• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Tanda Tangan Elektronik Dokumen Digital Dalam Pembuktian Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Akibat Hukum Tanda Tangan Elektronik Dokumen Digital Dalam Pembuktian Perdata"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL RECHTEN: RISET HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Akibat Hukum Tanda Tangan Elektronik Dokumen Digital Dalam Pembuktian Perdata

Junaidi Tarigan1

1Universitas Nusa Putra Sukabumi, Jawa Barat - junaidi@nusaputra.ac.id

Abstrak

Dokumen digital atau elektronik hadir sebagai alternatif yang diharapkan kelompok pengusaha. Akses yang mudah, waktu yang cepat, dan tidak membutuhkan ruang yang banyak dalam penyimpanan sebagai alasan diterimanya dokumen elektronik tersebut. Sahnya sebuah dokumen atau surat perjanjian maupun pernytaan selayaknya dokumen surat konvesional lainnya membutuhkan pengakuan dari pihak terkait yaitu tanda tangan. Tanda tangan tersebut tentunya hadir didalam bentuk digital juga. Persoalannya adalah apabila Dokumen dan surat-surat berharga lainnya dijadikan sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa diantra yang berkonflik khususnya di ranah privat. Hal ini penting untuk menjamin keberlangsungan keterikatan antar pihak yang berspekat. Bagaimana kebasahan dari tanda tangan elktronik dan bagaimana interpretasi hakim mengakui sebuah alat bukti digital tersebut.Penulisan berjudul Aksesbilitas tanda tangan elektronik dalam dokumen digital perspektif pembuktian Perdata. Metode penelitian yang penulis lakukan adalah jenis penelitian Yuridis normatif dengan pendekatan doktrin hukum dan keberlangsungan dari peraturan- peraturan yang terkait dengan tanda tang elektronik dan hukum pembuktian. Mengumpulkan data sekunder seperti buku, jurnal yang nantinya di inventarisir dan dipaparkan secara deskriptif analitis.

Kata Kunci: Tandatangan, Elektronik, Pembuktian, Perdata.

A. PENDAHULUAN

Benar adanya zaman beruban dan kita juga berubah bersamanya (tempora mutantur nos et mutamur in illis) Revolusi Industri 4.0 ditandakan dengan Transformasi menuju era masyarakat digital.

Hadirnya revolusi Industri ini dikarenakan tuntutan dari masyarakat pasar global yang menuntut terwujudnya free market dan dan free competion.1 Tuntutan ini kenyataanya telah menggeser kedudukan dari surat-surat berharga, surat perintah, surat agrement yang dulunya berbentuk atau berwujud kertas digantikan dengan bentuk Elektronik atau digital dan disertai tanda tangan terkait dokumen perjanjian atau pernyataan sebagai simbol dari pengesahan surat tersebut dengan (Digital Signature).

Untuk itu Indonesia harus mampu menyesuaikan diri agar tidak masuk ke dalam jurang digital divide, yakni keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi. Terkait dengan pengakuan dari penerapan tanda tangan elektronik telah di

1 Daulat Nathanael Banjarnahor et al., Aspek Hukum Bisnis, Widina Bhakti Persada Bandung, Bandung

praktekkan didalam lingkungan pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 dilingkungan pejabat publik dalam mendukung program E-Goverment. Kegiatan e- commerce atau transaksi elektronik di indonesia telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kemudian diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi elektronik.

Penggunaan tanda tangan Elektronik tidak hanya diterapkan didalam lingkungan publik antar pejabat negara tetapi juga umum di praktekkan dalam aspek bisnis dan perdagangan. Efetivitas, Efesiensi, Cepat dan murah menjadi alasan pelaku bisnis dan pelaku instansi publik untuk mengoptimalkan metode ini. Tetapi praktek ini masih dihadapkan dengan kedudukan hukum apabila dibutuhkan sebagai alat bukti. Kelemahan dari inovasi digital adalh kemudahan terjadi peretasan dari berbagai wilayah sehingga tidak mungkin terjadi penyalah gunaan dari tanda tangan tersebut kedepannya .

