• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 635/B/PK/PJK/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Mahkamah Agung Nomor : 635/B/PK/PJK/2011"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN

Nomor 635/B/PK/PJK/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

PT. ADF, tempat kedudukan Komplek AFG, Blok E43, Jl. R.S AFH, Jakarta Selatan; Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jl. ADG, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;

2. BBB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;

3. CCC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

4. DDD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Kesemuanya berkantor di Jl. ADG, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-716/PJ./2011 tanggal 13 Juni 2011;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28658/PP/M.XIII/16/2011 tanggal 21 Januari 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:

A. Perhitungan pajak menurut Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-7015/WPJ.04/2009 tanggal 16 Desember 2009 adalah sebagai berikut :

Uraian Semula

(Rp)

Ditambah/(Dikurangi) (Rp)

Menjadi (Rp) PPN Kurang

(Lebih) Bayar Sanksi Bunga Sanksi Kenaikan Jumlah PPh Yang Masih Harus (Lebih) Dibayar

236.205.777 75.585.849 - 311.791.626

- - - -

236.205.777 75.585.849 - 311.791.626

B. Dasar koreksi Pemeriksa dan alasan permohonan banding 1. Ketentuan Formal

Menurut hemat Pemohon Banding pajak terutang adalah nihil, sehingga kewajiban untuk membayar 50% pajak terutang menjadi tidak ada (terlampir Fotokopi Surat Pengadilan Pajak No. S-0026/SP/2010 tanggal 19 Januari 2010).

Dengan demikian, pemohon banding telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 4 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang kewajiban membayar sebesar 50% dari jumlah pajak terutang;

2. Ketentuan Material

(2)

Koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp236.205.777,00 Menurut Pemeriksa

bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak KPP Madya Jakarta Selatan Nomor: LAP-185/WPJ.04/KP.1100/2009 tanggal 07 Agustus 2009 dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan Pemohon Banding sama sekali tidak memberikan/meminjamkan buku, catatan, dan dokumen pembukuan walaupun telah diberikan surat peringatan (SP 1 &

SP II). Hal ini tertuang dalam Berita Acara Tidak Dipenuhinya Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen tertanggal 04 Juni 2009;

Menurut Penelaah Keberatan

bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemohon Banding sama sekali tidak memberikan/meminjamkan buku, catatan, dan dokumen pembukuan. Sesuai Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 19.4./MK.03/2007 tanggal 28

Desember 2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan dinyatakan bahwa pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan;

bahwa Pasal 9 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-149/131/2009 tanggal 7 September 2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan dinyatakan bahwa pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan;

bahwa berdasarkan ketentuan di atas maka pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diberikan Wajib Pajak dalam proses keberatan berdasarkan surat permintaan data/dokumen Nomor: S-

1881/WPJ.04/BD.0601/2009 tanggal 29 Oktober 2009 tidak dapat dipertimbangkan karena atas Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan tersebut telah diminta dalam proses pemeriksaan namun tidak diberikan oleh Wajib Pajak;

Menurut Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas seluruh koreksi pemeriksa sebesar Rp236.205.777,00. Sampai saat itu, Pemohon Banding tidak mengetahui rincian koreksi pemeriksa. Menurut hemat Pemohon Banding, total pajak masukan yang dapat diperhitungkan adalah Rp325.399.647,00 sesuai dengan yang telah Pemohon Banding laporkan pada SPT Masa PPN April 2008. Apabila diperlukan, dokumen-dokumen pendukung terkait akan Pemohon Banding sediakan dalam proses persidangan;

C. Perhitungan pajak terutang menurut Pemohon Banding bahwa berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, berikut ini adalah perhitungan jumlah PPN Masa April 2008 yang seharusnya terutang:

Uraian Semula

(Rp)

Ditambah/(Dikurangi) (Rp)

Menjadi (Rp) DPP PPN

Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN Kurang (Lebih) Dibayar

Kompensasi ke Masa Pajak berikutnya Sanksi Bunga Sanksi Kenaikan Jumlah PPN Yang Masih harus Dibayar

