BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank Syariah
Bank syariah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip syariah islam yang didalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islami
(Ikatan Bankir Indonesia, 2014). Dari definisi tersebut dikatakan bahwa bank
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam serta tidak
berkecimpung kedalam pembiyaaan bisnis yang haram. Menurut UU No. 10
Tahun 1998 yang direvisi dengan UU perbankan UU No. 21 Tahun 2008
mendefinisikan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang pengoperasiannya
dengan sistem bagi hasil.
Penentuan harga bank dengan berdasarkan prinsip ini terhadap produknya
sangat berbeda dengan bank konvesional. Bank syariah menerapkan aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain baik dalam hal
penyimpanan dana, pembiayaan usaha maupun kegiatan perbankan lainnya.
2.1.1 Sistem Pendanaan Bank Syariah
Sama seperti halnya pada bank konvensional, sistem pendanaan bank
syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Hanya saja oprasional
operasional bank syariah yang telah diterapkan secara luas dalam pengihimpunan
dana masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.
1. Prinsip Wadi’ah (Titipan)
Wadi’ah merupakan suatu akad untuk menghimpun dana dengan
menggunakan prinsip titipan. Titipan ini dapat diambil oleh nasabah kapanpun
jika pemiliknya menghendaki. Secara umum prinsip Wadi’ah terbagi dalam
dua jenis yaitu Wadi’ah, yaitu Wadi’ah Amanah dan Wadi’ah Dhamanah.
Wadi’ah amanah adalah akad dimana dana titipan yang diberikan tidak boleh
digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak perbankan contohnya seperti safe
deposit box. Tetapi pihak bank dapat membebankan biaya sebagai biaya
titipan. Sementara Wadi’ah dhamanah adalah akad dimana dana titipan yang
diberikan boleh digunakan atau dimanfaatkan oleh bank, tetapi pemilik tetap
dapat menarik uangnya setiap saat (Ahmad, 2015 : 66). Jika bank mendapat
keuntungan dari penggunaan dana yang dititipkan maka bank dapat
memberikan insentif ataupun bonus tetapi untuk insentif dan bonus ini tidak di
janjikan pada saat akad (Antonio ,2001 : 148 ). Dari penjelasan di atas maka
terdapat dua jenis penghimpunan dana dengan cara Wadi’ah dhamanah yaitu
giro Wadi’ah dan tabungan Wadi’ah.
2. Prinsip Mudharabah
Prinsip Mudharabah adalah prinsip bagi hasil, berdasarkan kewenangan yang
di berikan oleh nasabah maka prinsip ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu,
Mudharabah Muqayyadah dan Mudharabah Muthalaqah (Ahmad, 2015 : 69).
jenis usaha, tempat, waktu, dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jika
Mudharabah Muqayyadah membatasinya, jika Mudharabah Muthalaqah
tidak membatasinya (Ibid : 72).
2.1.2 Sistem Pembiayaan Bank Syariah
1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil Mudharabah adalah kerja sama
antara Bank yang menyediakan modal dengan Mudharib (Nasabah) yang
memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan usaha yang produktif dan halal. Hasil
keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah
yang disepakati.
Rukun dan Syarat
Menurut para ulama menyatakan bahwa rukun mudharabah adalah :
• Shahibu al Maal (pelaku akad dan pemilik modal/dana/bank)
• Mudharib (pelaku akad dalam menjalankan usaha dan disebut juga
sebagai pengusaha/nasabah), Maal (modal/dana pembiayaan)
• Ribh/irbah (keuntungan atas hasil usaha)
• Dharabah (kerja atau jenis usaha pembiayaan yang akan di jalankan,
dan
• Shigat (isi akad perjanjian) Jenis usaha (Dharabah)
Dana Mudharabah dapat digunkan untuk jenis usaha perdagangan atau
perniagaan seperti usaha waralaba atau usaha yang berbentuk kemitraan,
Bagi hasil
Bagi hasil adalah keuntungan yang di peroleh dari pengelolaan dana
pembiayaan Mudharabah yang diberikan dengan persyaratan :
• Perhitungan dari pendapatan total proyek (Pendekatan Revenue
Sharing atau Profit Sharing).
