Winarsi, 2007).

Senyawa yang dapat menangkal radikal bebas adalah antioksidan. Sebagai bahan aktif antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat oksidasi sehingga mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Penuaan dapat dicegah bila radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh seimbang dengan antioksidan yang dihasilkan tubuh (Darmawan, 2013). Namun tubuh tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar (Rohdiana, 2011).

Banyak zat yang berasal dari tanaman yang secara kolektif disebut fitonutrien atau fitokimia yang semakin dikenal karena aktivitas antioksidannya (Percival, 1998). Salah satunya adalah tumbuhan jelatang yang memiliki kandungan senyawa polisakarida, vitamin C, karoten serta flavonoid kuersetin, rutin, kaempferol, dan beta-sitosterol (Fragoso et al., 2008). Kuersetin merupakan senyawa yang berperan dalam pengembangan anti-aging (Bourgeois et al., 2016) karena memiliki aktivitas antioksidan kuat untuk melindungi tubuh terhadap radikal bebas (Shah et al., 2016). Uji antioksidan ekstrak jelatang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan berbagai pelarut seperti etanol, petroleum eter, n-butanol, dan etil asetat. Ekstrak jelatang dengan pelarut etil asetat memiliki potensi antioksidan yang tergolong kuat dibanding dengan pelarut lainnya dengan nilai IC50 (inhibitory concentration) 78,99 µg/ml (Joshi et al., 2015). Ekstrak jelatang memiliki efek antiagregan, antihiperglikemik, bradikardial, diuretik, dan hipotensif (El Haouari et al., 2007). Penggunaan daunnya dapat menyembuhkan penyakit seperti diabetes, eksema, hemoroid, anemia, rematik, dan kanker prostat (Aksu & Kaya, 2004). Di samping itu jelatang diketahui dapat menghasilkan efek

(19)

toksik pada sistem saraf pusat dan tepi, sistem kardiovaskuler, serta sistem pernafasan. Komponen toksik itu adalah asetil kolin, histamin, dan asam format yang terkonsentrasi pada rambut tumbuhan tersebut (Otles & Buket, 2012). Saat kulit bersentuhan dengan rambut-rambut halus dari daunnya yang mengeluarkan asam format dan histamin (Eskin & Snait, 2005), daun jelatang mengakibatkan sensasi rasa menyengat, ruam, dan gatal-gatal (Fu et al., 2006). Perendaman daun jelatang dalam air dapat membantu mengeluarkan senyawa menyengat (Hailemeskel & Fekadu, 2015) dengan cara merendamnya selama 20 menit atau diuapkan sebentar (Herrera, 2013).

Gel yang mengandung bahan alam sebagai zat aktif masih jarang ditemukan. Gel memiliki beberapa keuntungan dibanding sediaan topikal lain yaitu kemampuan penyebarannya baik pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori-pori kulit, memberi sensasi dingin, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut serta pelepasan obatnya baik (Voight, 1984), mudah dioleskan dan viskositasnya tidak mengalami perubahan yang berarti selama penyimpanan (Lieberman, 1997).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai sediaan gel anti-aging ekstrak etil asetat daun jelatang (Urtica dioica L.) yang diformulasikan dengan beberapa konsentrasi (6 x IC50, 12 x IC50, 18 x IC50).

Penentuan konsentrasi ini berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rusdiana (2007) melalui pendekatan dengan membandingkan bagian tumbuhan yang digunakan, kandungan senyawa kimia, dan nilai IC50 dari tumbuhan lain yang hampir sama dengan jelatang. Formulasi gel kemudian diuji mutu fisik dan aktivitasnya sebagai anti-aging.

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan menjadi sediaan gel anti-aging.

b. Apakah gel yang mengandung ekstrak etil asetat daun jelatang dapat memberikan efek anti-aging dan pada konsentrasi berapa memberikan efek yang terbaik.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan menjadi sediaan gel sebagai anti-aging.

b. Gel yang mengandung ekstrak etil asetat daun jelatang mampu memberikan efek anti-aging dengan konsentrasi yang tepat.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel.

b. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari gel ekstrak etil asetat daun jelatang yang dapat memberikan efek anti-aging.

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kepada masyarakat mengenai aktivitas antioksidan dan stabilitas sediaan fisik formulasi gel anti-aging ekstrak etil asetat daun jelatang (Urtica dioica L.).

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Ekstrak etil asetat daun jelatang

Formulasi gel ekstrak etil asetat

daun jelatang 0,5%; 0,10%; 0,15%

Pemeriksaan Sediaan gel

Uji efek anti-aging dengan skin analyzer

ASW Aram Huvis

- Stabilitas:

- Organoleptis - Homogenitas - pH

- Viskositas - Iritasi

- Keriput - Melanin - Pori - Kadar air - Elastisitas

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jelatang (Urtica dioica L.) 2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan jelatang (Urtica dioica L.) adalah sebagai berikut (Ahmed & Subramani, 2014):

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Hamamelidae Order : Urticales Family : Urticaceae Genus : Urtica L.

