• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712012005 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712012005 Full text"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

MA’BADONG

(Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma’badong)

Oleh:

GIOVANNA SAMANTHA LAKBURLAWAL 712012005

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

MA’BADONG

(Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma’badong)

oleh:

GIOVANNA SAMANTHA LAKBURLAWAL 712012005

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. David Samiyono Pdt. Dr. Tony Tampake

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Izak Y. M. Lattu, Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(3)

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Giovanna Samantha Lakburlawal

NIM : 712012005 Email: [email protected] Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : Ma‟badong

(

Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma‟badong

)

Pembimbing : 1. Dr. David Samiyono 2. Pdt. Dr. Tony Tampake

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan disetujui oleh pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

Salatiga, 19 Mei 2017

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Giovanna Samantha Lakburlawal

NIM : 7120120005 Email: [email protected] Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

Judul tugas akhir : Ma‟badong

(

Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma‟badong

)

Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA** * Hak yang tidak terba tashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Giovanna Samantha Lakburlawal

NIM : 712012005

Program Studi : Teologi

Fakultas : Teologi

Jenis Karya : Jurnal

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas

royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

Ma‟badong

(

Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma‟badong

)

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga Pada tanggal : 19 Mei2017 Yang menyatakan,

Giovanna Samantha Lakburlawal

Mengetahui,

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Sang Kepala Gereja yang selalu

memimpin dan menyertai serta memberikan hikmat dan kemampuan. Penulis bersyukur untuk

penyertaan Tuhan selama empat tahun lebih dalam masa pendidikan di Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana.

Tugas akhir ini merupakan bagian akhir dari sebagian tugas dalam sebuah perjalanan

studi di Program Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Penulis sangat

bersyukur dan bersukacita atas pencapaian yang telah dialami. Namun demikian Tugas Akhir ini

di buat bukan hanya untuk persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang

Teologi (S.Si. Teol) tetapi penulis berharap agar Karya Tulis ini dapat membantu setiap orang

memahami bagaimana kebudayaan dapat berjalan beriringan dengan Gereja atau kekristenan.

Penulis berharap juga Karya Tulis ini dapat berguna dan menjadi berkat untuk setiap pembaca.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ………...ix

MOTTO ... xii

ABSTRAK ... xiii

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat ... 3

1.3 Metode Penelitian ... 4

1.4 Sistematika Penulisan ... 5

2. Landasan Teori ... 5

2.1 Kebudayaan ... 5

2.2 Pengertian Alkitab Tentang Kematian ... 7

2.3 Jenis-jenis Ritual-ritual Kematian di Indonesia ... 8

(8)

viii

3.1 Gambaran Umum Tempat penelitian ... 9

3.2 Pandangan Tokoh adat Makale terhadap Ma’ badong…….10

3.3 Syair-syair Ma’badong ... 12

3.4 Pandangan Gereja Terhadap Ma’badong………..15

4. Analisa Pemahaman Tentang Ma’Badong ... 17

5. Penutup………19

5.1 Kesimpulan ... 19

5.2 Saran ... 20

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus untuk kasih dan penyertaan-Nya untuk kehidupan dan juga

penyertaan dalam pendidikan

2. Untuk kedua orang tua, papi dan mami serta nene dan juga om-om serta tante-tante yang

selalu mendukung dalam doa dan selalu memberikan semangat dalam masa-masa

pendidikan yang dijalani. Serta untuk Giovanny Lakburlawal, Novene Lakburlawal dan

Marcella Lakburlawal yang juga selalu memberikan dukungannya.

3. Dr. David Samiyono dan Pdt. Dr Tony Tampake selaku dosen pembimbing yang selalu

membantu dan memberikan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir.

4. Pdt Yusak B. Setyawan bukan hanya seorang wali studi tetapi menjadi orang tua untuk

saya,yang selalu memberikan nasehat dan arahan yang baik untuk keberhasilan studi dan

juga untuk seluruh teman-teman satu wali studi yang sudah seperti saudara.

5. Pdt. Prof John A Titaley dan Pdt Dr Retnowati yang juga turut membantu dalam

masa-masa perkuliahan dan juga dalam masa-masa PPL X. Serta teman-teman PPL X GPIB, abed,

arin, vio, etha, putra, andreas, elly, naya, rinda, thea, Samuel, oci, viska, kristo.

6. Seluruh dosen, ibu Budi selaku TU dan juga staff yang boleh selalu membantu juga

memberikan ilmunya serta melayani mahasiswa dengan ramah dan sabar.

7. Ibu Pdt Naomi, Majelis dan seluruh Jemaat Gereja Toraja Jemaat Lean Makale yang telah

membantu dan mengijinkan saya untuk melaksanakan penelitian Tugas Akhir.

8. GPIB Maranatha Balikpapan yang boleh mendukung dalam studi di Fakultas Teologi

serta memberikan Surat Rekomendasi.

9. GPIB Taman sari Salatiga yang boleh mengijinkan saya melaksanakan PPL 1-4 serta

mengijinkan untuk tetap bisa melayani sebagai Pelayan Teruna, Komisi Muger dan diikut

(10)

x

10. GPIB Effatha Bunyu, ibu Pdt pinkan, seluruh Majelis dan jemaat serta simpatisan yang

dengan penuh kasih menerima saya untuk melaksanakan PPL X selama kurang lebih 7

bulan. Untuk ka esra, ibu karaca, keke, jun, candro, reyni, ka endah, Sharon, angel,sheril,

helen, ani, reymon, robin, cony, theresia, wolter, bagus, agnes, anugrah dan seluruh

rekan-rekan pemuda yang sudah menjadi orang tua, saudara dan teman untuk saya. Dan

juga untuk keluarga Elia Ramba Arung, Keluarga Yohanis Kolo dan Keluarga Markus

Lepong yang sudah menerima saya dalam keluarga selama melaksanakan PPL.

11. Sinode GPIB yang menjadi wadah untuk pelayanan bahkan yang kini telah menerima

saya sebagai Vikaris GPIB tahun 2017 yang dipersiapkan untuk menjadi seorang Pendeta

Pelayan Firman dan Sakramen di GPIB saya mengucapkan terimakasih untu kesempatan

yang telah diberikan.

12. Untuk sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada, bukan hanya sebagai sahabat tapi

sebagai seorang saudara, rice, rina, kathe, pelo, dewi, agnes, inya, fero, dina, widya, ayu,

fitha, nina, kristian,dimas, refi, hendrik, yosua. terimakasih untuk kasih sayang dan

perhatian.

13. Teman-teman kos: sara, Tera, angel, ka nuke, tari, sasa, majesty, ira, egi, putri, ayu benu,

hany, kaka tia, jean, sri, dian, rini terimakasih untuk kebersamaanya selama di kos, bukan

hanya sekedar teman kos tetapi hubungan yang terjalin seperti saudara

14. Novi Salhuteru bukan hanya sebagai kekasih selama 4 tahun ini tetapi juga sebagai

seorang teman, sahabat dan saudara laki-laki untuk saya, terimakasih untuk omelan dan

kasih sayang yang diberikan serta semangat dan dukungan.

15. James Mosse teman GP dan juga adik laki-laki yang selalu setia antar-jemput, bahkan

menjadi seseorang yang jauh lebih dewasa dari saya dan juga untuk teman-teman GP dan

Muger GPIB Taman sari steven, ka angga, ka gies, ka engklyn, ka kinza, ka puji, ampi,

dan semua teman-teman yang tidak bisa di sebutkan satu persatu saya mengucapkan

(11)

16. Mas bayu dan mas Yudhi dari Boy Photocopy, terimakasih untuk segala bantuannya yang

selalu setia dan mau di repotkan untuk membantu mencetak bahan kuliah selama 4 tahun

untuk seluruh Fakultas teologi khususnya Teologi angkatan 2012.