3.254.070.477 325.399.647 89.193.870 236.205.777 - 75.585.849 - 311.791.626

- - 236.205.777 (236.205.777) - (75.585.849) - (311.791.626)

3.254.070.477 325.399.647 325.399.647 - - - - -

bahwa sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, Pemohon Banding mohon diundang untuk dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan atau dokumen tambahan yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28658/PP/M.XIII/16/2011 tanggal 21 Januari 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 7015/WPJ.04/2009 tanggal 16 Desember 2009, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak

(3)

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP Dan/Atau JKP Masa Pajak April 2008 Nomor:

00006/207/08/062/09 tanggal 11 Agustus 2009, atas nama: PT. ADF, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, alamat:

Komplek AFG, Blok E43, Jl. R.S. AFH, Jakarta - Selatan 12420, tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28658/PP/M.XIII/16/2011 tanggal 21 Januari 2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 8 Februari 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada tanggal 29 April 2011, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 29 April 2011;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 25 Mei 2011, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 28 Juni 2011;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pahak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Pokok Persengketaan 1. Aspek Formal

Adapun yang menjadi alasan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak belum memeriksa aspek material sengketa pajak. Namun, yang menjadi acuan penerbitan Putusan Pengadilan Pajak tersebut hanya menyentuh aspek formalnya saja. Hal tersebut dapat dilihat pada halaman 16 Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 28658/PP/M.XIII/16/2011, yang menyebutkan bahwa:

"... Majelis berpendapat bahwa pengajuan Banding Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan Banding sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 36 ayat (4) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:

Bahwa oleh karena pengajuan Banding tidak memenuhi ketentuan formal sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 36 ayat (4) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka Surat Banding No. F/PPN0408/11.03.10 tanggal 11 Maret 2010 tidak diperiksa Iebih lanjut, dengan demikian maka pemenuhan ketentuan formal lainnya maupun materi sengketa Banding tidak diperiksa lebih lanjut."

Adapun bunyi dari ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak adalah:

"Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%."

Dengan demikian, jelas terlihat bahwa alasan Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa permohonan banding Pemohon PK tidak dapat diterima, dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak menganggap bahwa Pemohon PK tidak memenuhi persyaratan formal pembayaran 50% dari jumlah pajak yang terutang (selanjutnya disebut dengan pembayaran 50%).

2. Aspek Material

Adapun alasan Termohon PK dalam melakukan koreksi dikarenakan dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemohon PK tidak meminjamkan buku, catatan, dan dokumen pembukuan, walaupun telah dilakukan permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen pembukuan. Namun, faktanya alasan Pemohon PK tidak memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen pembukuan, dikarenakan Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Pemohon PK setelah diterbitkannya SKPKB dan Surat Keputusan Keberatan.

2. Argumentasi

f. Argumentasi Aspek Formal

(4)

Pemohon PK tidak menyetujui alasan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa permohonan banding yang Pemohon PK ajukan tidak dapat diterima dengan alasan tidak terpenuhinya pembayaran 50%, sedangkan dalam hal ini Pemohon PK nyata-nyata telah memenuhi persyaratan formal pembayaran 50% tersebut. Berikut adalah alasan dan argumentasi yang Pemohon PK dapat berikan:

1. Alur Sengketa Perpajakan Untuk lebih memberikan gambaran fakta yang lebih jelas kepada Majelis Hakim Mahkamah Agung, bahwa Pemohon PK telah memenuhi persyaratan formal pembayaran 50%, maka dapat dilihat dalam bagan berikut:

Bagan 1

Gambaran Kasus Pemohon PK

Penjelasan Gambar:

1. Termohon PK melakukan Pemeriksaan Lapangan all taxes atas Pemohon PK untuk tahun pajak 2008, di mana Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Pemohon PK setelah diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan (akan diuraikan secara detail pada poin 2.2.). Sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan tersebut, Pemeriksa

melakukan koreksi atas penghitungan PPN Pemohon PK.

Namun, Pemohon PK tidak menyetujui seluruh koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

Pada pembahasan akhir pemeriksaanpun, Pemohon PK tetap tidak menyetujui seluruh koreksi tersebut (dapat dilihat pada "Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan" bahwa koreksi yang disetujui oleh Pemohon PK = 0).

Selanjutnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Masa Pajak April 2008 No. 00006/207/08/062/09 tanggal 11 Agustus 2009.

2. Pemohon PK tidak menyetujui atas SKPKB tersebut di atas, sehingga dengan Surat No. F/09/IX/PPN/2008-04 tanggal 7 September 2009 mengajukan Permohonan Keberatan kepada Dirjen Pajak. Sehubungan dengan Surat Permohonan Keberatan yang diajukan Pemohon PK tersebut, Dirjen Pajak dengan Surat No. S-1731/WPJ.04/KP.1107/2009 tanggal 17 September 2009 menyatakan bahwa:

"3. Berdasarkan penelitian kami, surat Saudara memenuhi ketentuan Pasal 25 dan Pasal 32 UU KUP, sehingga sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU tersebut surat Saudara dapat dipertimbangkan."

Adapun persyaratan pengajuan permohonan keberatan diatur dalam Pasal 25 UU No. 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU KUP). Dalam Pasal 25 ayat (3a) UU KUP, menyebutkan bahwa:

"Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan."

Pasal tersebut memberikan kewajiban bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak sebelum menyampaikan Surat Keberatannya. Namun, terdapat batasan "paling sedikit" yang harus disetorkan Wajib Pajak yaitu "sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan".

Oleh karena dalam pembahasan akhir, Pemohon PK menyatakan bahwa tidak menyetujui seluruh koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa artinya adalah jumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah 0 (terlampir "Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan"). Hal inipun sejalan dengan pendapat Dirjen Pajak, sehingga dalam Surat No. S1731/WPJ.04/KP.1107/2009 Dirjen Pajak menyatakan bahwa Surat Keberatan Pemohon PK memenuhi persyaratan formal dan berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU KUP, keberatan Pemohon PK dapat dipertimbangkan.

Selanjutnya, Termohon PK menerbitkan Surat Keputusan Keberatan yang menyatakan menolak seluruh keberatan Pemohon PK.

3. Oleh karena Surat Keputusan Keberatan tersebut menolak seluruh keberatan Pemohon PK, maka Pemohon PK berupaya untuk mencari keadilan dengan mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak. Sehubungan dengan persyaratan formal pengajuan permohonan banding, maka Pemohon PK meminta penegasan kepada Sekretariat Pengadilan Pajak mengenai kewajiban pembayaran 50% dari pajak yang terutang untuk pengajuan banding. Kemudian, Sekretariat Pengadilan Pajak dengan Surat No. S-0026/SP/2010 memberikan jawaban sebagai berikut:

(5)

1. Sesuai Pasal 36 ayat (4) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP), dalam hal banding Pemohon diwajibkan untuk membayar sebesar 50% dari jumlah pajak yang terutang.

2. Sesuai Pasal 25 ayat (3a) UU KUP bahwa dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Ketentuan ini berlaku untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak 2008 dan seterusnya sebagaimana diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ/2009.

3. Sesuai Pasal 27 ayat (5a) dan Penjelasannya serta ayat (5b) UU KUP antara lain dinyatakan bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan dan diajukan banding tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, jumlah pajak yang belum dibayar tersebut tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a) UU KUP.

4. Sesuai Pasal 27 ayat (5c) UU KUP bahwa jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.

5. Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding sepanjang menyangkut Masa Pajak, Bagian dari Tahun Pajak atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya, kewajiban untuk membayar sebesar 50% dari jumlah pajak yang terutang menjadi tidak ada (50% x Rp 0), kecuali menyangkut sengketa Kepabeanan dan Pajak Daerah yang tidak mengacu kepada UU KUP."

Dengan adanya Surat Penegasan yang diterbitkan oleh Sekretariat Pengadilan Pajak tersebut, dapat menjadi acuan atau pedoman bagi Pemohon PK bahwa dalam mengajukan permohonan banding untuk tahun pajak 2008, bahwa kewajiban untuk membayar sebesar 50% dari jumlah pajak yang terutang menjadi tidak ada (50% x Rp 0).