Species : Urtica dioica L.

2.1.2 Morfologi

Jelatang merupakan spesies yang paling banyak dikenal dalam genus Urtica (Ramzan, 2015), yang dapat tumbuh di Eropa, Asia, bagian utara Afrika,

dan Amerika Utara dengan sebutan umum yaitu stinging nettle (Beck, 2017).

Berkembang biak dengan menyebarkan rhizome dan stolon hingga membentuk rumpun, tumbuhan perennial ini mampu tumbuh hingga mencapai 1-2 meter (Durbin, 2006). Daunnya hijau bertekstur kasar ditutupi oleh bulu-bulu menyengat (trikoma), berukuran 2-3 inchi, ramping, bergerigi, dan ujungnya

(23)

lancip (Baumgardner, 2016). Di Indonesia tumbuhan ini juga juga dapat ditemukan, namun pemanfaatannya masih kurang populer.

2.1.3 Kandungan kimia

Daun jelatang mengandung klorofil, protein, karotenoid seperti lutein, β- karoten, dan isomernya, mineral di antaranya zat besi, fosfor, magnesium, kalsium, potasium, sodium, vitamin B, C, dan K (Zeipina et al., 2014), flavonoid seperti isokuersetin dan rutin, tanin, histamin, serotonin, asam format, asam resin, glukokinin (Shilpi et al., 2017), asam linoleat, asam ursolik, neoxanthin, violaxanthin, likopen (Shailajan et al., 2014).

2.1.4 Manfaat

Secara tradisional digunakan untuk nutrisi, hemostatik, astringen, stimulan sirkulasi darah pada penyembuhan luka, penyakit kulit, pendarahan uterus, dan nyeri sendi, permasalahan saluran kemih (Mantle & Denise, 2009).

Ekstrak daunnya memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Saad & Omar 2011), sehingga dapat digunakan lebih lanjut untuk membantu perawatan anti-aging kulit (Ferguson, 2011).

2.2 Ekstrasi

Ekstraksi adalah suatu teknik yang biasa digunakan dalam kimia organik untuk memisahkan senyawa yang diinginkan (Gilbert & Stephen, 2015). Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987), melalui proses pengayakan terlebih dahulu (Kemenkes RI, 2013). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

(24)

atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM., 1995).

Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi menggunakan pelarut ada dua yaitu cara panas (refluks, digesti, sokletasi, infudasi, dekoktasi) dan cara dingin (maserasi, perkolasi).

Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan, dengan memasukkan sampel dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstrasi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang termolabil (Mukhriani, 2014), menggunakan pelarut dingin yang mengurangi adanya dekomposisi (Williamson et al., 1996), mudah dilakukan tanpa perlakuan khusus (Verawati dkk, 2017), secara teknis peralatan yang digunakan sederhana (Mulyani & Mega, 2015).

2.3 Gel

Gel adalah sistem semi padat yang terdiri dari susunan partikel kecil anorganik maupun molekul besar organik yang terpenetrasi dalam suatu cairan (USP, 2009). Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan hidrofilik. Gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik.

Apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali terjadi interaksi antara kedua fase. Gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul

(25)

organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi (Ansel, 1989), mengandung komponen bahan pengembang atau disebut basis gel, air, humektan, dan bahan pengawet (Voigt, 1994).

2.3.1 Hidroksi propil metil selulose (HPMC)

Basis gel merupakan bahan utama dalam formulasi sediaan gel. Basis Hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC) merupakan gelling agent semi sintetik turunan selulose yang stabil pada pH 3-11, dapat membentuk gel yang jernih dan bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang (Rowe et. al, 2009). Dikenal sebagai bahan yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (Harwood, 2006), dengan ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa, sangat sukar larut dalam eter, etanol, aseton tetapi dapat mudah larut dalam air panas dan segera membentuk gumpalan koloid, mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe et. al., 2005).

2.3.2 Metil paraben

Berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk ktristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Metil paraben atau yang biasa disebut dengan nipagin umumnya digunakan sebagai pengawet pada kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik lainnya. Dalam penggunaanya sering dikombinasikan dengan paraben lain ataupun pengawet lain. Metil paraben (0,18%) dikombinasi dengan propil paraben (0,02%) telah banyak digunakan dalam formulasi farmasetika parenteral. Penggunaannya dalam sediaan krim ataupun sediaan topikal lainnya adalah sebagai anti mikroba. Dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi berkisar antara 0,02-0,3%

(Rowe, et al., 2009).

(26)

2.3.3 Propil paraben

Bentuknya kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet (Steinberg, 2005). Konsentrasi yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,06%. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8. Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya (Wade & Weller, 1994).

2.3.4 Propilen glikol

Bentuknya cairan kental, jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.