• Landasan perhitungan Cash Flow yang reasonable yang disepekati
bersama.
• Pembagian bagi hasil dilakukan setiap bulan atau yang di sepakati. Pembagian bagi hasil (keuntungan/kerugian) sesuai dengan nisbah
yang di sepakati. Pihak-pihak yang mendapatkan bagi hasil adalah para
pihak yang terlibat dalam usaha Mudharabah, selain dari itu tidak
berhak menerimanya.
Bank tidak akan menerima keuntungan, apabila terjadi kegagalan atau
wanprestasi yang bukan dilakukan oleh Mudharib.
Apabila terjadi kegagalan usaha dan menyebabkan kerugian
disebabkan oleh kelalaian Mudharib, maka kerugian tersebut harus
ditanggung Mudharib (menjadi piutang bank).
Dharabah (Pekerjaan/Usaha)
Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan umum tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha Mudharib.
Mudharib dilarang melakukan mudharabah dengan orang lain, kecuali
jika pemilik modal memberikan izin.
dalam memperoleh keuntungan, kecuali diluar perjanjian (usaha yang
telah ditetapkan) atau yang menyimpang dari aturan syariah.
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal Musharakah adalah
persekutuan (kerjasama) yang dilakukan oleh dua orang/lembaga atau lebih
yang bias memanfaatkan harta dengan cara mengumpulkan sejumlah harta
tertentu dengan pembagian (nisbah) yang jelas di ketahui atau saham saham
dalm jumlah tertentu.
3. Prinsip jual beli barang dengan perolehan keuntungan Murabahah adalah akad
jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan
untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan
jual beli yang disepakati bersama.
4. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan Ijarah
adalah akad yang tetap antara Bank (muajjir) dengan nasabah (musta’jir)
untuk memanfaatkan sesuatu (barang) dalam waktu tertentu dengan harga
yang telah di sepakati.
Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang
berdasarkan pada prinsip syariah juga sesuai dengan syariah Islam. Kemudian
sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasarnya
adalah Al-Quran dan Hadits. Pada bank yang berasaskan prinsip syariah
mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.
2.2 Perbedaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
Antara pembiayaan syariah dan konvensional memiliki perbedaan, akan tetapi
ada perbedaan antara pembiayaan syariah dan konvensioal. Berikut ini dapat dilihat
dalam tabel 2.1. yang merangkumkan secara singkat tentang perbedaan pembiayaan
syariah dan konvensional.
Tabel 2.1
Perbedaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
Pembiayaan Syariah Konvensional
1. Nilai plafond kredit yang diberikan pembiayaan syariah jauh lebih tinggi
1. Nilai plafond kredit yang diberikan rendah
2. Tidak ada istilah suku bunga meningkat ataupun menurun.
2. Suku bunga meningkat dan menurun.
3. Pembiayaan syariah akan menjelaskan margin perhitungan pembiayaan dan jumlah yang harus dibayarkan pada awal pinjaman,dan jumlah tersebut tidak akan berubah selama masa pinjaman berjalan.
3.Tidak akan menjelaskan margin perhitungan pembiayaan dan jumlah yang harus dibayarkan pada awal pinjaman,dan jumlah tersebut akan berubah selama masa pinjaman berjalan.
4. Besarnya margin ditentukan sesuai jangka waktu pinjaman.
4. Besarnya margin tidak ditentukan sesuai jangka waktu pinjaman.
5. Jumlah cicilan mungkin lebih besar akan tetapi angsuran tidak akan naik sesuai jangka waku yang telah di tetapkan.
5. Jumlah cicilan kecil tetapi angsuran akan naik sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.
2.3 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.3.1 Pengertian UMKM
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) terdiri atas:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria UMKM menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dilihat dari
1. Usaha Mikro yaitu usaha yang memiliki asset maksimal Rp 50 juta dan
memiliki omset maksimal Rp 500 juta/tahun.
