• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN ELISA UNTUK DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN ELISA UNTUK DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

dr. Yuliana, S.Ked., M.Biomed NIP. 197907062006042002

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2018

(2)

i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

BAB III SIMPULAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medis telah membawa dampak peningkatan rata-rata usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup ini, ternyata membawa masalah baru. Masalahnya antara lain adalah makin sering ditemukan penyakit kronis. Penyakit kronis yang dialami pasien usia lanjut adalah gangguan sistem kardiovaskuler, diabetes, demensia dan osteoporosis.

Osteoporosis pada umumnya dialami oleh wanita yang telah mengalami menopause, pasien yang berusia lebih dari 70 tahun, kurang aktivitas fisik, dan penggunaan obat-obatan steroid. Osteoporosis menyebabkan fraktur patologis yang akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Komplikasi osteoporosis yang paling serius adalah femoral neck fracture (Stachura and Olchowick, 2008).

Osteoporosis bisa dicegah jika dilakukan diagnosis secara dini. Osteoporosis bisa didiagnosis dengan berbagai teknik. Pemeriksaan radiografi, densitas tulang, histomorphometry, maupun melalui indikator biokimia. Pemeriksaan indikator biokimia (biochemical markers) ini pada umumnya bisa digunakan untuk menentukan proses pembentukan maupun resorpsi tulang. Metode pemeriksaan untuk mengetahui petanda biokimia tulang adalah dengan enzyme linked immunosorbent

1

(4)

assay (ELISA). Pemeriksaan ELISA bisa dilakukan melalui urine maupun serum pasien (Stachura and Olchowik, 2008).

ELISA lebih dipilih untuk pemeriksaan osteoporosis karena pada hasil pemeriksaan ELISA lebih detail. Dengan pemeriksaan ELISA, diperoleh biomarker untuk pembentukan tulang maupun resorpsi tulang. Kadang kala pada pemeriksaan densitometer tulang masih didapatkan hasil yang negatif, padahal pada pemeriksaan ELISA sudah menunjukkan hasil yang positif. Kadar yang ditunjukkan oleh marker ini menunjukkan perubahan bone remodeling dalam waktu yang relatif pendek (beberapa hari sampai bulan) sebelum perubahan bone mineral density dapat terdeteksi (Clinical Policy Bulletin, 2009). Densitometer kurang sensitif untuk mengukur perubahan massa tulang yang lebih kecil dari 3% (Inverseness Medical, 2010).

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoporosis

2.1.1 Definisi osteoporosis

Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan gangguan mikroarsitektur tulang sehingga menyebabkan peningkatan risiko fraktur.

Parameter yang sering digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis adalah T-score.

Nilai ini didapatkan dari standar deviasi (SD) peak bone mass dikurangi massa tulang rata-rata wanita Kaukasian yang sehat dan berusia antara 20-29 tahun. Nilai Z-score adalah perbandingan nilai massa tulang wanita yang diperiksa dengan nilai rata-rata massa tulang wanita pada usia yang sama. Seorang pasien dikatakan mengalami osteoporosis jika nilai T-score di bawah -2,5. National Osteoporosis Foundation and National Institutes of Health menyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit skeletal, yang ditandai dengan penurunan resistensi tulang, yang menyebabkan risiko fraktur (Stachura and Olchowick, 2008).

(6)

2.1.2 Patofisiologi osteoporosis

Tulang, terutama trabecular bone, adalah jaringan ikat yang dinamis. Massa dan arsitekturnya tergantung pada keseimbangan antara resorpsi dan pembentukan.

Setelah menopause, kurangnya estrogen menyebabkan peningkatan bone turnover dan resorpsi tulang oleh osteoclast. Dampaknya adalah penurunan massa tulang (Stachura and Olchowick, 2008).

Osteoporosis adalah penyakit yang bersifat multifaktorial. Sekitar 80%

kekuatan tulang ditentukan secara genetik. Faktor lain yang penting adalah nutrisi, life style, keseimbangan hormon, kondisi fisik seperti umur, tinggi badan, berat badan, kandungan otot dan lemak. Nutrisi dan aktivitas fisik merupakan faktor yang dapat dimodifikasi. Sekitar 80-90% kandungan mineral tulang terdiri dari kalsium dan fosfor. Protein penting untuk pembentukan tulang dan pengaturan absorpsi kalsium (Stachura and Olchowick, 2008).