17. Seluruh Keluarga besar Fakultas Teologi terlebih Khusus keluarga besar angkatan 2012

(Sapi) terimakasih untuk kebersamaannya, untuk kekeluargaan yang erat, senang sekali

ketika kalian semua bisa menjadi bagian terpenting dalam kehidupan saya dan kalian

(12)

xii

MOTTO

Kehidupan memiliki dua sisi, keberhasilan dan kegagalan.

Namun hal yang terpenting yang harus dimiliki ialah memiliki

hati yang siap untuk keduanya

Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi

engkau ke manapun engkau pergi”

(13)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna Ma’badong dalam jemaat Lean di

Makale. Ma’badong merupakan salah satu ritual kematian atau Rambu solo’ di tanah toraja.

Ma’badong merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan dari para leluhur dan dilanjutkan oleh warga masyarakat Gereja Toraja Jemaat Lean.. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna dari ma‟badong dalam upacara kematian di Jemaat Lean merupakan nyanyian ratapan atau ratapan kesedihan

kepada orang yang telah meninggal serta Sebagai wujud kasih sayang, ungkapan terima kasih,

serta penghormatan kepada orang yang telah meninggal dan sekaligus bentuk mendekatkan diri

antara sesama kerabat. . Pada Zaman dahulu ritual Ma‟badong dilakukan dengan maksud

mendoakan arwah yang meninggal yang menuju „Puya‟ serta untuk mencari keselamatan. namun

seiring berkembangnya zaman dan masyarakat Makale khususnya Jemaat Lean kini telah mengimani Kekristenan sehingga ritual Ma‟badong beralih makna yaitu sebagai rasa ungkapan turut berdukacita dan menghibur keluarga yang berduka. Sehingga isi dari kadong badong pun

berbeda, Kadong badong artinya sebuah syair dalam nyanyian,kadong itu nyanyian dan badong

itu sebuah syair. Jadi ada khusus kadong badong to sarani, syair-syair semacam mazmur jeneva,

yang ada di nyanyian rohani. Dalam kadong ada penyembahan nyanyian yang di tujukan kepada

Allah dan ada juga untuk mengenang kehidupan orang yang sudah mati atau kepada mendiang

(14)

1 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Suku Toraja merupakan salah satu suku yang berada pada bagian utara Sulawesi Selatan.

Mayoritas suku Toraja beragama Kristen. Pada awalnya Tana Toraja sekarang berasal dari nama

Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo yang berarti negeri yang bentuk pemerintahan, dan

kemasyarakatannya merupakan kesatuan yang bulat/bundar bagaikan bundarnya bulan dan

matahari.1 Suku Toraja sangat terkenal dengan ritual-ritual, diantaranya pemakaman, pernikahan

dan lainnya. Suku Toraja pun terkenal dengan rumah adat tongkonan yang terdapat ukiran-ukiran

kayu. Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal, yaitu upacara adat

Rambu Solo' (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) dengan acara Sapu

Randanan, dan Tombi Saratu' juga acara upacara Ma'nene' dan Upacara Adat Rambu Tuka

(acara untuk memasuki rumah adat yang baru atau Tongkonan). Upacara-upacara ini rambu

Tuka dan Rambu Solo‟ diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang beragam

macamnya.2

Upacara pemakaman adat Toraja dikenal dengan nama Aluk Rambu Solo. Aluk Rambu

Solo terdiri atas 3 kata, Aluk berarti keyakinan atau aturan, Rambu berarati asap atau sinar dan solo‟ („=k, kata aksen dalam bahasa Toraja) berarti turun. Aluk Rambu Solo‟ adalah upacara

yang dilaksanakan pada waktu sinar matahari mulai terbenam atau turun.3

Selain itu, terdapat juga nyanyian ratapan kedukaan yang disebut sebagai Ma‟badong

dalam ritual kematian. Nyanyian asal Tana Toraja ini hanya bisa dilakukan saat ada kematian. Ma‟badong dilakukan dengan maksud mendoakan orang yang meninggal agar arwahnya diterima di alam baka. Ma‟badong berisi ratapan-ratapan kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya di dunia ini. Diungkapkan dalam syair-syair berbahasa Toraja, dengan bentuk nyanyian tanpa iringan alat musik. Para pa‟badong (peserta tarian) dipimpin oleh seorang pemimpin yang menguasai syair-syair badong dan lihai dalam menyanyikannya.

Nyanyian badong terdiri atas empat jenis yang dinyanyikan secara berurut sesuai dengan

1 Mohammad Natsir Sitonda. Toraja Warisan Dunia . (Makasar: Pustaka Refleksi, 2007), 4

2 http://kebudayaantoraja.blogspot.co.id/2011/03/kebudayaan-tanahtoraja_15.html. Diakses 13 Oktober

2015

(15)

fungsinya, yaitu badong nasihat, badong ratapan, badong berarak, dan badong selamat (berkat).

Ma badong inilah yang menjadi media untuk mengantarkan Roh kepada baka. 4

Jika upacara kematian telah selesai dilaksanakan, maka kepercayaannya arwah orang

yang meninggal itu naik ke langit menjadi Ilah, membali puan.5 Menurut kepercayaan orang

Toraja, orang yang telah mati akan ada kehidupan yang lain. Manusia yang berasal dari langit

akan kembali lagi ke langit. Menurut kepercayaan mereka dilangit akan ada yang namanya

puang dan hamba sehingga tidak semua orang akan menjadi puang dan tidak semua orang akan

menjadi hamba.

Selain itu, tarian dan nyanyian sebagai pengantar dalam kematian sebenarnya identik

dengan kebudayaan yang ada di Asia seperti yang terjadi juga di Thailand ada tarian tentang

Nora yang didalamnya terdapat kepercayaan orang Thailand bahwa akan ada jembatan yang

menghubungkan antara dunia biasa dan supranatural dengan tujuan untuk berkomunikasi dengan

jiwa-jiwa yang mati.6 Di Vietnam ada tari-tarian dan nyanyian yang dilakukan yang bertujuan

untuk dapat berkomunikasi dengan jiwa-jiwa dan roh orang yang telah meninggal.7 Oleh karena

itu tentunya mereka percaya bahwa adanya kehidupan setelah kematian.

Orang-orang Toraja selalu identik dengan kepercayaan kepada leluhur yang masih kuat

sebagai identitas budaya mereka8 dan masih terus dilaksanakan. Disatu sisi hal ini sangat penting

karena sebagai warisan nenek moyang yang harus dilestarikan namun disisi yang lain mereka

juga telah menganut agama Kristen dengan dibentuknya gereja suku yaitu gereja Toraja.

Masalahnya dilihat dari sudut pandang iman Kristen ketika seseorang masih hidup dan

mengaku percaya kepada Yesus Kristus, sampai pada meninggal, ia sudah mendapatkan

4

http://www.kompasiana.com/pitzdiah/ma-badong-tarian-kematian-dari-toraja_5521028ea33311a74a46ce53. Diakses 13 Oktober 2015.

5

Th. Kobong, B Plaisier; dkk. Aluk,Adat dan Kebudayaan Toraja dalam perjumpaannya dengan Injil,

(Jakarta: Pusbang-Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, 1992), 122

6 Parichat Jungwiwattanaporn, In Contact With the Dead: Nora Rong Khru Chao Ban Ritual of Thailand.

Asian Theatre Journal. Volume 23 number 2 (Fall 2006)

7 Kirsten W Endres. Engaging the spirits of the dead: Soul-calling rituals and the performative construction

(16)

3

keselamatan. Hal ini berbeda dengan dilakukannya ritual ma‟badong yang berasal dari

kepercayaan orang Toraja yang disebut AlukTadolo yang mana secara khusus tujuan dari Ma‟

badong adalah untuk berdoa bagi roh-roh orang mati guna mengantar mereka menuju ke Alam

baka.9 Artinya bahwa dalam proses melakukan ritual ini mereka sedang mencari keselamatan.