2. Usaha Kecil yaitu usaha yang memiliki asset diatas Rp 50 juta sampai Rp 500
juta dan memiliki omset diatas Rp 500 juta/tahun sampai Rp 2,5 milyar/tahun.
3. Usaha Menengah yaitu usaha yang memiliki asset diatas Rp 500 juta sampai
Rp 10 milyar dan memiliki omset diatas Rp 2,5 milyar/tahun sampai Rp 50
milyar/tahun.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mendefenisikan skala industri
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Defenisi BPS termaksud adalah sebagai berikut:
1. Industri Kerajinan Rumah Tangga (IRT) adalah industri dengan jumlah tenaga
kerja sebanyak 1-4 orang.
2. Industri Kecil (IK) adalah industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19
orang.
3. Industri Sedang/Menengah (IM) adalah industri dengan jumlah tenaga kerja
sebanyak 20-99 orang.
4. Industri Besar (IB) adlah industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak >100
orang.
2.3.2 Permasalahan UMKM
Masalah yang masih dihadapi oleh UMKM adalah rendahnya
produktivitas (Sri Susilo, 2005; anonim, 2004). Hal tersebut berkaitan dengan: (1)
rendahnya kualitas sumberdaya manusia usaha skala mikro, dan (2) rendahnya
kompetensi kewirausahaan usaha skala mikro. Di samping itu, UMKM
daya saing dan kinerja UMKM. Faktor-faktor termaksud adalah: (1) terbatasnya
terhadap akses permodalan, (2) terbatasnya terhadap akses ke pasar, dan (3)
terbatas akses informasi mengenai sumber daya dan teknologi.
Selanjutnya masalah yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia pada
dasarnya dapat dikategorikan menjadi masalah internal dan masalah eksternal
(Setyari, 2005). Masalah yang terkait dengan faktor internal adalah: (1)
terbatasnya permodalan, (2) sumber daya manusia yang terbatas, dan (3)
lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar. Selanjutnya masalah
yang terkait dengan faktor eksternal adalah: (1) iklim usaha belum sepenuhnya
kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3) impikasi otonomi
daerah, (4) sifat produk dengan life time pendek, (5) terbatasnya akses pasar, dan
(6) implikasi perdagangan bebas.
2.4 Pendapatan
Menurut Rahardja dan Manurung (2006: 292) pendapatan merupakan total
dari penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga
selama periode tertentu. Pendapatan adalah konsep aliran (flow concept). Terdapat
tiga sumber penerimaan pada rumah tangga, yakni:
1. Pendapatan dari gaji dan upah
Gaji merupakan balas jasa terhadap kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar
dari gaji seseorang tersebut tergantung dariproduktivitasnya. Faktor–faktor
yang mempengaruhi produktivitas, yakni (a) Keahlian, (b) Mutu modal
manusia, dan (c) Kondisi kerja.
Aset produktif mrerupakan aset yang memberikan masukan terhadap balas
jasa penggunaanya. Aset ini terbagi dua yakni aset finansial dan aset bukan
financial.
3. Pendapatan dari Pemerintah
Pendapatan dari pemerintah merupakan pendapatan yang diterima bukan
atas balas jasa yang telah dilakukan maupun diberikan. Hal ini biasanya
terdapat pada negara-negara maju yang memberikan tunjangan penghasilan
bagi para penganggur dan sebagainya.
Dalam analisis Mikro Ekonomi, menurut Sadono Sukirno (2002 : 391)
pendapatan pengusaha merupakan keuntungan. Dalam kegiatan perusahaan,
keuntungan ditentukan dengan cara mengurangiberbagai biaya yang dikeluarkan
dari hasil penjualan yang diperoleh. Istilah pendapatan digunakan apabila
berhubungan dengan aliran penghasilan pada suatu periode tertentu yang berasal
dari penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja, dan
modal) masing-masing dalam bentuk sewa, upah, dan bunga, secara berurutan.
