28 BAB III
BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH
A. Riwayat Hidup
Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pembahaharu dan pemikir, dan ia sungguh orang luar biasa, bakatnya meliputi hampir seluruh bidang kehidupan dan kegiatan-kegiatannya mempengaruhi banyak negeri dunia Islam.1 Ia lahir pada tahun 1849 M di Mesir Hilir dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya bernama Muhammad Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya mempunyai silsilah keturunan sampai ke Umar bin Khattab.2 Pada saat itu situasi politik tidak stabil sehingga menyebabkan kedua orangtuanya berpindah-pindah tempat,3 akibat dari pemungutan pajak dengan cara kekerasan kepada penduduk Mesir.
Pendidikan Muhammad Abduh berawal dari belajar menulis dan membaca di rumahnya bersama ayahnya. Ia juga menghafal Al-Qur‟an dalam waktu dua tahun. Setelah ia hafal Al-Qur‟an ia dikirim oleh orang tuanya untuk belajar ke Thanta pada tahun 1863 M. Metode yang digunakan sekolah tersebut menggunakan metode hafalan, sehingga membuat belajar menjadi jenuh dan bosan, menurutnya menggunakan motode tersebut kurang tepat. Merasa tidak puas dengan metode tersebut, Muhammad Abduh memutuskan untuk keluar dari sekolah Thanta, ia lebih memilih pulang ke kampung halamannya di Mahallat Nasr dan dengan tekad tidak mau belajar, serta tidak mau membaca buku lagi.
Pada tahun 1866 M, di usia 20 tahun ia menikah dengan modal niat dan menggarap ladang pertanian sama dengan ayahnya. Banyak pendapat mengenai usia menikahnya sang tokoh pembaharu ini. Tidak begitu lama setelah ia menikah, ayahnya memaksa Muhammad Abduh untuk belajar kembali ke Thanta.
1 Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus Islam Ditafsirkan Oleh Kaum Muslimin, Cet II, (Terjemah: Abusalamah Dan Chaidar Anwar, Jakarta: Pt Dunia Pustaka Jaya, 1980), hlm, 272.
2 Syekh Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, Cet 10, (Penerjemah: Firdaus A. N, Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm, Vii.
3 Samsul Nizar, Sejarah Pedidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Cet I,(Jakarta: Kencana, 2007), hlm, 240.
29
Dalam perjalanannya menuju Thanta, ia malah berbelok arah menuju ke desa Kanisah Urin tempat tinggalnya Syekh Darwisy Khadr.4 Syekh Darwisy5 tahu sebab-sebab apa yang membikin Muhammad Abduh tidak mau belajar, sehingga Syekh Darwisy selalu membujuk Muhammad Abduh untuk membaca buku bersama-sama.6
Dari Syekh Darwisy ia mulai menimba ilmu, terutama ilmu yang berkaitan dengan tasawuf selama beberapa bulan.7 Atas bantuannya, ia akhirnya mengerti apa yang ia baca, sejak saat itu minat bacanya mulai tumbuh dan ia berusaha membaca buku-buku secara mandiri. Istilah-istilah yang tidak dipahaminya ia tanyakan kepada gurunya Syekh Darwisy Khadr, setelah itu banyak perubahan dan kemajuan dalam pemahaman yang Muhammad Abduh dapatkan.8
Setelah belajar bersama pamannya, Muhammad Abduh akhirnya mau belajar lagi dan ia pun dikirim ke Thanta untuk meneruskan pendidikannya.
Selesai dari sekolah Thanta, ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi yaitu di Universitas Al-Azhar. Selesai dari Al-Azhar pada tahun 1877 M. Waktu di Al- Azhar ia mendapatkan pengalaman yang berkesan bersama gurunya, yaitu Syekh Hasan al-Thawil dan Syekh Muhammad al-Basyuni, masinng-masing guru mantiq dan balaghah. Muhammad Abduh juga bertemu dan berkenalan serta menjadi muridnya yaitu Jamal al-Din al-Afghani. Berawal dari Muhammad Abduh datang ke rumahnya bersama Syekh Hasan at-Tawil, dimana dalam pertemuan itu mereka berdiskusi tentang ilmu tasawuf dan tafsir. Sejak itulah Muhammad Abduh
4 Suwito Dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Cet I, (Jakarta:
Penerbit Angkasa Bandung, 2003), hlm 303.
