• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Periodontal Pengungsi yang Berada di Posko Pengungsian Bencana Erupsi Gunung Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Periodontal Pengungsi yang Berada di Posko Pengungsian Bencana Erupsi Gunung Sinabung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana Alam

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana alam didefinisikan

sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat sehingga dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis.1 Bencana alam merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan kondisi psikologis korban menjadi tidak seimbang.

Bencana alam diketahui merupakan salah satu jenis sumber stres (stressor) kuat yang

terjadi tiba-tiba dan secara khas memengaruhi banyak orang secara bersamaan.16 Sebagai contoh, bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan erupsi Gunung Merapi

pada tahun 2010 menyebabkan trauma dan stres yang berkepanjangan pada sebagian

besar pengungsi.17

Selain menimbulkan dampak psikologis, bencana alam juga memaksa

masyarakat untuk berpindah ke lokasi pengungsian yang lebih aman.18 Kondisi kehidupan di posko pengungsian biasanya tidak jauh berbeda satu dengan yang lain,

salah satunya dapat dilihat pada Gambar 1. Kehidupan di pengungsian yang tidak

teratur dan pola hidup yang berubah, tinggal bersama dengan banyak orang yang

menyebabkan kurang atau tidak adanya ruang privasi, kuantitas dan kualitas air bersih

serta fasilitas sanitasi yang kurang memadai, makanan dan akses terhadap layanan

kesehatan yang terbatas, keamanan dan kebersihan lokasi pengungsian dan mandi cuci

kakus (MCK) yang minim, kekhawatiran akan terjadinya penyakit di lokasi

pengungsian, pekerjaan dan penghasilan yang tidak jelas, serta kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan sekolah anak dalam waktu yang bersamaan

merupakan kondisi-kondisi yang dialami pengungsi selama berada di posko

(2)

ditemukan bahwa masalah kesehatan yang berkepanjangan ikut berkontribusi terhadap

meningkatnya mortalitas di posko pengungsian.19

Gambar 1. Kondisi kehidupan di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

A. Halaman depan posko. B. Dapur umum

Salah satu bencana alam di Provinsi Sumatera Utara yang hingga saat ini

mendapat perhatian baik dari pemerintah pusat maupun daerah adalah bencana erupsi

Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung tidak pernah meletus sejak

tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada bulan Agustus 2010.19 Sejak status Gunung Sinabung naik menjadi awas (level IV) pada 2 Juni 2015, erupsi

dan luncuran awan panas masih berfluktuasi sampai saat ini sehingga pengungsi masih

diharuskan untuk tinggal di posko pengungsian. Sampai dengan 26 April 2016 masih

terdapat 2.592 KK atau 9.322 jiwa yang tercatat sebagai pengungsi bencana erupsi

Gunung Sinabung yang tersebar di sembilan posko pengungsian.20

Walaupun sudah diungsikan ke tempat yang lebih aman, ternyata pengungsi

masih dapat merasakan dampak dari erupsi gunung yang masih aktif seperti hujan abu

yang cukup tebal terjadi di Berastagi saat Gunung Sinabung erupsi pada 15 September

2015 yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan pada pengungsi.21 Secara keseluruhan dampak yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Sinabung menyebabkan

tingkat kesejahteraan masyarakat menurun. Masyarakat yang rumahnya hancur dan

mata pencahariannya hilang harus memulai dari awal lagi untuk menata kehidupannya

di lingkungan yang baru.19

(3)

Pada kondisi kedaruratan yang disebabkan oleh bencana alam, kualitas dan

kuantitas air sering menjadi perhatian terbesar.5 Berdasarkan survey awal diketahui bahwa persediaan air bersih di posko-posko pengungsian bencana erupsi Gunung

Sinabung dipasok oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) berupa tangki-tangki air seperti

yang terlihat pada Gambar 2. Pengungsi dari dua posko pengungsian mengeluhkan

kurangnya kuantitas dan kualitas air di posko mereka. Hal ini penting untuk

diperhatikan mengingat bahwa kurangnya air bersih serta sanitasi lingkungan yang

kurang memadai akan menyebabkan rendahnya kebersihan diri para pengungsi yang

dapat membuat pengungsi rentan terkena berbagai penyakit salah satunya adalah

penyakit periodontal.22

Gambar 2. Posko pengungsian Jambur Tongkoh Berastagi. A. Tenda Pengungsi. B. Tangki-tangki air dari Dinas PU.

