• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Kedalaman Akuifer Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Studi Kasus Bandar Lampung dan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pendugaan Kedalaman Akuifer Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Studi Kasus Bandar Lampung dan Sekitarnya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pendugaan Kedalaman Akuifer Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Studi Kasus Bandar Lampung dan Sekitarnya

M. Defransyah Yuliadi

*a

, Risky Martin Antosia

a

, A. Zaenudin

b

a Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365

b Teknik Geofisika, Universitas Lampung, Bandar Lampung, Indonesia 35145

E-mail:defranyuliadi@gmail.com

Abstract:

Measurements have been made using the VES (geoelectric method with Vertical Electrical Souding) aconfiguration Schlumberger and groundwater level (MAT) in Bandar Lampung, to be precise in Karang Anyar village, Krawang Sari village, and Sidosari village. This study aims to estimate aquifer depth and identify subsurface lithology. This research area is included in the Lampung formation which consists of tuff rocky, rhyolitic tuff, solid tuffit tuff, tuffaceous claystone and tuffaceous sandstone. Based on the range of resistivity values, this research area has four lithological units, namely tuff clay with a resistivity value of 0 - 19 Ωm, tuff sand with a resistivity value of 20 - 78 Ωm, a coarse grained tuff with a resistivity value of 84 - 120 Ωm, and a fine grained tuff with a value resistivity 165 - 917 Ωm. The results of interpretation and estimation of aquifers based on geoelectric data are correlated with groundwater level data (MAT) and wells. The correlation results for each measurement point indicate that the geoelectric data with the MAT data and boreholes are well correlated.

Keywords:

geoelectric, Vertical Electrical Sounding, Schlumberger, groundwater level, aquifers.

Abstrak:

Telah dilakukan pengukuran menggunakan metode geolistrik VES (Vertical Electrical Souding) konfigurasi Schlumberger dan muka airtanah (MAT) di Bandar Lampung, tepatnya pada desa Karang Anyar, desa Krawang Sari, dan desa Sidosari. Penelitian ini bertujuan untuk menduga kedalaman akuifer serta mengidentifikasi litologi bawah permukaan. Daerah penelitian ini termasuk ke dalam formasi lampung yang terdiri dari tuf berbatuapung, tuf riolitik, tuf padu tufit, batulempung tufaan dan batupasir tufan. Berdasarkan rentang nilai resistivitas, daerah penelitian ini terdapat empat satuan litologi yaitu lempung tuffaan dengan nilai resistivitas 0 – 19 Ωm, pasir tuffaan dengan nilai resistivitas 20 – 78 Ωm, tuff berbutir kasar dengan nilai resistivitas 84 - 120 Ωm, dan tuff berbutir halus dengan nilai resistivitas 165 - 917 Ωm. Hasil interpretasi dan pendugaan akuifer berdasarkan data geolistrik dikorelasikan dengan data muka airtanah (MAT) dan sumur bor. Adapun hasil korelasi tiap titik pengukuran menunjukkan bahwa data geolistrik dengan data MAT dan sumur bor berkorelasi dengan baik.

Kata Kunci

:geolistrik, Vertical Electrical Sounding, Schlumberger, muka airtanah, akuifer.

Pendahuluan

Air merupakan salah satu komponen terpenting bagi kehidupan manusia, hewan, atau tumbuhan di bumi.

Jumlah air di bumi sangat besar, sekitar 1,36 milyar km3. Diantaranya, air laut menyumbang sekitar 97,2%, es dan salju sekitar 2,15%, dan danau, sungai, atmosfer, dan airtanah menyumbang sekitar 0,65% [1]. Meskipun persentase dari bagian yang terakhir ini sangat kecil, tetapi jumlahnya sangat besar. Seiring berjalannya waktu, populasi di bumi semakin meningkat sehingga kebutuhan akan air pun meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tersebut, diperlukan adanya penelitian lebih mendalam terhadap keberadaan air.

Pada umumnya pemenuhan kebutuhan air dilakukan dengan memanfaatkan airtanah. Airtanah merupakan

air yang terdapat didalam batuan dibawah permukaan atau didalam lapisan tanah. Airtanah dapat berasosiasi dengan lapisan berpasir atau rekahan [2]. Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung diamati melalui permukaan bumi, penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang cukup penting, paling tidak dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi keberadaan air tanah tersebut [3].

Pada daerah penelitian ini sebelumnya telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasikan batas-batas cekungan airtanah berdasarkan kondisi wilayah bawah permukaan berdasarkan gayaberat. Untuk mendapatkan data kedalaman muka airtanah dan ketebalan akuifer, maka dilakukan peneletian lebih lanjut dengan menggunakan metode geolistrik VES

(2)

(Vertical Electrical Sounding). Metode tersebut umum digunakan karena hasilnya lebih akurat, serta akuisisi data yang cepat [4].

Sifat Kelistrikan Batuan

Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik [5].

a. Konduksi secara elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut.

b. Konduksi secara elektrolitik

Sebagian besar batuan biasanya memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya, batuan- batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air.

c. Konduksi secara dielektrik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan di luar sehingga terjadi polarisasi.