5 Ia Adalah Pamannyya Muhammad Abduh Dari Pihak Ayahnya, Pengikut Tarekat As- Syadziliah. (Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insane, 2006), hlm, 277.
6 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Op. Cit, hlm, 241.
7 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insane, 2006), hlm, 277
8https://www.academia.edu/3808112/PEMIKIRAN_PENDIIDKAN_ISLAM_MUHAM MAD_ABDUH_Pendahuluandiunduhtgl12.12.2014.pkl.19.26. Ani Khosyati Suwono, Pemikiran Pendidikan Islam, Artikel, hlm, 3.
30
tertarik dengan Jamal al-Din al-Afghani dan menjadi muridnya.9 Dari gurunya al- Afghani, ia mempelajari ilmu filsafat.
Dengan kemampuan yang ia miliki, ia menulis di harian al-Arym sejak awal didirikan. Dari berbagai pengalaman yang ia peroleh, mendorong semangat Muhammad Abduh untuk memilih bidang pendidikan sebagai pegabdian ilmunya sekaligus menjadikan tempat ide-ide pembaharuannya. Sering kali ia mendapat pertentangan denga ide-ide pembaharuannya dengan kebijkan penguasa pada waktu itu. Untuk mempertahankan ide-idenya itu, Muhammad Abduh sering kali mendapat berbagai fitnah yang mengakibatkan ia di hukum. Di antara konsekuensi yang ia terima itu dari kebijakan pemerintah yang menangkap dan membuangnya ke luar negeri, karena peguasa pada waktu itu adalah salah satu tokoh yang ikut dalam revolusi Urabi Pasya pada tahun 1882.
Tahun 1884 M, ia diminta al-Afghani untuk datang ke Paris dan bersama- sama menerbitka majalah al-Uratul al-Wusqo. Pada tahun 1885 M, ia pergi ke Bairut dan mengajar di sana. Di tahun 1888 M, ia mendapatkan bantuan dari temannya di antaranya seorang Inggris, ia diizinkaan untuk pulang ke Kairo. Di al-Azhar ia diangkat sebagai hakim. Tahun 1891 M, menjadi anggota majelis Al- Azhar dan banyak memberikan konstribusi mengenai pembaharuannya di Mesir (al-Azhar) dan di dunia Islam pada umumya. Tahun 1899 M, ia diangkat sebagai Mufti Mesir sampai ia meninggal dunia pada tahun 1905 M, pada usia kurang lebih 56 tahun.10
B. Riwayat Pendidikan
Muhammad Abduh dalam menjalankan pendidikannya berawal dari didikan orang tuanya sejak kecil. Ayahnya mendidik tentang ilmu agama, belajar membaca dan menulis, serta hafalan Al-Qur‟an kepada seorang hafiz, sehingga selama 2 tahun Muhammad Abduh bisa hafal Al-Qur‟an.
9 Syekh Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, Cet 10, Op. Cit, hlm, vii.
10 Ramayulis Dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenai Tokoh Penddikan Di Dunia Islam Dan Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm, 44-45.
31 1. Sekolah Di Thanta
Merasa tidak cukup belajar kepada orang tuanya. Muhammad Abduh melanjutkan pendidikannya di Thanta pada usia 19 tahun. Sebuah lembaga pendidikan di masjid Al-Mahdi. Di Thanta ia mendapatkaan pendidikan yang diajarkan oleh gurunya, tapi ilmu yang didapat dirasa kurang puas, karena di sekolah Thanta lebih ke arah hafalan tanpa pengertian, seperti nahwu dan fiqih, para guru yang mengajar di sekolah Thanta seakan-akan tidak peduli akan hal itu.
Metode seperti di atas tidak disukai oleh Muhammad Abduh,11 sehingga pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya ke Mahallat Nasr, dan ia memutuskan tidak mau belajar lagi.
Sepulang dari Thanta pada usia 20 tahun, Muhammad Abduh menikah, dan di hari ke 40 setelah menikah, ia disuruh oleh orang tuanya untuk kembali ke Thanta. Dengan terpaksa akhirnya Muhammad Abduh menuruti kemauan orang tuanya. Dalam perjalanannya ia berbelok arah ke daerah Kanisah Urin, tempat Syekh Darwisy Khadr. Di sana ia mendapatkan dorongan untuk kembali belajar dan membaca buku, tapi dari Muhammad Abduh sendiri sudah tidak mau lagi.