Berfungsi sebagai pengawet, disinfektan, humektan, pelarut, dan stabilizing agent. Kelarutannya dapat larut dalam air, aseton, kloroform, eter, dan beberapa

minyak esensial. Pada formulasi sediaan topikal digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 15% (Rowe et al., 2009). Propilen glikol digunakan sebagai pelembab yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan, memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002).

2.4 Kulit

Kulit adalah organ terluas dari tubuh, kira-kira luasnya 14-16% berat badan orang dewasa (Xu, 2011), mempunyai enam fungsi utama yaitu sensasi, regulasi panas, absorpsi, proteksi, ekskresi, dan sekresi (Hiscock et al., 2004).

Selain itu berfungsi sebagai penunjang penampilan, fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu kulit halus, putih, dan bersih (Mustikawati, 2017). Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

(27)

Gambar 2.1 Struktur kulit (Brown & Tony, 2005) Struktur kulit terdiri dari 3 lapisan utama (Judha, 2016), yaitu:

1. Epidermis

Merupakan lapisan permukaan kulit paling luar yang terdiri dari beberapa lapisan tanduk yaitu stratum germinativum, spinosum, granulosum, lusidum, dan corneum. Di epidermis terdapat dua sistem yaitu sistem malpighi yang sel- selnya akan mengalami keratinisasi dan pigmentasi yang akan memberikan melanosit untuk sintesa melanin.

2. Dermis

Terdiri atas dua lapisan yang tidak begitu jelas batasnya yaitu stratum papilare, merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis dengan serabut kolagen halus, dan stratum reticulare yang mengandung serabut kolagen kasar serta sel khromotofor yang di dalamnya mengandung butir-butir pigmen.

3. Subdermis/ Subkutis/ Hipodermis

Merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis. Demikian pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis.

Pada daerah-daerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal mencapai 3 cm atau lebih. Di dalam subkutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf.

(28)

2.4.1 Jenis-jenis kulit

Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi: kulit normal, kulit berminyak, kulit kering, dan kulit sensitif (Irianto, 2017).

1. Kulit normal

Kulit normal cenderung mudah dirawat. Ciri-cirinya adalah lembut, lembab berembun, segar bercahaya, halus, mulus, elastis, dan tidak terlihat minyak yang berlebihan serta tidak terlihat kering. Meski demikian kulit normal tetap harus dirawat, jika tidak dirawat akan mudah mengalami penuaan dini seperti keriput dan tampilannya pun tampak lelah.

2. Kulit berminyak

Kulit berminyak banyak dialami oleh orang-orang di daerah tropis.

Penyebabnya karena kelenjar minyak (sebaceous gland) sangat produktif hingga tidak mampu mengontrol jumlah minyak (sebum) yang harus dikeluarkan.

3. Kulit kering

Kulit kering memiliki karakteristik yang cukup merepotkan, karena pada umumnya menimbulkan efek yang tidak segar dan cenderung berkeriput. Kulit kering memiliki kadar minyak yang sangat rendah. Ciri-cirinya adalah kulit terasa kaku dan mereda setelah memakai pelembab. Kondisi kulit dapat menjadi lebih buruk apabila terkena angin, perubahan cuaca dari dingin ke panas atau sebaliknya.

4. Kulit sensitif

Kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan warna, dan reaksi cepat terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih tipis dari jenis kulit lainnya sehingga sangat peka terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan alergi

(29)

(alergen). Ciri-cirinya adalah mudah alergi, cepat bereaksi terhadap allergen, tekstur kulit tipis, mudah iritasi dan terluka, serta mudah terlihat kemerahan.

Perawatan kulit sensitif ditujukan untuk melindungi kulit serta mengurangi dan menanggulangi iritasi.

2.4.2 Penuaan kulit

Menjadi tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut. Proses penuaan ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh termasuk kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua di antaranya adalah hereditas atau genetik, nutrisi serta makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan sekitar, dan stres.

Beberapa perubahan sistem kulit akibat penuaan yaitu: 1) kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, 2) kulit kering dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose, 3) kelenjar keringat mulai tidak bekerja dengan baik, 4) kulit pucat, terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan sel-sel yang memproduksi pigmen, 5) pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis, botak serta warna rambut kelabu, 6) pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang-kadang menurun, 7) keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak, rendahnya aktivitas otot, 8) temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme menurun, 9) kuku jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, 10) menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka kurang baik (Muhith & Sandu, 2016)

(30)

2.4.3 Radiasi UV (ultraviolet) dan photoaging

Paparan radiasi UV (ultraviolet) dari sinar matahari berkontribusi terhadap 90% gejala penuaan dini kulit. Banyak perubahan kulit yang umumnya diyakini karena faktor usia, seperti keriput dan mudah iritasi, sebenarnya juga akibat paparan radiasi UV (ultraviolet) berkepanjangan. Radiasi UV (ultraviolet) dibagi tiga jenis menurut panjang gelombangnya (Salma, 2014):

1. Sinar UVA adalah sinar UV yang paling banyak menimbulkan radiasi, penyumbang utama kerusakan kulit dan kerutan. Radiasi UVA menembus sampai dermis, dapat merusak serat-serat yang berada di dalamnya. Kulit menjadi kehilangan elastisitasnya dan berkerut.