Oleh karena itu, penelitian ini kemudian difokuskan pada fungsi Ma‟ Badong dan pandangan

jemaat Gereja Toraja mengenai roh orang meninggal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah dijelaskan maka yang menjadi

pertanyaan sentral dalam penelitian ini adalah

1. Apa makna Ma‟Badong dalam ritual kematian Di Makale?

2. Bagaimana pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean di Makale terhadap

Ma‟Badong dalam ritual kematian?

1.3 Tujuan

1.Mendeskripsikan makna Ma‟Badong dalam ritual kematian di Makale

2. Mendeskripsikan pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean di Makale terhadap

Ma‟Badong dalam ritual kematian

1.4 Manfaat

Secara teoritis

Sebagai salah satu sumbangan pemikiran dalam mengkaji penelitian budaya lokal,

khususnya pada konteks masyarakat Toraja tentang nyanyian ratapan dalam upacara kematian.

Secara Praktis

Sumbangan pemikiran bagi masyarakat Toraja mengenai makna kematian dalam

nyanyian ratapan Ma‟Badong dan tentang jiwa orang yang telah meninggal.

9

(17)

1.5 Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif10. Metode penelitian deskriptif

bertujuan untuk mengambarkan atau melukiskan secara sistematis, fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode ini, meneliti status kelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang11 sehingga penulis akan mencoba mendiskripsikan permasalahan yang dibahas pada

kehidupan sosial di Makale.

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini berusaha

memahami makna12 dari tarian Ma‟Badong dan pandangan tentang jiwa orang yang telah

meninggal. Cara penulis mengumpulkan data adalah melalui dokumentasi, observasi, dan

wawancara mendalam dengan informan kunci (terutama tokoh adat dan warga jemaat di

Makale). Pendekatan kualitatif sangat tepat digunakan karena memiliki beragam sumber data

mengingat para peneliti kualitatif biasanya memilih mengumpulkan data dari beragam sumber

seperti wawancara dengan warga Makale, melakukan pengamatan dalam nyanyian ratapan Ma‟Badong untuk memahami makna dan pandangan terhadap jiwa orang yang telah meninggal,

dan dokumentasi berupa gambar, literature, dan video sebagai data sekunder,13 yang dapat

menunjang dalam penelitian ini terutama Ma’Badong itu sendiri di desa Makale.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan ini ditulis berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah yang berlaku secara umum.

Pendahuluan meliputi penjelasan latar belakang masalah secara umum, fokus penelitian rumusan

masalah tujuan, manfaat dan metode penelitian.

Bagian kedua berisi tentang teori yang berkaitan dengan nyanyian, pandangan-pandangan

tentang roh orang yang telah meninggal.

Pada bagian ketiga berisi hasil penemuan dari lapangan.

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktika (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 195.

11 Muhamad Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 63-64.

(18)

5

Bagian keempat berisi Analisa masalah berdasarkan teori yang digunakan dan hasil

penemuan dalam penelitian.

Bagian kelima berisi kesimpulan dan saran.

2. Landasan Teori

2.1 Kebudayaan

Kebudayaan adalah warisan sosial yang diterima dan di teruskan. Kebudayaan adalah

lingkungan buatan, yang meliputi bahasa, kebiasaan, ide, kepercayaan, adat-istiadat, organisasi

sosial, hasil buatan manusia yang diwariskan, proses-proses teknis dan nilai-nilai. Sebagian

orang Kristen, kebudayaan pada dasarnya adalah tidak ber-Allah dalam arti sekuler yang murni,

kebudayaan tidak mempunyai hubungan baik baik positif maupun negatif dengan Allah.

Kebudayaan tidak ber-Allah dalam arti negatif sebab kebudayaan anti Allah atau kafir,

kebudayaan tampaknya berdiri teguh di atas dasar pengetahuan alami dan rasional tentang Allah

atau hukum-Nya. Menurut tolstoi, Yesus Kristus adalah pemberi hukum yang besar, yang

perintah-Nya sesuai dengan hakekat manusia yang sejati dan dengan tuntutan-tuntutan nalar

yang tak ternoda.

Ernst Troeltsch percaya bahwa ke-Kristenan dan kebudayaan Barat sudah terjalin erat.

Troeltsch menyadari ketegangan yang ada antara Kristus dan kebudayaan Barat, bagi orang

Barat Yesus Kristus tidak pernah semata-mata seorang anggota masyarakat budayanya.

Jacob Burkhardt, kebudayaan dipisahkan dari agama dan Negara. Ia menganggap ketiga

kekuatan ini yakni agama, negara dan kebudayaan sebagai jenis-jenis yang sangat berlainan satu

dengan yang lain. Kebudayaan adalah jumlah keseluruhan dari semua yang timbul secara

spontan guna kemajuan kehidupan materialdan sebagai suatu ekspresi dari kehidupan spiritual

dan moril. 14

Seperti dikutip oleh Koentjaraningrat, Hertz menganggap bahwa upacara kematian selalu

dilakukan manusia dalam rangka adat-istiadat dan struktur sosial dari masyarakatnya, yang

berwujud sebagai gagasan kolektif. Dengan demikian analisa terhadap upacara kematian harus

lepas dari segala perasaan pribadi para pelaku upacara terhadap orang yang meninggal, dan harus

14

(19)

dipandang dari sudut gagasan kolektif mengenai gejala kematian yang terdapat pada banyak

suku-bangsa di dunia. Gagasan bahwa mati berarti suatu proses peralihan dari suatu kedudukan

sosial yang tertentu ke kedudukan sosial yang lain, ialah kedudukan sosial dalam dunia ini ke

suatu kedudukan sosial dalam dunia mahluk halus. Dengan demikian upacara kematian tidak lain

dari pada upacara inisiasi. Dengan konsep ini Hertz menunjukkan bagaimana dalam rangka

upacara kematian dari banyak suku-bangsa di dunia ini ada lima anggapan yang juga ada di

belakang upacara inisasi pada umumnya. Kelima anggapan itu adalah:15

Pertama, anggapan bahwa peralihan dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial yang

lain adalah suatu masa krisis, suatu masa penuh bahaya gaib, tidak hanya bagi individu

bersangkutan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat.

Kedua, anggapan bahwa jenazah dan juga semua orang yang ada hubungan dekat dengan

orang yang meninggal itu, dianggap mempunyai sifat keramat (sacred).

Ketiga anggapan bahwa peralihan dari satu kedudukan sosial ke suatu kedudukan sosial

yang lain itu tak dapat berlangsung sekaligus, tetapi setingkat demi setingkat, melalui

serangkaian masa antara yang sama;

Keempat, anggapan bahwa upacara inisiasi harus mempunyai tiga tahapan, yaitu tahap

yang melepaskan si obyek dari hubungannya dengan masyarakatnya yang lama, tingkat yang

mempersiapkannya bagi kedudukannya yang baru, dan tingkat yang mengangkatnya ke dalam

kedudukan yang baru.

Kelima, anggapan bahwa dalam tingkat persiapan dari masa inisiasi, si obyek merupakan

seorang mahluk yang lemah sehingga harus dikuatkan dengan berbagai upacara ilmu gaib.