Dengan sabar Syekh darwisy membujuknya, akhirnya Muhammad Abduh mau belajar dan membaca buku beberapa baris. Buku yang dibaca Muhammad Abduh kemudian Syekh Darwisy menjelaskan penjelasan mengenai isi buku tersebut, tentang arti dan maksudnya, Ia mulai paham dengan apa yang dibacanya. Pada bulan Oktober 1856 M. Ia kembali ke Thanta dan melanjutkan pendidikannya selama 6 bulan, setelah selesai dari Thanta ia menuju ke pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Al-Azhar.12
2. Belajar di Al-Azhar
Setelah selesai dari sekolah Thanta. Ia melanjutkan ke perguruan tinggi di Al-Azhar pada tahun 1866 M. Al-Azhar pada waktu itu masih dalam keadaan mundur dan jumud, karena belum dapat menerima pembaharuan terutama yang dibawa oleh Tahtawi. Metode yang di gunakan Al-Azhar masih sama dengan
11 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Cet I, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm, 240.
12 Suwito Dan Fauzan, Sejarah Pemkiran Para Tokoh Pemikian, Op. Cit, hlm, 303.
32
masjid Al-Mahdi yakni, menggunakan metode hafalan. Kurikulum yang digunakakan di Al-Azhar hanya mencakup ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Menurut Muhammad Amin, “kondisi Al-Azhar ketika itu menganggap bahwa segala sesuatu yang berlainan dengan kebiasaan merupakan suatu kekafiran. Membaca buku-buku geografi, ilmu alam atau filsafat adalah haram. Bahkan lebih dari itu, memakai sepatu pun dianggap merupakan sesuatu yang bid‟ah dan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang sebenarnya”.13
Al-Azhar pada abad kesembilanbelas mengharamkankan mempelajari imu pengetahuan modern, berdeda pada masa dinasti Fatimiyyah, pada masa ini ilmu modern di pelajari, sehingga pada waktu itu Al-Azhar maju dengan ilmu pengetahuannya. Dengan Hasan Thawil Muhammad Abduh belajar tentang ilmu filsafat, ilmu ukur, soal-soal dunia dan politik, tapi itu semua didapatkan kurang memuaskan. Metode yang digunakan di Al-Azhar membuatnya kecewa.14 Dalam salah satu tulisannya ia menuliskan rasa kecewanya, dengan menyatakan bahwa metode pengajaran yang verbalis telah merusak akal dan daya nalarnya. Pada tahun 1871 M. Muhammad Abduh bertemu dengan Sayyid Jamaluddin Al- Afghani15 yang datang ke Mesir, dari Jamaluddin ia mendapatkan ilmu pengetahuan yakni, ilmu falsafah, ilmu kalam dan ilmu pasti. Metode yang digunakan Jamaluddin adalah menggunakan metode praktis (maliyyah), yang mengguanakan motode pengertian dengan cara berdiskusi, selain itu ia juga mendapatkan ilmu tentang berpidato, menulis artikel dan lain sebagainya, membuatnya tampil di depan publik, ia juga melihat secara langsung keadaan situasi sosial politik di negaranya walaupun ia belajar bersasma guru barunya Jamaluddin Al-Afghani, ia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang mahasiswa di Al-Azhar, sehingga ia mendapatkan gelar „Alim pada tahun 1877 M.16 Sebagai
13 Ibid, hlm, 304.
14https://www.academia.edu/3808112/PEMIKIRAN_PENDIIDKAN_ISLAM_MUHAM MAD_ABDUH_Pendahuluandiunduhtgl12.12.2014.pkl.19.26. Ani Khosyati Suwono, Pemikiran Pendidikan Islam, Op. cit, Artikel, hlm, 4.
15 ia adalah tokoh yang membangkitkan kesadaran kerohanian kemana saja ia pergi di dunia islam, ia mengarahkan perhatian orang pada warisan islam dalam filsafat dan pada benturan kebudayaan barat. tetapi masalah politik lebih menguasai pikirannya. (Kennet W. Morgan, Islam Jalan Luurus, Cet Ke Ii, Terjemah: Abusalamah Dan Chaidar Anwar, Jakarta: Pt Dunia Pustaka Jaya, 1980), hlm, 272.
