• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Analisis Kadar Abu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Laporan Analisis Kadar Abu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Analisis Kadar Abu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Susu merupakan makanan yang hampir sempurna, karena kandungan nutrisinya lengkap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok manusia. Sebagaimana produk peternakan, susu sangat mudah mengalami kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu, diperlukan suatu tindakan pengolahan susu untuk mempertahankan mutu produk susu. Teknologi fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat merupakan alternatif tindakan pengembangan produk susu seperti dadih. Produk olahan susu ini cukup aman dan sehat untuk dikonsumsi.

Dadih merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara fermentasi secara alami pada suhu kamar selama 48 jam (Sugitha, et al., 1999). Produk fermentasi ini merupakan makanan tradisional yang cukup dikenal di wilayah Sumatra Barat, Riau dan Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Beberapa keunggulan dadih diantaranya memiliki nilai gizi lebih tinggi dari bahan asalnya. Kandungan nutrisi pada dadih yang dibuat dari susu kerbau memiliki kadar air sekitar 69 – 73 %, protein 6,6 - 5,7%, lemak 7,9 -8,2%, kadar asam 0,96-1 % (Afriani, 2008). Dadih dapat dikonsumsi oleh golongan lactose intolerence, dapat mengendalikan dan meningkatkan kesehatan usus serta lebih mudah diserap oleh tubuh (Sugitha et al.,1999).

Pengolahan dadih umumnya menggunakan susu kerbau melalui fermentasi alami dengan memanfaatkan bakteri asam laktat. Hasil isolasi bakteri asam laktat pada dadih asal Kerinci terdapat 8 spesies bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus plantarum, L. fermentum, L. acidophilus, L. brevis, L.buchnerii, L.

desidiosus, L. fructivorans dan Leuconostoc mesenteroides (Afriani et al., 2009). Lebih lanjut dilaporkan bahwa beberapa dari bakteri asam laktat tersebut memiliki aktivitas anti bakteri yang cukup tinggi dan berpotensi sebagai kandidat preservatif pangan. Sehubungan dengan itu, penggunaan dari beberapa jenis bakteri ini cukup potensial dimanfaatkan dalam proses pembuatan produk dadih dari susu sapi.

Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.Pada praktikum ini, bahan utama yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah susu bubuk.

Mulai dari pemanasan susu bubuk selama 4 jam, agar hasil diperoleh secara maksimal. Susu bubuk pertama kali dibuat pada 1802 oleh seorang dokter Rusia, Osip Krichevsky. Susu bubuk banyak sekali ditemukan di negara-negara berkembang karena biaya transportasi dan penyimpanannya sangat murah (karena tidak membutuhkan pendingin). Seperti makanan- makanan kering lainnya, susu kering dianggap tidak mudah rusak dikarenakan sedikitnya kandungan air (bakteri sangat cepat berkembangbiak pada makanan yang basah atau minuman) dan disukai oleh orang untuk menolong mereka bertahan dalam bencana alam atau kecelakaan, oleh pendaki gunung dan orang-orang yang membutuhkan bahan makanan yang tidak cepat rusak.

Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang ebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan dilemari es karna kandungan uap airnya sangat rendah. Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan penting. Pnyusun utamanya adalah air, protein, lemak, mineral dan vitamin. Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam produksi dan perdagangan susu. Derajat mutu susu hanya dapat dipertahankan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan dan barakhir dengan kerusakan susu.

Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu,mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologi susu. Bahkan dalam

(2)

menguji mutu susu sering hanya dilakukakan terhadap beberapa atribut yang dianggap penting, misalnya bobot jenis, kadar lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan hasil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional Inndonesia (SNI) mutu susu segar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan warna air susu menunjukan adanya zat/materi tertentu didalamnya.

Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah (mengumpal) bila

dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu. Kadar vitamin larut lemak dalam skimmilk rendah sekali, sehingga untuk meningkatkan kadar lemak di fortifikasi lagi dengan vitamin2 tambahan. Disamping itu proses pengeringan susu bubuk sendiri menurunkan kandungan vitamin yang tidak tahan suhu tinggi, hal ini juga penyebab perlunya penambahan vitamin kedalam susu bubuk.