Setelah usia 30 tahun, wanita dan pria kehilangan sekitar 0,3-0,8% massa tulangnya setiap tahun. Setelah menopause, terjadi penurunan massa tulang yang lebih cepat, terutama dalam satu tahun pertama. Saat ini, wanita akan kehilangan 1,2- 6% dari total massa tulangnya. Trabecular bone lebih aktif secara metabolik, oleh karena itu lebih sensitif terhadap faktor resorptif dibandingkan dengan cortical bone.

Densitas trabecular bone menurun sekitar 5-8% per tahun. Sementara itu densitas cortical bone menurun hanya sekitar 1-3% per tahun (Stachura and Olchowick, 2008).

3

(7)

Proses remodeling tulang melibatkan suatu coupling antara pembentukan dan resorpsi tulang secara bergantian. Hal ini diatur oleh micro environment pada tempat remodeling tulang. Proses ini melibatkan peran komunikasi interseluler antara osteoblast dan osteoclast. Pada penelitiannya, Garimella et al melaporkan bahwa Bone Morphogenetic Protein (BMP) ditemukan di osteoclast dan osteoblast.

Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah osteoclast kemungkinan berperan untuk membantu meningkatkan ekspresi dan sintesis BMP. Dengan demikian, akan terjadi proliferasi dan diferensiasi osteoblast pada tempat resorpsi tulang (Garimella et al, 2008).

Gambar 2.1

Skema kemungkinan osteoblast-osteoclast cross talk melalui perantaraan BMP (Dikutip dari Garimela et al, 2008)

(8)

Osteoblasts adalah bone-forming cells yang berasal dari sel mesenkim.

Osteoclast merupakan bone resorbing cells yang berasal dari hematopoietic precursors of the monocyte-macrophage lineage. Proses remodeling terdiri dari aktivasi preosteoclasts yang akan distimulasi menjadi osteoclasts di bawah pengaruh sitokin dan growth factors dari cells of osteoblastic lineage. Kemudian terjadi osteoclastic resorption. Osteoclast meresorbsi mineral matriks pada tempat remodeling. Resorpsi selesai dan dilanjutkan dengan pembentukan tulang.

Preosteoblast migrasi ke tempat resorpsi tulang dan diferensiasi menjadi osteoblasts yang matur diikuti dengan mineralisasi dan pembentukan osteois. Keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang diatur oleh berbagai growth factors termasuk bone morphogenetic proteins (BMPs), transforming growth factor-b (TGF- b), insulin-like growth factor (IGF-1), receptor activator of NF-k B ligand (RANK-L), dan osteoprotegrin (OPG). Pemahaman crosstalk antara osteoclast dan osteoblast sangat penting untuk merencanakan pendekatan terapi untuk penyakit osteoporosis (Garimela et al, 2008).

BMP penting untuk pembentukan, organogenesis, dan morfogenesis tulang selama perkembangan vertebrata. Pada tingkat seluler, BMP mengatur proliferasi sel, diferensiasi osteoblast dan osteoclast (Garimella et al, 2008).

Yang akan dibahas secara lebih rinci dalam paper ini adalah pemeriksaan BMP. BMP memiliki peran penting untuk pembentukan tulang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Simic et al pada tahun 2006, BMP yang diberikan pada tikus

(9)

yang mengalami ovariektomi dapat meningkatkan pembentukan tulang dan mensupresi resorpsi tulang (Simic et al, 2006). Kekurangan bone growth factor, yaitu BMP, dapat menyebabkan osteoporosis (Marcus et al, 2008).