2.2 Penyakit Periodontal

Plak bakteri merupakan etiologi primer terjadinya penyakit periodontal. Plak

bakteri akan menghasilkan eksotoksin dan endotoksin yang berperan dalam merusak

jaringan periodontal baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menstimulasi

respon imun host terhadap inflamasi yang terjadi di gingiva. Plak dental dalam jumlah

yang sedikit biasanya masih dapat ditoleransi oleh individu yang sehat tanpa

menimbulkan penyakit periodontal, sedangkan pada kondisi imun yang lemah plak

dental dapat menimbulkan penyakit periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.9 A

(4)

Gingivitis merupakan inflamasi yang terjadi hanya pada gingiva tanpa

melibatkan jaringan periodontal lainnya dan bersifat reversibel. Gingivitis akan terjadi

jika terdapat plak bakteri yang banyak di subgingiva, sedangkan respon imun host

rendah. Tanda dan gejala gingivitis antara lain gingiva berwarna kemerahan (eritema),

bengkak (udem), berdarah pada saat probing (Gambar 3) atau menyikat gigi, dan

terjadi perubahan kontur dan konsistensi gingiva. Apabila gingivitis tidak dilakukan

perawatan maka proses inflamasi dapat meluas ke jaringan periodontal lainnya seperti

ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga terjadi periodontitis yang bersifat

ireversibel.23

Pada kasus periodontitis ditemukan adanya kehilangan perlekatan pada gingiva

yang terinflamasi akibat rusaknya serat-serat ligamen periodontal dan secara klinis hal

inilah yang membedakan periodontitis dari gingivitis. Hal lain yang membedakan

periodontitis dari gingivitis adalah adanya resorpsi tulang alveolar yang hanya dapat

dilihat dari gambaran radiografi. Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi

kronis yang dapat menyebabkan kehilangan gigi sehingga fungsi pengunyahan,

berbicara, dan estetik seseorang akan terganggu dan akhirnya berdampak pada kualitas

hidup individu yang menurun.9

Banyak peneliti sepakat bahwa periodontitis hampir selalu didahului oleh

gingivitis. Namun, pola peralihan dari gingivitis menjadi periodontitis antar individu

tidaklah sama. Beberapa kasus gingivitis ada yang tetap bertahan sebagai gingivitis

tanpa beralih menjadi periodontitis, sementara pada kasus lain fase gingivitis hanya

berlangsung singkat dan cepat sekali berkembang menjadi periodontitis. Berdasarkan

beberapa penelitian dan pendapat para ahli diketahui bahwa penentu utama seseorang

menjadi rentan terhadap penyakit periodontal atau tidak adalah respon imun host

terhadap inflamasi yang terjadi. Respon imun host juga menentukan gingivitis yang

telah terjadi akan berlanjut menjadi periodontitis atau tidak. Selain itu, perkembangan

penyakit periodontal juga dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko baik yang bersifat

(5)

Gambar 3. Tanda inflamasi pada penyakit periodontal. A. Prob dimasukkan ke dasar poket. B. Perdarahan timbul setelah beberapa detik dilakukan probing9

2.2.1 Faktor Risiko Penyakit Periodontal

Beberapa faktor risiko yang mendukung terjadinya penyakit periodontal:

a. Higiene oral

Higiene oral ditentukan oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan, perilaku,

herediter, dan faktor layanan kesehatan.24 Beberapa peneliti menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan kondisi higiene oral yang buruk. Loe dkk

melaporkan bahwa individu yang sehat dapat mengalami gingivitis apabila tidak

melakukan pembersihan gigi dan mulut selama dua sampai tiga minggu. Inflamasi

akan hilang dalam waktu satu minggu bila dilakukan pemeliharaan kebersihan rongga

mulut. Hal ini menunjukkan pentingnya kontrol plak agar tidak terjadi kerusakan

jaringan periodontal.10 b. Kebiasaan buruk

Rata-rata higiene oral pada individu yang mempunyai kebiasaan merokok lebih

jelek daripada yang tidak merokok. Seorang perokok mempunyai risiko menderita

periodontitis dua sampai tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak

merokok. Panas yang dihasilkan dari asap rokok dan kandungan nikotin didalam rokok

akan meningkatkan kerusakan perlekatan jaringan periodontal. Merokok juga

menyebabkan terjadinya stain kecoklatan sampai hitam yang memudahkan terjadinya

penumpukan plak dan pembentukan kalkulus pada gigi.10

(6)

Selain merokok, kebiasaan menyikat gigi yang salah dapat menyebabkan

terkelupasnya epitel gingiva, pembentukan vesikel atau eritema yang difus. Trauma

yang disebabkan oleh metode penyikatan gigi yang salah dapat menyebabkan resesi

gingiva hingga akar gigi tersingkap dan biasanya tepi gingiva sedikit menggembung.

