• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian nasional [3]. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menempati urutan kedua terbesar dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sekitar 13,7% [3]. Salah satu subsektor pertanian yang berkontribusi besar dalam menyumbangkan nilai tambah terhadap PDB adalah subsektor perkebunan.

Berdasarkan data BPS tahun 2020, subsektor perkebunan merupakan subsektor yang paling berkontribusi besar di sektor pertanian, yaitu sebesar 26,50%.

Berdasarkan data tersebut subsektor perkebunan berkontribusi sebesar 3,63 % [3].

Berdasarkan kajian [16] menjabarkan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat maka kementerian pertanian melalui program revitalisasi pertanian yang didukung oleh subsidi bunga dari program KPEN RP dan penggantian benih palsu.

Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang dapat diolah adalah komoditas sawit. Komoditas sawit dapat diolah menjadi minyak nabati, minyak sawit atau CPO, minyak inti sawit atau PKO, inti sawit dan lain-lain [3]. Salah satu produk utama dalam komoditas sawit adalah CPO minyak sawit. Menurut penelitian Precious Diamond Porter, komponen yang berkontribusi terhadap konsentrasi CPO Indonesia di pasar internasional adalah akses yang mudah untuk bahan baku bagi produksi CPO, ukuran dan kondisi tanah Indonesia yang mendukung pengembangan kelapa sawit dan luasnya lahan kelapa sawit Indonesia [17]. Pada tahun 2020 produksi minyak sawit Indonesia sebesar 44,8 juta ton, produksi minyak sawit tersebut terdiri dari 60 % (perkiraan sebesar 26,95 juta ton) diproduksi dari perkebunan besar swasta, 34% (perkiraan sebesar 15,50 juta ton) diproduksi dari perkebunan rakyat dan dan sisanya diproduksi oleh perkebunan besar negara [3].

Perkembangan komoditas sawit ditunjang oleh potensi luas lahan untuk budidaya kelapa sawit di Indonesia dengan luas 14.586.597 Ha. Pada tahun 2020 produktivitas perkebunan sawit Indonesia sebesar 3.732 kg/ha dengan pulau sumatera dan pulau jawa menjadi daerah konsentrasi perkebunan kelapa sawit [3].

(2)

12 Berdasarkan kajian [18] Selama ini Indonesia lebih banyak melakukan ekspor CPO sehingga value added yang diperoleh masih rendah. Dari data yang ada, industri hilir yang mengolah minyak sawit baru sebatas minyak goreng, dan sedikit margarin, sabun dan deterjen.

Gambar 2. Perbandingan Produksi Minyak Sawit (Sumber: [3])

Kontribusi Indonesia pada pangsa pasar sawit dunia sebesar 55 % [2]. Pangsa pasar minyak sawit Indonesia sudah cukup diakui dunia hal tersebut dapat terlihat dari berhasilnya ekspor minyak sawit Indonesia dengan didominasi sektor swasta sebesar 60,22%. Jumlah ekspor tersebut dibedakan berdasarkan beberapa jenis, dapat dilihat pada Gambar 3 yang merupakan data perbandingan ekspor minyak sawit Indonesia.

Gambar 3. Perbandingan Volume Ekspor Minyak Sawit Menurut Jenisnya (Sumber: [3])

Volume ekspor terbesar berada pada jenis Other palm oil yaitu sebesar 67,90 % dari keseluruhan volume ekspor Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia

(3)

13 mencapai kurang lebih 5 benua, yaitu benua Asia, Eropa, Australia, Afrika, dan Amerika. Benua Asia merupakan tujuan utama dan terbesar dari ekspor Indonesia melampaui benua lainnya. Adapun 5 negara terbesar yang menjadi tujuan ekspor Indonesia antara lain Kenya, India, Italia, Malaysia dan Spanyol [3].

Gambar 4. Perbandingan Persentase Ekspor Indonesia (Sumber: [3])

Gambar 4 menunjukkan persentase negara tujuan ekspor terbesar untuk minyak sawit. India merupakan negara tujuan utama ekspor CPO dengan kontribusi sebesar 61,23% dengan volume ekspor sebesar 4,39 juta ton [3]. Negara selanjutnya yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah Spanyol dan Malaysia yang kemudian diikuti Italia, Kenya dan negara lainnya. Melihat banyaknya minat negara lain mengenai minyak sawit Indonesia, tentu hal ini menjadi potensi bagi Negara Indonesia dalam menambah Product Domestic Bruto (PDB) dari nilai ekspor CPO.