1. Pemenuhan Persyaratan Formal Pembayaran 50% Adapun sengketa perpajakan yang muncul antara Pemohon PK dengan Termohon PK adalah untuk tahun pajak 2008. Sebagaimana diketahui bahwa pada tanggal 1 Januari 2008, telah berlaku UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tatacara Perpajakan. Di mana dalam Pasal 27 ayat (5a), (5b), dan (5c) menyebutkan bahwa:

"(5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

(5b) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (la).

(5c) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan."

Untuk memastikan hal tersebut, kami juga telah meminta penegasan kepada Sekretariat Pengadilan Pajak sebagaimana telah diuraikan dalam poin 2.1.1. Kemudian, Sekretariat Pengadilan Pajak dalam Surat No. S-0026/SP/2010 menegaskan bahwa

"Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding sepanjang menyangkut Masa Pajak, Bagian dari Tahun Pajak atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya, kewajiban untuk membayar sebesar 50% dari jumlah pajak yang terutang menjadi tidak ada (50% x Rp 0)".

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat mengenai persyaratan formal pembayaran 50% sebagaimana tertera dalam halaman 16 Putusan Pengadilan Pajak bahwa:

"...mengingat Pasal 25 ayat 3a Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merupakan syarat sebelum diajukan keberatan, maka Majelis berpendapat pengertian "jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding" sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (5c)' Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus memperhatikan Pasal 25 ayat (3a) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan supaya sinkron, oleh karenanya "jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding" adalah sebesar pajak terutang dikurangi "pajak yang telah dibayar dalam pembahasan akhir" dengan demikian "pajak yang telah disetujui dalam pembahasan akhir" harus sudah dilunasi sebelum diajukan Banding."

Dari kutipan di atas, maka dapat dilihat bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengenai persyaratan formal pembayaran dalam hal pengajuan banding adalah:

Pengertian jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding harus memperhatikan pula ketentuan persyaratan pembayaran pada saat pengajuan keberatan supaya sinkron;

Dalam Pasal 25 ayat 3a UU KUP disebutkan bahwa untuk dapat mengajukan keberatan, maka terdapat kewajiban untuk melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

Sebagaimana telah Pemohon PK uraikan dalam poin 2.1.1. di atas, bahwa jumlah pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir

(6)

adalah Rp 0. Dengan demikian, kewajiban pembayaran pajak ketika melakukan pengajuan keberatan adalah nihil. Dalam hal ini, Termohon PK telah menerbitkan Surat No. S-1731/WPJ.04/KP.1107/2009 yang menyatakan bahwa Surat Keberatan Pemohon PK memenuhi persyaratan formal dan berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU KUP, keberatan Pemohon PK dapat dipertimbangkan oleh Termohon PK.

Berdasarkan uraian poin 2.1.1. dan 2.1.2. di atas, maka sudah sangat jelas terlihat bahwa Pemohon PK telah memenuhi persyaratan formal pembayaran 50%. Untuk itu, sudah seharusnya sengketa perpajakan yang muncul antara Pemohon PK dengan Termohon PK dapat disidangkan guna tercapainya keadilan bagi Pemohon PK.

1. Aspek Material

Alasan Termohon PK dalam melakukan koreksi dikarenakan dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemohon PK tidak

meminjamkan buku, catatan, dan dokumen pembukuan, walaupun telah dilakukan permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen pembukuan. Namun, Pemohon PK tidak menyetujui apabila alasan tersebut dijadikan oleh Termohon Banding untuk melakukan koreksi atas Termohon Banding.

Adapun ketidaksetujuan Pemohon PK atas alasan Termohon PK dalam melakukan koreksi karena penerbitan SKPKB tersebut telah cacat prosedural. Berikut adalah kronologisnya:

Bagan 2

Kronologis Penerbitan SKPKB yang Cacat Prosedural

Penjelasan bagan:

1. Pada tanggal 27 April 2009 terbit Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan No. Pemb-038/WPJ.04/KP.1105/2009.