Pemakaian tusuk gigi juga menyebabkan terbukanya ruang interproksimal sehingga

mudah terjadi penumpukan plak yang dapat menyebabkan perubahan inflamatoris pada

gingiva.10

c. Penyakit sistemik

Penderita penyakit sistemik misalnya diabetes melitus lebih rentan terhadap

infeksi patogen periodontal terutama pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.

Meningkatnya kerentanan penderita diabetes terhadap inflamasi disebabkan oleh

terjadinya defisiensi fungsi leukosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya

kemotaksis atau terganggunya kemampuan perlekatan terhadap bakteri. Peningkatan

level glukosa juga dapat menyebabkan berkurangnya produksi kolagen akibat

peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva. Melakukan skeling pada penderita

diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menyebabkan terjadinya abses periodontal.10 d. Usia

Tingkat keparahan penyakit periodontal yang direfleksikan dalam bentuk

kehilangan perlekatan akan meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Rerata

kehilangan perlekatan pada kelompok usia 18-24 tahun adalah 1,2 mm kemudian

meningkat sampai mencapai 3,6 mm pada kelompok usia 75 sampai dengan lebih dari

80 tahun.9

e. Jenis kelamin

Secara umum tingkat keparahan penyakit periodontal lebih tinggi pada laki-laki

dibandingkan perempuan. Data yang diperoleh dari survei National Institute of Dental

Research menunjukkan bahwa level kehilangan perlekatan pada laki-laki adalah sekitar

10 persen lebih tinggi daripada perempuan. Selain itu, laki-laki yang memiliki

kedalaman poket lebih atau sama dengan 4 mm adalah sekitar 11,5 persen, sedangkan

(7)

f. Stres

Stres merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan

ditemukan hubungannya dengan penyakit periodontal. Secara fisiologis stres akan

menyebabkan terproduksinya hormon-hormon stres seperti hormon kortisol melalui

aksis hypothalamus-pituitary-adrenal cortex (HPA) yang akan menekan sistem imun

sehingga resistensi tubuh terhadap infeksi menurun serta hormon epinefrin dan

norepinefrin melalui aksis symphatetic-adrenal medullary (SAM) yang akan

menstimulasi prostaglandin dan protease yang akan mengaktifkan osteoklas untuk

meresorpsi tulang alveolar.25

Secara psikologis stres akan mengubah perilaku seseorang. Seseorang dengan

tingkat stres tinggi atau yang mengalami stres kronis cenderung mengadopsi kebiasaan

yang meningkatkan risiko terhadap kesehatan jaringan periodonsium, antara lain

mengabaikan kebersihan gigi dan mulut yang menyebabkan akumulasi plak meningkat,

tidak melakukan kontrol berkala ke dokter gigi, memiliki kebiasaan bruksism,

meningkatkan konsumsi alkohol dan penggunaan tembakau yang dapat merusak

sintesis kolagen dan meningkatkan kadar matriks metalloproteinase-8, dan

mengonsumsi diet karbohidrat dan lemak yang berlebihan yang menyebabkan kortisol

meningkat sehingga sistem imun tertekan.26

Stres juga menyebabkan komposisi dan aliran saliva menurun. Hal ini

menyebabkan efek self-cleansing saliva menjadi tidak maksimal dan pembentukan plak

meningkat. Pelepasan hormon-hormon stres, perubahan perilaku, dan penurunan aliran

saliva yang diakibatkan oleh stres menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan

terhadap infeksi patogen periodontal.26

2.3 Pengukuran Tingkat Stres

Pengukuran tingkat stres dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya

dengan alat ukur Depression Anxiety Stress Scale (DASS) yang diperkenalkan oleh

Lovibond SH dan Lovibond PF pada tahun 1995. DASS merupakan alat pemeriksaan

untuk mengidentifikasi, membedakan, dan menilai keadaan emosional negatif yang

(8)

Damanik ED menggunakan kuesioner DASS 42 yang diterjemahkan kedalam

bahasa Indonesia pada dua kelompok sampel, yaitu 72 individu yang tinggal di

Yogyakarta dan Bantul yang mengalami bencana sebagai sampel klinis dan 72 individu

yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami bencana sebagai sampel

non klinis. Reliabilitas DASS yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sangat baik (α= .9483) karena 41 pernyataan mempunyai korelasi total lebih dari tiga (Nunnaly) dan dapat disimpulkan bahwa pengukuran mempunyai konsistensi internal

yang adekuat.28

Selain kuesioner DASS 42, terdapat versi DASS yang lebih pendek yaitu DASS

21. DASS 21 terdiri dari 21 pernyataan dan setiap skala terdiri dari tujuh pernyataan.

Setiap pernyataan dinilai dengan empat poin skala keparahan/ frekuensi (poin 0= tidak

pernah, poin 1= kadang-kadang, poin 2= lumayan sering, dan poin 3= sangat sering).