2.2 Pengertian Alkitab tentang kematian

Iman adalah urusan hati dan menyita seluruh manusia. Iman itu berakar dalam segenap

jiwa dengan aneka geraknya. Bila kita ingin memahami kehidupan rohani, yang kita sebut

agama, dan seboleh-bolehnya mendalaminya sampai ke hakikatnya, maka kita harus melakukan

penyaringan dan sedapat mungkin meninjau segala unsur atau segi gejala itu sendiri. manusia

(20)

7

kepercayaan hatinya melalui dua cara yaitu melalui tindakan atau upacara (ritus) dan melalui

ajaran atau dogma16.

Arti kematian menurut Alkitab, merupakan ungkapan tentang terputusnya hubungan

diantara Allah dan manusia sebagai upah dari dosa yang diakibatkan oleh ketidaktaatan manusia.

Kematian dianggap sebagai hukuman Allah terhadap dosa. Alkitab berkata bahwa upah dosa

ialah maut (Roma 6:23). Dari segi lain, Alkitab mengajarkan bahwa kematian adalah rusaknya

hubungan dengan Allah, pengusiran dari kehidupan Allah dan tanda ancaman murka Allah.

Karena itu kematian digambarkan sebagai kerenggangan, keterpisahan, kepahitan (1Sam 15:32),

kengerian (Mzm 55:24), dan penderitaan (Kis 2:24). Dalam konteks ini arti kematian tidak

terbatas sebagai kematian fisik, melainkan dipakai juga untuk pengasingan dari Allah secara

spiritual. Kematian yang tidak berkaitan dengan hukuman dimengerti sebagai pemberian atau

perwujudan keputusan Allah.

Menurut rasul Paulus, kematian bukan suatu titik akhir dalam kehidupan manusia. Paulus

berpikir bahwa hari kematian adalah hari yang mengakhiri perjuangan di dunia dan hari untuk

menerima mahkota kebenaran (2 Tim 4:7-8). Melalui kematian, manusia mengakhiri

kehidupannya di dunia dan orang Kristen yang berjuang dengan setia dalam peperangan iman

akan mendapat mahkota. Melalui kematian, manusia mengalami perwujudan kehidupan dan

anugerah yang dijanjikan dan diberikan Allah selama hidup di dunia. Kemenangan Allah

terhadap kuasa maut dinyatakan melalui kebangkitan Yesus Kristus kebangkitan Yesus Kristus

meliputi baik realitas spiritual pada waktu kini maupun peristiwa eskatologis pada masa yang

akan datang.

Keadaan jiwa manusia ketika mati menurut Alkitab, keadaan jiwa ketika mati menjadi pokok diskusi yang sering muncul. Derek Prince pernah mengatakan bahwa “tidak ada ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa sesudah mati, bagian manusia yang bersifat non materi itu, yakni roh dan jiwa, akan mengalami proses pemakaman dan kehancuran seperti tubuhnya”. Tetapi juga teolog-teolog yang tidak setuju terhadap unsur immortal. Mereka berpendapat bahwa

manusia adalah satu totalitas, oleh karena itu jika manusia mati berarti semua dimensinya,

sehingga bukan hanya tubuh yang mati tetapi manusia secara keseluruhannya. 17

(21)

2.3 Jenis-jenis ritual-ritual kematian di Indonesia

Di seluruh Indonesia sejak zaman purbakala sampai sekarang, upacara sekitar kematian

dan adat mengantar jenazah sangat diutamakan. Tiwah suku bangsa Dayak dan Aluk to mate

Toraja termashur karena keistimewaannya diseluruh dunia. dalam rentetan upacara,

yangmenyucikan jenjang peralihan hidup, tiada yang lebih dipentingkan daripada peralihan

terakhir, tampat manusiadipersatukan dengan alam atas menjadi mendiang: bersatu dengan Hyan

untuk selamanya. kematian menutup lingkaran peralihan di dunia bawah ini dan mendobraknya

mengarah alam dunia abadi. upacara pemakaman tidak pertama-tama bermaksud meminta diri

kepada para kerabat yang ditinggal, melainkan bersifat pelantikan resmi dalam martabat hidup

mulia yang dimaksudkan untuk manusia.

Bali (Lombok barat dan Tengger) memperlihatkan gaya pemakan yang berlainan dari

pola umum, yaitu pembakaran mayat. semua orang sebanjar wajib bekerja tanpa gaji selama 10

hari untuk membuat panggung, keranda dan segala hiasan. sesudah penguburan sementara,

dipilih hari baik untuk menyucikan jivatman, 2x6 atau 7x6 hari sesudah hari wafat18.

Di Batak begu adalah tondi (jiwa) orang mati. Ia berlaku sebagai manusia, hanya secara

sebaliknya, kerja siang digantinya dengan kerja malam. Begumasuk perkampungan beg, empat

hari ssetelah dikuburkan. pada hari itu diadakan ziarah dan upacara pemisahan pada makam.

tetapi dari sana begu masih berkeliaran di antara kerabatnya yang masih hidup. Mereka itu dapat

berkontak dengannya melalui dukun wanita (guru sibaso) yang berlaku sebagai medium. Begu

dari nenek moyang amat berkuasa; ia puja secara meriah dengan musik batak (gondang) dan

sajian (tibaltibal) berlimpah. di antara orang Dayak upacara kematian menduduki tempat

terpenting dalam agama Kaharingan dipehuluan Kalimantan19.

(22)

9 3. Hasil Penelitian

3.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Kabupaten Tana Toraja yang beribukota di Makale secara geografis terletak di bagian

UtaraProvinsi Sulawesi Selatan yaitu antara 2° - 3° Lintang Selatan dan 119° - 120° Bujur

Timur, dengan luas wilayah tercatat 2.054,30 km2 persegi.Dengan batas-batas, yaitu :

 Sebelah utara adalah Kabupaten Toraja Utara dan Propinsi Sulawesi Barat

 Sebelah Selatan adalah Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang

 Sebelah Timur adalah Kabupaten Luwu

 Sebelah Barat adalah Propinsi Sulawesi Barat

Secara administratif, Kabupaten Tana Toraja meliputi 19 Kecamatan, 112 lembang dan 47

kelurahan.20

Pelaksanaan upacara kematian dalam kepercayaan Aluk Todolo di Tana Toraja

mempunyai beberapa macam betuk tingkatan. untuk itu tak dapat disangkal hal ini sangat

berpengaruh, sekalipun masyarakat pada umumnya atau mayoritas telah Kristen tetapi

aturan-aturan dalam kepercayaan Aluk Todolo kadang kala masih dipergunakan dalam pelaksanaan

upacara kematian dikalangan orang Kristen. seperti misalnnya didaerah buakayu pelaksanaan

upacarakeamtian masih sangat ditentukan oleh strata sosial, kalau memang bukan keturunan

bangsawan tidak dibenarkan melaksanakan upacara seperti keturunan bangsawan mislanya peti

mayat tidak boleh dihiasi kertas emas (dibalun-bulaan), korban kerbau terbatas untuk disembelih

dan ,lain sebagainya. identitas dan kedudukan masyarakat masih merupakan ukuran bentuk

melaksanakan suatu upacara khususnya upacara kematian.21

pengaruh agama dan pengaruh modernisasi membuat pelaksanaan upacara kematian

terjadi perubahan. dalam upacara kematian (ritus-ritusnya) tidak terlalu berpatokan lagi pada

strata sosial dan kebiasaan-kebiasaan lama. tetapi yang berlaku adalah siapa mampu

melaksanakan ritus-ritus itu (korban kerbau) baik kasta tinggi maupun kasta rendahtidak

dilarangyang sebenarnya dalam kepercayaan Aluk Todolo tidak diperbolehkan. 22

20

http://www.tanatorajakab.go.id/en/content/letak-geografis. diakses 11 Mei 2016. pukul 22.03

21 Yesaya Tulak, Rumah Adat Tongkonan Dalam Masyarakat Toraja, Skripsi Sekolah Tinggi Teologi

Makale, (Makale: Perpustakaan STT Makale), 102.