2. Sinar UVB biasanya hanya merusak lapisan luar kulit (epidermis). Paparan berlebih sinar ini dapat menimbulkan kulit kemerahan/ terbakar. Sinar UVB juga dapat menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga memicu pertumbuhan kanker kulit.

3. Sinar UVC menimbulkan bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak, namun mayoritas sinar ini terserap di lapisan ozon atmosfer.

Photoaging atau dermatoheliosis adalah pola perubahan kulit yang khas

akibat paparan sinar matahari. Seseorang yang mengalami photoaging akan timbul perubahan warna dan tekstur kulit (Salma, 2014).

Photoaging diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya menjadi

empat tahap sebagai berikut.

Tipe I : Merupakan photoaging tahap awal, tidak ada kerut, terjadi perubahan pigmen yang ringan, umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun.

Tipe II : Merupakan kelanjutan photoaging tahap awal, tetapi sedikit lebih berat.

Timbul kerut jika kulit digerakkan, keratosis atau penebalan kulit pada

(31)

daerah tertentu yang menimbulkan bintik-bintik hitam seperti sisik yang jelas, terjadi pada usia 30-40 tahun.

Tipe III : Merupakan photoaging yang parah, timbul keriput walaupun kulit dalam keadaan istirahat, terjadi perubahan kulit dan keratosis yang lebih banyak lagi, terjadi pada usia 50 tahun ke atas.

Tipe IV : Merupakan tahap photoaging yang sangat parah, warna kulit menjadi kuning atau abu-abu, pada kulit hanya ada keriput, terjadi pada usia 60 tahun ke atas.

2.5 Antioksidan dan Anti-Aging

Antioksidan adalah bahan yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya. Dalam tubuh manusia terdapat radikal bebas, sebagai sampingan dari proses pembentukan energi. Jika kondisi radikal bebas dalam tubuh terlalu banyak maka radikal bebas akan bersifat merusak tubuh. Meningkatnya radikal bebas yang berlebih ini akan berakibat pada penuaan dini, karena dapat merusak senyawa lemak yang dapat menghilangkan elastisitas kekencangan kulit sehingga mengakibatkan keriput (Adhi, 2016).

Antioksidan membantu proses penyembuhan kulit secara cepat dan mengurangi pembentukan jaringan parut (Voiculescu, 2012). Oleh karena itu produk-produk perawatan kulit selalu mengandung antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini. Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan yang berfungsi mencegah proses kerusakan pada kulit (degeneratif),

(32)

sehingga mampu mencegah timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan & Suriana, 2013).

Ada dua kelompok utama komponen sediaan topikal anti penuaan kulit yaitu antioksidan dan regulator sel. Antioksidan yang berbeda, contohnya vitamin, polifenol, dan flavonoid, mekanisme kerjanya meningkatkan produksi kolagen dengan cara mengurangi konsentrasi radikal bebas dalam jaringan.

Beberapa regulator sel seperti retinol dan peptida mempunyai efek langsung di dalam metabolisme dan produksi serabut kolagen (Ganceviciene et al., 2012).

Vitamin B3, C, dan E merupakan antioksidan terpenting yang memiliki kemampuan berpenetrasi pada kulit melalui berat molekulnya yang kecil.

Mekanisme kerja vitamin C sebagai kofaktor enzim-enzim yang bertanggung jawab menstabilkan dan menghubungkan antar molekul kolagen serta menghambat MMP (metaloproteinase matriks), suatu protease dengan aktivitas mendegradasi kolagen. Kombinasi vitamin C dan E mampu meningkatkan aktivitasnya sebagai antioksidan. Retinol (vitamin A) serta turunannya seperti retinaldehida dan tretinoin memiliki efek antioksidan, meningkatkan biosintesis kolagen, dan mengurangi pengeluaran MMP (Mukherjee, 2015).

Banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapatkan efikasi maksimal zat aktif dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik. Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan (Yanhendri & Satya, 2012).

BAB III

(33)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental, meliputi beberapa tahapan yaitu penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, dan pembuatan formulasi sediaan gel anti-aging. Pemeriksaan terhadap sediaan gel anti-aging meliputi uji stabilitas, homogenitas, pH, viskositas, dan iritasi terhadap kulit sukarelawan serta uji aktivitasnya sebagai sebagai anti-aging.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, spatula, pipet tetes, penangas air, rotary evaporator (Stuart), timbangan analitis (Boeco Germany), pH meter (Hana Instrument), viskometer Brookfield, skin analyzer ASW Aram Huvis.