Pengertian Geolistrik

Menurut [1], geolistrik adalah salah satu metoda geofisika yang didasarkan pada penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah-permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas).

Prinsip kerja metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik ke permukaan tanah menggunakan perantara berupa sepasang elektroda dan mendapatkan beda potensial melalui sepasang elektroda lainnya, sehingga dari arus yang diinjek dan beda potensial terukur tersebut dapat diperkirakan nilai hambatan pada lithologi bawah permukaan.

Konsep Resistivitas Semu

Menurut [6], metode geolistrik tahanan jenis didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini, tahanan jenis yang terukur merupakan tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak

tergantung pada spasi elektroda. Namun pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja. Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah resistivitas semu ( ).

Besarnya resistivitas semu ( ) [5] adalah sebagai berikut :

*( ) ( )+

(1)

atau

(2)

dengan

*( ) ( )+ (3)

dan

(4)

di mana

= Resistivitas Semu (Ωm) K = Faktor Geometri (m)

∆V = beda potensial (V) I = Kuat Arus (A)

Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi Schlumberger menggunakan empat buah elektroda dengan dua buah elektroda potensial dan dua buah elektroda arus yang disusun dalam satu garis lurus dengan susunan jarak elektroda potensial lebih kecil daripada jarak elektroda arus [3].

Gambar 1. Konfigurasi Schlumberger [7].

Pada Gambar 1 menunjukkan konfigurasi Schlumberger, dengan A dan B merupakan elektroda arus dan M dan N merupakan elektroda potensial.

Pada konfigurasi Schlumberger secara prinsip adalah mengubah jarak elektroda arusnya. Namun semakin jauh elektroda arus dari elektroda potensialnya maka potensial yang akan diterima oleh elektroda arus akan mengecil.

Dengan hal ini maka dapat dilakukan penjagaan sensitifitas

(3)

pengukuran. Modifikasi tersebut dilakukan dengan memperluas elektroda potensialnya. Dampak perubahan tersebut hanya berpengaruh terhadap kurva perhitungan yang akan overlap. Namun ini tidak akan berpengaruh terhadap kehomogenan dari resistivitas materialnya [3].

Berdasarkan persamaan 3 dan Gambar 1, dengan r1 = r2 = (L – α) dan r2 = r3 = (L – α) maka nilai faktor geometri dari konfigurasi Schlumberger adalah sebagai berikut.

( )

( )

(5)

Resistivitas Batuan

Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial.

Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur [7]. Beberapa nilai tahanan jenis dari masing-masing batuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Resistivitas Batuan [5].

Material Resistivitas (Ωm)

Udara ~

Pirit (pyrite) 0,01 – 100

Kwarsa (quartz) 500 − 8 × 105

Kalsit (calcite) 1 × 1012 − 1 × 1013

Garam batu (rock salt) 30 − 1 × 1013

Granit (granite) 200 − 1 × 105

Andesit (andesite) 1,7 × 102 – 4,5 × 104

Basal (basalt) 10 – 1,3 × 107

Batu gamping (limestones) 500 − 1 × 104

Batu pasir (sandstones) 200 – 8000

Batu tulis (shales) 20 – 2000

Pasir (sand) 1 – 1000

Lempung (clay) 1 – 100

Air tanah (ground water) 0,5 – 300

Air laut (sea water) 0,2

Magnetit (magnetite) 0,01 – 1000

Kerikil kering (dry gravel) 600 – 1000

Aluvium (alluvium) 10 – 800

Kerikil (gravel) 100 – 600

Akuifer

Ada beberapa pengertian akuifer berdasarkan pendapat para ahli, [6] menyatakan bahwa akuifer berasal dari bahasa latin yaitu aqui dari kata aqua yang berarti air dan kata ferre yang berarti membawa, jadi akuifer adalah lapisan pembawa air. [6] menyatakan bahwa akuifer adalah lapisan tanah yang mengandung air, di mana air ini bergerak di dalam tanah karena adanya ruang antar butir-butir tanah. Berdasarkan kedua pendapat, dapat disimpulkan bahwa akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Hal ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat permeable yang mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut ataupun memang sifat dari lapisan batuan tertentu. Contoh batuan pada lapisan akuifer adalah pasir, kerikil, batu pasir, batu gamping rekahan.

Menurut Krussman dan Ridder dalam [6], berdasarkan kadar kedap air dari batuan yang melingkupi akuifer terdapat beberapa jenis akuifer (Gambar 2), yaitu: Akuifer terkungkung (confined aquifer), akuifer setengah terkungkung (semi confined aquifer), akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer), dan akuifer bebas (unconfined aquifer). Akuifer terkungkung adalah akuifer yang lapisan atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Akuifer setengah terkungkung adalah akuifer yang lapisan di atas atau di bawahnya masih mampu meloloskan atau dilewati air meskipun sangat kecil (lambat).