Gambar 5. Perkembangan Nilai Ekspor dan Volume Minyak Sawit (Sumber: [3])

(4)

14 Volume ekspor minyak sawit Indonesia berfluktuasi pada tahun 2016 hingga 2020.

Pada tahun 2017 hingga 2019 terjadi peningkatan volume ekspor minyak sawit sebesar 3,95 atau meningkat sebesar 1,15 juta ton, namun peningkatan ekspor tersebut berbanding terbalik dengan nilai ekspor minyak sawit pada tahun yang sama dan mengalami penurunan sebesar 77% [3]. Adapun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang komoditas sawit antara lain adalah PTPN III, PTPN V, PTPN XII dan PTPN VII.

2.2 Manajemen Rantai Pasok

2.2.1 Definisi Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok atau dalam bahasa inggris disebut Supply Chain Management (SCM) merupakan suatu aliran barang, uang dan informasi yang dilakukan dengan tujuan efisiensi dan efektifitas [19]. Pada kajian [20] menyatakan bahwa manajemen rantai pasok terdiri dari tiga aliran yaitu aliran informasi, keuangan dan aliran material. aliran informasi berisikan informasi dari pelanggan ke distributor dan distributor ke pabrik, aliran keuangan didefinisikan sebagai invoice atau lainnya dan aliran material merupakan aliran bahan baku dari hulu ke hilir [20]. Pada kajian [21] menjelaskan mengenai manajemen rantai pasok merupakan sebuah sistem yang terintegrasi atau saling terikat seperti menambahkan nilai produk jadi, memperoleh raw material dan mendistribusikan produk. Definisi manajemen rantai pasok lainnya adalah sistem yang melibatkan penyimpanan, pengiriman, distribusi, produksi dan penjualan produk [22]. Rantai pasokan mencakup semua proses dan aktivitas yang terlibat dalam pengiriman produk ke tangan konsumen [22]. Definisi lainnya menurut kajian [23]manajemen rantai pasok adalah suatu mekanisme atau konsep agar produktivitas meningkatkan secara keseluruhan dalam rantai pasok dengan mengoptimalisasi aliran material, lokasi dan waktu. Manajemen rantai pasok dibatasi oleh enam faktor yaitu postponement, kualitas informasi, tingkat sharing informasi, hubungan dengan konsumen dan manajemen kemitraan kemitraan strategik pemasok [23].

(5)

15 2.2.2 Manajemen Rantai Pasok di Industri Sawit

Aliran bahan baku dapat menjadi sarana penunjang berjalannya proses produksi dalam suatu perusahaan atau industri. Salah satu industri yang mengalami terjadinya perpindahan bahan baku adalah industri sawit [5]. Kajian [24]

menyebutkan bahwa terdapat empat fungsi pokok kegiatan rantai pasok yang terjadi di industri sawit. empat fungsi pokok tersebut antara lain adalah panen, produksi, persediaan dan distribusi. Kegiatan panen tandan buah segar berfungsi sebagai informasi penunjang bagi perencanaan transportasi yang ditujukan untuk membawa hasil panen tersebut ke pabrik. Fungsi produksi adalah sebagai perencanaan tenaga kerja, bahan baku, truk panen dan yang masih berkaitan dengan produksi sawit lainnya juga berkaitan dengan bahan baku produksi sawit yang akan digunakan kedepannya.

Fungsi persediaan merupakan kebijakan perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar sebagai bentuk respon dari permintaan pelanggan ke pabrik, pada bagian persediaan juga akan berpengaruh pada efisiensi yang terjadi di gudang atau tempat penyimpanan. Sedangkan fungsi yang terakhir yaitu distribusi adalah sebagai pelayanan yang diberikan dari bagian pemasaran karena berkaitan dengan pengiriman produk.

Dalam penelitian [25] menyebutkan bahwa SCM dalam industri sawit adalah koordinasi seluruh aktivitas dan proses bisnis dalam rantai pasok yang dilakukan secara seefisien mungkin. Adapun sistem rantai pasok yang terjadi di industri sawit pada penelitian nya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini [25].