3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jelatang (Urtica dioica L.). Bahan kimia yang digunakan adalah etil asetat hasil destilasi (teknis), HPMC, metil paraben, propil paraben, propilen glikol, dan akuades.

3.2 Sukarelawan

Pemilihan sukarelawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yaitu wanita berusia sekitar 23-37 tahun, tidak memiliki riwayat alergi pada kulit. Sebelum melaukan penelitian sukarelawan diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang penelitian yang akan dilakukan dan

(34)

bersedia menandatangani surat persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian sampai selesai.

3.3 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera Utara.

3.4 Pengumpulan Sampel

3.4.1 Teknik pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun jelatang yang diperoleh dari Bukit Sepakat, Lawe Sigala- Gala, Aceh Tenggara.

3.4.2 Pengolahan sampel

Daun jelatang segar dibersihkan dari partikel asing, direndam, ditiriskan, diangin-anginkan, lalu dikeringkan menggunakan lemari pengering, setelah kering sampel dihaluskan.

3.4.3 Pembuatan ekstrak daun jelatang

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan memasukkan 500 g sampel ke dalam maserator dan ditambahkan 10 bagian pelarut (5 L etil asetat). Direndam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam. Dipisahkan maserat dengan cara filtrasi. Diulangi proses penyarian sebanyak tiga kali menggunakan jenis pelarut yang sama setengah kali jumlah volume pelarut pada penyarian pertama (Kemenkes RI, 2013). Maserat dipekatkan

(35)

dengan rotary evaporator pada suhu ±40ºC, ekstrak diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dimasukkan ke dalam freezer untuk membebaskan pelarut.

3.5 Formulasi Gel

3.5.1 Formulasi standar basis gel

Sediaan gel dibuat dengan menggunakan basis gel berdasarkan formula Ardana (2015). Rancangan formula sediaan gel anti-aging dapat dilihat sebagai berikut:

R/ HPMC 2,75 Metil paraben 0,15 Propil paraben 0,05 Propilen glikol 20

Akuades ad 100

Tabel 3.1 Komposisi bahan dalam gel

Bahan Konsentrasi (% b/b)

F0 F1 F2 F3

Ekstrak (g) 0 0,05 0,10 0,15

Basis gel (g) 100 99,95 99,90 99,85

Total sediaan (g) 100 100 100 100

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%.

3.5.2 Pembuatan sediaan gel

HPMC terlebih dahulu dikembangkan dalam air sejumlah 20 kali beratnya pada suhu 70°C (Rahmawanty dkk, 2014), dibiarkan selama kurang lebih 30 menit (Wigati & Lilies, 2016). Setelah kembang ditambahkan metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan propilen glikol kemudian digerus

(36)

sampai homogen, tambahkan sisa air yang dibutuhkan (Budiman dkk., 2015).

Ekstrak daun jelatang ditimbang 0,05 g, dimasukkan ke dalam lumpang, tambahkan basis gel sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g. Perlakuan yang sama dilakukan untuk membuat sediaan gel dengan ekstrak daun jelatang 0,10% dan 0,15%.

3.6 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel 3.6.1 Pengamatan organoleptis

Pengamatan organoleptis ini bertujuan untuk mendeskripsikan sediaan gel yang meliputi warna, bau, dan konsistensinya secara visual (Chen et al., 2016), untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh selama masa penyimpanan 28 hari.

3.6.2 Pengamatan homogenitas

Pengamatan homogenitas sediaan gel dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 di mana hari ke 1 merupakan waktu sediaan selesai dibuat. Pengamatan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass, caranya: sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.6.3 Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 di mana hari ke 1 merupakan waktu sediaan selesai dibuat. Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, yang terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Selanjutnya elektroda dicuci menggunakan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam

(37)

konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml, kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.

Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan dan angka yang ditunjukkan oleh pH meter adalah merupakan pH sediaan sampel tersebut (Rawlins, 2003).kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

3.6.4 Penentuan viskositas

Penentuan viskositas menggunakan alat viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan dalam gelas hingga mencapai volume 100 ml, kemudian spindel 62 diturunkan hingga tercelup dalam formulasi. Alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel diatur 12 rpm, dibaca skalanya (dial reading) di mana jarum merah bergerak stabil. Nilai viskositas (ɳ) dalam centipoise (cps) diperoleh dari skala baca (dial reading) dikali faktor koreksi (f). Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 hari.