BMP-7 dikenal juga dengan nama osteogenic protein-1 (OP-1). BMP-7 merupakan anggota transforming growth factor β (TGFβ) superfamily. Peran BMP-7 tidak hanya terbatas pada pembentukan tulang, namun juga untuk otot, saraf, pembuluh darah, cartilago, dan perichondrium (Gregory et al, 2005). BMP-7 diproduksi di ginjal dan tulang (Sugimoto et al, 2007). Bahkan Sugimoto et al menyatakan bahwa BMP-7 merupakan berfungsi sebagai hormon untuk regenerasi hepar. Gen yang mengatur BMP7 disebut BMP7 gene. Lokasinya ada di kromosom 20q13.31 dan mulai pada base pair 55743809 sampai 55841707 (Dussen, 2010).

Gambar 2.2

Lokasi BMP-7 pada kromosom 20 (Dikutip dari Dessen, 2010)

(10)

DNA/RNA

Gambar 2.3

Lokasi BMP-7 (Dikutip dari Dessen, 2010)

(11)

Pemberian BMP-7 meningkatkan aktivitas alkali phosphatase sampai 6,5 kali lipat dan meningkatkan proliferasi sel sampai dua kali lipat, bahkan meningkatkan mineralisasi kalsium setelah 48 jam. Jika BMP-7 dikombinasi dengan estradiol akan menyebabkan peningkatan alkali phosphatase sampai 8,2 kali lipat. BMP-7 dapat digunakan untuk penanganan fraktur akibat osteoporosis (Wei et al, 2010). BMP-7 meningkatkan proliferasi dan diferensiasi osteogenik dari mesenchymal stem cell pada elderly osteoporotic bone (Ippokratis et al, 2010).

2.1.3 Faktor risiko osteoporosis

Faktor risiko terjadinya osteoporosis adalah umur di atas 70 tahun, berat badan di bawah 40 kg, body mass index (BMI) di bawah 20, penurunan berat badan lebih dari 10% dari total massa tubuh, rendahnya aktivitas fisik, terapi dengan obat-obatan glukokortikoid dalam waktu lama, anorexia nervosa, past gastrectomy, dan hyperparathyroidism. Faktor lain yang mempengaruhi metabolisme tulang adalah wanita post menopause, kasus fraktur pada keluarga, riwayat ovariectomy, early menopause (sebelum usia 45), rendahnya intake kalsium, hipertiroid, rheumatoid arthritis, dan minuman bersoda (Stachura and Olchowick, 2008).

(12)

2.1.4 Pencegahan osteoporosis

Pencegahan osteoporosis adalah hal yang penting, karena obat-obatan untuk osteoporosis memiliki efek samping, selain itu lamanya masa pemulihan setelah fraktur akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Risiko femoral neck fracture adalah 46.4% untuk wanita yang berusia 50 tahun dan 22.4% untuk laki-laki pada usia yang sama. Pada tahun pertama setelah mengalami fraktur, 20% wanita dan 30% laki-laki meninggal karena komplikasi, sedangkan 50% yang masih hidup akan mengalami disabilitas fisik (Stachura and Olchowick, 2008).

Beberapa penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa rendahnya insiden osteoporosis postmenopause di Asia karena konsumsi kacang-kacangan yang banyak mengandung isoflavon. Isoflavon memiliki efek estrogenik, dengan struktur menyerupai tamoxifen. Intake vitamin D, C, protein, calcium, dan aktivitas fisik yang cukup akan mencegah osteoporosis (Stachura and Olchowick, 2008).

2.1.5 Diagnosis osteoporosis

Ada beberapa tes yang bisa digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis, antara lain:

1. Diagnosis standar adalah dengan menggunakan dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Pengukuran ini memperkirakan nilai kandungan

(13)

mineral tulang. Nilai BMD di bawah -2,5 SD dikategorikan dalam osteoporosis. BMD paling sering diperiksa di lumbar vertebrae, femoral neck, femoral trochanter, proximal femur epiphysis, dan sepertiga bagian distal radius. Nilai yang dianggap paling reliable untuk mengetahui risiko fraktur adalah yang diambil dari femur (Stachura and Olchowick, 2008).

2. Radiogram juga bisa digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis. Gambaran ronsen bisa menunjukkan deformasi vertebra akibat fraktur kompresif.