Gambar 6. Sistem Rantai Pasok Sawit Untuk PKS (Pengolahan Kelapa Sawit) (Sumber: [19])

(6)

16 Aliran rantai pasok kelapa sawit dari petani hingga pabrik dan menjadi produk jadi.

pada suatu perusahaan yang memiliki manajemen rantai pasok tentu tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan [19], adapun permasalahan yang terjadi pada manajemen rantai pasok akan dibahas pada bab selanjutnya.

2.2.3 Permasalahan Dalam Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok atau yang biasa disebut juga aliran rantai pasok merupakan sebuah integrasi proses bisnis dari pemasok hingga konsumen [7]. Dalam kajian [7]

menyebutkan bahwa permasalahan yang terjadi pada aliran rantai pasok adalah ketidakpastian (uncertainty) yang disebabkan oleh aspek pasokan (supply) dan permintaan (demand). Ketidakpastian permintaan (demand) pada sebuah manajemen rantai pasok disebabkan oleh enam faktor, yaitu pertama tingkat pelayanan, kedua waktu tanggap, ketiga perbedaan ukuran lot, keempat variasi produk, lima perbedaan kuantitas produk, dan keenam kepekaan terhadap harga produk. Tingkat pelayanan dapat bervariasi tergantung tingkat kebutuhannya dan karakteristik pelanggan, misalnya pada pelayanan suku cadang mesin pengeboran tambang harus dianalisis secepat mungkin karena kondisi darurat. Namun, jika suku cadang tersebut akan digunakan untuk perawatan dalam jangka waktu tertentu maka pelayanan dapat dijadwalkan dan tidak perlu secara dadakan.

Faktor kedua yang mempengaruhi tingkat permintaan adalah waktu tanggap, waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi suatu pemesanan, misalkan waktu tanggap untuk produk farmasi dalam kondisi darurat akan memiliki waktu tanggap yang sangat sempit sehingga waktu tanggap yang sempit akan mempengaruhi persediaan dalam manajemen rantai pasok. Faktor selanjutnya adalah perbedaan ukuran lot, pada faktor ini perbedaan ukuran lot pemesanan yang semakin banyak akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok. Faktor keempat adalah variasi produk, variasi produk akan menyebabkan banyaknya variasi permintaan yang dilakukan oleh pemesan dan akibatnya akan berdampak pada manajemen rantai pasok. Selanjutnya adalah perbedaan kuantitas produk, pada faktor ini pelanggan akan membutuhkan produk dalam kuantitas yang beragam dan hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan ketidakpastian dalam rantai pasok.

Faktor yang terakhir adalah kepekaan terhadap harga produk, suatu produk dengan

(7)

17 harga yang relatif murah tentu akan mendapat perhatian khusus dari pelanggan dibandingkan produk dengan harga mahal, terutama jika terjadi potongan harga atau diskon tentu hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan permintaan yang berakibat kepada ketidakpastian persediaan [7].

Terdapat masalah lainnya dalam manajemen rantai pasok, Pada kajian [6]

menyebutkan bahwa terdapat permasalahan meningkatnya variabilitas permintaan dari hulu ke hilir yang biasa disebut Bullwhip effect. Bullwhip effect adalah situasi di mana ada perbedaan antara permintaan aktual dengan pemesanan sehingga terjadi perbedaan yang berakibat pada tidak akuratnya data permintaan. Salah satu permasalahan dalam Bullwhip effect yang terjadi adalah forward buying yang dilakukan distributor atau ritel sehingga menyebabkan kegiatan yang fluktuatif di pabrik atau manufaktur, hal tersebut mengakibatkan pabrik atau manufaktur salah membaca permintaan aktual dan terjadinya kesalahan peramalan permintaan yang menyebabkan ineficiency [6].