16 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Op. Cit, hlm, 242
33
mahasiswa di Al-Azhar, Muhammad Abduh sering mendapat perbedaan pendapat dengan para dosen Al-Azhar yang kurang sesuai dengan pemikirannya. Dan perbedaan pendapat pun masih berlanjut sampai mencapai puncaknya yaitu, ujian munaqasyah akhir kuliahnya. Sebagaian dosen Al-Azhar merasa tidak suka dengan Muhammad Abduh, bahkan mempunyai pikiran buruk terhadapnya, dengan tidak akan meluluskan ujian terakhirnya. Tetapi dikalangan dosen Al- Azhar masih ada yang mempunyai pemikiran yang adil terhadap Muhammad Abduh, dan mereka berpendapat bahwa, Muhammad Abduh berhak mendapat nilai nomor satu atau disebut juga cum laude, karena pertanyaan yang diberikan dosen untuk Muhamad Abduh dijawab dengan amat luas dan secara ilmia yang mengagumkan. Karena itu pendapat para dosen Al-Azhar terpecah dua.
Syekh Alisy dan kawan-kawannya yang kurang sependapat dengan dosen lainnya mengatakan bahwa, “Muhammad Abduh tidak lulus”, karena pahamnya yang maju dan cara berpikirnya yang modern dapat membahayakan Al-Azhar.
Syekh Muhmmad al-Abbasi al-Mahdi sebagai rektor Al-Azhar, akhirnya turun tangan untuk menentramkan suasana di Al-Azhar. Beliau yang ikut menyaksikan munaqasyah dengan berat hati mengatakan bahwa, Muhammad Abduh lulus memperoleh syahadah dengan derajat kedua, setelah salah satu dosen penguji mengajukan usulan dengan jalan tengah. Jawaban yang dilontarkan Muhammad Abduh membuat kagum rektor Al-Azhar, karena beliau tidak pernah melihat seseorang yang secerdas dan seteguh Muhmmad Abduh, sehingga ia berhak mencapai derajat pertama (ad-Darajatul Ula).
Setelah terjun ke masyarakat, Muhammad Abduh semakin terkenal dan makin masyhur di dunia melampaui batas negerinya sendiri. Hal tersebut memaksa Al-Azhar untuk meninjau kembali keputusannya yang tidak adil dan tidak tepat duapuluh enam lalu waktu itu. Duapuluh enam tahun kemudian (1904 M) rektor Al-Azhar dijabat oleh Syekh Ali al-Bablawi. Ditetapkanlah, bahwa Muhammad Abduh harus diberikan haknya yang sebenarnya, yaitu nilai tertinggi yang berupa cam laude. Sebenarnya penghargaan ini tidak diperlukan lagi, karena
34
sebelumnya Muhammad Abduh menjadi mahasiswa yang termasyhur di seluruh dunia.17
3. Riwayat Pekerjaan
Tidak hanya belajar saja yang ia jalani. Setelah lulus dari perguruan tinggi, atas usaha Riadl Pasha seorang perdana mentri di Mesir. Ia diangkat menjadi dosen di univeritas Darul Ulum, disamping itu ia juga menjadi dosen di Al- Azhar. Dalam mengurus jabatannya ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang bebas sesuai dengan cita-citanya, kurang lebih dua tahun ia melaksanakan tugasnya sebagai dosen dengan cita-cita dan semangat yang penuh. Pada tahun 1879 M. Pemerintah Mesir sudah mulai berganti dengan yang lebih kolot dan reaksioner, yaitu turunnya Khedive Ismail, digantikan oleh putranya yaitu, Taufiq Pasha, pemerintahan yang baru ini segera memecat Muhammad Abduh dari jabatannya dan mengusir Said Jamaluddin dari Mesir.
Pada tahun berikutnya, Muhammad Abduh diberi tugas oleh pemerintah Mesir menjadi pemimpin majalah Al-Waka’i al-Mishriyah, dan sebagai pembantunya diangkat Sa‟ad Zaglul Pasha, yang kemudian menjadi pemimpin Masyhur. Dengan majalah ini Muhammad Abduh bisa menyampaikan isi hatinya, selain itu ia juga mendapat kesempatan untuk mengkritik pemerintah tentang nasib rakyat, pendidikan dan pengajaran di Mesir.18
Muhammad Abduh juga masuk dalam dunia politik dalam partai Nasional Mesir yang didirikan oleh Jamluddin al-Afghani, yang mengobarkan semangat juangnya meski diusir dari Mesir pada tahun 1879 M. Karena keterlibatannya dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Urabi Pasha atau yang dikenal dengan Al-Wahid pada tahun 1882 M. Suatu pemberontakan perwira-perwira tinggi yang dulunya dipercaya oleh pemerintah. Dan disini Muhammad Abduh dianggap sebagai pengemudi pikiran mereka, setelah pemberontakan tersebut dapat diselesaikan,19 sebagai hukumannya, Muhammad Abduh dibawa ke pengadilan,
17 Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Op. Cit, hlm, xiii-xiv.