3.7 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan usia 23-37 tahun untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan kemerahan pada kulit (eritema) dan penumpukan cairan tubuh (edema). Caranya: kosmetika dioleskan di lengan atas bagian dalam, dilakukan sebanyak 3 x sehari selama 3 hari berturut-turut (pagi, siang, sore). Reaksi iritasi ditandai adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan atas bagian dalam yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

3.8 Pengujian efektivitas anti-aging terhadap sukarelawan

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan, diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan yang

(38)

telah ditandai dengan berbagai parameter uji, seperti: keriput (wrinkle), pigmen hitam (melanin), besar pori (pore), kadar air (moisture), dan elastisitas (elasticity) menggunakan alat skin analyzer. Pengamatan dilakukan dengan membagikan sediaan gel sesuai konsentrasi yang ditetapkan. Pemakaian gel dilakukan 2 x sehari, pagi dan sore. Perubahan kondisi kulit diukur setiap 7 hari sekali selama 28 hari yang terdiri dari 4 kelompok sukarelawan yaitu:

a. kelompok I : 3 sukarelawan menggunakan blanko

b. kelompok II : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun jelatang 0,05%

c. kelompok III : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun jelatang 0,10%

d. kelompok IV : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun jelatang 0,15%

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan aplikasi program SPSS (Statistical Product and Service Smirnov). Distribusi data dianalisis terlebih dahulu menggunakan Shapiro-Wilk Test. Selanjutnya dianalisis menggunakan Kruskal-Walls Test untuk mengetahui efektivitas anti-aging antar formula.

Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh waktu dan formula terhadap kondisi kulit selama 28 hari pengamatan digunakan Mann-Whitney Test.

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar merupakan daun jelatang (Urtica dioica L.), dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 46. Gambar daun jelatang segar, simplisia, dan serbuk simplisia daun jelatang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 47.

4.2 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat secara maserasi untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia. Hasil ekstraksi dari 500 gram simplisia diperoleh ekstrak etil asetat 7,5 gram. Gambar hasil ekstraksi dan perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 47 dan Lampiran 3, halaman 48.

4.3 Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel 4.3.1 Hasil pengamatan organoleptis

Pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang meliputi warna, bau, dan konsistensi yang diamati secara visual. Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan konsistensi tidak berubah secara visual selama penyimpanan dan juga tidak ditumbuhi jamur dari hari pertama sampai 28 hari. Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang

(40)

menunjukkan bahwa semua sediaan gel tidak mengalami perubahan yang berarti dari segi penampilan baik warna, bau dan konsistensinya selama penyimpanan 28 hari. Hal ini menunjukkan sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang stabil.

Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 10, halaman 55.

Tabel 4.1 Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang

Sediaan Penampilan

Warna Bau Konsistensi

F0 Bening Praktis tidak berbau Agak kental

F1 Hijau terang Berbau khas Agak kental

F2 Hijau gelap Berbau khas Agak kental

F3 Hijau gelap Berbau khas Agak kental

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat keseragaman partikel dalam sediaan gel. Untuk memenuhi syarat homogenitas parameternya adalah sebaran warna merata dan pemisahan fase tidak terjadi. Hasil pengamatan homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Lampiran 11, halaman 56. Hasilnya menunjukkan bahwa semua sediaan gel homogen.

Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas

Keterangan: (+): tidak homogen, (-): homogen, F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

Sediaan Nilai pH rata-rata selama 28 hari

1 7 14 21 28

F0 - - - - -

F1 - - - - -

F2 - - - - -

F3 - - - - -

(41)

4.3.3 Hasil pengukuran pH

Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.3. Penentuan pH sediaan dilakukan menggunakan alat pH meter seperti pada Lampiran 9, halaman 54, dengan tiga kali pengulangan. Berdasarkan hasil pengukuran pH yang diperoleh, pH sediaan gel formula F1 (0,05%), F2 (0,10%), F3 (0,15%), lebih rendah dari F0 (blanko). pH sediaan gel yang dibuat masih memenuhi batas pH fisiologis kulit, menurut literatur pH kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Fatma, 2007).

Tabel 4.3 Data pengukuran pH

Sediaan Nilai pH rata-rata selama 28 hari

1 7 14 21 28

F0 6,4 6,4 6,4 6,4 6,5

F1 4,8 4,8 4,8 4,9 4,9

F2 4,9 4,9 4,9 4,9 5,0

F3 5,2 5,2 5,2 5,3 5,3

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.3.4 Hasil penentuan viskositas

Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan suatu zat. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi kekentalan zat tersebut (Martin dkk., 1993). Hasil pengamatan viskositas sediaan gel selama penyimpanan 28 hari menunjukkan bahwa sediaan mengalami penurunan.

Viskositas sediaan akan menurun jika temperatur dinaikkan, dan viskositas sediaan akan meningkat pada temperatur rendah. Hal ini dikarenakan adanya panas sehingga memperbesar jarak antar partikel yang membuat gaya antar partikel berkurang, jarak menjadi renggang yang mengakibatkan viskositas sediaan menurun. Hasil pengamatan viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(42)

Tabel 4.4 Data pengukuran uji viskositas

Sediaan Viskositas (cps) selama 28 hari

1 7 14 21 28

F0 2450 2450 2450 2450 2400

F1 2200 2200 2200 2200 2100

F2 2100 2100 2100 2100 2000

F3 2000 2000 2000 2000 2000

Keterangan: cps: centipoise, F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%;

dan 0,15%

4.4 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.5. Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan yang dioleskan pada kulit yang tipis di lengan atas bagian dalam, seperti pada Lampiran 12, halaman 57, sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, sore) selama 3 hari berturut-turut, menunjukkan tidak ada efek samping berupa gatal, kemerahan, atau pengkasaran pada kulit yang dioleskan sediaan gel.