Akuifer setengah bebas merupakan peralihan antara akuifer setengah terkungkung dengan akuifer bebas. Lapisan bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan lapisan atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih dimungkinkan adanya gerakan air. Akuifer bebas lapisan atasnya mempunyai permeabilitas yang tinggi, sehingga tekanan udara di permukaan air sama dengan atmosfer. Air tanah

(4)

dari akuifer ini disebut air tanah bebas (tidak terkungkung) dan akuifernya sendiri sering disebut water-table aquifer.

Gambar 2. Lapisan Akuifer [8].

Inversi Data Geolistrik 1D

Pemodelan geolistrik 1-D menganggap model bumi berlapis horizontal, sehingga resistivitas hanya bervariasi terhadap kedalaman. Pendekatan ini dianggap cukup memadai untuk kondisi geologi tertentu yaitu di lingkungan sedimen sampai kedalaman yang tidak terlalu besar [9]. Fungsi forward modelling pada metode geolistrik dengan model 1-D diformulasikan sebagai persamaan integral Hankel yang menyatakan resistivitas semua (ρa) sebagai fungsi dari resistivitas dan ketebalan (ρk, hk) tiap lapisan, k = 1 dan n adalah jumlah lapisan:

(6)

s adalah setengah jarak antar elektroda arus (AB/2), J1

adalah fungsi Bessel orde satu, dan T(λ) adalah fungsi transformasi resistivitas yang dinyatakan oleh formulasi rekursif Pekeris [9]

(7)

Persamaan forward modeling geolistrik 1-D secara umum dinyatakan oleh d = g(m). Untuk memperoleh elemen matrik Jacobi dilakukan melalui pendekatan beda-hingga (finite difference) sebagi berikut:

(8)

Setiap elemen matriks Jacobi memerlukan dua kali forward modelling, pertama untuk model m dan kemudian untuk model yang sama namun engan elemen ke-k dan m diperturbasi dengan Δmk. Besarnya perturbasi umumnya berkisar antara 5% sampai 10% dari harga parameter model. Pada inversi non-linier data geolistrik 1-D secara “a priori” jumlah lapisan ditentukan sama dengan jumlah lapisan model sintetik, untuk menyederhanakan masalah.

Informasi tersebut pada dasarnya dapat diperkirakan dari pola kurva sounding. Secara umum ketebalan dan resistivitas lapisan masing-masing dapat diperkirakan berdasarkan spasi elektroda dan resistivitas semu [9].

Geologi Regional

Daerah penelitian tugas akhir termasuk kedalam lembar geologi tanjung karang, berikut Gambar 3.1 menunjukan peta geologi daerah penelitian dan sekitarnya.

Gambar 3. Peta Geologi DaerahPenelitian (modifikasi dari [10]).

Berdasarkan peta geologi regional Lembar Tanjungkarang, batuan yang tersingkap di daerah penelitian masuk dalam formasi Lampung (Qtl) yang ditafsirkan mendominasi hampir diseluruh wilayah pada Lembar Tanjungkarang yang terdiri dari tuf berbatuapung, tuf riolitik, tuf padu tufit, batulempung tufaan dan batupasir tufan. Tuf pada daerah penelitian ini merupakan hasil endapan dari gunungapi yang berumur Plistosen, tersebar luas diseluruh Lembar Tanjung Karang, khususnya di bagian Timur dan Timur Laut dengan ketebalan mencapai 500 meter. Dilihat dari peta geologi regional Lembar Tanjungkarang, disekitar daerah penelitian disusun dari satuan Sekis way galih (Pzgs) yang terdiri sekis amfibol hijau dan amfibolit orthgenes dioritan. Satuan Formasi Tarahan (Tpot) yang terdiri dari tuf padu dan breksi dengan sisipan rijang dan Satuan Endapan Gunungapi Muda (Qhv) terdiri dari lava (andesit-basal), breksi dan tuf.

(5)

Tidak

Ya

Lokasi Penelitian

Daerah Penelitian tugas akhir ini dilakukan di daerah Bandar Lampung dan sekitarnya tepatnya pada desa Karang Anyar, desa Krawang Sari, dan desa Sidosari dengan luas daerah sebesar 10x 10 km. Daerah penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Penelitian.

Desain Survey

Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan alat resistivity meter dengan konfigurasi Schlumberger serta panjang bentangan sebesar 500 meter. Selain itu, MN/2 yang digunakan adalah 0.5 meter, 2 meter, 10 meter, dan 30 meter. Berikut desain akuisisi pada penelitia ini (Gambar 5).

Gambar 5. Desain Akuisisi.

Lokasi Penelitian

Gambar 6. Diagram alir.

Hasil dan Pembahasan

Data

Telah dilakukan akuisisi data menggunakan metode geolistrik VES konfigurasi Schlumberger pada daerah Bandar lampung dan sekitarnya, tepatnya pada desa Karang Anyar, desa Krawang Sari, dan desa Sidosari dengan total titik Sounding sebanyak 10 titik. Tahapan yang dilakukan pada saat akuisisi pertama kali adalah menentukan titik tengah dari panjang bentangan untuk alat resisitivity meter.

