• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Pesan Dalam Tari Saman (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Makna Pesan Dalam Tari Saman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Pesan Dalam Tari Saman (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Makna Pesan Dalam Tari Saman"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Paradigma merupakan pandangan seseorang terhadap suatu hal. Paradigma ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli sosiologi Amerika (1970) “thomas khun”. Paradigma didefinisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti (Bulaeng, 2004 : 2). Paradigma yang menuntun kerangka berpikir peneliti dalam memilih dan menentukan teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, teori tersebut yang akan menjadi acuan dan pedoman bagi peneliti dalam menentukan jawaban dari permasalahan penelitian tersebut.

Manusia memiliki berbagai persepsi dalam menginterpretasikan suatu pesan yang diterimanya. Cara pandang antara dua orang terhadap suatu masalah berbeda, begitu juga dengan cara pandang setiap peneliti dalam memandang masalah juga beragam. Paradigma yang digunakan peneliti juga beragam, tergantung permasalahan penelitian. Ada 3 paradigma dalam

ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitian menurut Dedy N. Hidayat (1999) yang terdiri dari positivisme dan postpositivisme, paradigma kritis dan paradigma konstruktivisme (Bungin, 2008 : 237).

Penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma kritis yang mendefinisikan ilmu social sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkapkan kenyataan dibalik ilusi, false need yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu keadaan sosial agar dapat memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia. Paradigm kritis merupakan suatu cara pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa diliputi rasa curiga dan kritis terhadap realitas tersebut. Selain itu dalam melihat realitas, yang dilakukan adalah melihat dalam konteks kesejarahannya (historis). Karena dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkapkan makna gerakan dan syair yang terdapat dalam seni Tari Saman.

(2)

Universitas Sumatera Utara Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Tari Saman merupakan sebuah tarian yang dalam setiap gerakannya berisi tanda-tanda atau simbol bagi masyarakat Aceh. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah interaksi analisis simbolik berdasarkan atas konsep Herbert Blumer dengan menafsirkan gerak dan tindakan sesuai dengan arti.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1Komunikasi

Kata komunikasi atau communicationdalam bahasa inggris berasal dari kata latin

communisyang berarti “sama”, communico, communicatio atau communicare yang berarti

“membuat sama” (to make common) (Mulyana, 2010:46). Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (dalam Mulyana,2010:69). Untuk itu dalam proses interaksi yang kita lakukan dengan sesama manusia, sering kali kita mengharapkan sesuatu dari apa yang kita sampaikan.

Secara epistimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communication yang bersumber dari kata communis. Arti communis disini adalah sama, dalam arti sama makna dalam satu hal. Komunikasi berlangsung apabila diantara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jika saru orang mengerti akan suatu hal yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain hubungan diantara mereka bersifat komunikatif (effendy, 2003: 30).

Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup saling berdampingan sehingga manusia sangat membutuhkan akan informasi. Dengan berkomunikasilah manusia dapat berkembang. Komunikasi menurut Raymond S. Ross menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (dalam, Mulyana 2005:62).

(3)

Universitas Sumatera Utara Menurut Darwanto (2007:3), komunikasi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang berarti antar manusia, seseorang menyampaikan lambang-lambang yang mengandung pengertian tertentu disebut “pesan” atau message. Umumnya lambang yang dipergunakan dalam komunikasi adalah bahasa, baik lisan maupun tertulis. Menurut Harold D. Laswell cara yang tepat untuk menerapkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “ siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.

Menurut William J. Seller, komunikasi adalah proses dengan mana simbol verbal dan nonverbal di kirimkan, diterima, dan diberi arti. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan yang terampil dari manusia. Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain. (Liliweri, 2009:5).

Hakikat Komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “Bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (Communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (Communicatee). Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan (the contenct of the message), kedua lambang (symbol). Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa. (effendy, 2003: 28).

2.2.2 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting (Hardjana, 2003: 22). Karena sepanjang hidup kita menggunakan bahasa, maka sering kali kita tidak menyadari lagi fungsi bahasa.