(23)

3.2 Pandangan Tokoh adat Makale terhadap Ma’ badong

Ma‟badong dilakukan sejak zaman dulu karena itu merupakan budaya Toraja. Ma‟badong dilakukan sebagai tanda ungkapan hati, sebagai ungkapan cinta kasih kepada orang

yang meninggal. Tujuan dilakukan Ma‟badong yaitu untuk menghormati dan tanda cinta kasih.

Dahulu ketika nenek-nenek melakukan Ma‟badong tidak sembarang dilakukan, tetapi

menggunakan tingkatan-tingkatan sosial. Tidak semua orang dapat di badong. Pada masa

sekarang telah berbeda, semua orang dapat melakukan Ma‟badong karena kerinduan untuk

persatuan di tanah Toraja. Ma‟badong merupakan adat budaya Toraja yang diadakan pada pesta

kematian orang Toraja dalam bahasa torajanya aluk Rambo solo‟. Ma‟badong merupakan

ungkapan kesedihan orang toraja terhadap orang yang meninggal atau mendiang23.

Tarian bagi orang Toraja disebut Ma‟gelu dan gaya menyanyi orang Toraja adalah Ma‟badong. Jauh sebelum masyarakat mengenal nyanyian dan puji-pujian, gaya menyanyi orang Toraja adalah Ma‟badong. Mereka tidak mengenal gaya menyanyi selain Ma‟badong itu sendiri. Ketika Injil masuk Toraja barulah orang Toraja mengenal pujian dan nyanyian-nyanyian yang lain. Ma‟badong adalah Pujian bagi orang Toraja. Salah satu budaya orang Toraja yang layak

untuk dikaji adalah Ma‟badong. Ma‟badong adalah sebuah ungkapan Pujian yang awalnya

dipakai untuk memuja para dewa. tetapi telah beralih makna menjadi pujian kepada Tuhan dan

sebuah nyanyian kenangan dengan sang mendiang. Orang Toraja biasa menyebutnya pesta, ketika masyarakat melaksanakan “Pesta kedukaan” barulah Ma‟badong itu dilakukan24

.

Ma‟badong dilakukan orang Toraja yang belum Kristen, namun sekarang orang Kristen masih melakukan ritual ini. Kita tidak boleh menutup diri sehingga ketika telah menjadi Kristen

segala ritual-ritual pada zaman dulu harus di hilangkan seperti Ma‟badong ini. karena

Ma‟badong tanda turut berdukacita atas orang-orang yang telah meninggal. Ada beberapa lirik dalam ungkapan-ungkapan badong yang perlu diluruskan. karena Injil masuk Toraja baru 100

tahun sehingga mereka tidak tau apa yang harus dikatakan dalam badong. Awalnya yang

diagung-agungkan adalah orang meninggal, mungkin dia kaya, pemberani dan lainnya. Setelah

(24)

11

Injilkan yang antara lain diambil dari mazamur. Semacam suatu ungkapan turut berdukacita,

seperti Mazmur ratapan.

Kebanyakan yang melakukan Ma‟badong adalah laki-laki. Biasanya wanita-wanita

menangis atau disebut bating. Ungkapan-ungkapan dalam bating itu juga merupakan tanda

dukacita, yang diucapkan ialah kebaikan orang yang meninggal namun diungkapkan dalam gaya

bahasa orang Toraja sama dengan badong. Terkadang ada persepsi yang mengatakan dengan melakukan Ma‟badong berarti memanggil Roh-roh. Dikatakan juga dia telah pergi kepada Tuhannya yang biasa dikatakan pergi ke puya.Disini pemahamannya tidak lagi ke puya tetapi

pergi naik surga kepada Bapanya. Dahulu liriknya berbeda karena orang Toraja belum mengenal

Injil, namun sekarang lirik-lirik itu di ungkapkan untuk menunjukan rasa turut dukacita, dalam

ungkapan kasih sayang, tetapi lirik yang sudah di Injilkan yang diambil dari Alkitab.

Makna ma‟badong adalah turut menghibur keluarga. ada makna penghiburan

didalamnya. Keluarga merasakan bahwa tidak hanya keluarga saja yang merasa kehilangan atau

berduka, namun ada sahabat-sahabat serta rekan-rekannya yang merasakan dukacita, serta turut

berduka cita turut merasakan apa yang dirasakan keluarga. Tidak ada kata yang memanggil Roh dalam Ma‟badong. Dahulu tidak semua orang di Ma‟badong, orang di Badong adalah orang yang dipotongkan kerbau, karena sekarang telah menganut kekristenan maka di potongkan kerbau atau

tidak, semua dilakukan Ma‟badong sebagai tanda turut berduka. Sisi negatifnya, kadang kala

ritual ini terlalu banyak membuang tenaga dan waktu, dan dapat mengganggu ketenangan orang

lain disekitar tempat dilaksanakan ma‟badong. Sisi positifnya, terciptanya kebersamaan dan

kekeluargaan teristimewa turut mersakan dukacita dari keluarga yang ditinggal. Kaitannya ritual

dengan iman Kristen, yang pertama ialah dalam Ma‟badong diyakini bahwa orang yang

meninggal ini pergi ke sorga. jadi tidak ada lagi pemahaman bahwa dia pergi ke puya namun

dipahami pergi ke surga bersama dengan Bapanya. Secara tidak terang-terangan di katakana dia

bersama-sama dengan Yesus. 25.

3.3 Syair-syair Ma’Badong

Ma‟badong merupakan nyanyian ratapan yang orang biasa menyebutnya Batin Lan Badong. Dalam Batin Lan Badong ini berisi ratapan-ratapan duka yang ditujukan kepada

(25)

mendiang. perjalanan hidup manusia dan makhluk lainnya sejak terjadinya di langit dan sejarahnya turun temurun di dunia diceritakan dalam litani “passomba tedong” pada upacara Rambu Tuka. sedangkan cerita perjalanan hidup secara simbolis dari langit ke dunia ini, apa

yang telah dilakukannya di dunia serta perjalanannya kembalike dunia asalnya diungkapkan dalam “Badong”. Badong dalam garis besarnya menggambarkan perjalanan hidup manusia.

Mulai dengan kelahiran leluhurnya di langit:

kan kuhampiri kelahirannya/ kan kudekati pembuatannya/ leluhur ilahinya/ nenek pujaannya/

yang unik kelahirannya/ yang istimewa pengidamannya/ lahir diujug paling atas/ muncul di

puncak cakrawala/ lahir bersama bulan/ muncul bersama bintang kala.