3. ELISA untuk pemeriksaan parameter biokimiawi pembentukan dan resorpsi tulang.

a. Parameter biokimiawi untuk pembentukan tulang (marker of bone formation), misalnya bone alkali phosphatase (bone ALP), osteocalcin (OC), procollagen type I N-terminal propeptide (PINP), procollagen type I carboxyterminal peptide (PICP), dan bone morphogenetic protein (BMP) (Claudon et al, 2008).

b. Parameter biokimiawi untuk resorpsi tulang meliputi pyridinolines dan fragmen kolagen seperti cross-linked N-telopeptide (NTX) dan cross- linked C-telopeptide (CTX). NTX misalnya amino-terminal cross-linked telopeptide of type I collagen (NTX-I). CTX misalnya carboxy-terminal cross-linked telopeptides of type I collagen (CTX-I). Akhir-akhir ini, protein non kolagen seperti bone sialoprotein atau tartrate-resistant acid phosphatase diteliti sebagai tanda bone turn over yang cukup baik.

(14)

Marker tersebut bisa diukur melalui urine maupun serum. Jika pemeriksaan memakai sampel serum, maka tidak usah dilakukan koreksi untuk kreatinin urin (Claudon et al, 2008).

Untuk memahami pemeriksaan ELISA dalam rangka diagnosis osteoporosis, ada baiknya kita memahami pemeriksaan ELISA secara umum terlebih dahulu.

2.2 ELISA

Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) pertama kali diperkenalkan oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall dari Stockholm University di Swedia pada tahun 1971. Saat ini, berbagai laboratorium di dunia sebagian besar menggunakan prinsip imunoasai ini. Prinsip utama ELISA adalah menggunakan enzim untuk imunoasai.

Saat pertama diteliti, para ilmuwan ragu-ragu mengenai kemungkinan mengikatkan molekul yang besar (enzim) pada antigen atau antibodi. Antara tahun 1966 dan 1969, pertanyaan tersebut terjawab dengan keberhasilan Villejuif dalam melakukan coupling antigen atau antibodi dengan alkali phosphatase dan glucose oxidase.

Avrameas dan rekannya mengatakan bahwa reaksi di atas akan menjadi optimal dengan penambahan glutaraldehid. Tujuannya adalah menggunakan antigen dan antibodi yang diberi label enzim untuk mendeteksi terdapatnya antibodi ataupun antigen melalui imunofluoresensi (Lequin, 2005).

(15)

Engvall dan Perlmann adalah ilmuwan yang pertama kali mempublikasikan tulisan mengenai ELISA. Mereka melakukan pengukuran kuantitatif IgG dalam serum kelinci dengan bantuan enzim alkali phosphatase. Perlmann selanjutnya meneliti pemilihan imunogen dan mapping epitop untuk mengembangkan vaksin malaria. Engvall meneliti penggunaan faktor-faktor diferensiasi untuk regenerasi otot dan sel-sel miogenik dari jaringan selain otot untuk mengganti sel otot (Lequin, 2005).

Teknik solid phase digunakan untuk mengembangkan microtiter plate (96 wells) dengan antigen maupun antibodi pada solid phase support. Selain itu dikembangkan pula automated pipetting devices, multichannel pipettes, microtiter plate readers, dan washer. Selanjutnya dikembangkan teknik asai human chorionic gonadotropin, estrogen total, dan laktogen plasenta. ELISA semakin meningkat penggunaannya di kalangan ilmuwan, bahkan hingga mencapai sekitar 40.000 artikel pada tahun 1990 (Lequin, 2008).

(16)

Gambar 2.4

Perkiraan jumlah artikel mengenai ELISA yang dipublikasikan dari 1960-2005 (Dikutip dari Lequin, 2008)

(17)

Gambar 2.5

Washer ELISA pada tahun 1977

(Dikutip dari Lequin, 2008)

2.3 Penggunaan ELISA untuk Diagnosis Osteoporosis

Parameter biokimiawi untuk pembentukan tulang (marker of bone formation), misalnya bone alkali phosphatase (bone ALP), osteocalcin (OC), procollagen type I N-terminal propeptide (PINP), procollagen type I carboxyterminal peptide (PICP), dan bone morphogenetic protein (BMP) (Claudon et al, 2008).