2020, hlm. 318

(2)

Bukti merupakan informasi yang dapat memberikan gambaran tentagn kebenaran suatu peristiwa, hak, dan hubungan hukum yang terjadi khususnya yang terjadi antara pihak-pihak yang berperkara.Dalam Konsep Hukum Pembuktian Perdata alat bukti yang diakui adalah Alat Bukti tertulis, Saksi, Persangkaan, pengakuaan dan sumpah.2 Tanda tangan elektronik muncul dalam suatu dokumen elektronik yang pada dasarnya bukan merupakan dokumen tertulis (non paperless).

Berpijak pada hal tersebut, maka sejatinya konsep tanda tangan elektronik tidak sesuai dengan prinsip hukum yang menyatakan bahwa suatu dokumen harus dapat dilihat, dikirim, dan disimpan dalam bentuk kertas.

Namun demikian, meskipun telah ada UU ITE serta beberapa peraturan lainnya, tidaklah dapat dikatakan bahwa hukum acara Indonesia telah mengatur mengenai alat bukti elektronik dalam pembuktiannya, karena pengaturan tanda tangan digital/elektronik ini hanya berada dalam lapangan hukum materiil. Dalam tatanan Hukum Perdata kedudukan pembuktian sangatlah penting dan peraturan formil Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata hanya mengakui pembuktian tertulis yang berwujud dengan selembaran kertas atau sejenjisnya dan hakim mempertimbangkan putusannya berdasarkan alat bukti yang sah diakui di dalam undang-undang. Pernyataan ini dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU- XIV/2016 tanggal 7 September 2016 menyebutkan bahwa ketentuan tentang alat bukti elektronik seperti tersebut di atas dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat3, sehingga alat bukti elektronik yang berupa informasi elektronik dan data elektronik serta keluaran komputer lainnya keabsahannya menjadi keraguan.

Berdasarrkan latar belakang ini penulis tertarik untuk mengkaji persoalan bagaimana pengakuaan dan eksistensi dari tanda tangan digital di tengah jamaknya praktek bisnis yang memaksimalkan teknologi digital dengan Judul Akibat hukum tanda tangan elektronik dokumen digital dalam pembuktian perdata. Penelitian ini mencoba untuk menalaah kedudukan tanda tangan elektrik sebagai alat bukti di dalam tatanan hukum pembuktian Indonesia dan Bagaimana hakim

2 Pasal 164 HIR/ 284 RBg

3Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU- XIV/2016 tanggal 7 September 2016

4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta:

Kencana, Cet. 7, 2011), hlm.93

5 Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Beamaterai

menerapkan hukum pembuktian dalam memutus perkara di dalam hukum acara perdata.

B. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunkan adalah pendekatan undang-undang (statue approach) dan Pendekatan Doctrin Hukum (Doctrin Approch).

inventarisasi hukum positif, penemuan asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif, dan penemuan hukum yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum. Dilakukan inventaris guna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang terkait dengan objek penelitian yang sedang diteliti tertentu yang disajikan secara deskriptif-analitis hasil dari pengolhan data secara kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dokumen dan laporan yang terkait dengan masalah yang diteliti4.

C. PEMBAHASAN

1. Tanda Tanga Elektronik Dalam Hukum Indonesia

Tanda Tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, cap tanda tangan atau cap paraf sebagai pengganti tanda tangan5 Menurut Undang-Undang Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dirubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Undang-Undang Informasi dan Tegnologi ( selanjutnya disingkat ITE ), tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya.6 ayat 13 menyebutkan Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik7

.

Untuk dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah maka tanda tangan elektronik harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE yaitu: 1) Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penandatangan;2) Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat

6Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dirubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016

7Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dirubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016

(3)

proses penandatanganan hanya berada dalam kuasa penandatangan;3) Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangganan dapat diketahui; 4) Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terakit dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatangganan dapat diketahui;5) Terdapat cara tertentu yang dapat diapakai untuk mengindetifikasi siapa penandatangganannya; dan 6) Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penadatangganan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.8

Tanda tangan elektronik terbagi dua macam yaitu tanda tangan tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Tanda tangan yang tidak tersetifikasi mempunyai kekuatan pembuktian yang lemah dibandingkan tanda tangan yang tersertifikasi.