Kemudian bentangkan meteran untuk mempermudah dalam menentukan posisi elektroda sesuai dengan worksheet yang telah disiapkan sebelumnya (worksheet tersebut berisi jarak AB/2, jarak MN/2, faktor geometri, arus Mulai

Studi Literatur

Geologi Regional

Akuisisi Data

Resistivitas Semu Data Sumur

MAT &

Kriteria

Pengolahan data 1D (IPI2Win)

Model 1D

Interpretasi Litologi dan pendugaan

Korelasi Data Geolistrik dengan MAT

Kesimpulan

Selesai

(6)

dan beda potensial yang didapatkan saat akuisisi, serta nilai R dan ρa (resistivitas semu) yang didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.4 dan persamaan 2.2). Setelah meteran dibentangkan, letakkan alat resistivity meter pada titik tengah yang telah ditentukan sebelumnya, lalu pasang/hubungkan alat resisitivity meter dengan kabel elektroda arus, kabel elektroda potensial, serta aki. Setelah itu, tancapkan elektroda arus dan potensial pada posisi dan jarak sesuai dengan worksheet, lalu hubungkan elektroda tersebut dengan kabelnya masing-masing. Setelah semuanya terpasang, injek arus untuk mendapatkan nilai beda potensial pada setiap jarak AB/2 dan MN/2 yang telah ditentukan pada worksheet (injek dilakukan sebanyak 3 kali pada jarak elektroda yang sama, hal ini dilakukan untuk mendapatkan data dengan akurasi yang baik). Untuk menentukan data yang didapatkan merupakan data yang baik (Quality control) antara lain, pertama pengukuran dilakukan berulang-ulang sebanyak tiga kali pada jarak elektroda yang sama. Kedua dilihat dari nilai R yang didapatkan pada jarak elektroda yang sama harus memiliki nilai yang tidak jauh berbeda pada setiap injek arus yang dilakukan sebanyak tiga kali. Kemudian yang ketiga melakukan overlap, hal ini dilakukan karena semakin elektroda arus menjauhi elektroda potensial maka nilai beda potensial yang didapatkan semakin kecil sehingga diperlukan overlap untuk meningkatkan nilai beda potensial. Dan yang keempat dilihat dari bentuk kurva antara AB/2 dengan nilai ρa (resistivitas semu).

Selain melakukan akuisisi geolistrik, pengukuran muka airtanah (MAT) dan sumur bor juga dilakukan pada saat dilapangan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur kedalaman muka air terhadap permukaan melalui sumur galian yang ada disekitar titik Sounding.

Selain itu, dilakukan wawancara kepada warga sekitar untuk mengkategorikan sumur galian berdasarkan ketahanan terhadap musim kemarau. Kategori sumur tersebut dibagi menjadi tiga kriteria[12], yaitu kriteria 1 ditujukan untuk sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahunnya, kriteria 2 ditujukan untuk sumur yang kering setelah tiga bulan musim kemarau berlangsung, dan kriteri 3 ditujukan untuk sumur yang kering sebelum tiga bulan musim kemarau berlangsung. Data muka airtanah (MAT) dan sumur bor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Sumur Galian.

Titik UTM X UTM Y Elevasi (m)

Keda lama n (m)

Kriteria

D-1.1 527445,957 9407504,923 83 5,75 3 D-1.2 527632,135 9407435,934 90,71 3 3

D-2.1 529479,687 9410191,865 69,95 1,15 1 D-2.2 529546,666 9410197,154 83,96 2,82 1 D-2.3 529251,925 9409922,57 83 1,68 1 D-3.1 530690,762 9411787,547 88 5,1 2 D-3.2 530637,389 9411916,677 86,1 4,1 2 D-3.3 530674,299 9411932,049 81,33 3,7 2

D-4.1 527315,135 9410025,443 89 5 2

D-4.2 527338,281 9410002,148 91 1,4 1 D-4.3 527293,514 9410118,249 92,14 1,8 2 D-5.1 530297,731 9414841,289 79,97 2,6 3 D-5.2 530688,662 9414756,318 79,7 7 1 D-5.3 530762,872 9414880,194 76,78 7,24 1 D-6.1 524806,12 9413418,131 79,72 2,72 2 D-6.2 524825,811 9413400,506 86,11 2,98 2 D-6.3 524802,31 9413361,248 80,86 2,8 2 D-7.1 530746,771 9413279,534 72 4,1 2 D-7.2 530682,985 9413321,611 76,39 3,3 2 D-8.1 528782,379 9415538,849 76 2,4 2 D-8.2 528767,782 9415511,534 77,78 2 1 D-8.3 528816,087 9415525,597 86,85 5,3 2 D-9.1 527021,437 9414527,402 72,7 4,7 2 D-9.2 527016,187 9414545,597 72 4,6 2

D-9.3 526977,62 9414540,225 72 3,6 2

D-10.1 528278,849 9413479,226 88,88 2,7 2 D-10.2 528303,018 9413434,164 77 4,2 2

D-10.3 528303,84 9413454,553 77 4,6 2

Tabel 3. Data Sumur Bor.

