1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Film ialah sebuah produk audio visual yang menampilkan moving picture (gambar gerak) yang diberikan suara atau sound effect agar semakin terlihat menarik. Film telah ditemukan di akhir abad ke-19 dan membuahkan perkembangan yang semakin pesat hinggah saat ini (D joseph 2011:12). Namun jauh sebelum film berkembang pesat seperti sekarang, film hanyalah kumpulan dari foto benda tidak bergerak yang diambil melalui kamera, lalu digabungkan menjadi gambar yang bergerak. Seiring berkembangnya kamera dan teknologinya, film dibuat dengan objek yang bergerak namun masih berwarna hitam dan putih tanpa suara. Setelah mengalami perkembangan yang cukup pesat, dunia film juga menghasilkan film animasi.
Film animasi ialah gambar bergerak cepat yang memiliki hubungan dengan gambar yang lainnya dan digerakkan agar terlihat hidup (Makhroyani 2019:5).
Proses pembuatannya sedikit berbeda dengan film yang menggunakan objek manusia karena animasi merupakaan suatu gambaran (lukisan) yang dihidupkan dengan sentuhan warna maupun sound effect, dan ada pula pengisi suara yang berperan penting dalam mengisi suara karakter atau tokoh-tokoh di dalam film animasi tersebut (Suyanto dan Yuniawan 2006:13). Gambar yang dibuat juga berupa orang orangan hingga benda yang berupa imajinasi para creatornya saja.
Film animasi begitu banyak disukai oleh semua umur mulai dari yang muda hingga yang tua sekalipun, namun lebih spesifik lagi film ini tentunya banyak disukai oleh anak-anak, karena banyak faktor yang membuat mayoritas masyarakat menyukai film animasi salah satunya ialah gambar yang di tampilkan lebih menarik dengan tampilan warna-warna yang cerah dan alur cerita yang ringan sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh penontonnya.
Film animasi Upin dan Ipin di buat di Malaysia, oleh les’ copaque yang tayang pada tahun 2007. Pada awalnya pembuatan film ini hanya bertujuan untuk mengisi acara televisi dikala bulan Ramadhan datang agar anak-anak bisa sambil
2
belajar tentang arti bulan suci Ramadhan. Lambat laun eksistensi film animasi ini semakin menjulang tinggi dan mendorong para creatornya untuk membuat animasi ini agar bisa ditayangkan sehari-hari , kini film animasi Upin dan Ipin sudah dapat di nikmati oleh penggemarnya di Negara seluruh Dunia termasuk di Indonesia yang disiarkan oleh MNC TV (Melayu 2014).
Film animasi Upin dan Ipin ini menceritakan kehidupan dua orang anak laki- laki kembar identik yang sudah yatim piyatu sejak kecil, mereka hanya tinggal bersama Kakak dan neneknya di sebuah kampung bernama Durian Runtuh, digambarkan bahwa rumah yang ditinggali oleh Keluarga Upin dan Ipin sangatlah sederhana dan memiliki kebun yang berisi bermacam macam buah dan sayur di dalamnya. Banyak pula pemeran pendukung yang kerap muncul di film ini seperti, Cikgu Jasmin yang menjadi guru di taman kanak kanak tempat Upin dan Ipin menimba ilmu, lalu ada pula teman teman Upin dan Ipin yang berada di taman kanak kanak yang sama pula yaitu Jarjit Singh, Ikhsan, Fizi, Mei Mei, Devi, Mail, Susanti, Dzul Dan Ijat. Tokoh orang dewasa yang tak kalah pentingnya ialah Tok Dalang, Uncle Mutho, Ah Tong dan, Abang Salih juga sering muncul untuk meramaikan film animasi ini (Dijeh 2019). Bahasa yang digunakan pada film animasi ini masih menggunakan bahasa Melayu yang merupakan bahasa nasional negara pembuatannya yakni Malaysia, namun tidak jarang film ini juga di beri tambahan subtitle atau teks yang biasanya ditampilkan pada bagian bawah.
Film ini mendapat banyak perhatian dari masyarakat sejak pertama kali tayang di Indonesia yang kala itu stasiun MNC TV masih bernama TPI pada tahun 2009. Sehingga pada tanggal 29 september 2017 film animasi ini menduduki rating nomor empat dari seluruh film dan program yang tengah tayang di televisi (Arya 2017). MNC TV menyiarkan Film animasi Upin dan Ipin setiap hari selama 30 hingga 50 menit per satu episodenya, ada tiga kali penayangan yang dilakukan oleh MNC TV yakni, penayangan pertama pukul 06.30 WIB hingga pukul 09.00 WIB, penayangan kedua pukul 12.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB dan, penayangan ketiga pukul 16.30 WIB hingga pukul 19.15 WIB (Jadwal TV 2021).
Setelah sekian lama film animasi Upin dan Ipin tayang di Indonesia, tidak terasa bahwa ada banyak perubahan besar yang disebabkan oleh film tersebut dan
3
berdampak langsung kepada penontonnya tak terkecuali anak-anak, mulai dari pesan moral yang ditanamkan pada setiap episodenya, misalnya membantu orang tua, tidak boleh berbohong hingga belajar dengan rajin kerap di tayangkan pada film tersebut (Dewi 2010:20).
Dari dampak yang telah peneliti jelaskan, ada dampak disekitar peneliti yang cukup menarik perhatian pada bulan Januari lalu, ketika ada sekumpulan anak-anak kecil yang berkomunikasi bukan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa (bahasa daerah) namun mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Melayu dengan logatnya yang khas menirukan film animasi Upin dan Ipin.