Sertifikasi tanda tangan elektronik diterbitkan oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik dan dibuktikan dengan sertifikat elektronik.

Penyelenggara sertifikat elektronik terdiri atas penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia dan penyelenggara sertifikasi elektronik asing. Setiap penyelenggara sertifikasi elektronik harus mendapat pengakuan dari menteri komunikasi dan informatika.

Dari pihak pemerintah, saat ini terdapat beberapa kementrian/lembaga yang menerbitkan sertifikat elektronik yakni Dirjen Pajak, Lembaga Sandi Negara (BSSN), dan IPTEKnet BPPT.

2. Alat Bukti Tertulis

Pembuktian dalam hukum acara merupakan agenda menghadirkan bukti-bukti dalam meyakinkan hakim di pengadilan, dan pemeriksaan alat bukti bagi hakim sebagai upaya dalam memutus suatu perkara.9 Dapat disimpulkan Alat bukti memiliki peran yang fital memutus perkara oleh hakim dan menemukan kebenaran baik persidangan hukum privat maupun hukum publik. Dalam sistem pembuktian di Indonesia, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, dalam mengambil keputusan atau menjatuhkan putusan hakim harus mempertimbangkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh Undang-undang saja, bukti dalam acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBg mengatur secara limitatif mengenai alat bukti Alat bukti yang diakui dalam perkara perdata meliputi: 1.

8Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

9 A. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 144

10 Pasal 1866 KUHPerdata

Alat bukti tertulis 2. Saksi-saksi 3. Persangkaan 4.

Pengakuan 5. Sumpah.10

Alat bukti tertulis atau surat merupakan sesuatu yang memuat tanda baca yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian11. Suatu surat yang memuat kesepakatan atau pernyataan harus dibubuhi tanda tangan agar dapat dijadikan sebagai alat pembuktian12

Alat bukti tertulis atau surat, dimana alat bukti tersebut hanya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu akta dan bukan akta. Pasal 1867 menerangkan Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan13. Nilai penting dari tanda tangan didalam pembuktian perdat Pasal 1869: Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Selanjutnya Pasal 1874 Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan- tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum14. Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.

3. Hukum acara pembuktian

Secara yuridis, hukum pembuktian di Indonesia, baik HIR maupun KUH Perdata belum mengakomodir dokumen elektronik sebagai alat bukti, sementara beberapa Undang-undang yang baru telah mengatur dan mengakui bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, yaitu antara lain Undang- Undang No 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan, Undang-UndangNomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 40Tahun 1999 Tentang Pers, Undang Undang Nomor

11Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2013,hlm 176

12 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet. Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 2005), hlm. 560

13 Pasal 1867 KUHPerdata,

14 Pasal 1867 KUHPerdata,

(4)

31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi Elektronik. Namun demikian, meskipun telah ada Undang-undang Dokumen Perusahaan dan UU ITE serta beberapa peraturan lainya, tidak dapat dikatakan bahwa Hukum Acara Indonesia baik perdata maupun pidana telah mengatur secara jelas mengenai alat bukti elektronik dalam pembuktian perdata, karena pengaturan alat bukti elektronik yang telah dilakukan merupakan Hukum materiil yang seharusnya dilengkapi juga dengan Hukum formilnya atau Hukum acaranya.15 Dalam arti kata tanda tangan sangat berkaitan dengan sahnya alat bukti tertulis, karena suatu surat atau tulisan yang memuat pernyataan atau kesepakatan akan dianggap sah apabila dibubuhi dengan tanda tangan.16 Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik harus dibumbuhi tanda tangan dari yang terkait untuk mempunyai kekuatan sebagai alat bukti tulisan di bawah tangan.17

Keberadaan Digital Signature telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”. Keberadaan alat bukti berupa elektonik telah diakui pula dalam pasal 5 ayat (1)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, dan pasal 5 ayat (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur secara tegas bahwa

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang di ataur dalam Undang-Undang ini.