18 Ibid, hlm, Viii-I.
19 Fatkhur, Muhammad Abduh Tokoh Pembaharu Di Mesir Abad XIX (Study Tentang Pemikiran dan Perjuangannya), (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Sunan Ampel, 1989), Skripsi, hlm, 56-57.
35
dan diasingkan ke Beirut (Syiria) selama tiga tahun, di sana ia mendapatkan kesempatan mengajar pada perguruan tinggi Sulthaniyah, kurang lebih selama satu tahun.20 Pada tahun 1884 M, Muhammad Abduh mendapatkan surat dari Jamaluddin Al-Afghani yang isinya mengajak Muhammad Abduh untuk datang ke Paris, karena pada saat itu Jamluddin sedanga berada di Paris.21
Di Paris Muhammad Abduh diajak Jamaluddin Al-Afghani untuk menedirikan organisasi yanga nama organisasinya seperti nama organisasi yang pernah Muhammad Abduh bergabung, yaitu organisasi al-Urwah al-Wutsqa didirikan pada tahun 1884 M, merupakan majalah berbahasa Arab pertama yang beredar di Eropa, dengan organisasi tersebut, Muhammad Abduh mempunyai tujuan yaitu:
a. Mengenalkan cara menuntaskan berbagai masalah umat (stagnasi iman dan intelektual.
b. Menanamkan semangat menang dan menyingkirkan keputusasaan.
c. Menyerukan kesetiaan pada prinsip-prinsip tradisi generasi awal Islam (Nabi dan para sahabatnya).
d. Menghadapi dan menolak tuduhan yang mengatakan bahwa kaum muslim tidak dapat maju selama masih berpegang teguh pada ajaran Islam.
e. Memberikan informasi mengenai berbagai peristiwa politik generasi awal Islam yang sangat penting bagi pembentukan tradisi dan kultur Islam selanjutnya.
f. meningkatkan hubungan antar bangsa serta meningkatkan kesejahteraan umat.22
Majalah yang didirikannya tidak bertahan lama, karena larangan pemerintah kolonial, dan hanya terbit sebanyak 18 edisi dalam waktu 8 bulan.
20 Josep Iskandar, Konsep Tuhan Perspektif Muhammad Abduh, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009),Skripsi, hlm, 18.
21 digilib.uinsby.ac.id/368/6/Bab%202.pdf, diunduh pada tgl 03, 04, 2015, pkl. 02 wib,
hlm 29.
22 Normulis, Pemikiran Pendiidkan Islam Muhammad Abduh Dan Muhammad Iqbal, Dosen Fakultas Tarbiyah STAIN Palangka Raya, Artikel, hlm, 98.
36
Nomer pertama yang muncul yaitu, pada bulan Maret 1884 M. Dan nomer terakhir pada bulan Oktober 1884 M. Setelah itu, Muhammad Abduh kembali ke Beirut disini ia memusatkan perhatiannya pada pengembangan ilmu dan pembinaan pendidikan, termasuk menulis bukunya yang berjudul, Risalah al- Tauhid.23 Sedangkan Jamaluddin Al-Afghani mengembara di Eropa dan terus ke Rusia.
Setelah kembali ke Mesir, Muhammad Abduh tidak boleh mengajar, karena pemerintah takut akan pengaruhnya yang besar. Ia bekerja sebagai hakim dan menjadi anggota majlis Al-Azhar yang usianya sudah ribuan tahun, dan diangkat sebagai mufti Mesir pada tahun 1899 M, yaitu suatu jabatan yang paling tinggi menurut pandangan kaum muslimin. Di Mesir ia diangkat sebagai Syekh Al-Azhar, yaitu suatu jabatan yang dipandang tinggi bagi ulama Mesir pada saat itu, dari jabatan ini ia berhasil memperbaiki Al-Azhar yaitu mengubah materi yang diajarkan pada murid-murid untuk disesuaikan dengan pikiran modern. Pada saat itu ia merupakan satu-satunya Syaikh Al-Azhar yang menjabat guru yang telah membuka akal pikiran umat Islam. Pelajaran yang digunakan supaya bisa diterima oleh pikiran modern yaitu tafsir dan Al-Qur‟an. Dengan pemahaman tafsir secara benar maka dapat dimengerti apa sebenarnya ajaran islam itu sendiri,24 tahun 1905 M ia meninggl dunia.25
C. Latar Belakang Sosial
Pada abad 19, kehidupan di Mesir penuh dengan kesuraman dan penindasan pada masa kepemimpinan Muhammad Ali Pasha, terutama ketika meminta bayar pajak pada penduduk Mesir dengan menggunakan cara kekersan, sehingga masyarakat Mesir merasa tertindas dan berpindah pindah tempat dari satu daerah ke daerah lain. Dalam situasi seperti inilah Muhammad Abduh lahir ide-ide pembaharuannya berawal dari pengalaman hidup yang di laluinnya. Umat
23 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm, 184- 185.