Dalam analisis Ekonomi Makro menurut Mankiw (2007 : 17) pendapatan nasional
(national income) dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB
dianggap sebagai ukuran terbaik dalam kinerja perekonomian. Ada dua cara
dalam melihat statistik PDB, yaitu dengan melihat PDB sebagai pendapatan total
dari setiap orang di dalam perekonomian dan sebagai pengeluaran total atas
output barang dan jasa perekonomian. PDB dipakai berhubungan dengan
tidak termasuk pembayaran transfer (tunjangan pengangguran, uang pensiun dan
lain sebagainya).
Dalam suatu perekonomian, pendapatan masyarakat suatu negara secara
keseluruhan (pendapatan nasional) dialokasikan ke dalam dua kategori
penggunaan, yaitu untuk keperluan konsumsi dan tabungan. Pada umumnya
pendapatan dilambangkan dengan Y, sedangkan konsumsi dilambangkan dengan
C, tabungan dilambangkan dengan S, dan investasi dilambangkan dengan I.
Menurut John Maynard Keynes pendapatan suatu negara dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. ditinjau dari segi perorangan
b. ditinjau dari segi perusahaan/pengusaha
c. ditinjau dari segi pemerintah
Keterangan :
Y = income/pendapatan
C = consumption/konsumen
S = saving/tabungan
I = investmen/investasi
G = goverment/pemerintah Y = C + S
Y = C + I
2.5 Pengertian Produksi
Ditinjau dari segi ekonomi, pengertian produksi merupakan suatu proses
pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu
hasil yang baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga
merupakan suatu komoditi yang dapat di perdagangkan.
Menurut Joerson dan Suharti (2003), produksi merupakan hasil akhir dari
proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau
input. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kegiatan produksi
adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan
output. Hubungan teknis antara input produksi dengan output dapat dijelaskan
dengan suatu fungsi produksi. Dengan demikian, fungsi produksi adalah suatu
persamaan yang menunjukan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan
kombinasi input tertentu.
Secara klasik, biaya produksi hanya dihitung berdasarkan pengeluaran
tenaga kerja, karena teori klasik belum percaya pada mesinasi. Dengan demikian
input produksi bukan hanya human resources, melainkan bias capital resources
(modal), natual resources (tanah), dan managerial skill.
Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait
satu sama lain. Jika salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak
akan berjalan, terutama tiga faktor utama, yaitu tanah, modal dan manajemen saja,
tentu proses produksi atau usaha tidak akan berjalan karena tidak ada tenaga kerja.
Tanpa tenaga kerja, tidak ada yang dapat dilakukan, begitu juga dengan faktor
Fungsi produksi merupakan suatu fungsi atau persamaan yang
menunjukan sifat perkaitan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat produksi
yang diciptakan. Faktor produksi juga dikenal dengan istilah input dan output.
Rumus fungsi produksi :
Keterangan :
Q = tingkat produksi yang dihasilkan (output)
L = tenaga kerja
C = jumlah modal
R = sumber daya alam
S = kewirausahaan
Dalam faktor produksi dikenal the law of diminishing return ( hukum hasil
yang semakin berkurang) yang dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya
“Principles of Political Economic and Taxation” yang menjelaskan sifat pokok
dari pertautan diantara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan. Bila
suatu macam input ditambah penggunaannya sedangkan input-input lainnya tetap,
maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang
ditambahkan tadi mula-mula naik, tapi setelah mencapai suatu tingkat tertentu
2.6 Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga Kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat
bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja, tenaga kerja dapat
dilihat dari konsep produktivitasnya.
Tenaga kerja faktor produksi ini bukan saja berarti jumlah buruh yang
terdapat dalam perekonomian. Pengertian tenaga kerja meliputi juga keahlian
dan ketrampilan yang mereka miliki. Dari segi keahlian dan pendidikannya,
tenaga kerja di bedakan kepada tiga golongan berikut:
1. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah
pendidikannya dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan,
2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memilki keahlian dari
pelatihan atau dari pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu dan
ahli merepasi TV dan radio.
3. Tenaga karja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan
cukup tinggi dan ahli dalam bidang tertentu seperti dokter, akuntan, ahli
ekonom dan insinyur. (Sadono Sukirno, 2003)
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat
produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian
individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna
keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat
dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya
peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga
dapat dilihat dari aspek kualitas.