Susu bubuk mengandung vitamin A, kalsium, dan zat besi yang sangat baik untuk kesehatan mata dan pertumbuhan tulang, mengandung protein yang sangat penting untuk pertumbuhan. Protein yang terkandung di dalam susu juga dapat mengganti bagian-bagian yang rusak serta memproduksi hormon dan enzim di dalamtubuh, mengandung lemak susu yang merupakan sumber vitamin larut lemak, seperti vitamin E, A, D, dan sumber asam lemak esensial serta hormon. Lemak susu juga mengandung mononsaturated fatty

acid(MUFA), yaitu minyak zaitun yang sangat baik bagi kesehatan jantung. Selain itu, masih banyak juga kandungan susu bubuk yang memiliki fungsi penting untuk kebutuhan tubuh.

Kegunaan dari susu bubuk adalah sebagai sumber bahan pangan yang sehat bagi manusia, terutama untuk bayi. Selain itu susu bubuk lebih praktis selama penyimpanan, pengangkutan dan lebih tahan lama.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari paraktikum ini adalah mengetahui bagamana proses atau cara menentukan kadar abu pada susu bubuk dan jagung manis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(3)

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu:

1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat 2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).

Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.

Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.

Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa terganggu.

Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).

Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu krus baik dari porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada jenis bahan dan cara

(4)

pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL sampai 100mL. Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam wadah, seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.

Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak dapat larut, perlu dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam aquades, kemudian disaring.

Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan abu yang tidak dapat larut. Sedangkan yang ada dalam air merupakan abu yang mudah larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di dalamnya, dapat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan panjang gelombang dengan spektrofotometer ( Fauzi, 1994: 8).

Tepung maizena mengandung komposisi 14 gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram protein, 85 gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor, 1.5 mg Fe (Krisno, 2001:111).

BAB III

METODE PRAKTIKUM 3.1 Tempat dan Waktu

Adapun tempat dan waktu pelaksanaan praktikum adalah : Hari / Tanggal : Senin, 04 Juni 2012

Waktu : 10 : 00 s/d Tempat : Kampus Poligon 3.2 Alat dan Bahan Alat :

1. Cawan

2. Oven

3. Timbangan

4. Desicator

5. Penjepit

6. Spatula

Bahan :

1. Susu Bubuk

3.3 Cara Kerja

1. Cawan kosong dipanaskan selama 15 menit

2. Dinginkan dalam desicator selama 15 menit

3. Timbang cawan kosong sebagai berat awal

- 22, 3640

- 22, 4133

- 23, 4143

4. Panaskan sampel sebanyak 5 gr

5. Panaskan sampel dan cawan kosong yang sudah diketahui beratnya selama 4 jam

(untuk pemanasan, suhu yang digunakan harus 500oC)

6. Dinginkan kembali desicator ± 15 menit

7. Dicatat hasil berat sampel akhir

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Praktikum

Berat Cawan Berat Bahan Berat cawan + Bahan

(5)

4.2 Perhitung

an

A. 22, 8072 – 22, 3640 ₌ 0,4 gr

% Kadar Abu ₌ × 100 %

₌ × 100 % ₌ 8 %

B. 22, 8362 – 22, 4133 ₌ 0,4 gr

% Kadar Abu ₌ × 100 %

₌ × 100 % ₌ 8 %

C. 23, 8580 – 23, 4143 ₌ 0,4 gr

% Kadar Abu ₌ × 100 %

₌ × 100 % ₌ 8 %

4.3 Pembahasan

Pada praktikum ini, pemanasan dilakukan dengan menggunaan oven. Penggunaan oven lebih mudah karena suhunya dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang akan digunakan untuk proses pemanasan. Untuk analisis kadar abu, bahan yang digunakan adalah susu bubuk, sebelum menimbang sampel, hal pertama yang dilakukan adalah memanaskan cawan kosong selama 15 menit, kemudian mendinginkan cawan tersebut dalam desicator selama 15 menit.

Setelah didinginkan, cawan tersebut ditimbang sebagai berat awal dari cawan kosong. Berat cawan dari masing-masing cawan kosong tersebut berbeda-beda.

Setelah cawan kosong ditimbang, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu

menimbang sampel (susu bubuk) sebanyak 5 gr, sampel tersebut dimasukan kedalam cawan kosong yang telah ditimbang sebelumnya kemudian dipanaskan dalam oven selama 4 jam.