15 Eka Fitri Hidayati, Artikel Pengadilan Agama Kotabumi di dalam:Keabsahan pembuktian elektronik dalam persidangan perdata di pengadilan agama. Diakses melalui https://pa-kotabumi.go.id/hubungi-kami/artikel- makalah/1037-keabsahan-pembuktian-elektronik-dalam- persidangan-perdata-di-pengadilan-agama.html

Adapun pengecualian terkait pengakuan dari tanda tangan elektronik yang bersumber dari Perjanjian Perdamaian (vide Pasal 1851 BW), Perjanjian Hibah (vide Pasal 1682 BW), serta Perjanjian jual-beli dengan obyek tanah, Akta jual- beli sebidang tanah (vide Peraturan Pemerintah No.

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (4) Undang- Undang ITE, dianggap sah apabila dituangkan dalam bentuk tertulis secara manual, baik dalam bentuk akte di bawah tangan maupun akte otentik. Meskipun aturan materil dari terkait dengan dokumen elektronik sudah diakui di dalam Undang-Undang ITE tetapi hukum formil baik perdata, pidana dan PTUN masih dilematis dalam menghadirkan alat bukti elktronik tersebut. Hingga saat ini belum ada kewajiban secara eksplisit bagi hakim untuk memastikan otentifikasi bukti elektronik dengan mekanisme tertentu. Bahkan, belum ada ketentuan yang memberikan pedoman kepada hakim, apakah dilakukan langsung melalui perangkat penyimpan bukti elektonik atau hasil data imaging. Praktek yang dijumpai dipersidangan hakim melakukan pemeriksaan terhadap otentifikasi bukti elektronik dalam konteks ini melekat kewajiban bagi hakim untuk menerapkan mekanisme yang tepat dalam memeriksa otentifikasi bukti elektronik berdasarkan asas ius curia novit. 18

4. Teori pembuktian pembuktian

Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Dalam pembuktian perkara pidana (hukum acara pidana) adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya, sedangkan pembuktian dalam perkara perdata (hukum acara perdata) adalah bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Jadi hakim dalam mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan

‛preponderance of evidence‛, sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran materiil, maka peristiwanya harus terbukti (beyond reasonable doubt) . Pendek kata pembuktian memiliki peranan yang sangat penting guna menentukan apakah gugatan tersebut akan ditolak atau dikabulkan.

Praktek pengadilan di Indonesia mengenal 4 konseori pembuktian, Eddy OS Hiariej (2012: 15) disebutkan bahwa di Indonesia dikenal empat teori

16 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Cet.

Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.560

17Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

18 Op.Cit, Eka Fitri Hidayati

(5)

pembuktian dalam pemeriksaan perkara yakni :1).Positief wettelijk bewijstheorie, yaitu Keputusan hakim didasarkan pada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undangundang yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Sistem positif wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim 2).Convinction intime,penilaian keyakinan hakim semata-mata 3).Conviction rasionee,merupakan penilaian keyakinan hakim yang disertai pertimbangan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan dalam mengambil keputusan yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. 4) .Negatief wettelijk bewijstheorie, yaitu penjatuhan pidana apabila sedikitdikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.19 Praktek hukum formil perdata lebih condong Positief wettelijk bewijstheorie dan hukum acara pidana lebih condong mengunakan teori. Hukum acara pidana hakim lebih umum menerapkan Convinction intime,Conviction rasionee, dan Negatief wettelijk bewijstheorie.

Pertimbangan hakim dalam putusan perdata terdiri dari dua bagian yakni tentang duduk perkara atau feitelijkgronden yaitu alat bukti yang diajukan para pihak, alat bukti pihak mana yang mencapai batas minimal pembuktian, dalil-dalil apa saja dan dalil bantahan apa saja yang terbukti, dan sejauh mana nilai kekuatan pembuktian yang dimiliki para pihak.

Kedua terkait pertimbangan hukum rechtsgronden terkait pasal-pasal dalam peraturan perundang- undangan maupun hukum tidak tertulis sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan.20

D. PENUTUP

Proses pembuktian sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara perdata karena pada dasarnya dalam perkara perdata menganut teori Positief wettelijk bewijstheorie. Sehingga hal tersebut mengakibatkan hakim dalam menjatuhkan putusannya terikat pada alat bukti yang dihadapkan oleh para pihak, jika bukti tersebut membenarkan atau menegasikan dalil-dalil dalam gugatan maka hakim menjatuhkan putusan sebagaimana fakta yang terbukti dalam proses pembuktian..