2.3 Definisi Bullwhip Effect

Bullwhip Effect merupakan salah satu permasalahan yang terdapat pada manajemen rantai pasok, permasalahan tersebut akan berdampak pada manajemen rantai pasok dan berefek domino pada bagian lainnya di lini produksi [7]. Berdasarkan kajian [6] bullwhip effect adalah jumlah pemesanan pada tingkat konsumen yang berbeda dari informasi jumlah permintaan produk yang diterima pabrik, sehingga hal tersebut menyebabkan perbedaan jumlah yang diproduksi dengan jumlah permintaan aktual. Selaras dengan pernyataan tersebut, kajian [26] mendefinisikan bahwa bullwhip effect adalah suatu fenomena terjadinya variansi permintaan dari hulu ke hilir suatu barang. Sedangkan pada kajian [13] mendefinisikan bullwhip effect sebagai suatu permasalahan yang disebabkan terjadinya amplifikasi yang menyebabkan variabilitas jumlah permintaan aktual tidak sesuai dengan jumlah produk yang diproduksi. Permasalahan BE akan memiliki pengaruh pada manajemen rantai pasok.

(8)

18 2.3.1 Pengaruh Bullwhip Effect pada Rantai Pasok Suatu Perusahaan Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian [4] menjelaskan bahwa manajemen rantai pasok terjadi secara downstream untuk pemenuhan permintaan dari pemasok hingga ke distributor, sedangkan, informasi demand terjadi secara upstream dari konsumen ke pemasok atau ke pabrik. Bullwhip Effect merupakan permasalahan yang memiliki dampak, berdasarkan penelitian yang dilakukan, Bullwhip Effect akan mengakibatkan efek domino pada perusahaan, misalnya pada bentuk chain sederhana yaitu 1 produsen, 1 pemasok dan 1 distributor, terjadi kesalahan informasi pemesanan dari distributor ke produsen yang berakibat pada kesalahan peramalan yang dilakukan produsen untuk pemesanan selanjutnya sehingga berdampak pada kesalahan penyediaan bahan baku yang dikirim oleh pemasok [4].

Pada penelitian lainnya yang dilakukan [27] mengenai dampak bullwhip effect pada aliran rantai pasok, menyebutkan bahwa bullwhip effect dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan antara lain seperti kesalahan dalam penjadwalan produksi, penambahan sumberdaya yang tidak efisien, pengiriman yang tidak efektif, persediaan di gudang yang berlebih, turunnya tingkat kepuasan konsumen hingga menyebabkan hilangnya pendapatan. Tidak hanya itu, permasalahan lainnya yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya loss sales yaitu situasi dimana jumlah inventori tidak dapat memenuhi permintaan pasar yang akan berdampak domino terhadap kepuasan pasar atau kehilangan pelanggan [27]. Penelitian lainnya lainnya menyebutkan bahwa terdapat tiga peran yang cukup penting pada Manajemen Rantai Pasok adalah mengatur aliran informasi, mengatur struktur organisasi dari SCM dan mengatur aliran fisik material. Tidak hanya itu, kajian [26] menjelaskan dalam penelitiannya mengenai dampak dari bullwhip effect yang terjadi pada Manajemen Rantai Pasok antara lain adalah Persediaan yang berlebihan, Kesalahan dalam penjadwalan produksi, tingkat kepuasan pelanggan yang lebih rendah, pengiriman yang tidak efektif, penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan hilangnya pendapatan.

(9)

19 2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Bullwhip Effect

Bullwhip Effect atau dalam Bahasa Indonesia disebut efek cambuk merupakan suatu permasalahan dalam aliran rantai pasok yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Pada kajian [28] dan [10] yang mengutip beberapa penelitian lainnya menyebutkan bahwa ada lima faktor penyebab terjadinya bullwhip effect, yaitu:

fluktuasi harga (price fluctuations), ukuran pemesanan (order batching), masa tenggang pemenuhan pesanan (non-zero lead time), peramalan permintaan (demand forecasting) dan kekurangan suplai atau persediaan (supply shortages). Dalam kajian [29] menjelaskan bahwa faktor penyebab bullwhip effect terdapat 5 faktor sesuai dengan sebelumnya yang telah disebutkan. Namun, dalam penelitian lainnya yang dilakukan [26] terdapat satu perbedaan yaitu tidak adanya faktor (supply shortages), melainkan terdapat faktor perubahan pemesanan.

Demand Forecasting adalah peramalan permintaan yang dilakukan untuk menentukan jumlah produksi pada suatu periode, adapun permintaan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: siklus bisnis, siklus hidup produk, dan faktor-faktor lain. Pada siklus bisnis permintaan pemesanan akan terpengaruhi dengan kondisi ekonomi seperti depresi, resesi dan inflasi yang berdampak pada permintaan suatu barang.