Parameter biokimiawi untuk resorpsi tulang meliputi pyridinolines dan fragmen kolagen seperti cross-linked N-telopeptide (NTX) dan cross-linked C-telopeptide (CTX). NTX misalnya amino-terminal cross-linked telopeptide of type I collagen (NTX-I). CTX misalnya carboxy-terminal cross-linked telopeptides of type I collagen (CTX-I) (Claudon et al, 2008).

(18)

Tahapan untuk melakukan ELISA binding assay terhadap BMP-7 adalah dengan produksi antibodi monoklonal terhadap BMP-7 dan ELISA binding assay (Gregory et al, 2005).

a. Produksi antibodi monoklonal terhadap BMP-7

BALB/cJ mice diimunisasi dengan kompleks BMP-7 yang telah dipurifikasi. Medium hibridoma diskrining dengan ELISA, menggunakan prodomain yang terpisah atau growth factor domain BMP-7 sebagai substrat (5 µg/ml). Hibridoma yang dipilih di-kloning dengan pengenceran yang terbatas dan ditanam dalam Dulbecco’s modified Eagle’s medium (DMEM) yang mengandung serum fetus sapi yang bebas IgG. Antibodi dipurifikasi dan dilakukan kromatografi. Dua antibodi monoklonal, yaitu mAb 2 dan mAb 33 yang spesifik untuk prodomain serta m Ab 6 yang spesifik untuk growth factor domain.

Untuk menguji apakah mAb 6 mengadakan reaksi silang dengan BMP yang lainnya, 1 µ g/ml recombinant BMP-2, -4, -5, -6, dan -7 (R & D systems) dimasukkan ke dalam ELISA plate, dan mAb 6 dengan konsentrasi yang dititrasi. Kemudian dilakukan inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.

Antibodi yang terikat dideteksi dengan horse radish peroxidase conjugated anti mouse-secondary antibody. Hasilnya bisa dilihat setelah penambahan substrat yang berupa 100 µl dari larutan 3,3’,5,5’-tetramethylbenzidine pada

(19)

masing-masing well. Absorbance diukur pada 450 nm dengan Emax microplate reader (Molecular devices, Sunnyvale, CA) (Gregory et al, 2005).

b. ELISA binding assay

Metode yang digunakan adalah metode double antibody sandwich.

Rekombinan fibrillin-1 polypeptides, rF11, rF6, rF23, rF31, rF18, dan rF45, serta recombinant latent TGF-binding protein-1 (LTBP-1 polypeptides):rL1- N, rL1-M, dan rL1-C digunakan sebagai soluble ligands. BMP-7 complex, rantai propeptida, dan growth factor dimmers dimasukkan ke dalam ELISA wells. Konsentrasi protein ditentukan dengan analisis asam amino. Wells ELISA diisi dengan BMP-7 peptides atau bovine serum albumin pada konsentrasi 0,1 atau 0,2 µM dan diinkubasi semalam pada suhu 4°C.

Kemudian dilakukan pencucian 3 kali selama 5 menit dengan TBS/Tween20 (0.25%) dan ditutup dengan 5% non fat dry milk dalam TBS selama minimal 2 jam. Setelah pencucian, ditambahkan soluble ligands fibrillin-1 atau LTBP- 1peptides (dititrasi dalam buffer 2% milk dalam TBS) dan diinkubasi selama 3 jam pada suhu kamar. Selanjutnya dicuci kembali. Ditambahkan antibodi primer dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu kamar. Antibodi monoklonal tikus (mAb15, 26, dan 201; anti-His (R&DSystems)) diencerkan pada 5 atau 10g/ml, dan rabbit polyclonal sera (pAb9543, pAb39, dan pAb6164) diencerkan dengan perbandingan 1:1000–2000 dalam buffer. Setelah

(20)

pencucian, antibodi kedua, yaitu goat anti mouse antibody atau anti rabbit antibody dikonjugasi dengan horse-radish peroxidase (Sigma) dengan pengenceran 1:1000. Kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar.

Setelah pencucian terakhir, ditambahkan substrat peroksida, tetramethylbenzidine, dan absorbance dibaca dengan menggunakan Emax®microplate reader (Gregory et al, 2005).