Namun, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan tersebut diterima oleh Pemohon PK setelah diterbitkannya SKPKB dan Surat Keputusan Keberatan. Adapun Pemohon PK memperoleh Surat tersebut adalah pada tanggal 31 Desember 2009, ketika Pemohon PK mendatangi KPP Madya Jakarta Selatan.

Dalam Pasal 11 ayat (1) huruf 'a' PMK No. 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak (selanjutnya disebut dengan PMK-199) menyebutkan bahwa kewajiban Pemeriksa Pajak adalah:

"Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib:

a. Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang akan dilakukan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak."

Lebih lanjut, dalam Pasal 5 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan (selanjutnya disebut dengan PER- 19) menyebutkan bahwa:

"(1) Tim Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilaksanakannya pemeriksaan lapangan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.

2 Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan.

3 Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara Iangsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan.

Pada kasus Pemohon PK, pemberitahuan secara tertulis akan dilakukan Pemeriksaan diterima oleh Pemohon PI (setelah diterbitkannya SKPKB dan Surat Keputusan Keberatan. Hal tersebut dibuktikan, di mana pada kolom penerimaan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan No. Pemb038/WPJ.04/KP.1105/2009 (lampiran 6) tidak terdapat tanda tangan dan cap perusahaan Pemohon PK.

2. Begitu pula halnya dengan S-080/WPJ.04/KP.1100/3.3/2009 tanggal 29 April 2009 tentang peminjaman buku, catatan, dan dokumen, di mana Surat tersebut baru diterima oleh Pemohon PK pada tanggal 31 Desember 2009 ketika Pemohon PK mendatangi KPP Madya Jakarta Selatan. Dengan demikian, apabila Majelis Hakim meneliti S-

080/WPJ.04/KP.1100/3.3/2009 (lampiran 7), maka pada kolom penerimaan surat tidak terdapat tanda tangan dan cap perusahaan Pemohon PK.

3. Hal lainnya adalah mengenai Surat Peringatan I tanggal 10 Mei 2009 tentang tidak terpenuhinya permintaan

peminjaman buku atau catatan, dan dokumen, baru diterima oleh Pemohon PK pada tanggal 31 Desember 2009 ketika Pemohon PK mendatangi KPP Madya Jakarta Selatan. Untuk itu, apabila Majelis Hakim meneliti berkas Surat

Peringatan I (lampiran 8), maka pada kolom penerimaan surat tidak terdapat tanda tangan dan cap perusahaan Pemohon

(7)

PK.

4. Lain halnya dengan Surat Peringatan II tanggal 26 Mei 2009 (lampiran 9). Surat tersebut diterima oleh Pemohon PK dan ditandatangani oleh Wahyudin R. (Wahyu). Adapun jabatan dari Saudara Wahyu adalah sebagai RC Engineer (kontrak kerja terlampir dalam lampiran 10).

Sebagaimana diketahui bahwa Pemohon PK merupakan Wajib Pajak Badan, dan menurut ketentuan Pasal 32 ayat (1) huruf 'a' UU KUP menyebutkan bahwa:

"Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:

a. Badan oleh pengurus;"

Adapun yang dimaksud dengan pengurus tersebut menurut ketentuan Pasal 32 ayat (4) UU KUP adalah:

"Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 'a' adalah orang yang nvata-nvata mempunyai wewenang ikut menentukan kebiiaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menialankan perusahaan."

Di mana dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (4) UU KUP menyebutkan bahwa:

"Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus.

Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali."

Dengan demikian, Saudara Wahyu tidak masuk dalam pengertian pengurus yang berwenang untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan Pemohon PK.

5. Kemudian, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan No. Pem-165/WPJ.01/KP.1100/3.3/2009 tanggal 22 Juli 2009 diterima oleh Pemohon PK setelah diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan. Sama seperti kronologis pada poin 1, 2, dan 3 sebelumnya bahwa Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut baru diterima oleh Pemohon PK pada tanggal 31

Desember 2009 ketika Pemohon PK mendatangi KPP Madya Jakarta Selatan. Dengan demikian, apabila Majelis Hakim meneliti berkas No. Pem-165/WP1.01/KP.1100/3.3/ 2009 (lampiran 11), maka tidak terdapatnya tanda tangan dan cap perusahaan Pemohon PK pada kolom penerimaan surat.