Faktor lainnya adalah lead time, pada faktor ini jika waktu tunggu atau lead time suatu barang maka akan mengakibatkan perubahan safety stock, perubahan tersebut akan mempengaruhi variabilitas permintaan. Batch ordering merupakan terjadi penumpukan order yang mengakibatkan kekosongan pemesanan pada periode tertentu yang berakibat pada variabilitas dalam supply chain. Faktor selanjutnya adalah fluktuasi harga yaitu pasar merespon perubahan harga dengan melakukan pembelian secara besar-besaran yang berakibat kepada minimnya persediaan produk di pasaran sehingga mengakibatkan kelangkaan produk, hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya bahan baku sebagai bentuk respon produsen atas permintaan pasar. Faktor terakhir adalah perubahan pemesanan yaitu terjadinya distorsi dan variasi pada perkiraan permintaan akibat pembatalan pemesanan yang mengakibatkan perubahan jumlah pemesanan sehingga berdampak pada bagian gudang atau terjadi penambahan biaya penyimpanan.

(10)

20 2.3.3 Cara Mengurangi Resiko Bullwhip Effect

Bullwhip effect dapat diatasi/dikurangi dampaknya dengan berbagai metode. Dalam penelitian [30] mengungkapkan bahwa salah satu cara mengurangi resiko akibat bullwhip effect adalah penetapan harga serta melakukan penurunan fluktuasi order dan demand, penurunan tersebut dilakukan dengan simulasi diskrit menggunakan Ms. Excel. Simulasi tersebut dilakukan agar nilai BE mendekati atau bahkan sama dengan satu yang dapat diartikan tidak terjadi selisih antara produksi dan penjualan yang signifikan. Adapun beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu menentukan Standar deviasi pada tiap eselon sebagai bentuk perbaikan BE dengan eselon dan rata-rata order dan demand adalah tetap. Tahap selanjutnya adalah menentukan jumlah demand dan order usulan, pada tahap terakhir adalah melakukan koordinasi, namun sebelum itu dilakukan penentuan biaya total produksi oleh peneliti [30].

Pada kajian [26] menyebutkan bahwa cara mengurangi resiko bullwhip effect adalah dengan menggunakan metode triangular fuzzy number, metode ini menggunakan kuesioner dengan fokus utamanya mengetahui tingkat kepentingan atribut pada kuesioner tersebut. Data pada kuesioner disusun berdasarkan hasil pembobotan yang dilakukan menggunakan metode fuzzy, penggunaan bobot tersebut dilakukan agar peneliti mengetahui tingkat kepentingan variabel untuk mengurangi BE [26].

Pada penelitian lainnya yang dilakukan [13] menyebutkan bahwa salah satu cara pengurangan bullwhip effect adalah dengan melakukan peramalan permintaan dengan analisis deret waktu. Penyebab terjadinya bullwhip effect adalah pemborosan yang terjadi akibat ada variasi antara produksi yang dilakukan oleh produsen dengan demand aktual yang berdampak juga pada pemesanan bahan baku [13].

Pada penelitian ini cara yang digunakan untuk mengurangi resiko bullwhip effect adalah dengan melakukan peramalan data time series menggunakan metode DES dan DMA yang ditunjang dengan aplikasi SPSS dan zaitun time series untuk mengolah data. Pengurangan bullwhip effect dapat dilihat dengan membandingkan nilai bullwhip effect setelah dilakukan peramalan dan sebelum dilakukan peramalan.

(11)

21 2.4 Bullwhip Effect

Adapun persamaan bullwhip effect yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari kajian [6] adalah sebagai berikut.

Terdapat dua hal yang berperan dalam menentukan BE yaitu adalah a. Koefisien variasi order

CV

o

=

So

Muo (1)

b.

Koefisien variasi demand

CV

d

=

Sd

Mud (2)

Berdasarkan dua persamaan diatas didapatkan persamaan BE:

BE =

CVo

CVd

=

So/Muo

Sd/Mud ( 3 )

Adapun keterangan dari model persamaan 1,2 dan 3 adalah BE merupakan bullwhip effect, Mud adalah nilai rata-rata demand, koefisien variasi order disimbolkan dengan CVo, Sd adalah standar deviasi demand, koefisien variasi demand disimbolkan CVd, standar deviasi order disimbolkan dengan So dan nilai rata-rata order disimbolkan Muo. Permasalahan Bullwhip Effect tentunya akan berdampak pada aliran rantai pasok suatu perusahaan.