(4)

Universitas Sumatera Utara Tari saman memiliki syair-syair yang dapat dikaitkan dengan fungsi bahasa diatas antara lain:

1. Pada tari Saman, terdapat 5 macam nyanyian : Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukaddimah dari tari Saman (yaitu setelah dilakukan pidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya, antara lain berupa pujian kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan.

2. Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.

3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.

4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.

5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari pada bagian tengah tari.

Syair-syair tari saman ini merupakan komunikasi verbal yang disampaikan komunikator kepada komunikan melalui bahasa. Untuk syair dari nyanyian lagu tari saman sendiri biasanya merupakan sebuah pepatah dan nasihat yang bermakna begitu dalam. Syair-syair tersebut berisi pesan moril ajaran Islam yang seharusnya diresapi oleh setiap para pendengarnya.

Bahasa sebagai suatu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang menjadi kajian komunikasi. Dalam ruang lingkup yang lebih terinci, komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau symbol-simbol tertentu kepada orang lain. (Lukiati, 2009: 133)

Kita baru menyadari fungsi bahasa saat kita menemui jalan buntu dalam menggunakan bahasa. Misalnya saat kita berkomunikasi dengan seseorang yang sama sekali tidak memahami atau mengerti bahasa kita, begitu juga sebaliknya kita tidak mengerti dan memahami bahasanya. Penggunaan bahasa yang tepat menjadikan seseorang dalam memperlancar segala urusan. Melalui bahasa yang baik, maka lawan komunikasi dapat memberikan respon positif. Akhirnya, dapat dipahami apa maksud dan tujuannya.

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan

(5)

Universitas Sumatera Utara sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. (Mulyana, 2005: 238)

Lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa karena hanya bahasalah yang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini, hal yang kongkret dan yang abstrak, pengalaman yang sudah lalu dan kegiatan yang akan datang, dan sebagainya. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimana pun baiknya tak akan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat.

2.2.3 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana 2003: 26).

Komunikasi Nonverbal adalah kebalikan dari komunikasi verbal yaitu proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi Nonverbal menggunakan kial (gestur), gerak, isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, dan bisa juga menggunakan penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol (lambang) serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara dan lain sebagainya. Tetapi para ahli dibidang komunikasi nonverbal biasanya mendefinisikan “tidak menggunakan kata” dan tidak menyamakan

komunikasi nonverbal dengan komunikasi nonlisan. Misalnya tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata-kata meskipun tidak secara langsung.

(6)

Universitas Sumatera Utara Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik. Padaumumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki dan jumlahnya harus ganjil.

Dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan syair-syair tari Saman. Kostum atau busana khusus saman terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.

2. Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih,

hijau dan merah, bagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.

3. Pada tangan: topong gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

Meskipun komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan-perbedaan, namun keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif. Fungsi dari lambang-lambang verbal maupun nonverbal adalah untuk memproduksi makna yang komunikatif.

(7)

Universitas Sumatera Utara satu jari untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kita mengatakan "satu'.

Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengkontradiksikan atau menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindirian-sindiran tajam. Kadang-kadang, komunikasi nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya, kita tidak perlu secara verbal menyatakan kata "menang", namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk huruf `V' (victory) yang bermakna kemenangan.

Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan nonverbal berfungsi untuk mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung. Selain itu, komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti mengacungkan kepalan tangan. Dan akhirnya fungsi komunikasi nonverbal adalah pelengkap pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rasa bahagia kita. Pemikiran yang sama juga diungkapkan oleh Samovar (Sunarwinadi, 1993:7-8)bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi, perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan Bahasa verbal:

a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal.Misalnya menyatakan terima kasih dengan tersenyum.

b. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan arah tempat dengan menjelaskan "Perpustakaan Universitas Terbuka terletak di belakang gedung ini", kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk arahnya.

c. Tindak komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya mengatakan maaf pada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya, pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau memperlihatkan saku atau dompet yang kosong.

d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal. misalnya menyatakan rasa haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang berlinang-linang.