24 Afif Azhari dan Mimien Mimunah, Op. Cit, hlm, 43.
25 Ali Mufrodi, Sejarah Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm, 160.
37
Islam pada awal abad 19 masih dalam keadaan jumud, selain itu kefanatikan terhadap pemahaman keagamaan yang bercorak tradisional sudah melekat dengan kuat.
Umat Islam sudah merasa cukup dengan pemahaman keagamaan tradisional, adanya hal-hal baru dianggap sesuatu yang ganjil dan dianggap menyimpang dari ajaran agama Islam. Sikap seperti ini menurut Muhammad Abduh seperti diterangkan dalam karyanya yaitu, Al-Islam Din al-Ilm wa al- Madaniah. Dibawa ke lingkungan umat Islam oleh orang-orang non Arab yang telah berhasil merampas kekuasaan politik di dunia Islam. Masuknya golongan mereka membawa adat istiadat dan paham-paham bahwa suatu benda itu memiliki roh atau jiwa. Paham-paham tersebut mempengaruhi umat Islam yang dikuasainya, mereka bukan dari bangsa yang mementingkan akal, tetapi berasal dari bangsa yang jahil dan tidak kenal dengan ilmu pengetahuan.
Muhammad Abduh melihat bahwa kemunduran umat Islam berasal dari teologi yang dianut umat Islam pada waktu itu, yaitu teologi jabariyah yang bercorak tradisional. Ia bangkit dengan ide-ide pembaharuannya seperti, pembaharu sebelumnya oleh peradaban Napoleon dan Perancis. Sadar akan kemunduran umat Islam yang terancam oleh peradaban Barat, Muhammad Abduh mulai pembaharuannya dengan membawa teologi Mu‟tazila yaitu, bersih dari segala khurafat dan mampu menjawab tantangan zaman.26
Sebagian para ahli berpendapat mengenai sebab-sebab kemunduran yang menimpa umat Islam yaitu, di sebabkan karena suatu anggapan banhwa pintu ijtihad menurut mereka telah tertutup. Dalam bukunya Amir Sakib Arsalan
“Limazha Ta-akharal Muslimun Wa-Taqaddama Ghairuhum” menyebutkan bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kebodohan
2. Kurangnya ilmu pengetahuan
3. Rusaknya budi pekerti para ulama dan pemimpin agama, karena fungsi agama yaitu, memberikan peringatan pemerintah kepada jalan yang benar.
26 Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam, (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), hlm, 97-98.
38
Jika ulama rusak budi pekertinya, ia akan memberikan fatwa yang asal bahkan bertentangan dengan syari‟at agama. Sedangankan masyarakat yang awam akan menyangka bahwa fatwa-fatwa yang diucapkannya itu benar dan sesuai dengan ajaran syari‟at. Sehingga umat Islam makin lenyap dan Islam makin mundur.
4. Sifat penakut dan pengecut yang ada pada diri umat Islam. Umat Islam yang dulu terkenal berani dan tidak takut mati. Sebagian umat Islam pada waktu itu berkeyakinan, bahwa bangsa Eropa lebih maju, jadi akan sia-sia umat Islam untuk mengalahkannya. Ketakutan yang terjadi di umat Islam membuat bangsa Eropa dapat mengalahkan mereka.27
D. Karya-karya Muhammad Abduh
Muhammad Abduh tidak hanya fokus pada pembaharuannya, ia juga mempunyai karangan berbagai buku yang ia tuliskan diantaranya:
1. Risalah Al-Waridat
Kitab ini dikarang ketika masih menjadi mahasiswa di Al-Azhar. Di dalamnya menjelaskan ilmu kalam atau ilmu tauhid dengan metode dan pendekatan tasawuf.