2.5 Parameter Bullwhip Effect

Dalam mengetahui apakah nilai BE dapat dikatakan baik atau tidaknya dalam suatu perusahaan maka diperlukan sebuah parameter untuk mengetahuinya [31]. Kajian [32] menjelaskan bahwa parameter merupakan suatu tolak ukur untuk menguji kebenaran apa yang telah ada. Berdasarkan kajian dari [8] menyebutkan bahwa rumus yang dapat digunakan untuk menentukan digunakan dalam parameter BE adalah:

PBE = 1 +

2𝐿

𝑃

+

2𝐿2

𝑃2

(4) Adapun keterangan dari persamaan 4 antara lain adalah PBE adalah nilai parameter BE, L adalah lead time yang terjadi dari pemesanan barang hingga penerimaan barang dan P merupakan periode pengamatan atau observasi yang dilakukan.

(12)

22 Secara sederhana pada persamaan 4 menjelaskan bahwa apabila nilai BE lebih besar atau sama dengan nilai parameter maka nilai BE tidak terlalu baik atau terjadi peningkatan variabilitas antara produksi dan penjualan [8].

2.6 Metode Peramalan

Berdasarkan kajian [33] menjelaskan bahwa peramalan permintaan merupakan kegiatan atau aktivitas untuk meramalkan jumlah permintaan dan kebutuhan pada beberapa periode kedepan berdasarkan data historis atau data tahun sebelumnya.

Pada dasarnya, metode yang bisa digunakan untuk melakukan peramalan cukup banyak, namun dalam penelitian yang dilakukan [34] menyampaikan bahwa metode naïve, exponential smoothing, moving average dan proyeksi terhadap tren (trend projection) merupakan lima metode peramalan permintaan yang dapat digunakan untuk perhitungan data deret waktu.

Dalam menentukan metode peramalan, perlu untuk mengetahui jenis pola peramalan, adapun empat pola data antara lain horizon waktu, session waktu, trend dan siklus. Pola data Horizontal (H) atau stasioner terjadi apabila terjadi fluktuasi pada nilai data di sekitar nilai rata-rata pada saat nilai tersebut konstan atau tetap.

Pola data Siklus (C) merupakan pola data yang terjadi dalam periode tertentu dan dapat terpengaruh dari ekonomi yang tidak konstan, tentu hal tersebut berdampak pada siklus bisnis. Pola data Trend (T) dapat terjadi jika ada penurunan atau kenaikan yang terjadi secara bertahap pada data dalam waktu atau periode yang cukup panjang. Pola data musiman (S) adalah pola data yang terjadi secara musiman dan berulang sesudah suatu periode tertentu: hari, mingguan, bulanan dan tahunan [33].

(13)

23 Gambar 7. Jenis Pola Data

2.6.1 Metode Double Exponential Smoothing (DES)

Dalam metode DES terdapat metode yang menggunakan satu parameter dan dua parameter, metode yang menggunakan satu parameter disebut metode double exponential smoothing brown dan yang menggunakan dua parameter disebut double exponential smoothing holt, pemilihan parameter tersebut tergantung dari data yang diolah [35]. Kelebihan kedua metode tersebut adalah tidak memerlukan analisis autoregresi, tidak diperlukan transformasi data dan dapat menggunakan data yang relatif sedikit [35]. Kajian lainnya menjelaskan double exponential smoothing brown adalah model linier yang diusulkan oleh Brown, dasar pemikiran untuk pemulusan eksponensial ganda Brown mirip dengan rata-rata pergerakan ganda karena nilai pemulusan tunggal dan pemulusan ganda didapatkan dari belakang data aktual jika ada unsur trend [36]. Double exponential smoothing holt dapat digunakan apabila data penelitian secara kontinu mengalami trend naik dan turun, sedangkan double exponential smoothing brown dapat digunakan apabila data mengalami trend secara naik dan turun tetapi tidak kontinyu [37].