Kemudian lahir ke bumi turun temurun:

lalu turun dari atas / berangkat dari seberang/ diantar oleh penganjurnya/ dibimbing arif

bijaksana/ memilih padang perawan/ padang bertanah kuning/ tempat ia mendirikan rumah/

dijadikannya tanah makmur/ ia tiba di pulau/ bersemayam di anak pulau/ mendirikan rumah adat/

menancapkan tiang besar/ datang mendarat di Tangsa/ bersemayam di Enrekang/ tiba di

Marinding/ bersemayam di Banua Puan/ membangun rumah pusaka/ menancapkan bangunan

adat

Lalu tiba pada kelahiran almarhum:

ia mulai dilahirkan/ dan ia menjadi manusia/ lalu ia menjadi besar/ bertumbuh subur/ terpelihara

oleh ritus/ oleh korban persembahan/ mulailah ia menggembala/ lalu ia menjadi besar/

terpelihara oleh ritus pertobatan/ oleh pengakuan dosa/ diulanginya melaksanakan ritus/ dengan

korban pembersihan

ritus perkawinan

bersama ritus pernikahan/ lahirlah anak kesayangannya/ pucuk-pucuk yang mulia/ dilaksanakannya lagi ritus dengan korban pembersihan‟

ritus bajak terunjam

(26)

13 Di dunia ia sibuk, rajin bekerja

Jarinya bagaikan tombak/ seperti batang tombak/ sejalan dengan mimpinya/ menggetarkan

bingkai tanah/ batu-batu memelas/ bila linggisnya ditancapkan/ bila disisinya dengan jari/ bila

dibajaknya dengan jari

Ketekunannya itu memberi hasil:

suburlah sitiga bulir/ tri mayang bertumbuh baik/ naiklah timbunan padi berjajar-jajar/ gunung

berpadan-padanan/ ternak kerbau berbiak-biak/ padang ternak semakin luas/ pohon berbunga

ringgit/ kopi berbuah harta

Lalu ia membangun tongkonan dan melaksanakan ritus:

ia membangun tongkonan/ mendirikan rumah adat/ menancapkan tiang besar/ tempat ia

melaksanakan ritus/ membawa korban pembersihan/ tempat puncak pengucapan syukur

dilaksanakan/ pegelaran pesta besar/ korban persembahan bergelimpangan

Pada akhirnya meninggal:

kepalanya mulai sakit/ rambutnya menjadi kusut/ dipanggilah imam/ diundang orang bijaksana/

datang menguak aluk/ memilih aturan sejati/ tetapi leluhurnya menang/ yang terbaik menurut

moyangnya/ bercerai angin di perut/ dengan angin yang senantiasa dibawanya/ apakah yang

dapat dibuat/ keinginan apa yang dapat dilakukan/ jika leluhurnya sudah menang

Lalu diungkapknan bagaimana ia diuparakan dalam ARS:

diundanglah imam/ dengan anak-anak bangsawan/ menguraikan aluk baginya/ menjembatani

peraturannya/ ketika tiba waktunya/ menurut tafsir mimpinya/ didirikanlah penggung jenazah

berukir/ gelanggang di padang luas/ patung nagka didirikan bersama roh yang Nampak/ para

pelayat mengalir ke gelanggang yang luas/ memasuki medan yang lapang

sesudah selesai upacara, arwahnya pergi ke perkampungan arwah:

ketika upacaranya berakhir/ acaranya telah selesai/ ia melangkahkan kakinya/ ia melenggang

pergi/ berangkat bersama awan/ melayang diantara kabut/ tiba di kerajaan Pong Lalondong/ di

negeri yang tak putus-putusnya menelan manusia/ bersukacitalah leluhurnya/ pendahulunya

(27)

Akhirnya di sana ia akan beralih menjadi dewa dan kembali ke langit:

Ia akan naik ke langit/ disana bersama pelindung/ disana ia menjadi dewa/ menjadi pelindung /

dikepit bintang biduk/ dieloni bintang biduk/ dieloni bintang kartika/ dikelilingi bintang

berkilauan/ untuk dilihat bila menabur/ bila menghambur benih/ dari atas ia menyapaku / kata

yang diulanginya/ terimalah dengan sarungmu/ hamparkanlah bajumu/ tuangkan berkat

kebawahnya/ sejahtera untuk semuanya/ keberuntungan bagi sekalian/ dari atas ia menyapaku

kata yang diulanginya/ selamatlah engkau dan aku/ anakmu bernama Daeng/ agar dikumpulnya

harta benda/ anakku bernama Reppung/ supaya dihimpunnya banyak kerbau di kandang

Demikian beberapa kutipan dari badong (lagu duka) untuk melihat perjalanan hidup

manusia darinegeri asalnya di langit, berketurunan di dunia dan akhirnya akan kembali ke negeri

asalnya yaitu di langit. Disana ia beralih menjadi dewa. Kepadanya akan diberi persembahan dan

sebaliknya dari sana ia akan member berkat. peristiwa-peristiwa dalam perjalanan hidup manusia

senantiasa disertai dengan aluk. peristiwa lahir, menjadi dewasa, kawin mati, perubahan musim,

bencana alam harus diluruskan jalannya dengan melaksanakan aluk. begitupun kalau manusia

hendak melakukan sesuatu usaha: membangun rumah, bercocok tanam, turun ke sawah,

memelihara ternak, membuka usaha dan sebagainya, harus diawali dan diikuti oleh ritus-ritus26.

3.4 Pandangan Gereja Terhadap Mabadong

Apa itu Ma‟badong? Ma‟badong, adalah nyanyian rakyat orang toraja sampai hari ini.

Pengungkapan perasaan orang toraja .27 Nyanyian ini pertama di lakukan oleh masyarakat aluk

todolo, tetapi syairnya ditujukan kepada mendiang, nyanyian ratapan kepedihan hati mereka

kepada mendiang dan ada juga yang ditujukan kepada “Allah mereka”. Jika kita melihat syair

badong aluk todolo banyak mengarah kepada mendiang.28

Menurut Gereja Toraja Sebuah ungkapan nyanyian orang Toraja Kristen kepada Tuhan juga untuk mengenang mendiang. Karna itu ada istilah „kadong badong to sarani, kadong badong todolo” . Kadong badong artinya sebuah syair dalam nyanyian. Kadong itu nyanyian dan badong itu sebuah syair. Jadi memang ada khusus kadong badong to sarani, syair-syair semacam

26

(28)

15

mazmur, yang ada di nyanyian rohani. Dalam kadong itu ada penyembahan nyanyian yang di

tujukan kepada Allah dan ada juga untuk mengenang kehidupan orang yang sudah mati atau

kepada mendiang.29

Tetapi ada perbedaan dalam aluk todolo dengan Gereja Toraja. Dalam aluk todolo ada syair

yang berbeda karena syair-syair dalam aluk todolo banyak mengarah kepada bagaimana

mendiang ini nantinya akan menjadi ilahi dan disitu teologinya sungguh amat berbeda supaya ia

menjadi ilahi karena pemahamn konsep badong ini dinyanyikan dalam kedukaan, tidak ada

orang ma‟badong tanpa kedukaan.30

Jika orang melakukan ma‟badong karena ada kematian, pemahaman kematian dalam Alkitab

dan cara pandang Aluk todolo sungguh amat berbeda. Dalam aluk todolo memandang kematian,

bahwa ketika seseorang meninggal penentu tidaknya masuk dipuya (diyakini daerah selatan

tanah Toraja) ketika cukup korban bakarannya, sundung=genap. Genap kerbau-kerbau, untuk

pengantar, dan ketika mereka berada di puya di bagian selatan, disana mereka akan

melangsungkan kehidupan mereka, dalam artian roh. Ketika mereka telah dianggap layak untuk

menjadi ilah, maka mereka akan kembali untuk memberkati anak-anakanya. Proses pemotongan

hewan dalam upacara kematian harus berjumlah 12 ekor hewan, ketika belum terpenuhi maka

rohnya akan gentayangan dan mengganggu anak-anaknya.