Dalam perkembangannya sekarang ini, fungsi komunikasi nonverbal dipandang sebagai pesan-pesan yang holistik, lebih dari pada sebagai sebuah fungsi pemrosesan informasi yang sederhana. Fungsi-fungsi holistik mencakup identifikasi, pembentukan dan manajemen kesan, muslihat, emosi dan struktur percakapan. Karenanya, komunikasi nonverbal terutama berfungsi mengendalikan (controlling), dalam arti kita berusaha supaya orang lain dapat melakukan apa yang kita perintahkan. Hickson dan Stacks menegaskan bahwa fungsi-fungsi holistik tersebut dapat diturunkan dalam 8 fungsi, yaitu pengendalian terhadap percakapan, kontrol terhadap perilaku orang lain, ketertarikan atau kesenangan, penolakan atau ketidaksenangan, peragaan informasi kognitif, peragaan informasi afektif, penipuan diri (self-deception) dan muslihat terhadap orang lain.

(8)

Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Simbol

Pengertian Simbol Secara etimologis, simbol (symbol), berasal dari kata Yunani

symballein” yang berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan

suatu ide. Biasanya symbol terjadi berdasarkan metonimi (metonymy), yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya kaca mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia) (Sobur 2003:155).

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya (yakni semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu (Mulyana,2010:92). Simbol melibatkan tiga unsur, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Hartako dan Rahmanto (dalam Sobur, 2003:157) membedakan symbol menjadi:

1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur, sebagai lambang kematian.

2. Simbol kultural yang melatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa.

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruan karya seorang pengarang.

Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Sebetulnya, tanda berkaitan

langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih substantif dari pada tanda. Dalam konsep Pierce, simbol merupakan salah satu kategori tanda (sign), sehingga simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri (sobur, 2003:158).

Seperti Pierce, Ogden dan Richards juga menggunaklan istilah simbol dengan pengertian

(9)

Universitas Sumatera Utara konvensional. Hubungan antara simbol, thought of reference (pikiran atau referensi), dengan

referent (acuan) dapat digambarkan melalui bagan semiotic triangle (dalam Sobur, 2003:159) :

Gambar 1

Semiotic Triangle Ogden dan Richards Pikiran atau referensi

Simbol Acuan

Sumber: Sobur (2004)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan referensi : hasil penggambaran maupun konseptualisai acuan simbolik. Referensi dengan demikian merupakan gambaran hubungan antara tanda kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang membuahkan satuan pengertian tertentu (Sobur,2003: 159).

Simbol atau tanda dijadikan sebagai bahan analisis dimana didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk pikiran atau referensi pesan yang dimaksud. Tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia. Acuan atau objek merupakan konteks sosial yang dalam implementasi dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau yang dirujuk oleh tanda tersebut. Pemikiran yaitu orang yang menggunakan simbol atau tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang ada pada pikiran atau benak seseorang tentang objek yang dirujuk dari sebuah tanda yang telah diberikan.

2.2.5 Interaksionisme Simbolik

Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang(dalam Mulyana, 2010:92). Dan salah satu sifat dasar manusia, menurut Wieman dan Walter, adalah kemampuan menggunakan simbol.

(10)

Universitas Sumatera Utara mengenai bagaimana menginterpretasikan atau menyimpulkan apa yang dimaksud oleh orang lain.

Perspektif teori interaksionisme simbolik merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan apabila kita ingin meneliti mengenai fenomena-fenomena interaksi simbolik yang terjadi di dalam suatu masyarakat.Perspektif interaksionisme simbolik sering dikelompokkan ke dalam 2 aliran (school) (dalam Sobur, 2003:200), yakni : Chicago School yang dimotori oleh Herbert Blumer dengan berpedoman pada ajaran George Herber Mead, dan Iowa School yang dimotori oleh Manford H. Kuhn dan Carl Couch.

Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (dalam Sobur, 2003:197). Pendekatan interaksionalisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya.

Teori interaksionalisme simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga premis utama yaitu (dalam Sobur, 2003:199):

1. Pemaknaan (meaning). Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Maksudnya, manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan ini sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan.

2. Bahasa (language). Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Artinya, pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul “dari menegaskan tentang pentingnya”. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melaui penggunaan bahasa (language) dalam perspektif interaksionisme simbolik. Di sini, Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Kita memperoleh pemaknaan dari proses negosiasi bahasa. Makna dari sebuah kata tidaklah memiliki arti sebelum dia mengalami negosiasi di dalam masyarakat sosial di mana simbolisasi bahasa tersebut hidup. Makna kata kita muncul secara sendiri, tidak muncul secara alamiah. Pemaknaan dari suatu bahasa pada hakikatnya terkontruksi secara sosial.

(11)

Universitas Sumatera Utara Cara bagaimana manusia berpikir banyak ditentukan oleh praktek bahasa. Bahasa sebenarnya bukan sekedar dilihat sebagai ‘alat pertukaran pesan’ semata, tapi interaksionisme simbolik melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara simbolik. Komunikasi secara simbolik. Perbedaan penggunaan bahasa pada akhirnya juga menentukan perbedaan cara berpikir manusia tersebut. Akan tetapi walaupun pemaknaan suatu bahasa banyak ditentukan oleh konteks atau kontruksi sosial, seringkali interpretasi individu sangat berperan di dalam modifikasi simbol yang kita tangkap dalam proses berpikir. Simbolisasi dalam proses interaksi tersebut tidak secara mentah-mentah kita terima dari dunia sosial, karena kita pada dasarnya mencernanya kembali dalam proses berpikir sesuai dengan preferensi dari kita masing-masing.

Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya kepada “komunikasi” yang lebih besar, yakni masyarakat. Walaupun secara sosial kita berbagi simbol dan bahasa yang sama dalam konteks, belum tentu dalam proses berpikir kita sama-sama menafsirkan suatu kata dengan cara atau maksud yang sama dengan orang lainnya. Semuanya sedikit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam penafsiran simbolisasi itu sendiri.

Pemaknaan merujuk kepada bahasa, proses berpikir merujuk kepada bahasa, bahasa menentukan bagaimana proses pemaknaan dan proses berpikir. Jadi, ketiganya saling terkait secara erat. Interaksi ketiganya adalah yang menjadi kajian utama dalam perspektif interaksionisme simbolik.

Blumer mengajukan beberapa gagasan dalam teori interksionisme simbolik (dengan menyambung gagasan-gagasan sebelumnya yang diajukan oleh Mead), yakni (dalam Sobur, 2003:197-198) :

1. Konsep Diri.Manusia bukanlah satu-satunya organisme yang bergerak di bawah pengaruh perangsang entah dari luar atau dalam melainkan dari “organisme yang sadar akan dirinya” (an organism having a self).

2. Konsep Perbuatan. Perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Dan perbuatan ini sama sekali berlainan dengan perbuatan-perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Manusia adalah konstruktor kelakuannya, artinya perbuatan manusia tidak bersifat semata-mata reaksi biologis atau kebutuhannya, peraturan kelompoknya, seluruh situasi, melainkan merupakan konstruksinya.

3. Konsep Objek.Manusia diniscayakan hidup di tengah-tengah obyek yang ada, yakni manusia-manusia lainnya.

(12)

Universitas Sumatera Utara keseluruhannya menjadi suatu proses yang melebihi jumlah total unsur-unsurnya berupa maksud, tujuan, dan sikap masing-masing peserta. Di sini proses pengambilan peran sangatlah penting.

5. Konsep Joint Action.Aksi kolektif yang lahir atas perbuatan masing-masing individu yang disesuaikan satu sama lain. Realitas sosial dibentuk dari joint action ini. Unsur konstruktif mereka bukanlah unsur kebersamaan atau relasi-relasi, melainkan penyesuaian dan penyerasian dimana masing-masing pihak mencari arti maksud dalam perbuatan orang lain dan memakainya dalam menyusun kelakuannnya.