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah double moving average dan double exponential smoothing brown, metode tersebut merupakan metode peramalan yang dapat digunakan

(14)

24 Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode double exponential smoothing brown dan double moving average. Kajian [38] menyebutkan mengenai rumus double exponential smoothing brown digambarkan secara matematis:

1. Menentukan smoothing pertama.

𝑆′

𝑡

=  𝑋

𝑡

+ (1 -  ) 𝑆′

𝑡−1 ( 5 ) 2. Menentukan smoothing kedua.

𝑆′′

𝑡

=  𝑋

𝑡

+ (1 -  ) 𝑆′′

𝑡−1 (6)

3. Menentukan besarnya konstanta a.

t = 𝑆′

𝑡

+ ( 𝑆′

𝑡

- 𝑆′′

𝑡

) = 2𝑆′

𝑡

- 𝑆′′

𝑡 ( 7 )

4. Menentukan besarnya slope.

𝑏

𝑡

=

1−

(𝑆′

𝑡

- 𝑆′′

𝑡

)

( 8 )

5. Menentukan besarnya forecast

𝐹

𝑡+𝑝

= 𝑌̂

𝑡+𝑝

= 

𝑡

+ 𝑏

𝑡

p

( 9 )

Keterangan dari setiap persamaan 5,6,7,8 dan 9 antara lain 𝐹1+𝑚 adalah mencari peramalan di periode berikutnya, 𝑋𝑡 adalah Data aktual dari periode ke-t, 𝑆′'𝑡 adalah Nilai pemulusan ganda, 𝑎𝑡 adalah Nilai konstanta a, 𝑆′𝑡 adalah nilai pemulusan tunggal, 𝑏𝑡 adalah Nilai konstanta b, m merupakan periode masa mendatang, t merupakan waktu atau periode dan  adalah konstanta dengan nilai antara 0 dan 1.

2.6.2 Metode Double Moving Average (DMA)

Salah satu metode yang dapat dapat digunakan untuk melakukan peramalan adalah metode moving average [39]. Moving average adalah salah satu indikator trend yang dilakukan dengan mengambil sekelompok nilai, mencari rata-ratanya kemudian menggunakan rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode yang akan datang [40]. Dalam kajian lainnya [41] menyebutkan bahwa moving average adalah suatu metode peramalan yang dilakukan dengan mengambil sekelompok nilai pengamatan, mencari nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode yang akan datang. Metode moving average memiliki beberapa kelemahan menurut kajian [42] kelemahan metode ini antara lain adalah dalam sekumpulan data, sering

(15)

25 terjadi update yang menyebabkan perubahan data, dalam hal tersebut metode ini lambat dalam merespon perubahan tersebut. Kelemahan lainnya adalah untuk data yang sifatnya trend metode ini kurang akurat untuk merefleksikannya. Kajian lainnya [43] menambahkan bahwa kekurangan moving average lainnya adalah menggunakan bobot yang sama pada setiap data. Salah satu metode yang dapat mengatasi kekurangan moving average adalah metode double moving average [44].

Kajian [45] menyebutkan bahwa metode double moving average adalah metode yang dapat mengatasi kekurangan metode moving average karena pada metode ini lebih memperhitungkan pola trend dan 2 kali melakukan moving average.

Metode double moving average dirancang untuk data deret waktu dengan pola berkecenderungan atau adanya trend linier [46]. Adapun rumus matematis yang dapat digunakan pada penelitian ini didasarkan pada kajian [38] sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata bergerak pertama

𝑀

𝑡

= 𝑌

𝑡

+ 𝑌

𝑡−1

+ ⋯ + 𝑌

𝑡−𝑛−1

𝑛

( 10 )

2. Menghitung rata-rata bergerak kedua.

𝑀′

𝑡

= 𝑀

𝑡

+ 𝑀

𝑡−1

+ ⋯ + 𝑀

𝑡−𝑛−1

𝑛

( 11 )

3. Menentukan besarnya nilai konstanta.

𝑡

= 2𝑀

𝑡

- 𝑀′

𝑡 ( 12 )

4. Menentukan besarnya slope.

𝑏

𝑡

=

𝑛−12

(𝑀

𝑡

- 𝑀′

𝑡

)

( 13 )

5. Menentukan besarnya forecast

𝑌̂ = 𝑌

𝑡

+ 𝑌

𝑡−1

+ ⋯ + 𝑌

𝑡−𝑛−1

𝑛

( 14 ) 𝑀′𝑡 merupakan rata-rata bergerak kedua pada periode t; P adalah jumlah periode ke depan yang akan diramalkan; 𝑀𝑡 adalah rata-rata bergerak periode t; 𝑌𝑡 adalah nilai sebenarnya pada periode t; n adalah jumlah periode dalam moving average; 𝑌̂

adalah peramalan pada periode berikutnya.