Kedudukan pembuktian dari tanda tangan Elektronik terbagi atas dua yang di tentukan dengan sertifikasi sebuah tanda tangan di gital. Sehingga apabila suatu dokumen yang dibubuhi tanda tangan

19 Eddy O.S. Hieraij, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta.hlm15

dan tanda tangan tersebut tidak tersertifikasi dari lembaga yang sah dan diakui oleh Indonesia maka dianggap sebagai bukan Alat bukti yang absolut dan yang tidak tersertifikat hanya sebagai petunjuk.

Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang membatalkan keabsahan alat bukti tertulis elektronik Sesuai dengan materi muatan permohonan pada MK maka amar putusan tersebut mengarah pada proses hukum pidana dan bukan proses hukum perdata.

Keterbutuhan tanda tangan digital dalam konsep revolusi Industri 4.0 sangat besar. Kemudahan dan keterbukaan akses digital telah meningkatkan akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Hampir setiap lini sektor Industri saat ini memberikan fasilitas layanan informasi tegnologi dalam mencapai kemudahan, efektifitas, efisiensi dan biaya murah melaui media digital. Untuk itu Edukasi terkait nilai penting dari sertifikat tanda tangan digital di tengah masyarakat perlu ditingkatkan untuk menghadirkan kesadaran masyarakat apabila dikemudian hari terjadi sengketa hukum terkait transaksi elektronik. Karena apabila tidak di daftarkan sebuah dokumen elektronik yang dibumbuhi tanda tangan dalam perspetif hukum pembuktian hanya dianggap sebagai alat bukti dan memerlukan proses tambahan untuk menjadikannnya sebagai alat bukti absolut yaitu dengan menghadirkan saksi forensik.

DAFTAR PUSTAKA

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan

Agama,: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, Jakarta

Daulat Nathanael Banjarnahor et al.,2020, Aspek Hukum Bisnis, Widina Bhakti Persada 2022, Bandung

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet.

Ketiga Sinar Grafika,2005, Jakarta

Hiariej, Eddy OS, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga,2012, Jakarta

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Cahaya Atma Pustaka, 2013, Yogyakarta Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso, Hukum

Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, Gama Media, 2007, Yogyakarta.

Eka Fitri Hidayati, Artikel Pengadilan Agama Kotabumi di dalam : Keabsahan Pembuktian elektronik dalam persidangan perdata di pengadilan agama.Diakses https://pa- kotabumi.go.id/hubungi-kami/artikel- makalah/1037-keabsahan-pembuktian-

20Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso, 2007, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta. 217

(6)

elektronik-dalam-persidangan- perdata-di- pengadilan-agama.html

Kitab Undang-Undang Hukum PerdataPerdata Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik,Peraturan

Pemerintah, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor189,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5348.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Tanda Tangan

Digital signature atau tanda tangan digital merupakan sebuah mekanisme otentikasi yang memungkinkan pembuat pesan menambahkan sebuah kode yang bertindak sebagai

Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA) merupakan sebuah algoritma tanda tangan digital (digital signature) yang berfungsi untuk mengecek apakah pesan yang dikirimkan

Pada hukum perjanjian Syariah tidak terdapat penjelasan secara spesifik mengenai tanda tangan elektronik, namun legalitas subjek pengguna tanda tangan elektronik yang

bentuk dokumen elektronik, bila salah satu pihak melanggar kesepakatan tersebut atau wanprestasi dari salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengugat ke

Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016, dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik, yang

bentuk dokumen elektronik, bila salah satu pihak melanggar kesepakatan tersebut atau wanprestasi dari salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengugat ke

Pemanfaatan tanda tangan digital pada e-vote dapat meningkatkan keamanan dengan cara memanfaatkan tanda tangan digital pada proses otentikasi pemilih dan proses verifikasi suara