Skor DASS 21 dihitung dengan menjumlahkan poin pada masing-masing skala dan

dikalikan dua kemudian ditentukan kriteria stres sesuai Tabel 1.27

Tabel 1. Kriteria stres

Kondisi periodontal dapat diukur dengan berbagai indeks tergantung kebutuhan

pada penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini, pengukuran kondisi periodontal

pada pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung dilakukan dengan menggunakan

indeks periodontal Russell.29

Indeks yang dikembangkan oleh Russell ini berguna untuk mengukur

keparahan inflamasi gingiva maupun destruksi periodontal dengan kriteria skor seperti

yang terlihat pada Tabel 2.

(9)

Tabel 2. Indeks periodontal Russell

Skor Kriteria

0 Negatif. Tidak terlihat inflamasi pada gingiva maupun kehilangan fungsi akibat destruksi struktur periodontal pendukung.

1 Gingivitis ringan. Terlihat daerah inflamasi ringan pada daerah gingiva bebas, tapi inflamasi tidak mengelilingi gigi.

2 Gingivitis. Inflamasi telah meluas mengelilingi gigi, tapi tidak terjadi kehilangan perlekatan.

6 Gingivitis dengan pembentukan poket. Perlekatan epitel telah mengalami destruksi dan terjadi pembentukan poket absolut. Tidak ada hambatan pada fungsi mastikasi, gigi tetap pada soketnya, dan tidak drifting.

8 Destruksi lanjut disertai kehilangan fungsi mastikasi. Gigi goyang,

drifting, saat diperkusi tidak berbunyi nyaring (dull) atau dapat didepresikan kedalam poket

Penelitian ini menggunakan enam gigi indeks Ramfjord, yaitu gigi 16, 21, 24,

36, 41, dan 44 pada permukaan vestibular dan oral gigi. Kaca mulut dan prob

periodontal digunakan untuk melihat kondisi periodontal subjek penelitian secara

klinis. Skor setiap gigi dihitung dengan menjumlahkan skor setiap permukaan gigi

dibagi dengan jumlah permukaan gigi yang diperiksa. Skor indeks periodontal individu

dihitung dengan menjumlahkan skor dari setiap gigi kemudian dibagi dengan jumlah

gigi yang diperiksa. Berdasarkan skor indeks periodontal dapat ditetapkan kondisi

klinis dan stadium penyakit individu tersebut yang terdapat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi klinis periodontal berdasarkan skor indeks periodontal

Kondisi klinis Rentangan skor Tahapan Penyakit

Periodonsium secara klinis normal 0-0,2

(10)

2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep

Kondisi Periodontal - Perilaku higiene oral

- Gaya hidup - Stres

Kondisi klinis periodontal buruk Merokok Konsumsi

alkohol

Sanitasi Stres

Perilaku Higiene Oral

Bencana Alam

Perubahan Kehidupan Pengungsi

Gaya Hidup

Gambar

Gambar 1. Kondisi kehidupan di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.
Gambar 3. Tanda inflamasi pada penyakit periodontal. A. Prob dimasukkan   ke dasar poket
Tabel 2. Indeks periodontal Russell

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai Nagelkerke R-square, maka proporsi varians dari variabel independen yang dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, raskin, jaminan pembiayaan atau

Sama seperti kedua penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana penerapan Macromedia Flash 8.0 dalam pembelajaran Simulasi Digital,

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman ubi kayu di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu penggunaan pupuk yang tidak efisien, hal ini dikarenakan masih banyak petani

Penelitian yang dilakukan oleh Ashari, dkk (1994) membuktikan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, perusahaan dengan

Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Australia yang melalui KSI telah berkontribusi dalam penyelenggaraan forum yang menyediakan informasi, masukan, dan

Efisiensi faktor produksi pupuk pada usahatani ubi kayu ini diukur dengan analisis fungsi produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi

4.2.1 Gambaran Perbandingan Tekanan darah antara kelompok Kasus dan kontrol dengan Jogging, Pola makan, Aktivitas Fisik sehari-hari dan status Gizi

Proses pencarian berupa file digital merupakan hal sangat penting dalam menggunakan teknologi, sehingga ketika seseorang ingin menemukan file yang terdapat pada