Orang Kristen yang ada di toraja kini sudah mulai berkembang, khususnya bagaimana cara

mereka merangkai sebuah syair ma‟badong itu. Pemahaman mereka badong merupakan sebuah ungkapan-ungkapan permohonan kepada Tuhan dan rasa syukur bahwa Tuhan telah menuntun

mereka dalam acara itu, Tuhan tetap memberikan kekuatan, serta mengenang kehidupan

mendiang, itulah isi syair badong Kristen. Karna itu Gereja Toraja tidak menolak adanya ma‟badong, karena adat dengan aluk saling berkaitan tetapi aluk todolo dengan aluk kasaranian itu berbeda. Tetapi ada yang sama, tergantung dari teologi memandang itu. Ada perbedaan yg

mencolok karena itu aluk kasaranian. Adat Orang Toraja harus menyatu dengan Injil. Ma‟badong

adalah bagian hidup orang Toraja, termasuk orang toraja yang mengimani kekristenan. Ma‟badong perlu dipertahankan karena ma‟badong merupakan salah satu identitas orang Toraja.

(29)

Tidak semua orang ma‟badong, hanya orang Toraja yg melakukan ma‟badong dan itulah identitas yg harus di jaga.

Adat dan budaya melekat dengan aluk, bukan aluk todolo namun aluk Kristen. Syarat orang

ma‟badong tidak sembarangan, harus ada kerbau yg di potong. Ada strata kasta dalam

pemotongan kerbau dan tidak sembarangan. Tingkatan-tingkatan lapisan orang toraja ada 4

strata. Yang pertama tanak bulaan (emas) yaitu keturunan bangsawan tinggi minimal 12 kerbau

yang dipotong. Kedua tanak bassi, bangsawan/ orang merdeka. Ketiga tanak karurun adalah

orang merdeka, bukan bangsawan dan bukan hamba atau tau buda “orang kebanyakan”.

Keempat tanak kua-kua adalah hamba atau pesuruh tanak bulan. Tidak semua orang di

ma‟badong, strata tanak kua-kua tidak di ma‟badong.31

Secara positif makna mabadong adalah melestarikan budaya Toraja. Sebuah pengungkapan

permohonan kepada Tuhan. Ungkapan cinta kasih, mengumpulkan orang untuk melakukan

nyayian atau pujian sedangkan secara negatif dalam konteks sejarahnya maupun hingga saat ini

ada pembedaan antara golongan bangsawan dan rakyat biasa dalam struktur masyarakat Toraja.32

Pelaksanaan upacara kematian dalam kepercayaan Aluk Todolo di Tana Toraja

mempunyai beberapa macam betuk tingkatan. untuk itu tak dapat disangkal hal ini sangat

berpengaruh, sekalipun masyarakat pada umumnya atau mayoritas telah Kristen tetapi

aturan-aturan dalam kepercayaan Aluk Todolo kadang kala masih dipergunakan dalam pelaksanaan

upacara kematian dikalangan orang Kristen, seperti misalnnya didaerah buakayu pelaksanaan

upacara kematian masih sangat ditentukan oleh strata sosial, kalau memang bukan keturunan

bangsawan tidak dibenarkan melaksanakan upacara seperti keturunan bangsawan mislanya peti

mayat tidak boleh dihiasi kertas emas (dibalun-bulaan), korban kerbau terbatas untuk disembelih

dan ,lain sebagainya. identitas dan kedudukan masyarakat masih merupakan ukuran bentuk

melaksanakan suatu upacara khususnya upacara kematian.33

pengaruh agama dan pengaruh modernisasi membuat pelaksanaan upacara kematian

terjadi perubahan. dalam upacara kematian (ritus-ritusnya) tidak terlalu berpatokan lagi pada

strata sosial dan kebiasaan-kebiasaan lama. tetapi yang berlaku adalah siapa mampu

31

(30)

17

melaksanakan ritus-ritus itu (korban kerbau) baik kasta tinggi maupun kasta rendahtidak

dilarangyang sebenarnya dalam kepercayaan Aluk Todolo tidak diperbolehkan. 34

4. ANALISA PEMAHAMAN TENTANG MA”BADONG

Dilihat dari sisi kebudayaan Ma” badong memiliki pemahaman dan makna yang saling berkaitan, oleh karena pengalaman dukacita terdiri dari berbagai tahap yang dihubungkan dengan

situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah

dialaminya. Akibatnya dukacita berpotensi berlangsung tanpa batas waktu dan keadaan. Hal

yang hampir sama terjadi dalam ritual Rambu Solo‟.

Tradisi Ma‟badong merupakan suatu warisan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Toraja. Ma‟badong merupakan tradisi nyanyian ratapan yang ditujukan kepada mendiang dan keluarga yang berduka dalam upacara kematian. Orang Toraja biasa

menyebutnya dengan Rambu Solo’. Ritual ini sudah berlangsung sejak lama, dari nenek moyang

orang Toraja.

Dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia yang mempengaruhi

segala segi kehidupan manusia sendiri. Kebudayaan suatu masyarakat merupakan identitas

masyarakat itu yang oleh para warganya dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu, kebudayaan mempunyai fungsi memperkokoh solidaritas masyarakat.

Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Toraja dalam upacara Rambu Solo’

terdapat tradisi Ma’badong, yang mana terdapat ritual yaitu nyanyian ratapan dalam kedukaan,

dari keluarga untuk orang yang telah meninggal. Sebagai wujud kasih sayang, ungkapan terima

kasih, serta penghormatan kepada orang yang telah meninggal dan sekaligus bentuk

mendekatkan diri antara sesama kerabat dan dengan yang lain di dalam keluarga besar atau

disingkat bentuk keakraban.

Alasan orang Toraja melakukan Ma‟badong dalam upacara Rambu Solo‟, karena orang Toraja begitu peduli antara satu dengan yang lain khususnya ketika sanak saudara, kerabat atau

siapapun di antara mereka mengalami kedukaan.

(31)

Terdapat sisi positif dan negatif dilakukannya tradisi Ma‟Badong. secara positif tradisi ini dapat menciptakan kebersamaan dan kekeluargaan teristimewa turut mersakan dukacita dari

keluarga yang ditinggal. Kaitannya ritual dengan iman Kristen, yang pertama ialah dalam Ma‟badong diyakini bahwa orang yang meninggal ini pergi ke sorga. jadi tidak ada lagi

pemahaman bahwa dia pergi ke puya. Sehingga ketika melaksanakan Ma‟badong yang

diucapkan ialah puji-pujian kepada Tuhan, sedangkan secara negatif ritual ini dapat mengganggu

ketenangan orang di sekitar dan terkadang membuang tenaga serta waktu ketika melaksanakanMa‟Badong.

Dapat dikatakan bahwa budaya ritual Ma‟badong merupakan bentuk penghargaan dan menciptakan kekeluargaan atara satu dengan yang lain khususnya dapat dilihat ketika dalam

keadaan berduka orang lain juga turut merasakan dan juga bentuk penghiburan untuk keluarga

yang berduka serta bentuk cinta dan kasih terhadap orang tua atau orang yang lebih dahulu

meninggal. Menurut Herzt nilai dan makna berfungsi dalam mempererat suatu hubungan atau

relasi dalam masyarakat35. Nilai inilah yang berperan memperkuat hubungan kekeraban. Melalui

ritual kematian yang berlangsung terdapat solidaritas akibat perasaan kedukaan yang dialami

melalui tradisi Ma, Badong. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai kebersamaan kesatuan sebagai

suatu keluarga besar diperkuat dalam rasa kehilangan akibat kedukaan melalui ritual ini.