(16)

26 2.7 Persamaan Error yang Digunakan

Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai MSE adalah sebagai berikut:

MSE = ∑ 𝑒

𝑖2

𝑛

(15)

Selain menghitung MSE, perhitungan lainnya adalah dengan menghitung nilai dari MAPE adapun rumus yang digunakan adalah:

MAPE = ∑ | 𝑃𝐸

𝑖

| 𝑛

𝑛 𝑖=1

(16) E merupakan error yang terjadi pada periode ke i; n merupakan jumlah data; PE merupakan persentase error yang terjadi pada periode ke i.

2.8 Kajian Terdahulu

Sudah ada penelitian terdahulu yang menggunakan metode peramalan DES dan DMA. Kajian [47] melakukan peramalan penjualan menggunakan metode DES untuk menentukan peramalan pada jumlah produk yang akan dibeli pada setiap bulannya. Penelitian lainnya yang menggunakan DES adalah [48] pada penelitian ini, metode tersebut digunakan untuk meramalkan jumlah produksi palm kernel oil (PKO) di suatu perusahaan. Pada penelitiannya peneliti menggunakan data historis jumlah produksi PKO 5 tahun terakhir. Penelitian lainnya yaitu kajian [49] Metode double exponential smoothing digunakan oleh peneliti pada penelitiannya dalam meramalkan jumlah migrasi yang masuk ke kota Surabaya, data time series migrasi kota pada tahun 2015 adalah salah satu data yang digunakan dalam penelitiannya.

Peneliti lainnya yang menggunakan metode yang sama adalah kajian dari [38], metode DES digunakan untuk memprediksi permintaan akan bahan medis habis pakai dengan menggunakan data selama enam bulan terakhir pada tahun 2017.

Dalam penelitian ini, metode lain yang digunakan adalah rata-rata pergerakan ganda atau DMA, metode tersebut telah digunakan oleh peneliti sebelumnya antara lainnya adalah kajian [50] pada penelitiannya metode yang digunakan untuk meramalkan adalah metode DMA untuk forecast produksi tanam padi, dimana pada penelitian ini metode tersebut digunakan karena metode tersebut dapat mengatasi

(17)

27 data deret waktu dengan pola data trend linear. Kajian selanjutnya yang menggunakan metode yang sama adalah [34] pada penelitiannya metode tersebut digunakan untuk melakukan peramalan permintaan produk, Data penjualan 4 bulan mendatang merupakan data yang digunakan pada penelitiannya, karena peramalan yang dilakukan adalah peramalan jangka menengah. Kajian [38] merupakan penelitian lainnya yang melakukan peramalan dengan metode DMA dan DES kedua metode tersebut pada penelitiannya digunakan untuk dapat meramalkan permintaan produk bahan medis habis pakai. Kajian selanjutnya [48] Penelitiannya menggunakan orde, orde yang digunakan adalah orde 3, 4 dan 5 kemudian dihitung Mean Squared Error (MSE) dan dipilih nilai terkecilnya.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Melihat keberhasilan Presiden Juan Manuel Santos dalam membawa kelompok gerilya FARC kembali ke meja perundingan setelah 50 tahun lamanya konflik mengalami eskalasi,

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan bubur pepaya dan bubur terung belanda berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut selai yang

Dengan demikian X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan yang dikelola mempunyai hubungan nyata dengan tingkat

Pada Foto hasil Elektroforesis polyacrilamide terlihat bahwa jarak antara Band – Band DNA sangat dekat.Hal tersebut dapat disebabkan karena waktu yang digunakan untuk

Dari hasil pengujian yang dilakukan pada siswa SDN Bojongkunci 1, game edukasi walisongo dapat digunakan sebagai media pembelajaran alternatif, dari 12 orang yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kayu alternatif pengganti kayu pokhout sebagai bantalan poros propeller, dengan proses impre!:,rnasi untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor internal (IFS) dan faktor eksternal (EFS) terhadap layanan Produk/jasa PT Gumbira Wana Indonesia,