Tabel 4.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

No Pernyataan Sukarelawan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Gatal - - - -

2 Kemerahan - - - -

3 Pengkasaran kulit - - - - Keterangan: +: gatal, ++: kemerahan, +++: pengkasaran kulit, -: tidak terjadi

4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas anti-aging dengan menggunakan skin analyzer ASW Aram Huvis perbesaran lensa 30x (Lampiran 9, halaman 54), di mana parameter uji meliputi: pengukuran keriput (wrinkle),pengukuran pigmen hitam (melanin),

(43)

besar pori (pore), pengukuran kadar air (moisture), dan elastisitas (elasticity).

Pengukuran efektivitas anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi kulit awal sebelum dilakukan perawatan, hal ini bertujuan untuk bisa melihat seberapa besar pengaruh gel yang digunakan dalam memulihkan kulit setelah mengalami penuaan tersebut. Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan uji Mann-Whitney. Hasil pengukuran efektivitas anti-aging akan dibahas setiap

parameter di bawah ini.

4.4.1 Pengukuran keriput (wrinkle)

Pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan jumlah keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 6,6% (F1), 9,1% (F2), dan 10,9%

(F3). Sedangkan persentase jumlah keriput pada blanko memiliki penurunan paling rendah hanya sebesar 5,7%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap keriput kulit punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann- Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann- Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengurangan nilai keriput yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

(44)

Lingkungan kering menyebabkan terbentuknya keriput di permukaan kulit karena berkurangnya kadar air dalam kulit tanpa ada perubahan dalam struktur matriks dermal, karena keriput dapat diperbaiki dengan perawatan menggunakan pelembab. Pada kulit kering distribusi air dalam stratum korneum berubah dibandingkan dengan kulit sehat terutama kadar air menurun di permukaan kulit (Quan, 2016). Pada proses menua, tulang dan otot mengalami atropi atau pengecilan jaringan lemak subkutan berkurang, lapisan kulit tipis disertai kehilangan daya kenyalnya sehingga membuat terbentuknya kerutan dan lipatan pada kulit (Putro, 1997). Perubahan tersebut mempengaruhi penampilan dan memperlihatkan bahwa orang telah memasuki usia senja (Hembing, 2008).

Tabel 4.6 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 pada kondisi awal sebelum perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari

Gel Sukarelawan

Keriput Kondisi

awal

Pemulihan

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari % F0

1 39 38 38 37 37 5,1

2 38 38 38 38 37 2,6

3 39 39 39 39 38 2,5

38,6 38,33 38,33 38 37,3 3,4

F1

1 38 38 37 36 35 7,8

2 38 37 35 35 35 7,8

3 38 38 37 36 34 10,5

38 37,6 36,3 35,6 34,6 8,7

F2

1 38 37 35 35 35 7,8

2 37 35 35 34 32 13,5

3 36 36 35 34 34 5,5

37 36 35 34,3 33,6 8,9

F3

1 37 34 34 33 33 10,8

2 36 35 34 34 32 11,1

3 37 36 35 34 33 10,8

36,6 35 34,3 33,6 32,6 10,9

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

(45)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah keriput pada

kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.2 Pengukuran pigmen hitam (melanin)

Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan pigmen hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan pigmen hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 27,3% (F1), 29,5% (F2), dan 36,9%

(F3). Sedangkan persentase pigmen hitam pada blanko memiliki penurunan paling rendah hanya sebesar 6,1%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap pigmen hitam kulit punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengurangan nilai pigmen hitam yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

0 10 20 30 40 50

0 7 14 21 28

% keriput (wrinkle)

waktu (hari)

F0 F1 F2 F3

(46)

Noda hitam atau yang sering disebut dengan hiperpigmentasi bisa muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum menua karena berbagai sebab (Muliyawan & Suriana, 2013). Umumnya bercak-bercak hitam muncul pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari (Bogadenta, 2012), sehingga menyebabkan pembentukan melanin pada kulit semakin aktif (Sumaryati, 2012) dan terlihat jelas pada mereka yang berkulit putih, sedangkan pada kulit yang gelap tidak begitu tampak (Darmawan, 2013). Selain sinar matahari, noda hitam dapat terjadi akibat pemakaian obat hormonal contohnya kontrasepsi, kosmetik yang mengandung merkuri dan asam salisilat, antibiotik, antiepilepsi, dan antiperadangan (Malahayati, 2010).