Ma‟ badong dalam sudut pandang gereja. Secara teologis, ketika seseorang meninggal roh dan jiwanya tidak hancur dan terkubur seperti dengan raganya atau tubuhnya. Ketika

mengalami kematian manusia pun mengalami keselamatan seperti yang tertulis dalam Alkitab

yaitu, Yesus yang bangkit mengalahkan kuasa maut dan ia akan datang untuk menyelamatkan

umat manusia. Pada Zaman dahulu ritual Ma‟badong dilakukan dengan maksud mendoakan

arwah yang meninggal yang menuju „Puya‟ serta untuk mencari keselamatan. Seiring berkembangnya zaman masyarakat Makale khususnya Jemaat Lean kini telah mengimani

Kekristenan sehingga ritual Ma‟badong beralih makna yaitu sebagai rasa ungkapan turut

berdukacita dan menghibur keluarga yang meninggal dan keselamatan yang dahulunya masih

dicari kini keselamatan itu sudah ada sebagaimana yang di imani bahwa keselamatan telah kita

(32)

19 5. PENUTUP

5.1Kesimpulan

Masyarakat Toraja (dulu) masih memakai paham Animisme dan Pemujaan Terhadap

Leluhur.Kebudayaan yang terus dilestarikan menjadi kekayaan dan ciri khas dari setiap daerah

termasuk di Toraja. Ma’badong merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan dari para

leluhur dan dilanjutkan oleh warga masyarakat Gereja Toraja Jemaat Lean. Dalam ritual Ma‟badong ada yang di sebut kadong badong artinya sebuah syair dalam nyanyian,kadong itu nyanyian dan badong itu sebuah syair. Jadi memang ada khusus kadong badong to sarani,

syair-syair semacam mazmur, yang ada di nyanyian rohani. Makna dari prosesi tradisi Ma’badong

adalah sebagai nyanyian ratapan atau ratapan kesedihan kepada orang yang telah meninggal.

Dalam pelaksanaannya berdasarkan perkembangan saat ini terdapat perbedaan dari isi badong ketika melakukan Ma‟badong. Dahulu isi badong tersebut mengenai berdoa bagi roh-roh orang mati untuk mengantarkan ke puya. Namun seiring perkembangannya masyarakat toraja telah

mengimani kepercayaan kristiani sehingga nyanyian ratapan bukan lagi berisi doa-doa bagi para

roh-roh tetapi isinya berupa pujian kepada Tuhan dan sebuah nyanyian kenangan dengan sang

mendiang. Jadi agama Kristen telah berhasil membawa nilai-nilai yang baru dalam masyarakat

Toraja dengan ajaran bahwa Yesus Kristuslah yang menyelamatkan, keselamatan tidak

tergantung dari seberapa banyak kerbau atau babi yang yang dipersembahkan, melainkan iman

kita pada Yesus.

5.2 Saran

1. Bagi para Tokoh adat / Budayawan Setempat

Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan

serta keseluruhan struktur-struktur sosial. Diharapkan agar para tokoh adat serta budayawan

setempat dapat selalu mengingatkan, mengajarkan dan menjaga melestarikan nilai-nilai kearifan

lokal yang terkandung di dalam tradisi Ma’badong.

(33)

Gereja Toraja tidak menolak adanya ma‟badong, karena adat dan adat dengan aluk saling berkaitan,di harapkan agar setiap warga jemaat Gereja Toraja lean tetap melestarikan budaya

peninggalan leluhur berdasarkan nilai-nilai yang terkadung di dalamnya, dan dalam

melaksanakan tradisi Ma’badong yang perlu diperhatikan ialah isi dari ratapan-ratapan yang

dilantunkan adalah berupa puji-pujian yang dinaikan kepada Tuhan dengan mengingat bahwa isi

dari kadong badong ialah pemujaan bukaan lagi terhadap dewa-dewa atau para leluhur namun

kepada Tuhan.

3. Bagi gereja

Dengan penelitian ini di harapkan Gereja tidak menutup diri atau membatasi antara Agama

dan Adat. di dalam pelaksanaannya Gereja diharapkan dapat belajar dan menggali lebih dalam

makna teologis yang terkandung di dalam tradisi ini guna membangun suatu makna teologis

yang relevan bagi warga gereja yang ada di Toraja khususnya Jemaat Lean. Sehingga antara

(34)

21

Daftar Pustaka

Bararuallo, Frans. Kebudayaan Toraja: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Mendatang Jakarta:

Universitas Atma Jaya, 2010.

Creswell, W. J. Research Design Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2013.

Endres, Kirsten. W. Engaging the spirits of the dead: Soul-calling ritualsand the performative

construction of efficacy. Journal of the Royal Anthropological Institute (N.S). Volume

14. 755-773.

Kallupa, Bahru. Konservasi mayat kering Toraja di Makale Kabupaten Tana Toraja Propinsi

Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakal Sulawesi Selatan dan Tenggara, 1991

Khobong, Theodorus. Agama dalam Praksis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003

Khobong, Th; Plaisier., Rumpa., Pasolon., Parinta., Sarira., Lebang. Aluk, Adat dan Kebudayaan

Toraja dalam perjumpaannya dengan Injil. Jakarta: Pusbang-Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, 1992.

Kruyt, A.C. Keluar Dari Agama Suku Masuk ke Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunug Mulya,

2008

Nasir, M. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Sarira,Y. Aluk Rambu Solo’ (Upacara kematian) dan persepsi Kristen tentang Rambu Solo’ Toraja: Percetakan Sulo Gereja Toraja, 1996.

Sitonda, Muhammad Natsir. Toraja Warisan Dunia. Makasar: Pustaka Refleksi, 2007

Subagya, Rachmat. Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka

Caraka, 1981

Suharsimi, A. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktika Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Tulak, Yesaya. Rumah Adat Tongkonan Dalam Masyarakat Toraja. Skripsi Sekolah Tinggi

Teologi Makale, (Makale: Perpustakaan STT Makale),

Jungwiwattanaporn, Parichat. In Contact With the Dead: Nora Rong Khru Chao Ban Ritualof

(35)

Robb, J., Elster, E., Issetti, E., Knusel, C., Tafuri, M., Traverso, A. Cleaning the dead: Neolithic ritual processing of human bone at scaloria cave, Italy. Antiquity Publications Ltd,2015. Volume 89: 39-54.

Sande, J. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kabupaten Tana Toraja: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan, 1997

Suriano, Matthew. J. Breaking Bread with the Dead: Kantumuwa‟s Stele, Hosea 9:4, and the

Early History of the Soul. Journal of the American Oriental Society. Volume 134.

Number 3 (2014)

Website

http://kebudayaantoraja.blogspot.co.id/2011/03/kebudayaan-tanahtoraja_15.html. Diakses 13

Oktober 2015

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan bahasa tanah sebagai lirik dalam nyanyian jemaat juga merupakan salah satu. upaya untuk menciptakan sejarah baru ( history record ) bagi generasi yang akan

Pada tahap ini penulis melakukan wawancara ke bagian koperasi untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam perancangan dan pembuatan aplikasi seperti proses

Menurut Frankl (2003) karakteristik makna hidup meliputi tiga sifat, yaitu: 1) Makna hidup sifatnya unik dan personal. Artinya apa yang dianggap berarti bagi seseorang belum

Kepercayaan tersebut berkaitan dengan kematian seseorang yang melibatkan roh dari orang yang meninggal dan yang dapat masuk ke dalam raga seseorang dalam

Mengenai hubungan dengan keluarga, subjek mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki keluarga, karena kedua orang tuanya telah meninggal, subjek juga adalah anak satu–satunya,

Pandangan dari masyarakat sudah dapat dipastikan tidak jauh berbeda dengan pandangan-pandangan dari pemerintah, tokoh agama serta tokoh masyarakat. Penguburan di

Memang benar bahwa ucapan syukur kepada sang pencipta bisa saja dengan cara yang lain, akan tetapi dari turun-temurun warga Sumba terkhususnya warga Wanokaka sudah

Menurut jemaat “Syalom” setelah ibadah selesai dilakukan maka kehidupan dari jemaat b isa berubah menjadi lebih baik, itulah makna ibadah dan makna pengutusan dan berkat