Mereka berkomunikasi secara santai dan tidak ada kesulitan dalam pengucapanya, mereka menirukan bahasa di dalam film animasi Upin dan Ipin dengan mirip seperti para tokoh-tokoh yang ada di dalam film tersebut. Anak-anak yang setiap hari bermain bukan hanya menirukan bahasa dan logatnya saja, namun mereka juga bermain apa yang di mainkan di dalam film animasi tersebut, seperti perang kemucuk, dan osom yang jika di dalam budaya Indonesia dikenal dengan istilah suit.
Berikut data yang peneliti dapat dari fenomena tersebut (28 januari 2021).
Anak-anak berkomunikasi menggunakan bahasa Melayu ketika mereka saling bertemu, seperti saat bermain maupun ketika sedang berada di sekolah. Lalu anak- anak tersebut merupakan siswa kelas A dan B yang bersekolah di satu TK (Taman Kanak kanak) yang sama yakni TK Aisiyah Busthanul Athfal XI Gresik, bertempat tinggal di kampung halaman yang sama dan, tempat mereka mengaji pun sama, namun ada beberapa anak yang mengaji di tempat lainnya namun masih satu kelurahan dan Mereka menggunakan bahasa melayu dengan teman sebayanya tidak jarang dengan masyarakat disekitarnya seperti guru dan orang tuanya.
Anak mempunyai pola imitasi yang mengawali dengan meniru, pola imitasi tersebut terbentuk karena adanya pengelihatan, pendengaran, bahkan gerakan. Ada pun contoh pola imitasi dengan meniru, misalnya gerakan tangan ke atas, lalu ada pula imitasi yang dilakukan dengan contoh ketika anak berumur 16 bulan melihat teman sebayanya menangis, menjerit, hingga tertawa ia akan menirukan apa yang ia lihat (Piaget 2010:63-65). Anak terlahir dengan sifat meniru, itulah yang banyak
4
dikatakan oleh Psikolog, karena pada hakekatnya Meniru ialah sama saja anak sedang belajar. Secara tidak langsung anak dilahirkan dan melihat wajah orang tuanya yang tersenyum maka anak tersebut akan ikut tersenyum pula begitu pula dengan bahasa yang diajarkan kedua orang tuanya (Parenting 2019). Anak anak yang meniru tingkah laku juga dikatakan wajar karena termasuk dalam proses pembelajaran yang sangat membantu ketika anak sedang dalam masa pertumbuhan namun, bagaimana jika anak yang terbiasa dengan perilaku menirunya dapat menggeser nilai nilai budaya yang seharusnya di tanamkan pada diri anak anak tersebut. Maka dari itu peran orang tua sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan anak terutama saat masih duduk di bangku play group maupun taman kanak-kanak, karena disitulah anak sedang senang senangnya menirukan hal ataupun perilaku disekitarnya yang menurutnya menarik.
Dengan adanya fenomena tersebut peneliti melakukan pra survey pada tanggal 17 Januari 2022 (pukul 10.32) kepada 10 siswa di TK ‘Aisiyah Busthanul Athfal XI Gresik, peneliti mewawancarai 10 wali murid yang menjadi objek penelitian melewati saluran telepon . Lima dari 10 anak menonton film animasi Upin dan Ipin melalui TV dua anak menonton dari youtube. Sedangkan dari 10 anak, ada tiga orang anak yang yang menonton melalui TV dan Youtube.
Jam menonton yang di gemari semua anak ialah pada jam 16.30 karena pada saat itulah anak-anak suka bersistirahat dan menunggu waktu maghrib sembari menonton film animasi Upin dan Ipin. Kemudian lama waktu menonton film animasi Upin dan Ipin per harinya jika di rata-rata dari 10 anak, yakni menjadi 49 menit per hari dan, intensitas menonton dalam satu minggu ialah, empat anak dengan intensitas menonton 1-3 kali, lima anak dengan 7-9 kali, dan satu anak dengan lebih dari 10 kali.
Bagi peneliti, masalah ini menarik untuk dikaji dan dipahami lebih dalam karena peneliti banyak menemui bahwa anak-anak lebih tertarik terhadap bahasa asing untuk digunakan berinteraksi dalam kegiatan sehari-hari bahkan sebagian di antara mereka tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan. Dengan adanya masalah tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian di TK ‘Aisiyah Bustanul Athfal XI Gresik, karena peneliti banyak
5
menemui atau mendengar sendiri anak-anak di Taman Kanak-Kanak tersebut suka menggunakan bahasa Melayu seperti yang digunakan pada film animasi Upin dan Ipin untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.
Selain itu peneliti juga ingin mengetahui adakah pengaruh terpaan penggunaan bahasa Melayu pada penonton film animasi Upin dan Ipin, oleh karena itu peneliti menggunakan judul Pengaruh Terpaan Tayangan Televisi Film Animasi Upin dan Ipin Terhadap Penggunaan Bahasa Melayu pada Anak- Anak (Studi Pada Murid Kelas A dan B Taman Kanak Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal XI Gresik).
1.2 Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh terpaan tayangan televisi film animasi Upin dan Ipin terhadap penggunaan Bahasa Melayu pada anak-anak ?
2. Seberapa besar pengaruh terpaan tayangan televisi film animasi Upin dan Ipin terhadap penggunaan Bahasa Melayu pada anak-anak ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh dan seberapa besar pengaruh terpaan tayangan film animasi Upin dan Ipin terhadap penggunaan Bahasa Melayu pada anak-anak.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara Teoritis dan secara Praktis :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini bisa dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di setiap program penayangan agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari terutama anak anak.
2. Secara praktis
Secara praktis diharapkan penelitian ini meningkatkan kesadaran masyarakat dan menambah pengetahuan khususnya para orang tua untuk lebih berhati hati dalam memberikan fasilitas dan mendidik anaknya di
6
zaman yang kian modern ini agar tidak mudah terpengaruh dengan budaya dari luar.