Dalam tataran konsep komunikasi, maka secara sederhana dapat dilihat bahwa komunikasi hakikatnya adalah suatu proses interaksi simbolik antara pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran pesan (yang pada dasarnya terdiri dari simbolisasi-simbolisai tertentu) kepada pihak lain yang diajak berkomunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini tidak hanya dilihat dalam rangka transmisi pesan, tapi juga dilihat pertukaran cara pikir, dan lebih dari itu demi tercapainya suatu proses pemaknaan.

Komunikasi adalah proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir tertentu untuk pencapaian pemaknaan tertentu pula, di mana kesemuanya terkonstruksikan secara sosial.

2.2.6 Pesan

Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan seseorang. Dalam setiap melakukan komunikasi unsur penting diantaranya adalah pesan, karena pesan disampaikan melalui media yang tepat, bahasa yang di mengerti, kata-kata yang sederhana dan sesuai dengan maksud, serta tujuan pesan itu akan disampaikan dan mudah dicerna oleh komunikan.

Adapun pesan itu menurut Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah : “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”. (Effendy,2009:224). Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber–encoder”. (dalam Siahaan, 1991:62).

(13)

Universitas Sumatera Utara Makna adalah hubungan antara suatu objek dengan lambangnya. Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya (obyek) (Vardiansyah,2004:70-71).

Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka merumuskan definisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Mulyana, 2010:76) misalnya menyatakan, “Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih”.

Juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengatakan bahwa “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna” (dalam Mulyana, 2010:76). Brown mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Sobur, 2003:255).

Makna dari sebuah wahana tanda (sign-vechicle) adalah suatu kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya, serta dengan begitu secara semantik mempertunjukkan pula ketidak tergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.

Makna menuntut kemampuan integratif manusia, yakni indrawinya, daya pikirnya, dan akal budinya. Materi yang tersajikan, dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Dalam pemaknaan dapat menjangkau yang etik ataupun yang transendental.

Untuk memahami apa yang disebut makna atau arti, kita perlu melihat teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam sobur,2003:257)yaitu setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yakni:

1. Yang diartikan (signified = unsur makna)

Yang diartikan (signified) merupakan konsep atau makna dari suatu tanda-bunyi. 2. Yang mengartikan (signifier)

Yang mengartikan (signifier) yakni bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan.

(14)

Universitas Sumatera Utara Ada beberapa pandangan yang menjelaskan tentang teori atau konsep makna, salah satunya adalah teori Brodbeck (dalam Sobur, 2003;262) yang menyajikan teori makna dengan cara yang cukup sederhana. Ia menjernihkan pembicaraan makna dengan membagi makna tersebut menjadi tiga corak, yakni:

1. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut.

2. Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain.

3. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang.

Ada pula proses makna yang dikemukakan Wendell Johnsosn (dalam sobur, 2003: 258) yang menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia, yakni:

1. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Seseorang menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang seseorang ingin dikomunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang seseorang maksudkan. Demikian pula, makna yang didapat komunikan dari pesa-pesan seseorang akan sangat berbeda dengan makna yang ingin seseorang sampaikan. Komunikasi adalahproses seseorang gunakan untuk mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada dalam benak seseoarang. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang seseorang gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. Bandingkanlah, misalnya makna kata-kata berikut bertahun-tahun yang lalu dan sekarang, hubungan di luar nikah, obat, agama, hiburan, dan perkawinan (di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada saat ini dan di masa-masa yang lalu).

3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi seseorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan contoh makna yang tidak mempunyai acuannya yang memadai. 4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan

(15)

Universitas Sumatera Utara kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, seseorang tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya, tidakterbatas. Karena itu kebanyakan kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah makna bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna seseorang peroleh dari suatu kejadian bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini benar-benar dapat dijelaskan.