Wanita yang mengalami osteoporosis memiliki rata-rata kadar BMP dalam serum sekitar 10-11% dibandingkan dengan wanita premenopause yang normal. Nilai BMP wanita osteoporosis biasanya sekitar 2-9 ng/ml (Urist and Marshall, 2010). Nilai BMP-7 normal dalam darah 100-300 pg/ml (Sugimoto et al, 2007).

(21)

Gambar 2.6

Afinitas yang tinggi antara rF11 (soluble ligand) dan BMP-7 complex (garis hitam) serta propeptide chains (merah) sebagai substrat. Tidak ada binding antara

rF11 dan BMP-7 growth factor domain (biru tua) atau dengan bovine serum albumin (biru muda) sebagai substrat (Gregory et al, 2005)

(22)

Gambar 2.7

Hasil pengukuran BMP dengan metode ELISA (diukur dengan spektroskopi).

Kompleks BMP-7 ditunjukkan dengan garis yang berwarna biru

∆ε = M-1 cm (Gregory et al, 2005)

(23)

BAB III SIMPULAN

Dari uraian pada bab sebelumnya, maka bisa ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan gangguan arsitektur tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Pada umumnya dialami oleh wanita post menopause akibat kombinasi antara penurunan kadar hormon estrogen dan perubahan struktur tulang sehingga tulang rentan terhadap fraktur.

Osteoporosis bisa didiagnosis dengan berbagai metode. Salah satunya adalah dengan ELISA.

2. ELISA merupakan teknik pemeriksaan biokimia yang digunakan terutama untuk mendeteksi antibodi atau antigen pada sampel.

3. Pada dasarnya ada 2 biomarker osteoporosis yang bisa diperiksa dengan teknik ELISA, yaitu :

a. Biomarker of bone formation (pembentukan tulang) misalnya kadar bone morphogenetic protein (BMP) dalam serum dan osteocalcin.

b. Biomarker of bone resorption (perombakan tulang) yaitu C telopeptide (CTX) dan N telopeptide (NTX) dalam serum dan urine.

(24)

4. Pemeriksaan BMP memiliki kelebihan karena BMP memiliki peran penting untuk pembentukan tulang. Pada tingkat seluler, BMP mengatur proliferasi sel, diferensiasi, dan apoptosis chondrocyte embrio dan postnatal, osteoblast, dan osteoclast. BMP merupakan faktor penting yang mengatur pembentukan tulang embrio, osifikasi endochondral, remodeling tulang, penyembuhan fraktur, dan regenerasi tulang.

5. BMP-7 dikenal juga dengan nama osteogenic protein-1 (OP-1). BMP-7 merupakan anggota transforming growth factor β (TGFβ) superfamily. BMP- 7 dapat digunakan untuk penanganan fraktur akibat osteoporosis (Wei et al, 2010). BMP-7 meningkatkan proliferasi dan diferensiasi osteogenik dari mesenchymal stem cell pada elderly osteoporotic bone (Ippokratis et al, 2010).

6. Wanita yang mengalami osteoporosis memiliki rata-rata kadar BMP dalam serum sekitar 10-11% dibandingkan dengan wanita premenopause yang normal. Nilai BMP wanita osteoporosis biasanya sekitar 2-9 ng/ml (Urist and Marshall, 2010).

17

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Claudon, A., Vergnaud, P., Valverde, C., Mayr, A., Klause, U., Garnero, P. 2008.

New Automated Multiplex Assay for Bone Turnover Markers in Osteoporosis.

Clinical Chemistry 54 (9): 1554-63.

Clinical Policy Bulletin. 2009. Biochemical Markers of Bone Remodeling for Osteoporosis. [cited 2017 Dec. 19]. Available at: URL: htpp://www.aetna.

com/cpb/medical/data/ 500_599/0562.

Dessen, P. 2010. Atlas of Genetics and Cytogenetics in Oncology and Haematology.

[Cited 5 October 2018]. Available from:

URL:http://atlasgeneticsoncology.org/Genes/GC_BMP7.html.