Titik UTM X UTM Y Elevasi (m) Kedalaman (m) D1-1 527349,6335 9407580,341 95,34 50

D1-2 527306,5498 9407586,192 95 60

D2-1 529496,412 9410163,671 103 60

D2-2 529510,771 9410163,87 103 60

D3-1 530869,293 9412196,812 116,27 50

(7)

D3-2 530808,806 9412199,83 97 60

D4-1 527311,898 9410088,133 101 42

D4-2 527306,33 9411064,058 113,82 42

D5-1 530310,69 9414860,744 101,75 50

D5-2 530310,411 9414836,18 106,12 60

D6-1 524807,154 9413403,209 99,99 42

D6-2 524744,247 9413371,678 87,36 30

D7-1 530658,731 9413300,617 93,88 60

D7-2 530670,7612 9413310,163 93 60

D8-1 528824,631 9415508,52 95 40

D8-2 529022,913 9415639,261 95 50

D9-1 527047,237 9414513,75 95 52

D9-2 527076,515 9414484,531 95 64

D10-1 528339,54 9413467,661 95 45

D10-2 528301,117 9413426,181 95 50

Pengolahan

Setelah didapatkan data dari akuisisi yang dilakukan berupa data ρa (resistivitas semu), kemudian data diolah untuk mendapatkan model 1 dimensi dengan menggunakan software IPI2Win dimana software ini merupakan software yang digunakan untuk analisis data geolistrik dari satu atau lebih titik VES (Vertical Electrical Sounding). Tahapan dalam pengolahan menggunakan IPI2Win yang pertama kali dilakukan adalah buka software IPI2Win, kemudian input data berupa nilai AB/2, nilai MN/2, serta nilai ρa (resistivitas semu) dan atur konfigurasi menjadi konfigurasi Schlumberger, lalu data tersebut disimpan dalam format text (.txt) dengan cara menekan tombol “Save TXT”. Setelah disimpan, klik tombol “Ok” akan muncul windows berisi pilihan MN yang mau dipilih, pada pengolahan ini MN yang dipilih adalah 1. Setelah itu akan muncul tampilan berupa kurva dan tabel, dimana pada tampilan kurva terdapat garis berwarna hitam, biru dan merah dengan garis hitam merupakan kurva yang didapatkan dari lapangan, garis biru berfungsi untuk mengatur nilai resistivitas dan kedalaman dari kurva yang dimodelkan, serta garis merah merupakan kurva pemodelan. Pada tabel tersebut menunjukkan informasi tentang nilai resistivitas sebenarnya, ketebalan lapisan, kedalaman, nilai error, altitude yang didapatkan dari pemodelan. Pada tahap ini, kurva yang berwarna merah dimodelkan menyerupai dengan model lapangan dengan cara menambah layer/ lapisan atau menggeser garis berwarna biru (keatas dan kebawah untuk mengatur

kedalaman atau kekiri dan kekanan untuk mengatur nilai resistivitas) hingga nilai error yang didapatkan kecil.

Semakin kecil nilai error dihasilkan maka semakin baik model yang didapatkan. Setelah didapatkan model 1 dimensi dengan nilai error yang kecil, tahap selanjutnya model tersebut interpretasikan.

Interpretasi

Interpretasi ini dilakukan untuk mengetahui lapisan litologi bawah permukaan dengan mengidentifikasikan nilai resistivitas yang telah didapatkan dari pengolahan data menggunakan software IPI2Win dengan berdasarkan rentang nilai resistivitas penelitian sebelumnya pada daerah penelitian yang sama.

Pada geologi regional terlihat bahwa daerah penelitian termasuk kedalam formasi lampung (Qtl), dimana formasi ini terdiri dari tuf berbatuapung, tuf riolitik, tuf padu tufit, batulempung tufaan dan batupasir tufan. Berdasarkan kondisi geologi tersebut, rentang nilai resistivitas batuan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rentang Nilai Resistivitas Litologi Batuan ITERA [13].

Nilai Resistivitas

(Ωm) Litologi

< 20 Tuffaceous claystone (lempung tuffaan)

Batuan tuff berbutir halus yang memiliki kandungan clay.

20 - 80

Tuffaceous sandstones (pasir tuffaan)

Batuan tuff yang memiliki kandungan pasir dengan ukuran butir menengah – kasar. Batuan ini dapat berperan menjadi akuifer.

80 - 150 Tuff

Batuan tuff dengan ukuran butir kasar, terletak pada bagian yang relatif dangkal dari permukaan/pada bagian bawah tanah penutup. Batuan ini dapat berperan menjadi akuifer.

>150 Tuff

Batuan tuff dengan ukuran butir halus dan kompak.

Berdasarkan Tabel 4, hasil pengolahan sebelumnya dapat diidentifikasika dan diinterpretasikan litologinya sebagai berikut (Tabel 5).