Pemanasan yang dilakukan sebaiknya menggunakan suhu 500oC agar diperoleh hasil

pemanasan yang maksimal. Setelah dipanaskan, sampel tersebut didinginkan dalam desicator

± 15 menit. Apabila sampel sudah benar-benar dingin, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat sampel akhir kemudian mencatatnya.

Kosong

22, 3640 5, 0012 27, 3652 22, 8072

22, 4133 5, 0003 27, 4163 22, 8362

23, 4143 5, 008 28, 4223 23, 8580

(6)

Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada sampel pertama diperoleh hasil sebesar 22,8072 gr berbeda dengan sampel ketiga yaitu diperoleh hasil sebesar 23, 8580 gr. Perbedaan besarnya kadar abu yang didapat dalam praktikum ini, disebabkan oleh suhu ruang ataupun karena adanya kotoran lain yang terdapat pada sampel tersebut sehingga menjadi salah satu hal yang menyebabkan perbedaan besarnya kadar abu yang diperoleh dalam setiap pengujian.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.

Proses pemanasan yang dilakukan sebaiknya menggunakan suhu 500oC, agar diperoleh hasil pemanasan yang maksimal. Kandungan abu dapat digunakan untuk memperkirakan

kandungan dan keaslian bahan yang digunakan, sedangkan kadar abu sebagai parameter nilai gizi.

5.2 Saran

Dalam analisis kadar abu banyak hal yang harus diperhatian oleh para praktikan, diantaranya yaitu memperhatikan bahan yang digunakan agar benar-benar bebas dari kotoran, karena hal tersebut dapat mempengaruhi besarnya kadar abu yang diperoleh. Untuk itu, praktikan harus memperhatikan hal tersebut dan lebih teliti agar memperoleh hasil yang baik.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian I. Jember: Jurusan THP FTP UNEJApriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor: IPB.

Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press

KADAR ABU

A. PENDAHULUAN

Kandungan mineral dalam pangan dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu unsur makro, unsur mikro dan trace element (unsur jarang). Pada analisis pengukuran mineral ini lebih dikenal dengan analisis abu. Abu merupakan residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Analisis kadar abu ini adalah bagian dari analisis secara proksimat, suatu analisis yang menetapkan kadar air, karbohidrat, lemak, protein dan abu secara kasar. Kadar mineral ditetapkan dengan dari kadar abu suatu bahan makanan pada suhu 500-600˚C. Sisa dari hasil pembakaran tersebut merupakan bagian yang mengandung mineral dari bahan pangan.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk

menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan.Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan

kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka bubuk cokelat tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan biji dari kulit ari ada sebahagian kulit yang ikut menjadi bubuk cokelat (Wirna, 2005).

Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic

(8)

dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan

pengabuan.(sudarmadji.2003).

B. TUJUAN

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar abu pada beberapa komoditi pangan.

C. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan sebagai sampel adlah beras, kacang tanah, kemiri, dan Susu bubuk.

Alat – alat yang diperlukan adalah cawan porselen, pensil, penjepit cawan, desikator, oven, muffle furnace (tanur), timbangan analitik.

D. CARA KERJA

Cara kerja praktikum ini adalah :

1. Cawan porselen dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oC.

2. Kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit sampai dingin.

3. Cawan ditimbang dengan neraca analitik, catat hasilnya.

4. Bahan dihaluskan kamudian ambil 3 gram dan dimasukkan kedalam cawan.

5. Cawan dimasukkan kedalam Oven selama 24 jam.

6. Setelah 24 jam cawan dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang, catat hasilnya.

7. Sampel yang telah kering kemudian dibakar diatas bunsen sampai hilang asapnya.

8. Sampelkemudian dibakar menggunakan tanur sampai menjadi abu putih 9. Sampel lalu dimasukkan kedalam oven sampai suhunya stabil

10. Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit 11. Timbang dengan menggunakan neraca analitik dan catat hasilnya.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dari Praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sabagai berikut :

Kelompok

Berat Cawan (g)

Berat Sampel (g)

Berat Cawan dan Sampel yang telah diabukan (g)

Kadar Abu (%)

BB BK

(9)

1. (susu) 20,5116 3,0681 20,6904 5,83 6,27 2. (kacang

tanah) 19,9160 3,0538 19,9890 2,39 2,52

3.