Lebih lanjut, dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) PER-19 menyebutkan bahwa:

(1) Hasil Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan secara tertulis kepada Waiib Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan.

(2) Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan harus disampaikan secara Iangsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu2 penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut dapat dikirim melalui faksimili, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman Iainnya dengan bukti pengiriman."

Dari Pasal tersebut sangat jelas diatur bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir. Dengan demikian, ketika Pemeriksa tidak menyampaikan Surat Hasil Pemeriksaan Pajak tersebut kepada Pemohon PK telah menyalahi prosedur pemeriksaan pajak dan dalam Pasal 36 ayat (1) huruf 'd' UU KUP jelas disebutkan bahwa:

"Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:

d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

1. Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau 2. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak."

6. Panggilan Penandatanganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan tidak diterima oleh Pemohon PK. Padahal dalam Pasal 19 ayat (2) PER-19 menyebutkan bahwa:

"Dalam rangka menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat Panggilan kepada Wajib Pajak secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien, Surat Panggilan tersebut dapat dikirim melalui faksimile, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman Iainnya dengan bukti pengiriman."

(8)

7. Staf Akunting Pemohon PK menerima telepon dari Termohon PK yang memberitahukan untuk hadir menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan.

8. Pemohon PK diwakili oleh kuasanya untuk hadir dan menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan. Di mana dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan tersebut, jumlah yang disetujui oleh Pemohon PK adalah Rp 0.

9. Diterbitkannya SKPKB.

Dari uraian kesembilan poin di atas, maka nyata-nyata Hasil Pemeriksaan Pajak dan SKPKB yang terbit telah mengalami cacat prosedural. Untuk itu, walaupun penegakkan hukum oleh DJP memang harus tegas dilakukan, tetapi penegakkan hukum tersebut seharusnya dilaksanakan dengan cara dan prosedur yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Mengingat dalam doktrin Hukum Administrasi Negara dikenal adanya pembatalan surat keputusan dengan alasan cacat yuridis atau ada

kesalahan dalam prosedur (Juridisch Gebrek, Vormverzuim atau vice de procedure), maka sudah seharusnya Hasil Pemeriksaan Keberatan dan SKPKB yang diterbitkan adalah batal demi hukum.

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pertimbangan Hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-7015/WPJ.04/2009 tanggal 16 Desember 2009, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP Dan/Atau JKP Masa Pajak April 2008 Nomor: 00006/207/08/062/09 tanggal 11 Agustus 2009, atas nama Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali, tidak dapat diterima adalah sudah tepat dan benar, yaitu bahwa permohonan banding tidak memenuhi syarat formal karena belum membayar 50 % pajak terutang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Dengan demikian tidak terdapat putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:

PT. ADF tersebut ;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis tanggal 2 Agustus 2012 oleh XYZ, S.H., M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI. yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S., dan GGG, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak;

(9)

Anggota Majelis:

ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S., ttd/

GGG, S.H., M.H.,

Biaya – biaya :

1. M e t e r a i……….. Rp 6.000,00 2. R e d a k s i……….. Rp 5.000,00 3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00 Jumlah ………. Rp 2.500.000,00

Ketua Majelis, ttd/

XYZ, S.H., M.Sc.,

Panitera Pengganti ttd/

HHH, S.H., M.H.,

Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I.

a.n. Panitera

Panitera Muda Tata Usaha Negara

(ASHADI, SH.) Nip. XX0000XXX.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu alasan butir a tentang Formal pengajuan banding dan alasan butir b tentang Koreksi peredaran

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian Permohonan banding Pemohon

Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon

Bahwa Permohonan PK beserta Memori PK (Peninjauan Kembali) ini diajukan dengan dasar bahwa Pemohon PK telah menerima Relas Pemberitahuan Isi Putusan Mahkamah

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu tidak dapat diterimanya permohonan banding Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruh

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding