• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)

OLEH :

AMEILIA ZULIYANTI SIREGAR, S.Si., M.Sc., Ph.D (NIP. 197305272005012002) TRY SAKTI SYAHPUTRA (140301038)

KOLOKIUM PENUNJANG DAN PENDUKUNG PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim ... 5

Tanah... 6

Hama Pada Tebu ... 6

Penyakit Pada Tebu ... 8

Pengendalian ... 16

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 18

Saran ... 18

(3)

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarumL.)

Ameilia Zuliyanti Siregar dan Try Sakti Syahputra

Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005 dalam Sinaga, 2010).

Tebu (Sacharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan/industri berupa rumput tahunan yang merupakan bahan baku pembuatan gula. Tanaman ini merupakan komoditi penting karena didalam batangnnya terkandung 20% cairan gula (Anonim, 2008a). Tanaman ini berasal dari India, tetapi ada kemungkinan berasal dari Irian Barat karena disanalah ditemukan tanaman tebu liar.

Sebagai bahan baku pembuatan gula pasir, tebu berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Komsumsi gula pasir di Indonesia terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Komsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton yang terdiri atas 2,5 juta ton gula komsumsi dan 0,8 juta ton untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, sedangkan produksi gula nasional pada tahun 2004 baru mencapai 2 juta ton (Anonim, 2005a).

(4)

terdiri atas 2,5 juta ton gula komsumsi dan 0,8 juta ton untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, sedangkan produksi gula nasional pada tahun 2004 baru mencapai 2 juta ton (Anonim, 2005a). Produksi dan produktivitas dari tahun tahun ketahun cenderung menurun dengan laju penurunan sekitar 2,1% per tahun (Anonim, 2008b).Oleh karena itu mengimbangi laju permintaan yang tinggi, maka pemerintah berusaha mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kendala terbesar tanaman tebu di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan dan di sentra perkebunan tebu Cinta Manis yaitu serangan hama. Hama utama tebu di Sumatera Selatan dan sentra perkebunan tebu Cinta Manis antara lain adalah penggerek batang bergaris (Chilo saccharipaghus), penggerek batang berkilat (Chilo auricilius), dan penggerek pucuk (Scirpophaga nivella). Penurunan

produksi gula karena serangan hama dapat mencapai 20% per tahun (Sutejo 2008).

Serangan hama merupakan kendala dalam peningkatan produktivitas tebu. Hama penggerek yang menyerang batang tebu adalah Chilo sacchariphagus (penggerek bergaris), C. auricilia (penggerek berkilat), Eucosma scistaceana (penggerek abu-abu), Chilotraea infuscatella (penggerek kuning), Sesamia inferens (penggerek jambon) dan Phragmatoecia castanea (penggerek raksasa). Kendala terbesar tanaman tebu di Indonesia adalah penggerek batang tebu bergaris dan penggerek batang berkilat (C. auricilius). Serangan hama ini dapat menimbulkan kerugian mencapai 30-45 % (Meidalima et al., 2012).

Menurut Kalshoven (1981), A. tegalensis merupakan hama tebu di Pulau Jawa. Spesies lain dari golongan yang sama antara lain A. madiunensis, Chionaspis saccharifolia, Pinnaspis aspidistrae latus, Odonaspis saccharicaulus, dan Uniaspis citri Comst. Kutu i dapat menyerang berbagai macam klon tebu. Inang lain dari hama ini adalah rumput Erianthus arundinaceus. Kutu A. tegalensis mempunyai ukuran tubuh yang tergolong kecil, jika sudah dewasa panjangnya hanya 1,32 mm. Kutu perusak tebu ini tinggal dalam perisai yang terbuat dari bahan lilin hasil sekresinya sendiri dan lapisan lilin batang tebu, yang berukuran panjang 2,39 mm

(5)

memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, karena tidak memiliki pengaruh negatif terhadap produk pertanian yang dihasilkan (Sukmawaty et al. 2008 dalam Bakti, 1991).

Tumbuhan liar di sekitar pertanaman tebu tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung atau shelter dan pengungsian musuh alami ketika kondisi tidak sesuai (van Emden 1991), tetapi juga dapat menjadi sumber atau source musuh alami yang bakal menginvasi pertanaman tebu musim berikutnya (Herlinda & Irsan 2011). Tumbuhan liar dapat juga berdampak negatif bagi tanaman, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh tumbuhan liar berbunga terhadap tanaman tebu dan keberadaan parasitoid.

Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tebu adalah menyediakan bahan tanam (bibit) yang berkualitas. Hal ini dikarenakan bibit memiliki peran besar dalam produksi gula. Ketersediaan bibit tebu yang memiliki tingkat pertumbuhan yang baik , ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman serta memiliki tingkat rendemen gula yang tinggi akan mendukung peningkatan produktivitas gula (Asil et al. 2015).

Langkah awal untuk peningkatan produksi tebu adalah pengelolaan bibit tebu dengan baik. Pengelolaan bibit tebu yang baik dan tersedianya faktor input pendukung lainnya akan secara langsung mendukung perolehan produktivitas tebu yang tinggi. Dampak dari pengelolaan bibit yang kurang baik meskipun penggunaan input lain terjamin tidak akan menghasilkan produktivitas yang maksimal. Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992) bibit adalah modal utama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu. Pengetahuan manfaat pengelolaan bibit yang baik sangat diperlukan produsen gula untuk menciptakan dan mengusahakan bibit bermutu.

(6)

pada pembibitan tebu sangat diperlukan guna untuk membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan bibit tebu.

Selain permasalah dari sisi bibit, semakin sedikitnya ketersediaan lahan menyebabkan kebutuhan lahan untuk pembibitan juga semakin sulit. Dari beberapa problematika tersebut di atas, diperlukan teknologi penyiapan bibit yang singkat, tidak memakan tempat dan berkualitas tentunya. Adapun teknik pembibitan yang dapat menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi serta tidak memerlukan penyiapan bibit melalui kebun berjenjang adalah dengan teknik pembibitan bud chips. Bud chips adalah teknik pembibitan tebu secara vegetatif yang menggunakan bibit satu mata (Putri et al., 2013 dalam Ferry et al., 2015). Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis - jenis

(7)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tebu (Saccharum officinarumL.)

Tebu (sugarcane) atau saccharum termasuk tumbuh-tumbuhan yang diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub-divisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae, Ordo : Poales Famili : Graminae, Genus : Saccharum, Spesies : Saccharum officinarum L. Tanaman Tebu menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk famili rumput (Graminae) dan subtribes (golongan) Saccharae atau Saccharum. Saccharum ini terbagi dalam 5 keluarga yaitu Saccharum spontaneum, Saccharum sinensis, Saccharum barberi, Saccharum robustum, dan Saccharum officinarum. diantara spesies tersebut yang

paling banyak digunakan di Indoesia adalah Saccharum officinarum L. (Ika dan Soemarno, 1991).

Tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang daun, dan bunga. Masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Tanaman tebu sebagai salah satu tanaman monokotil memiliki tipe perakaran serabut. Akar tebu dapat dibedakan menurut perkembanganya, yaitu akar primer dan akar sekunder. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku ruas stek batang bibit, akarnya lebih halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang tumbuh dari dari mata akar dalam buku ruas tunas yang tumbuh

dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang (Supriyadi, 2002).

Batang tebu padat seperti batang jagung, dimana bagian luar berkulit keras dan bagian dalam lunak dan mengandung air gula. Tanaman tebu yang masih muda belum terlihat jelas batang karena masih tertutup oleh daun. Namun bila daun tebu sudah mulai mengering dan jatuh maka batang tebu mulai dapat terlihat. Batang tebu terdapat ruas dan buku. Ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat kedudukan daun. buku yang terletak dibawah permukaan tanah mempunyai hubungan yang erat dengan proses pembentukan tunas atau anakan dan perkembangan ratoon (Sutardjo, 1994).

(8)

(Supriyadi, 1992). Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas. Pelepah juga melekat pada batang dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan melindungi mata tunas (Miller dan Gilbert, 2006).

Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer (Miller dan Gilbert, 2006). Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman tebu tumbuh (James, 2004).

Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50- 80 cm. Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan dua kepala putik dan bakal biji. 5. Buah 10 Budidaya dan Pasca Panen TEBU Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.

Syarat Tumbuh Iklim

Tebu dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut (dpl), tetapi pada ketinggian mulai +1200 m (dpl) pertumbuhan tebu akan lambat. Curah hujan yang optimum untuk tanaman tebu 9 adalah 1.500-2.500 mm per tahun dengan hujan tersebar merata. Produksi yang maksimum dicapai pada kondisi yang memiliki perbedaan curah hujan yang ekstrim antara musim hujan dan musim kemarau(Tim Penulis PTPN XI, 2010).

(9)

Tanah

Menurut Sudiatso (1982), tekstur tanah yang cocok untuk tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air yang cukup. Kedalaman (solum) tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air. Syarat topografi lahan tebu adalah berlereng panjang, rata, dan melandai. Bentuk permukaan lahan yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah datar sampai bergelombang dengan kemiringan lereng 0– 8 % .

Tebu cocok ditanam pada tanah dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur P (fosfor). Menurut Sudiatso (1999) bahwa kecepatan tumbuh tanaman dapat dipengaruhi kultivar, suhu, jumlah sinar matahari, kelembaban, kesuburan tanah dan gulma.

Hama Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarumL.)

Beberapa macam hama yang sering dijumpai pada tanaman tebu adalah penggerek pucuk, penggerek batang, kutu bulu putih, tikus, uret dan babi hutan. Uret dan kutu bulu putih merupakan hama utama bagi tanaman tebu di lahan kering.

a. Penggerek pucuk(Tryporiza nivella)

Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga mematikan titik tumbuh. Usaha pemberantasannya menggunakan insektisida carbofuran yang dapat diberikan dengan cara suntikan atau taburan.

b. Penggerek batang(Chillo spp.)

Hama berupa ulat ini merusak ruas-ruas batang tebu sehingga pada serangan yang parah dapat merobohkan tanaman. Usaha pengendaliannya dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan parasit kerawati Tricbograma Spp., dan parasit lalat Diatrae opbaga Striatalis.

(10)

dapat meletakkan telur 3-4 kali dengan jumlah telur yang diletakkan 66,4 butir pada larva penggerek bergaris.

Salah satu serangga yang dapat dijadikan musuh alami bagi Lepidoptera adalahTetrastichus sp. Menurut hasil penelitianKartohadjono (1995) dari 10 jenis parasitoidtelur di Asia hanya tiga jenis yang seringdijumpai di lapangan yaitu Trichogramma sp.,Telenomus sp. dan Tetrastichus sp. Berdasarkanpenelitian Winasa (1992) di Jawa Baratmengemukakan bahwa dari ketiga jenisparasitoid telur tersebut T. schoenobiimerupakan parasitoid yang paling efektif (Syahrial et al. 2015).

c. Kutu bulu putih(Ceratovaguna lanigera)

Pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera dipangkas, dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan atau dibakar. Pada serangan yang sudah luas, pemberantasannya dapat menggunakan parasit Encarsia flavosculetan atau menggunakan insektisida sistemik misalnya formation 825 gr/ha atau dimetoat 1000 gram/ha.

d. Tikus(Rattus srgentiventer)

Serangan tikus di daerah-daerah tertentu terjadi hampir setiap tahun, sehingga kemungkinan kerugian sangat besar. Pada daerah-daerah yang berbatasan dengan sawah perlu adanya kerjasama dengan petani padi untuk mengamati adanya serangan tikus pada tanaman padi. Segera setelah panen, dilakukan gropyokan dan pengasapan pada lubang-lubang persembunyian maupun pemasangan umpan beracun.

(Mubyarto, 1984).

e. Kutu babi(Saccharicoccus sacchari Cockerell)

Tanaman tebu dapat diserang oleh berbagai jenis organisme pengganggu tanaman (OPT), salah satunya yaitu hama kutu babi (Saccharicoccus sacchari Cockerell, Pseudococcidae, Hemiptera). Selain merusak tanaman tebu secara

(11)

f. Uret(Lepidiota stigma F.)

Hama uret adalah hama yang juga menyerang pada tanaman tebu. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama uret ini adalah daun tanaman layu lalu menguning dan akhirnya kerig dan mati, akar tanaman habis karena hama ini menyerang bagian akar, bagian pangkal batang terdapat luka bekas gesekan, sekitar pangkal batang dan akar terdapat uret, dan pada serangan yang berat tanaman mudah rebah (Mubyarto, 1984).

Penyakit Pada Tanaman Tebu(Saccharum officinarumL.)

Hampir semua penyakit tanaman dapat dikendalikan oleh jenis-jenis fungisida yang ada. Beberapa penyakit pada tanaman tebu yang disebkan oleh fungi adalah:

a. Noda Merah

Tahun 1983, penyakit noda merah (Red Leaf Spot) disebabkan oleh cendawan Eriosphaeria sacchari dan penyakit ini terdapat baik pada bagian atas maupun pada bagian bawah daun dari daun tebu, tetapi pada bagian bawah lebih jernih warnanya. pada permulaan timbul bintik halus pada bagian bawah dari daun, yang berwarna merah dan dikelilingi oleh suatu tepi yang kuning. Bintik merah membesar, dan tetap dikelilingi oleh suatu tepi yang kuning. Noda-noda berbentuk lingkaran, kadang-kadang tidak teratur, karena saling bersambung (Handojo, 1982).

Gambar 1. Penyakit Noda merah b. Pokkahbung

(12)

(1982) membagi gejala pokahbung menjadi tiga tingkat yang lazimnya disebut pb1, pb2, dan pb3. Pada pb1 gejala hanya terdapat pada daun. Helaian daun yang baru saja membuka pangkalnya tampak klorotis. Pada bagian ini kelak timbul titi-titik atau garis-garis merah.

Jika penyakit meluas kedalam, maka daun-daun yang belum membuka akan terserang juga. Daun-daun ini akan rusak dan tidak dapat membuka dengan sempurna. Pada pb2 jamur menyerang ujung batang yang masih muda, tetapi tidak menyebabkan pembusukan. Pada batang yang masih muda ini terjadi garis-garis merah kecoklatan yang dapat meluas menjadi rongga-rongga yang dalam. Rongga-rongga ini mempunyai sekat-sekat melintang hingga tampak seperti tangga. Jika ujung batang dapat tumbuh terus akan terjadi hambatan (stagnasi) pertumbuhan, dan pada bagian yang berongga tadi batang membengkok. Pada pb3 jamur menyerang titik tumbuh dan menyebabkan pembusukan. Busuknya tunas ujung sering disertai dengan timbulnya bau tidak sedap. Serangan ini menyebabkan matinya tanaman (Handojo, 1982).

Perkembangan penyakit pokahbung dapat berbeda antara daerah yang berlainan. Dipasuruan pb3 berkembang dari pb2, dan pb2 timbul pada batang yang sehat. Di Jawa Barat pb2 umumnya berkembang dari pb1. Dengan demikian tidak selalu terdapat korelasi antara pb1 dan pb3 (Handojo, 1982). Pada tahun 1935 di Jawa Barat dilakukan penghitungan pokahbung. Diketahui bahwa busuk ujung berkisar antara 10,6 dan 38%.

Kerugian untuk tiap 1 % adalah 0,35 dan 0,85 %. Penyakit karena jamur pada umumnya, pokahbung dibantu oleh cuaca yang lembab. Penyakit dibantu oleh hujan. Di Jawa biasanya penyakit meluas pada bulan Januari dan Februari. Tebu yang subur cenderung lebih rentan ketimbang yang kurus. Penambahan pupuk ammonium sulfat sampai batas tertentu menyebabkan bertambahnya pb 3 (Handojo, 1982).

(13)

pengendalian hayati yang saat ini mulai diterapkan.Beberapa tahun belakangan ini telah dicoba pengendalian dengan memanfaatkan mikroorganisme antagonis. Diantara jamur antagonis yang umum digunakan adalah Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Kedua jamur ini diketahui dapat memarasit miselium jamur Rhizoctonia dan Sclerotium, serta menghambat pertumbuhan banyak jamur seperti Phytium, Fusarium dan mengurangi penyakit yang disebabkan oleh sebagian patogen tersebut (Agrios, 1996)

Gambar 2. Penyakit Pokkahbung

c. Penyakit mosaik

Tanaman tebu (S. officinarum) dapat terserang berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus yang diantaranya adalah penyakit mosaik yang di sebabkan oleh virus Sugarcane Mosaic Virus (SCMV) . Kehadiran virus ini dapat menghambat fotosintesis, merusak tanaman dan menekan tingkat produktifitas tanaman tebu (S. officinarum) hingga 0.2% sampai 50% tergantung seberapa berat infeksi virus dan ketahanan varietas terhadap virus SCMV (Duriat, 1979)

(14)

Daun tanaman jagung yang terserang CSMV menampakkan gejala mosaik dengan garis putus – putus berwarna hijau muda, hijau tua, dan kuning sepanjang tulang daun. Infeksi yang terjadi lebih awal pada tanaman, periode inkubasi penyakit lebih singkat dan persentase serangannya lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang terinfeksi lebih lambat. Begitupula dengan tinggi tanaman, pertumbuhan tanaman semakin kerdil (Muis et al.,1998).

Gambar 3. Penyakit Mosaik d. Noda Kuning

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora kopkei dan banyak ditemukan di daerah dataran tinggi yang lembab dengan gejala sebagai berikut: 1) pada daun muda timbul noda-noda kuning pucat, kemudian berubah menjadi kuning terang segar. Warna ini bertahan sampai daun menua kemudian timbul pula noda titik-titik atau garis-garis berwarna darah kotor yang tak teratur; 2) pada cuaca lembab, bagian bawah daun tertutup lapisan putih kotor yang keluar dari sulur-sulur cendawan; 3) helaian daun yang mati berwarna agak kehitaman.

(15)

e. Noda cincin

Penyakit ini disebabkan oleh tiga cendawan yaitu Heptosphaeria sacchari, Helminthosporium sacchari dan Phyllsticta Saghina. Lesi penyakit noda cincin pada mulanya terbentuk dari warna hijau tua menjadi kecoklatan. Lesi berbentuk lonjong memanjang dengan lingkaran berwarna kuning. Lesi melebar dan bagian tengah lesi biasanya menjadi kekuning-kuningan dengan tepi yang terlihat jelas berwarna merah kecoklatan. Lesi dari penyakit noda cincin tersebut terutama terjadi pada helai daun tetapi dapat terjadi pada pelepah daun dan memiliki ukuran yang bervariasi yaitu dari 1-5 x 4-18 mm. Penyakit noda cincin pada umumnya tidak hanya terjadi pada daun yang berumur tua, tetapi juga daun yang berumur lebih muda.

Penyakit pada daun tebu ring spot muncul karena jamur leptosphaeria sacchari . Media penyebaran penyakit ini berkembang baik pada keadaan lembab dan hangat (musim panas). Mewabahnya penyakit ini semakin cepat dengan bantuan hujan/angin. Secara fisik penyakit ini berwarna bronze brown dengan tepi kekunigan saat dewasa (berbentuk seperti cincin). Dimulai dati bintik sampai berbentuk oval bercak penyakit ini dapat berukuran 1-5 mm sampai 4-18 mm. Ring spot merupakan penyakit yang dapat muncul pada daun tebu pada usia dewasa atau dalam kondisi siap panen. Secara langsung penyakit ini tidak menyebabkan hasil panen menurun.

Gambar 5. Penyakit Cincin isroi.files.wordpress.com (2015) f. Karat orange

(16)

menampakkan gejala berupa bercak noda lebih utamanya pada bagian permukaan bawah daun dengan panjang 2-20 mm dan lebar 1-3 mm. Daun yang terinfeksi parah mengandung gabungan sejumlah bercak coklat yang menyebabkan area nekrotik yang besar pada daun. Penyakit common rust memiliki ciri lesi yang cukup mirip dengan orange rust dan kedua penyakit karat tersebut dapat menimbulkan kesalahan pada saat diidentifikasi, tetapi common rust berwarna coklat kemerah-merahan hingga coklat dan tidak pernah berwarna oranye kecoklatan berupa bercak kecil berwarna kuning memanjang yang terlihat pada kedua permukaan daun, kemudian menjadi semakin besar dan dapat menjadi berwarna coklat kemerah-kemerahan.

Efek jika tanaman terjangkit penyakit ini adalah tanaman menjadi kerdil dan terdapat bercak berwarna kuning. Khsusnya pada daun bercak tersebut awalnya kecil dan kemudian melebar antara 2-10 mm atau bahkan 30 mm dengan warna coklat sampai orange-coklat/merah-coklat.

Gambar 6. Penyakit Karat Oranye image.slidesharecdn.com (2010) g. Penyakit pembuluh

Penyakit pembuluh adalah salah satu penyakit yang juga sering menyerang di areal pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang pada pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) yang terserang oleh penyakit pembuluh ini maka tanaman yang terserang akan memperlihatkan gejala pertumbuhan yang kurang sempurna atau terhambat yang terutama dapat menyebabkan tanaman tebu menjadi kerdil dibanding ukuran semula (Garudatp, 2009).

h. Penyakit blondok

(17)

sendiri merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang memiliki ciri – ciri apabila batang dari tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tersebut dibelah maka akan terlihat pembuluh – pembuluh dari tanama tebu yang memiliki warna kuning ketuaan sampai dengan merah ketuaan (Garudatp, 2009).

(18)

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN TEBU Pengendalian Hama

Pengendalian hama pada tanaman tebu saat ini cenderung dilakukan secara hayati, dengan memanfaatkan parasitoid. Pengendalian hayati memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, karena tidak memiliki pengaruh negatif terhadap produk pertanian yang dihasilkan (Sukmawaty et al. 2008).

Pengendalian penggerek batang bergaris juga telah dilakukan dengan menggunakan perangkap berupa feromon. Musuh alami dari penggerek batang bergaris antara lain adalah Pheidoe megacephala F. (Hymenoptera: Formicidae) merupakan serangga predator yang utama (Goebel et al., 2001).

Pelepah daun tebu seringkali menjadi tempat berkembangnya beberapa hama, seperti kutu perisai, kutu bulu putih, atau kutu babi. Klentek merupakan kegiatan membuka batang tebu dari pelepah-pelepah yang terserang hama dengan menggunakan gancu. Areal dengan tingkat serangan hama cukup besar menjadi prioritas dalam kegiatan pengendalian ini. Kebutuhan tenaga kerja rata-rata pada kegiatan ini yaitu 25 orang/ha/hari (Dhiyaudzdzikrillah, 2011).

Bahan kimia pestisida merupakan teknologi yang banyak digunakan dalam pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT), senyawa senyawa pestisida itu yang paling banyak diadopsi oleh para petani karena penggunaannya sangat mudah, cepat dan memberikan hasil yang jelas (Suparyono, 2002). Akan tetapi, jika aplikasinya kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya (Wudianto, 1998).

Pengendalian Penyakit

pengendalian dengan pemakaian zat kimia. Tergantung dari macamnya patogen, maka senyawa kimia dapat digolongkan kedalam fungisida, bakterisida atau virisida. Hampir semua penyakit tanaman dapat dikendalikan oleh jenis-jenis fungisida yang ada (Haryono, 2000).

(19)
(20)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae

2. Tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang daun, dan bunga. Masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri 3. Beberapa macam hama pada tanaman tebu adalah penggerek pucuk,

penggerek batang, kutu bulu putih, tikus, uret dan babi hutan. Uret dan kutu bulu putih merupakan hama utama bagi tanaman tebu di lahan kering 4. Beberapa penyakit pada tanaman tebu adalah nodamerah, noda kuning,

noda cincin, pokkabungm mosai, penyakit pembuluuh, penyakit blondok dan lain – lain

5. Pengendalian dalam mengendalikan hama dan penyakit tebu dapat dilakukan dengan cara kimia, hayati dan biologi

Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anonim, 2005a. Swasembada Gula Nasional. Bali post. Jakarta. diakses tanggal 21 Oktober

Anonim, 2008a. Akselerasi Meningkatkan Produksi Dan Produktivitas Tebu. www.google.com . Diakses tanggal 21 Oktober 2008.

Anonim, 2005b. Pengenalan Dan Pengendalian Hama Penting Pada Perkebunan Tebu. Proyek pengembangan tebu, Disbun Jatim. Diakses tanggal 25 Maret 2009.

Asil, B., H, P, Situmeang. dan Irsal. 2015. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Sumber Bud Chips Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarum) di Pottray.FP USU. Medan.

Bakti, D. 1991. Kajian Aspek Bionomi Apanteles flafipes (Cam.) Parasitoid

Penggerek Batang Tebu (Chilo spp.). Tesis Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Beardsley, J. W. 1962. Notes on the Biology of the Pink Sugar Cane Mealybug, Saccharicoccus sacchari (Cockerell), in Hawaii

(Homoptera:Pseudococcidae). Tersedia dalam https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/10849. Diakses

pada tanggal 19 April 2011.

Dhiyaudzdzikrillah. 2011. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Lahan Kering di PT Gula Putih Mataram, Lampung, Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, dan Angkut. Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bogor.

Duriat, A.S. 1997. Identifikasi gejala virus pada Gerkin cv. Calypso. hlm. 512-516. Dalam Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Rakyat di Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI di Mataram

Ferry, E, T, S., R, Rikardo dan Meiriani. 2015. Respons Pertumbuhan Bibit Bud Chips Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk N, P dan K pada Wadah Pembibitan yang Berbeda. FP USU. Medan.

(22)

Goebel, R. E. Tabone, J. Rochat, E. Fernandez. 2001. Biological Control of the Sugarcane Stem Borer Chilo sacchariphagus (Lep: Pyralidae) in Reunion Island : Current and Future Studies on The Use of Trichogramma spp. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass. 75: 171-174.

Handojo, H. 1982. Penyakit tebu di Indonesia. BP3G Pasuruan. 189 hal.

Haryono, E, 2000, Sumberdaya Alam Di Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Berbatuan Karbonat, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Konteks Negara Kepulauan, 2 September 2000, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

Herlinda S, Waluyo, SP Estuningsih, Chandra Irsan. 2008. Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida. J. Entomol, Ind, 5(2):96−107.

Ika R S dan Soemarno. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya : Malang.

James, G. 2004. Sugarcane. Blackwell Publishing Company. Oxford OX4 2Dq, UK. 216 hlm.

Kalshoven , L, G, E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised And Translated by Van Der Laan PA, University of Amsterdam With The Assistance Of G. H. L. Rothschild, CSIRO, Canberra. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hlm

Kartohardjono A. 1992. Preferensi Predator Paederus sp. terhadap Beberapa Jenis Wereng pada Tanaman Padi. hlm. 728- 732. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Meidalima, D., S. Herlinda, Y. Pujiastuti, C. Irsan. 2012. Pemanfaatan Parasitoid

Telur, Larva, dan Pupa untuk Mengendalikan Penggerek Batang Tebu. Universitas Sriwijaya. Palembang.

.

Miller, J.D. and R.A. Gilbert. 2006. Sugarcane Botany: A Brief View. Agronomy Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. 6 hlm.

Mubyarto. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

(23)

Putri, R.S.J., T. Nurhidayati., W. Budi. 2010. Uji Ketahanan Tanaman Tebu Hasil Persilangan (Saccharum spp. Hybrid) Pada Kondisi Lingkungan Cekaman Garam (NaCl). Institut Sepuluh Nopember. Surabaya, hlm 3. Rauf, A.W., Syamsuddin, T., Sri, R.S. 2000. Peranan Pupuk NPK Pada Tanaman

Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan. Irian Jaya, hlm 3-4.

Semangun, H. 1991. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setyamidjaja, D dan H. Azharni. 1992. Tebu Bercocok Tanam dan Pasca Panen. CV. Yasaguna. Jakarta. 152 hal.

Sinaga, S. 2010. Potensi dan Pengembangan Objek Wisata Di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kertas Karya. Program DIII Pariwisata. Universitas Sumatera Utara. Akses 26 November 2013

Sudiatso, S. 1982. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudiatso, S. 1999. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sukmawaty P, Herlinda S, Pujiastuti Y. 2008. Jenis-jenis Parasitoid Telur Eurydema pulchrum (WEST.) (Hemiptera: Pentatomidae) pada Tanaman Brassicae. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Sumber Daya Hayati yang Berwawasan Lingkungan dalam Menyikapi Dampak Pemanasan Global, Palembang 18 Oktober 2008.

Supriyadi, A. 2002. Rendemen Tebu : Liki-Liku Permasalahannya. Kanisius, Yogyakarta.

Sutardjo, E. R. M. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. 76 hal. Sutejo B. 2008. Antisipasi Perkembangan Hama Penggerek Pucuk dan Penggerek

Batang di Perkebunan Tebu Akibat Perubahan Iklim di Unit Usaha Cinta Manis PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Kab. Ogan Ilir Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Sumber Daya Hayati yang Berwawasan Lingkungan dalam Menyikapi Dampak Pemanasan Global, Palembang 18 Oktober 2008.

(24)

TIM PENULIS. PT. Perkebunan Nusantara XI. 2010. Panduan Teknik Budidaya Tebu. PT Perkebunan Nusantara XI. Surabaya

Tjokroadikoesoemo, P. S. dan A. S. Baktir, 2005. Ekstraksi Nira Tebu. (Skripsi). Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri. Surabaya

Van Emden HF. 1991. Plant diversity and natural enemy efficiency in agroecosystems, p.63−80. In M. Mackauer, L.E. Ehler & J. Roland (eds.) Critical issues in Biological Control. Athenaeum Press Ltd. Great Britain. Winasa IW. 1992. Kajian beberapa Teknik Pengendalian Penggerek Padi Putih,

Scriphophaga innotata (Wlk,) (Lepidoptera : Pyralidae). Makalah disajikan pada Seminar Hasil Penelitian Pendukung PHT; 7-8 September 1992. Bogor. 21h.

Wudianto, R., 1998. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Penyakit Noda merah
Gambar 2. Penyakit Pokkahbung
Gambar 3. Penyakit Mosaik
Gambar 5. Penyakit Cincin
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Terdapat perbedaan pada jumlah eosinofil sputum maupun VEP 1 % yang bermakna, dan neutrofil sputum yang tidak bermakna sebelum dan sesudah pemberian

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berada pada tahap growth dan stagnant lebih cenderung melakukan manajemen laba akrual, sedangkan pada tahap

Kalsiumin huuhtoutuminen (kg/ha) kokeen aikana huuhtoutumis- kentän nurmien ja ohrapeltojen salaojavedessä lannoituksittain, kausittain ja vuosittain sekä keskimäärin

[r]

Skop kajian ini menumpukan kepada tiga aspek iaitu tahap pengetahuan pentadbir dan ahli jawatankuasa terhadap pengurusan masjid dalam Islam, bentuk pengurusan yang dijalankan dan

1) Pada kegiatan awal yaitu menyiapkan kondisi kelas sudah tercapai, dan pada kegiatan yang lain ada beberapa deskriptor yang belum tercapai. 2) Pada kegiatan inti

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa employer branding dan employee value proposition baik secara simultan maupun masing-masing secara parsial dirasakan

Penulisan Ilmiah ini bertujuan memberikan informasi geografis kepada user, yang interaktif dan menarik maupun hanya untuk mendapatkan formasi dari suatu unsur peta mengenai