1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Duktus arteriosus memiliki peranan yang sangat penting pada kehidupan fetus, dimana duktus arteriosus menghubungkan arteri pulmoner dan aorta, hal ini berfungsi untuk menghindari aliran darah ke paru menuju sirkulasi plasenta umbilikus.1
Pada 3 hari pertama kehidupan, duktus arteriosus merupakan aliran fisiologis pada bayi matur maupun prematur, akan tetapi jika terjadi kegagalan penutupan setelah 3 hari, maka akan terjadi pirau dari kiri ke kanan yang akan menimbulkan gejala klinis yang tergantung pada besar kecilnya pirau.2
Duktus arteriosus persisten yang mengakibatkan peningkatan aliran darah paru dapat menyebabkan gagal jantung, disfungsi ginjal, necrotizing enterocolitis, perdarahan intraventrikular, altered postnatal nutrition and
growth, edema paru, hilangnya elastisitas paru-paru, dan kerusakan sistem pernapasan, yang akhirnya menyebabkan penyakit paru-paru kronis.2,3
2
Usia gestasi dan berat badan lahir menjadi faktor risiko terjadinya duktus arteriosus persisten, dimana risiko PDA meningkat 29% untuk setiap kekurangan berat badan 100 gram dan 93% untuk setiap minggu yang kurang dari usia kehamilan. Lain halnya menurut data nasional Portugal, dimana berat lahir menjadi faktor risiko yang lebih penting daripada usia kehamilan.5 Kurang lebih 40% bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan yang menderita distress pernafasan akan mengalami PDA, dimana pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram insidensnya mencapai 80% dan semakin meningkat jika bayi menggunakan ventilator.6
Skor apgar pada menit pertama dan menit kelima yang rendah juga menjadi faktor risiko, yaitu untuk kekurangan satu nilai apgar, risiko PDA meningkat sebesar 23% dan 27%. Dalam sebuah penelitian, pemberian surfaktan meningkatkan risiko PDA delapan kali, meskipun efek surfaktan pada hemodinamik sirkulasi sistemik dan paru masih belum dipahami dengan baik.5
Pada saat ini, terdapat 2 strategi dalam penutupan duktus arteriosus, yaitu; menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan komplikasi kegagalan penutupan duktus selama 24 jam pertama dan terapi dilakukan pada usia 7 hari dijumpai gejala klinis ataupun penemuan pada ekokardiografi.1
3
dibicarakan adalah pemakaian antibiotik aminoglikosisa. Perlu diketahui, aminoglikosida khususnya gentamisin merupakan antibiotik empiris yang digunakan divisi perinatologi sebagai terapi empiris untuk kejadian sepsis awitan dini.7
Seiring dengan pemberian gentamisin, sejak tahun 1970 patogen yang mendasari terjadinya sepsis awitan dini, yaitu grup β Streptococcus mengalami penurunan angka kejadian sebanyak 80% dari 1.7 kasus per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1993 menjadi 0.34 kasus per 1.000 kelahiran hidup dari tahun 2003 sampai 2005.8 Akan tetapi penggunaan terapi empiris yang berkepanjangan (lebih atau sama dengan 5 hari) dikatakan berhubungan dengan kejadian sepsis awitan lanjut, necrotizing enterocolitis, dan angka kematian.9
4 1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara pemakaian gentamisin dengan penutupan duktus arteriosus pada bayi dengan sangkaan sepsis ?
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara pemakaian gentamisin dengan penutupan duktus arteriosus pada bayi dengan sangkaan sepsis.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan pemberian gentamisin sebagai terapi empiris pada bayi dengan sangkaan sepsis terhadap penutupan duktus arteriosus. 1.4.2. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian PDA pada bayi dengan sangkaan sepsis.
2. Mengetahui hubungan usia gestasi dengan kejadian PDA pada bayi dengan sangkaan sepsis.
3. Mengetahui hubungan skor apgar dengan kejadian PDA pada bayi dengan sangkaan sepsis.
5
1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah: memberikan masukkan mengenai efek samping pemberian gentamisin sebagai salah satu terapi empiris pada bayi dengan sangkaan sepsis pada perinatologi
2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan kesehatan bayi khususnya dengan sangkaan sepsis