(kemiri) 24,0667 3,0087 24,1970 4,33 4,36

4. (beras) 21,11 3,00 21,12 0,33 0,39

Pembahasan

Bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan. tahap pengabuan yang dikenal adalah prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering. Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah, lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan kering suhuny lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat volatil.

Menurut Sudarmadji et. al. (2010), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar atau dipanaskan pada suhu 500 – 6000C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat,

sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Pada

praktikum kali ini, proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550⁰C.

Sampel yang akan dibakar didalam tanur sebelumnya harus dibakar menggunakan bunsen sampai asapnya hilang, hal ini menandakan bahwa bahan organik yang terkandung

didalamnya sudah habis. Proses pembakaran menggunakan bunsen bertujuan untuk

mencegah terjadinya kebakaran pada saat pembakaran menggunakan tanur. Bahan yang telah dibakar menggunakan tanur akan berubah menjadi abu putih.

Setelah abu dibakar menggunakan tanur selama kurang lebih 2 jam, kemudian bahan ditimbang. Penimbangan sampel yang telah di abukan harus dalam keadaan dingin, yaitu dengan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Desikator dilengkapi dengan silica gel, yang berfungsi sebagai penyerap uap air. Desikator digunakan untuk menyetimbangkan objek dengan udara yang dikendalikan sehingga galat yang disebabkan oleh penimbanan air bersama-sama objek itu dapat dihindarkan. Setelah cawan yang telah didinginkan, lalu ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Krustang yang akan dipakai untuk menimbang cawan harus dalam keadan di atas atau terlentang, karena dikhawatirkan terkontaminasi oleh

(10)

zat lain atau lemak, sehingga mempengaruhi hasil penimbangan jika zat itu menempel pada cawan (Basset, 1994).

Berdasarkan pada hasil praktikum maka dapat diketahui bahwa kadar abu yang paling banyak yaitu pada susu bubuk sekitar 5,83 % basis basah dan 6,27 % basis kering. Kemudian kemiri dengan kadar abu sebesar 4,33 % basis basah dan 4,36 % basis kering, lalu kacag tanah dan beras yang mengandung sedikit mineral.

F. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan.

2. Bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan

3. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

4. Sebelum dimasukkan kedalam tanur sampel harus dibakar menggunakan bunsen sampai asapnya hilang, dengan tujuan menghilangkan bahan organik yang terdapat dalam sampel.

5. Bahan yang paling banyak mengandung kadar abu atau mineral adalah susu bubuk yaitu 5,83% basis basah dan 6,72% basis kering.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.

Astuti, Evi .2011.PENETAPAN KADAR ABU BAHAN PANGAN DENGAN METODE GRAVIMETRI.(online).( http://eviaws.blogspot.com/2011/06/laporan-pengabuan-azg- kelompok-4-kamis.html, diakses pada tanggal 1 oktober 2012)

Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

Maka jika suatu vektor u dan v pada ruang vektor V riil yang dihubungkan dengan perkalian titik , adalah semi hasil kali dalam, maka vektor u dan v pada ruang vektor V riil

Tesis yang berjudul: “Kebijakan Pemberian Izin Pemanfaatan Air dan Energi Air Di Taman Nasional Kerinci Seblat Dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan“

Dalam hal ini peran orang tua adalah menjalankan segala fungsinya dalam keluarga yaitu sebagai modeling di mana orang tua menjadi contoh teladan bagi

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang berfokus pada hukum positif berupa Konvensi-Konvensi Internasional, Perjanjian Internasional yang berlaku, Hukum

Dampak positif dari pelaksanaan pendampingan pada korban KDRT ini meliputi (1) Dapat menumbuhkan kembali kepercayaan diri korban dengan pemberian motivasi yang

Persamaan &perbedaan dengan peneliti skripsi David H Silvera dan Benedikte Austad (2003) Judul artikel Factors Predicting the Effectiveness of celebrity endorsement

Penelitian tentang gambaran pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat ini diharapkan dapat menjadi gambaran kondisi PHBS di pondok pesantren dan menjadi bahan literatur