(8)

Tabel 5. Interpretasi Litologi

Titik Resistivitas (Ωm) Kedalaman (m) Ketebalan (m) Litologi representasi sounding

D-1

94.5 0 - 1.87 1.87 Tuff berbutir kasar

165 1.87 - 9.31 7.44 Tuff berbutir halus

60.4 9.31 - 66.8 57.5 Pasir tuffaan

258 > 66.8 Tuff berbutir halus

D-2

95.2 0 - 1.05 1.05 Tuff berbutir kasar

20.9 1.05 - 3.75 2.7 Pasir tuffaan

83.6 3.75 - 10.2 6.41 Tuff berbutir kasar

1.92 10.2 - 25.4 15.2 Lempung tuffaan

55.6 25.4 - 63.5 38.1 Pasir tuffaan

120 > 63.5 Tuff berbutir kasar

D-3

32.3 0 - 0.59 0.59 Pasir tuffaan

348 0.59 - 1.74 1.15 Tuff berbutir halus

22.1 1.74 - 4.12 2.38 Pasir tuffaan

412 4.12 - 21.5 17.4 Tuff berbutir halus

61.9 21.5 - 100 78.5 Pasir tuffaan

27.4 > 100 Pasir tuffaan

D-4

48.9 0 - 0.891 0.891 Pasir tuffaan

14.3 0.891 - 5.44 4.55 Tuff berbutir halus

77.3 5.44 - 10.4 4.99 Pasir tuffaan

13.9 10.4 - 34.4 24 Tuff berbutir halus

44.9 34.4 - 82.5 48.1 Pasir tuffaan

1.05 > 82.5 Pasir tuffaan

D-5

32.2 0 - 0.606 0.606 Pasir tuffaan

917 0.606 - 3.54 2.93 Tuff berbutir halus

45 3.54 - 11.9 8.35 Pasir tuffaan

394 11.9 - 31.2 19.3 Tuff berbutir halus

23.8 31.2 -118 86.6 Pasir tuffaan

30.4 > 118 Pasir tuffaan

(9)

D-6

58.9 0 - 1.5 1.5 Pasir tuffaan

52.4 1.5 - 3.93 2.43 Pasir tuffaan

18.9 3.93 - 7.86 3.93 Lempung tuffaan

43.3 7.86 - 14.4 6.56 Pasir tuffaan

12 14.4 - 32.7 18.3 Lempung tuffaan

25.5 32.7 - 86.5 53.8 Pasir tuffaan

6.87 > 86.5 Lempung tuffaan

D-7

58.4 0 - 0.605 0.605 Pasir tuffaan

375 0.605 - 2.41 1.81 Tuff berbutir halus

67.8 2.41 - 10 7.59 Pasir tuffaan

39.4 10 - 34.6 24.6 Pasir tuffaan

21.2 34.6 - 69.6 35 Pasir tuffaan

4.04 > 69.6 Lempung tuffaan

D-8

99.2 0 - 1.84 1.84 Tuff berbutir kasar

271 1.84 - 2.91 1.06 Tuff berbutir halus

36.2 2.91 - 6.52 3.61 Pasir tuffaan

282 6.52 - 13.3 6.82 Tuff berbutir halus

86 13.3 - 104 90.2 Tuff berbutir kasar

0.182 > 104 Lempung tuffaan

D-9

59.2 0 - 2.69 2.69 Pasir tuffaan

167 2.69 - 5.79 3.1 Tuff berbutir halus

25.1 5.79 - 11.8 6.04 Pasir tuffaan

93.4 11.8 - 79.8 67.9 Tuff berbutir kasar

4.78 > 79.8 Lempung tuffaan

D-10

88.2 0 - 2 2 Tuff berbutir kasar

25 2 - 4.08 2.08 Pasir tuffaan

8.17 4.08 - 7.86 3.78 Lempung tuffaan

76.4 7.86 - 74.2 66.3 Pasir tuffaan

8.65 > 74.2 Lempung tuffaan

(10)

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 5 sampai 7 lapisan litologi yang teridentifikasi pada daerah penelitian, dengan kedalaman maksimal sebesar 118 meter yang terdapat pada titik D-5. Titik Sounding yang teridentifikasi memiliki 5 lapisan litologi terdapat pada titik D-1 dan D-10, sedangkan titik Sounding yang teridentifikasi memiliki 7 lapisan litologi terdapat pada titik D-6.

Pendugaan akuifer berdasarkan data geolistrik dilakukan dengan melihat nilai resistivitas dan bentuk kurva 1D.

Berdasarkan penelitian sebelumnya tepatnya di kampus ITERA yang masih satu formasi dengan daerah penelitian, lapisan litologi yang dapat menjadi lapisan akuifer adalah litologi pasir tuffan dan litologi tuff berbutir kasar. Lapisan akuifer ditandai dengan batas atas dan batas bawah dari akuifer merupakan lapisan impermeable atau memiliki nilai resistivitas yang tinggi atau mempuyai bentuk kurva seperti pelana kuda. Sehingga berdasarkan hal tersebut, akuifer pada setiap titik Sounding dapat diduga sebagai berikut : 1. Pada titik Sounding D-1 diduga terdapat 1 jenis akuifer

yaitu akuifer dalam yang terdapat pada kedalaman 9,31 – 66,8 meter dan memiliki ketebalan sebesar 57,5 meter, dengan litologi berupa Pasir tuffaan.