Tabel 4.7 Hasil pengukuran pigmen hitam (melanin) pada kulit punggung tangan sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 pada kondisi awal sebelum perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari

Gel Sukarelawan

Pigmen hitam Kondisi

awal

Pemulihan

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari % F0

1 39 39 36 36 36 7,6

2 36 36 36 36 34 5,5

3 38 38 38 37 36 5,2

37,7 37,7 36,7 36,3 35,3 6,1

F1

1 36 33 31 27 25 30,5

2 36 31 30 28 27 25

3 34 31 30 28 25 26,4

35,3 31,7 30,3 27,7 25,7 27,3

F2

1 34 32 28 26 24 29,4

2 32 29 26 24 23 28,1

3 32 29 27 24 22 31,2

32,7 30 27 24,7 23 29,5

F3

1 30 28 26 22 19 36,6

2 30 27 24 23 22 40

3 32 28 26 23 21 34,3

30,7 27,7 25,3 22,7 20,7 36,9

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

(47)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pigmen hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.3 Pengukuran pori (pore)

Pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah pori pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan jumlah pori pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 7,9% (F1), 11,7% (F2), dan 14,1%

(F3). Sedangkan persentase jumlah keriput pada blanko memiliki penurunan paling rendah hanya sebesar 4,4%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap pori kulit punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann- Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann- Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengurangan nilai pori- pori kulit yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

0 10 20 30 40 50

0 7 14 21 28

% pigmen hitam (melanin)

waktu (hari)

F0 F1 F2 F3

(48)

Jika kulit sering terkena sinar matahari secara terus-menerus, bisa membuat pori-pori semakin membesar karena sel-sel kulit mati menumpuk (Bogadenta, 2012). Kulit berminyak harus sering dibersihkan untuk menghilangkan minyak berlebihan yang tertimbun di pori-pori kulit dan menyumbatnya karena minyak pada pori-pori itu selanjutnya bisa menjadi tempat menempel kotoran dan debu yang mengakibatkan kulit tidak indah dipandang.

Pori-pori kulit berminyak cenderung melebar dan berpotensi terserang bakteri yang mendatangi lemak yang tertimbun hingga timbullah masalah pada kulit (Novita, 2009). Mikronutrien seperti antosianin, sulforaperane, asam lipid dan katekin berkhasiat dalam menghancurkan lemak (Tim Penulis, 2009).

Tabel 4.8 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan sukarelawan kelompok F0, F1, F2, F3 pada kondisi awal sebelum perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari

Gel Sukarelawan

Pori Kondisi

awal

Pemulihan

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari % F0

1 31 31 30 30 29 6,4

2 32 32 32 32 31 3,1

3 32 32 32 31 30 6,2

31,6 31,6 31,3 31 30 5,2

F1

1 31 30 28 27 27 12,9

2 31 31 30 30 30 3,2

3 30 30 30 27 27 10

30,6 30,3 29,3 28 28 8,7

F2

1 31 31 29 28 27 12,9

2 30 29 27 27 26 13,3

3 29 28 26 25 25 13,7

30 29,3 27,3 26,6 26 13,3

F3

1 27 25 24 24 23 14,8

2 28 27 27 27 26 7,1

3 29 26 25 24 23 20,6

28 26 25,3 25 24 14,1

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

(49)

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pori pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.4 Pengukuran kadar air (moisture)

Pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase peningkatan jumlah kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 21,2% (F1), 22,5% (F2), dan 24,6%

(F3). Sedangkan persentase peningkatan kadar air pada blanko memiliki peningkatan paling rendah hanya sebesar 7,6%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap kadar air kulit punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann- Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann- Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan nilai kadar air kulit yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

0 10 20 30 40 50

0 7 14 21 28

% pori (pore)

waktu (hari)

F0 F1 F2 F3

Referensi

Dokumen terkait

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Juni 2018 mencapai sebesar Rp944,01 triliun, atau sekitar 42,51 persen dari pagu, meningkat 5,67 persen jika dibandingkan

The Effects of the Problem Based Learning Approach on Higher Order Thinking Skills in Elementary Science Education... Dimyati

1) Guru membuat rancangan pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan metode penemuan di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cisugih, Kecamatan

Kemampuan mahasiswa dalam memahami dan dapat menjelaskan suatu sistem yang menyediakan informasi umum digunakan oleh semua manajer dalam mengambil keputusan bisnis..

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang telah orang lakukan. dengan cara penginderaan terhadap objek

Hasil penelitian yang diperoleh pada proses pembelajaran dengan menggunakan media gambar seri, baik dari hasil observasi aktivitas guru maupun aktivitas belajar siswa serta hasil

Salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah evolusi adalah menggunakan metode diskusi

Penelitian memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian- kajian yang berkaitan dengan e-service quality, customer satisfaction, switching barrier terhadap customer