2. Risalah fi Wahdati al-Wujud
Karya ini merupakan karya kedua Muhammad Abduh sebagaimana yang ia sampaikan kepada Rasyid Ridha.
3. Tarikh Ismail Basya
karya ini diberitahukan kepada salah satu murid yang pertama kali belajar bersama Muhammad Abduh. Ketika terjadi pemberontakan orang-orang Arab, Abdullah an-Nadzim banyak mengitip buku ini dan ia telah mempublikasikan sebagian isi buku ini di media massa. Murid Muhammad Abduh yaitu Rasyid Ridha tidak pernah mendengar isi buku tersebut dari Abdullah an-Nadzim tapi an-Nadzim hanya memberitahu Rasyid Ridha mengenai sejarah buku tersebut dengan rinci, dan an-
27 Fatkhur, Muhammad Abduh Tokoh Pembaharu Di Mesir Abad XIX (Study Tentang Pemikiran Dan Perjuangannya), (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1989), hlm, 15.
39
Nadzim menulis kembali kepada Rasyid Ridha sebagaimana an-Nadzim membacanya.
4. Falsafatul al-Ijtima’iyyah wa at-Tarikh
Buku ini dikarang ketika Muhammad Abduh mengajar muqaddimah Ibnu Khaldun di madrasah Darul Ulum. Buku ini pernah hilang ketika Jamaluddin Al-Afghani dibuang dan Rasyid Ridha mengambil lembaran demi lembaran buku tersebut. Kemudian Thaibullah menyarankan Rasyid Ridha untuk menyempurnakan buku tersebut agar bisa dibaca bagi yang ingin mengetahuinya.
5. Hasyiyah ‘Aqaidi al-Jalali ad-Dawwani li al-Adudiyah,
Buku ini berisi ilmu kalam, dan Sayyid Umi al-Khasyab berencana untuk mencetaknya.
6. Syarh Nahjul Balaghah
Buku ini pernah diterbitkan di Beirut dua kali, Tharabulis satu kali dan di Mesir satu kali.
7. Syarh Maqamat Badi’ al-Zaman al-Hamdani
Buku ini berisi tentang maqamat dan pernah diterbitkan di Beirut.
8. Syarh al-Bashari al-Hamdani al-Nashiriyyah fi al-Mantiq Buku ini lebih mendekatkan kepada logika yang tinggi.
9. Nizhamu al-Tarbiyah wa al- Ta’lim bi Mish
Buku ini menjelaskan metode praktis yang diterapkan di Mesir.28 10. Risalah at-Tauhid
Pada tahun 1882 di Mesir terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh Urabi Pasya, ketika itu Muhammad Abduh menjadi penasihatnya, dan ketika pemberontakan tersebut bisa diselesaikan, Muhammad Abduh diusir dari negeri Mesir ke Syiria (Beirut). Disini Muhammad Abduh mengajar di perguruan As-Sulthaniyah pada tahun 1885 selama satu tahun lamanya, Muhammad Abduh mengajarkan Ilmu Tauhid, Fiqih dan Sejarah Islam. Hasil pelajaran tersebut, kemudian dibukukan dan menjadi bahan
28 Josep Iskandar, Konsep Tuhan Perspektif Muhammad Abduh, Op. Cit, hlm, 20.
40
pelajaran di Al-Azhar, ketikan Muhammad Abduh diizinkan untuk kembali ke mesir. Risalah at-Tauhid adalah karya hasil pengalamannya mengajar ketika di Syiria.29
11. Taqriru al-Mahakim al-Syariyyah
Bbuku ini sangat khusu dan tidak hanya para hakim yang memakai buku tersebut tapi juga bagi semua pecinta ilmu dan budaya.
12. Al-Islam wa al-Nashraniyah ma’a al-‘Ilmi wa al-Madaniyyah
Buku ini berisi tentang semangat kaum muslimin, buku ini adalah hasil dari kumpulan-kumpulan makalah dari majalah al-Manar yang diedit dan diterbitkan oleh muridnya Rasyid Ridha.
13. Tafsir Surat al-Ashr
Buku ini di publikasikan di majalah al-Manar atas permintaan muridnya.