2. Pada titik Sounding D-2, diduga terdapat 2 jenis akuifer yaitu akuifer dangkal dan akuifer dalam. Akuifer dangkal terdapat pada kedalaman 1,05 – 3,75 meter dan memiliki ketebalan sebesar 2,7 meter, dengan litologi berupa Pasir tuffaan. Sedangkan akuifer dalam terdapat pada kedalaman 25,4 – 63,5 meter dan memiliki ketebalan sebesar 38,1 meter, dengan litologi berupa Pasir tuffaan.

3. Pada titik Sounding D-3, diduga tidak terdapat akuifer, tetapi pada titik D-3 ini kemungkinan terdapat akuifer dalam. Namun pada lapisan keenam, kurvanya tidak diketahui akan naik atau tidak. Sehingga tidak dapat dipastikan kalau pada lapisan tersebut merupakan akuifer.

4. Pada titik Sounding D-4, diduga tidak terdapat akuifer.

Tetapi pada titik D-4 ini kemungkinan terdapat akuifer dalam. Namun sama halnya dengan titik D-3 dan D-8, pada lapisan keenam kurvanya tidak diketahui akan naik atau tidak.

5. Pada titik Sounding D-5, diduga terdapat akuifer dangkal dengan kedalaman 3,54 – 11,9 meter dan memiliki ketebalan sebesar 8,35 meter. Selain itu, sama halnya dengan titik D-4 pada titik ini juga lapisan keenam kurvanya tidak diketahui akan naik atau tidak sehingga tidak dapat menduga akuifer atau bukan pada lapisan keenam.

6. Pada titik Sounding D-6 dan D-7 diduga tidak terdapat akuifer dikarenakan bentuk kurva yang terus menurun

dan tidak diketahui kemungkinan kurva tersebut akan naik atau tidak.

7. Pada titik Sounding D-8 dan D-9 diduga kemungkinan terdapat akuifer dalam. Namun dikarenakan setelah lapisan keenam kurva nya tidak diketahui akan naik atau tidak, jadi belum bisa dikatakan kalau pada lapisan kelima pada D-9 dan lapisan keenam pada D-8 tersebut merupakan akuifer.

8. Pada titik Sounding D-10, diduga terdapat 1 jenis akuifer yaitu akuifer dangkal yang terdapat pada kedalaman 2 – 4,08 meter dan memiliki ketebalan sebesar 2,08 meter, dengan litologi berupa Pasir tuffaan.

Korelasi Data Geolistrik Dengan Data MAT dan Sumur Bor Tabel 6. Korelasi Data Geolistrik Dengan MAT dan Sumur Bor

Titik Sounding

Dugaan kedalaman akuifer (meter)

MAT (meter)

Sumur Bor (meter)

Kriteria

D-1

-

4,375 55 3

9,31 - 66,8

D-2

1,05 – 3,75

1,88 60 1

25,4 – 63,5

D-5 3,54 – 11,9

5,61 55 1

-

D-10

2 – 4,08

3,83 47,5 2

-

Tabel 6 menunjukkan bahwa korelasi antara pendugaan akuifer dangkal dan akuifer dalam terhadap data MAT dan sumur bor. Korelasi antara pendugaan akuifer dangkal dengan data MAT menunjukkan perbedaan pada titik Sounding D-2, D-5, dan D-10. Pendugaan akuifer pada titik Sounding D-2, D-5 dan D-10 memiliki perbedaan dengan data MAT. Hal ini dikarenakan pengambilan data MAT dilakukan pada saat musim kemarau, sehingga adanya penurunan muka airtanah.

Namun secara umum, data MAT masih masuk kedalam rentang kedalaman dari akuifer yang diduga pada titik Sounding D-2,D-5 dan D-10. Sehingga korelasi yang

(11)

dilakukan pada titik Sounding D-2, D-5 dan D-10 dapat dikatakan berkorelasi dengan baik. Kemudian untuk korelasi antara pendugaan akuifer dalam dengan data sumur bor pada titik Sounding D-1 dan D-2 memilki perbedaaan. Hal ini dikarenakan sumur bor warga dibuat lebih dalam sampai di tengah lapisan akuifer dalam, sehingga batas atas dari lapisan akuifer dalam tidak diketahui berada pada kedalaman berapa. Dengan demikian korelasi antara pendugaan akuifer dalam berdasarkan data geolistrik tidak dapat memastikan apakah benar tepat sama dengan kedalaman sumur bor tersebut. Tetapi kedalaman dari sumur bor masih masuk kedalam rentang kedalaman dari akuifer dalam yang diduga, dan dapat dikatakan berkorelasi dengan baik juga.