Garimella, R., Tague, S.E., Zhang, J., Belibi, F., Nahar, N., Sun, B.H., Insogna, K., Wang, J., Anderson, H.C. 2008. Expression and Synthesis of Bone Morphogenetic Proteins by Osteoclasts: A Possible Path to Anabolic Bone Remodeling. Journal of Histochemistry & Cytochemistry Volume 56 (6): 569–

577.

Gregory, K.E., Ono, R.N., Charbonneau, N.L., Kuo, C.L., Keene, D.R., Bachinger, H.P., Sakai, L.Y. 2005. The Prodomain of BMP-7 Targets the BMP-7 Complex to the ExtracellularMatrix. The Journal of Biological Chemistry 280 (30):

27970-80.

23

(26)

Inverseness Medical. 2010. Osteomark NTX. Accurate Measurement of Bone Resorption. ELISA. [Cited 8 October 2018]. Available at:

URL:htpp//www.invernessmedicalpd.com/clinical_diagnostics/ instrumentation /elisa_reagents/osteoporosis_kits.aspx

Ippokratis, P., Theodora, G., Karen, H., Howard, B., Jones, E., Giannoudis, P. 2010.

The Effect of Bone Morphogenetic Protein-2, Bone Morphogenetic Protein-7, Parathyroid Hormone, and Platelet-Derived Growth Factor on the Proliferation and Osteogenic Differentiation of Mesenchymal Stem Cells Derived From Osteoporotic Bone. Journal of Orthopaedic Trauma 24 (9): 552-6.

Lequin, R. 2005. Enzyme immunoassay (EIA)/enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Clin. Chem. 51 (12): 2415–8.

Marcus, R., Feldman, D., Nalson, D.A., Rosen, C.J. 2008. Osteoporosis. 3rd edition.

Volume I. United States of America: Elsevier. p. 506.

Simic, P., Culej, J.B., Orlic, I., Grgurevic, L., Draca, N., Spaventi, R., Vukicevic, S.

2006. Systemically Administered Bone Morphogenetic Protein-6 Restores Bone in Aged Ovariectomized Rats by Increasing Bone formation and Supressing Bone Resorption. The Journal of Biological Chemistry 281 (35): 25509-25521.

Stachura, M., Olchowik, G. 2008. Selected aspects of osteoporosis prevention.

Journal of Pre-Clinical and Clinical Research 2 (1): 013-8.

(27)

Sugimoto, H., Yang, C., LeBleu, V.S., Giraldo, M., Zeisberg, M., Kalluri, R. 2007.

BMP-7 functions as a novel hormone to facilitate liver regeneration. The FASEB Journal Research communication 21: 256-264.

Urist, Marshall, R. 2010. United States Patent 4857456. Assay of Bone morphogenetic protein (BMP) and anti-BMP antibody for the diagnosis of bone disorders. [Cited 9 October 2018]. Available from: URL:

htpp://www.freepatentsonline. com/4857456.html.

Wei, A., Leong, A., William, L., Chung, S., Shen, B., Bhargav, D., Diwan, A. 2010.

BMP-7 in Combination with Estrogen Enhances Bone Formation in a Fracture Callus Explant Culture. The Tohoku Journal of Experimental Medicine. Vol. 221 (1): 61-68.

Referensi

Dokumen terkait

Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I.

Langkah-langkah (tahap-tahap) pembelajaran berbasis masalah yang telah dikemukakan terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah pada intinya merupakan suatu strategi

Untuk bisa membuat agar foton yang diserap dapat sebanyak banyaknya, maka absorber harus memiliki energi band-gap dengan range yang lebar, sehingga memungkinkan untuk bisa

Keunt ungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok t ersedia unt ukc.

Informasi dan fitur yang ada dalam situs web ini dibangun berdasarkan metode penelitian yang penulis lakukan, yaitu observasi dan wawancara dengan Kepala Sekolah dan beberapa guru

Madya Zuraidah Binti Abdul Rahman Pusat Pengajian Pendidikan Jarak Jauh Prof.. Madya Aizzat Binti Mohd Nasurdin Pusat

Kandungan amonia yang tinggi di perairan merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik di perairan, kadar amonia bebas melebihi 0,2 mg/L dapat menyebabkan kematian beberapa