15. Tafsir Juz’ Amma.
Muhammad Abduh dalam menulis karyanya yang berjudul Tafsir Zuz’
Amma menggunakan kata-kata atau istilah yang tidak rumit. Sebagaimana pernyataan yang dilontarkan Muhammadd Abduh yaitu:
“saya telah berusaha sejauh kemampuan saya untuk menggunakan susunan kalimat yang mudah, tidak dipenuhi dengan perbedaan pendapat, dan tidak pula dengan uraian tata bahasa i’rab yang rumit. Hal ini akan mudah dipahami oleh setiap pembaca Al-Qur‟an yang cukup menguasai kaidah bacaannya, dan setiap pendengar yang memperhatikannya, seraya membekali dirinya dengan niat yang baik dan nurani yang sehat. Saya hanya dapat melaksanakan di waktu-waktu senggnag yang sangat jarang saya jumpai, sampai saya ada kesempatan berkunjung ke kawasan Magrib pada tahun 1321 H. dan di masa rantauan inilah saya berhasil menyelesaikan Tafsir Juz’amma”.30
16. Tafsir al-Manar31
Tafsir ini berawal dari bahan kuliah Al-Azhar pada tahun 1899 M.
Muridnya yang setia yaitu Rasid Ridha menulisnya kembali dengan sangat rapi. Setelah diteliti dan disetujui oleh Muhammad Abduh, lalu disiarkan
29Sahilun A. Nasir, Pemikiran kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangan, Cet I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm 305.
30Mursyidi Latif, Manquk Dan Ma’quk Dalam Tafsir Juz’amma Karya Muhammad Abduh, (Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta), Skripsi, hlm, 2.
31 Josep Iskandar, Konsep Tuhan Perspektif Muhammad Abduh, Op. Cit, hlm, 20.
41
di majalah Al-Manar. Kuliah tafsir ini, baru sampai surat An-Nisa ayat 125, karena Muhammad Abduh meninggal dunia pada tahun 1905.
Selanjutnya tafsir Al-manar diteruskan oleh muridnya yaitu rasyid Ridha, sampai selesai.32
E. Agenda Pembaharuan Muhammad Abduh
Selain karya-karya yang Muhammad Abduh hasilkan, ia juga menyebutkan empat agenda pembaharuannya dalam buku yang berjudul Modern Trend in Islam yang ditulis oleh Gibb di buku tersebut disebutkan bahwa agenda pembaharuan Muhammad Abduh terdiri dari empat agenda, keempat agenda tersebut adalah pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dana amalan yang tidak benar, agenda tersebut yaitu:
1. Purifikasi
Purifikasi atau disebut dengan pemurnian ajaran Islam telah mendapat tekanan serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid’ah dan khurafah yang amsuk dari kehidupan kaum muslim. Kaum muslimin tidak perlu mempercayai adanya karamah yang dimiliki para wali atau kemampuan sebagai perantara kepada Allah, menurut pandangan Muhammad Abduh, seorang muslim diwajibkan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan syirik.
2. Reformasi
Dalam reformasi ini Muhammad Abduh di fokuskan pada perguruan tinggi pada universitas Al-Azhar. Menurut Muhammad Abduh kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu kalam untuk membela Islam. Akan tetapi kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains-sains modern, sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka acapai. Usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangkan filsafat agar diajarkan di Al-Azhar, dengan belajar filsafat Muhammad Abduh mengaharapkan semnagat yang padam dapat bangkit kembali.
32Sahilun A. Nasir, Pemikiran kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangan, Cet I, Op. Cit, hlm 306.
42 3. Pembelaan Islam
Lewat Risalah Al-Tauhidny Muhammad abduh tetap mempertahankan potret diri Islam, keinginannya dalam menghilangkan unsur-unsur asing membuktikan bahwa ia tetap yakin dengan kemandirian Islam. Muhammad Abduh tidak pernah menaruh perhatian terhadap paham-paham filsafat antiagama yang marak di Eropa, ia lebih tertarik memperhatikan serangan-seranagn agama Islam dari sudut keilmuan. Ia tetap mempertahamnkan potret Islam dengan menegaskan bahwa jika pikiran dimanfaatkan sebagaimana mestinya, hasil yang dicapainya akan selaras dengan kebenaran yang dipelajari melalui agama.
4. Reformulasi
Muhammad Abduh melaksanakan agenda reformulasi dengan cara membuka kembali pintu ijtihad, menurutnya kemunduran kaum muslimin desebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Muhammad Abduh dengan reformasinya menegaskan bahwa Islam telah memabangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya, dan manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekang.33
33 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidik Era Rasululllah Sampai Indonesia, Op. Cit, hlm, 246-247.