Kesimpulan

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan hasil pemodelan 1D, didapatkan litologi bawah permukaan pada masing-masing titik Sounding di antaranya adalah Lempung tuffaan dengan nilai resistivitas sebesar 0 – 19 Ωm; Pasir tuffaan dengan nilai resistivitas sebesar 20 – 78 Ωm; Tuff berbutir kasar dengan nilai resistivitas sebesar 84 – 120 Ωm; dan Tuff berbutir halus dengan nilai resistivitas sebesar 165 – 917 Ωm.

2. Berdasarkan interpretasi data geolistrik, didapatkan bahwa diduga terdapat dua jenis akuifer yang ada pada daerah penelitian yaitu akuifer dangkal yang terletak pada kedalaman dibawah 20 meter dan akuifer dalam terletak pada kedalaman diatas 20 meter.

3. Berdasarkan korelasi yang telah dilakukan, didapatkan bahwa korelasi antara pendugaan akuifer dangkal dengan data MAT dan korelasi antara pedugaan akuifer dalam dengan data sumur bor berkorelasi dengan baik.

References

[1] N. Dengen, “Pengolahan Data Geolistrik Pada Ekplorasi Sumber Air Tanah Di Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur Dengan Perangkat Lunak Res2Dinv,” J. Inform.

Mulawarman, vol. 7, no. 1, hal. 27–34, 2012.

[2] M. Undang, Y. C. Boy, M. Febriwan, dan K. A. M,

“Pemetaan Potensi Airtanah Menggunakan Metode Geolistrik 1- Dimensi ( VES ) Sub – DAS Cileles Untuk Identifikasi Area Recharge dan Discharge, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat,” Tek. Geol. Univ. Padjajaran, 2015.

[3] B. Usman, R. H. Manrulu, A. Nurfalaq, and E.

Rohayu, “Identifikasi Akuifer Air Tanah Kota Palopo Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger,” J. Fis. FLUX, vol. 14, no.

2, hal. 65, 2017, doi: 10.20527/flux.v14i2.4091.

[4] H. Harjito, “Metode Vertical Electrical Sounding (VES) untuk Menduga Potensi Sumberdaya Air,” J.

Sains &Teknologi Lingkung., vol. 5, no. 2, hal. 127–

140, 2013, doi: 10.20885/jstl.vol5.iss2.art6.

[5] W. M. Telford, L. P. Geldart, R. E Sheriff and D. A.

Keys. Applied Geophysic. London: Cambridge University Press, 1990.

[6] M. R. Muzaki, “Aplikasi metode geolistrik untuk menentukan letak dan kedalaman sumber air di perumahan puri sartika semarang,” Tugas Akhir, 2017.

[7] A. Kusumandari, “Aplikasi metode resistivitas untuk mengidentifikasi lapisan akuifer di bumi perkemahan ragunan Jakarta” Tugas Akhir, 2015.

[8] A. Runi, “Identifikasi airtanah (Ground water) menggunakan metode resistivity (Geolistrik with IPI2Win Software)“, Jurusan Teknik Pengairan FT- Universitas Brawijaya , 2012.

[9] H. Grandis, Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika, no. 80. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), 2009.

[10] S. A. Mangga, “ Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatra ”. Pusat Penelitian dan Penembangan Geologi, Indonesia. 1993

[11] W. R. Hamilton, Tectonics of the Indonesian Region.

USA: US Geological Survey Professional Paper. 1979 [12] A. Zaenudin, R. Risman, I. G. B. Darmawan, dan I. B.

S. Yogi, “Analisis anomali gayaberat untuk cekungan airtanah di kota Bandar Lampung berdasarkan pemodelan gayaberat 2D,” J. Phys.

Conf. Ser., vol. 1572, no. 1, 2020, doi:

10.1088/1742-6596/1572/1/012006.

[13] S. Satiawan and Rizka, “Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding ( Ves ) Dan Data Electrical Logging ; Studi Kasus Kampus Itera,” Bull. Sci. Contrib.

Geol., vol. 17, hal. 91–100, 2019.

Gambar

Gambar 1. Konfigurasi Schlumberger [7].
Tabel 1. Resistivitas Batuan [5].
Gambar 2. Lapisan Akuifer [8].
Gambar 4. Lokasi Penelitian.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan Nilem, didapatkan bahwa ukuran ikan Nilem yang tertangkap di perairan Rawa Pening

11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kolesterol total antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan serta mengetahui perbedaan kadar

2) Jual beli yang belum jelas, yakni sesuatu yang bersifat spekulasi samar-samar (tidak jelas barang, harga, kadarnya, masa pembayarannya dan lain-lain)

Setelah melakukan berbagai tahapan dalam melakukan value engineering pekerjaan plat lantai dan perhitungan mulai dari menganalisa struktur untuk mengetahui kebutuhan wire mesh

Fakta di lapangan yang peneliti jumpai, proses pembelajaran secara konvensional masih kurang efektif berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik di

Terdakwa Triadi Sulistio alias Akiong anak dari Thiosoey Tjong yang melakukan tindak pidana penipuan dan diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan

 Fungsi dari nukleus adalah sebagai berikut: Nukleus sangat penting untuk keseluruhan aktivitas selular; Nukleus mengandung materi genetik sel (DNA) yang mengkode informasi

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.