2.2.7 Kebudayaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa dan budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya yang menentukan perilaku komunikatif manusia (Soekanto, 2012: 172).

Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. "Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam " di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina . Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. E.B. Taylor (dalam Soekanto, 2012:172) mencoba memberikan definisi

mengenai kebudayaan sebagai berikut:

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

(16)

Universitas Sumatera Utara diajukan oleh ilmuwan Amerika, Clifford Geertz, barangkali lebih relevan dalam kaitan dengan simbol-simbol komunikasi. Dikatakan Geertz (dalam Sobur, 2003:178) bahwa :

Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melaui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui manusia berkomunikasi, mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadapdunia ini.

Titik sentral rumusan kebudayaan Geertz terletak pada simbol, bagaimana manusia berkomunikasi lewat simbol.Oleh karena dalam suatu kebudayaan terdapat bermacam-macam sikap dan kesadaran dan juga bentuk-bentuk pengetahuan yang berbeda-beda, maka di sana juga terdapat “sistem-sistem kebudayaan” yang berbeda-beda untuk mewakili semuanya itu. Seni bias berfungsi sebagai kebudayaan, sebagaimana seni juga bias menjadi anggapan umum (common

sense), ideologi, politik, dan hal-hal yang senada dengan itu.

Unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan oleh C.Kluckhohn dalam karyanya

Universal Categories of Culture (dalam Supartono, 2004:33) yaitu:

1. Sistem religi dan upacara keagamaan merupakan produk manusia sebagai homo religius. 2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius. 3. Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens.

4. Sistem mata pencaharian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus.

5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. 6. Bahasa merupakan produk manusia sebagai homo longuens.

7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus.

Selain unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan yaitu:

1. Kebudayaan Bendaniah (material) yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa sehingga lebih konkret atau mudah dipahami.

2. Kebudayaan Rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat abstrak dan lebih sulit dipahami (Supartono, 2004:35).

Koentjaraningrat dalam karyanya Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu(Supartono,2004:35-36):

(17)

Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud ide adalah kebudayaan rohaniah, yaitu yang memiliki ciri hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba. Contohnya adalah adat istiadat dan ilmu pengetahuan. Aktivitas kelakuan mempunyai sifat dapat dirasakan dan dilihat, tetapi tidak dapat diraba, contohnya adalah gotong royong dan kerja sama, sedangkan benda-benda yang bersifat dapat dilihat, dirasa dan diraba contohnya adalah meja dan kursi(Supartono:2004: 36).

2.3Model Teoritik

Gambar: 2

Bagan Model Teoritik Penelitian Makna Pesan Dalam Tari Saman

Komunikasi

Antarbudaya

Budaya

Acara Adat

Tari Saman

Simbol

1. Syair yang Terkandung

(18)

Universitas Sumatera Utara Sumber: Hasil Penelitian 2015

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa sekali pun organisasi nirlaba, LAZ APU memperlihatkan sebuah pengelolaan yang profesional sehingga kegiatan yang dilakukan

bagaimana pembentukan habitus siswa dari penerapan inovasi kurikulum khas Sekolah Alam Bangka Belitung...

Akan tetapi, nilai PETCO 2 tidak dapat menggantikan nilai PaCO 2 pada pasien dengan ventilasi mekanik sehingga nilai PaCO 2 harus tetap digunakan dalam

[r]

berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “ KAJIAN DAN OPTIMASI KONDISI PEMOTONGAN DENGAN SUHU PEMOTONGAN PADA PEMBUBUTAN BAJA AISI

Hasil dari penelitian ini berupa persentase dari persepsi pengguna terhadap pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan, mengetahui faktor-faktor yang paling dominan

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa latihan relaksasi otot progresif bermanfaat untuk meredakan keluhan sakit kepala dan

Pembubutan keras merupakan proses pemesinan yang dilakukan pada benda kerja dengan nilai kekerasan lebih dari 45 HRC.. Pembubutan keras ini biasanya dilakukan dengan