2.7 Penelitian Terdahulu
Sebagai pelajaran dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menggunakan beberapa penelitian
terdahulu yang memiliki kemiripan dengan judul yang diambil peneliti. Penelitian
tersebut diantaranya :
1. Sebuah skripsi yang berjudul "Analisis Peranan Kredit Perbankan Dalam
Pengembangan UMK (Usaha Mikro dan Kecil) di Kecamatan Medan
Helvetia" oleh Reza Kurnia Sekedeng (2011). Biaya yang menjadi faktor yang
paling mempengaruhi keputusan pedagang dalam mengambil kredit dari
perbankan adalah faktor Upah Tenaga Kerja pada urutan pertama, faktor
Bahan Baku pada urutan kedua, dan faktor Transportasi pada urutan ketiga.
Sementara faktor suku bunga yang biasanya dianggap sangat berpengaruh
dalam keputusan mengambil kredit ternyata hanya mendapat penilaian
berpengaruh sebesar 40%. Hal ini mungkin disebabkan karena nasabah jauh
lebih mementingkan kepentingan mendapatkan modal dalam rangka
mengembangkan usahanya dibanding suku bunga yang ditawarkan, karena
secara umum juga tingkat suku bunga kredit mikro perbankan berada pada
2. Sebuah skripsi yang berjudul "Peranan Kredit Usaha Rakyat Terhadap
Pengembangan UMK di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat (Studi Kasus
Bank BRI Unit Kecamatan Gebang)" oleh Ari Syofwan (2013). Dari hasil
perhitungan koefisien regresi modal sendiri (X1) adalah besarnya pengaruh
variabel bebas X1 (modal sendiri) terhadap perubahan tingkat pendapatan
pengusaha Usaha Mikro dan Kecil, pengaruh ini bernilai positif atau dapat
dikatakan semakin tinggi modal sendiri maka akan semakin tinggi pula tingkat
pendapatan yang akan didapatkan pengusaha Usaha Mikro dan Kecil (UMK),
dimana setiap kenaikan modal sendiri (X1) pendapatan pengusaha Usaha
Mikro dan Kecil di Kecamatan Gebang juga akan meningkat.
3. Sebuah skripsi yang berjudul "Analisis Permintaan Kredit Pada Usaha Mikro
Dan Kecil Di Kecamatan Medan Johor" Taupan Ahcmad Felna (2012). Dari
persamaan regresi X1 dan X2 dan X3 terhadap Y maka dapat diketahui bahwa
pendapatan usaha mikro dan kecil (Y) tidak ditentukan dari modal sendiri
(X1), modal kredit (X2), dan jumlah pekerja (X3). Melainkan ada juga
beberapa faktor lain yang juga dapat mempengaruhi seperti lokasi usaha,
cuaca, dan lain-lain. Walaupun pada halaman lain dapat diketahui bahwa
dengan pemanfaatan kredit 100% untuk usaha maka usaha mikro dan kecil
2.8 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual penulis sebagai landasan berpikir dalam
membuat skripsi ini ialah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
• Pendapatan • TenagaKerja • Produksi
UMKM
Perbankan Syariah
Sesudah Pembiayaan Mudharabah Sebelum
2.9 Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan kerangka konseptual, dan hasil-hasil penelitian terdahulu,
maka hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Pendapatan
• Tidak ada dampak perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah diberikan
pembiayaan mudharabah oleh Perbankan Syariah.
• Ada dampak perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah diberikan
pembiayaan mudharabah oleh Perbankan Syariah.
2. Hipotesis Tenaga Kerja
• Tidak ada dampak perbedaan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberikan
pembiayaan mudharabah oleh Perbankan Syariah.
• Ada dampak perbedaan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberikan
pembiayaan mudharabah oleh Perbankan Syariah.
3. Hipotesis Produksi
• Tidak ada dampak perbedaan produksi sebelum dan sesudah diberikan
pembiayaan mudharabah oleh Perbankan Syariah.
• Ada dampak perbedaan produksi sebelum dan sesudah diberikan pembiayaan