BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang
cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan peranan ubi kayu sebagai sumber bahan pangan pengganti
bahan pangan utama yaitu beras. Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi masyarakat yang sudah terbentuk selama ini, namun demi keamanan pangan suatu wilayah perlu kiranya sosialisasi
diversifikasi pangan berbahan ubi kayu atau singkong sebagai bahan pangan alternatif selain beras atau jagung, selain kreatifitas menciptakan bahan pangan
pengganti berbahan dasar singkong atau ubi kayu sebagai bahan pangan alternatif (Pusdatin Kementan, 2015).
Ubi kayu merupakan sayuran pokok penting karena kontribusinya yang
tinggi sebagai sumber kalori bagi banyak orang. Biasanya produksi ubi kayu berasal dari pertanian dalam skala kecil yang kebanyakan memiliki lahan yang
diolah seadanya. Dengan kata lain, kurangnya kepercayaan petani dalam mengembangkan ubi kayu. Sementara jika diolah dengan sungguh-sungguh dan
dalam skala besar akan menambah kontribusi yang lebih besar bagi daerah tersebut dan cukup menguntungkan bagi petani ubi kayu (Sundari, 2010).
Setiap bagian tanaman ubi kayu telah dimanfaatkan, mulai dari umbi,
kulit, batang, hingga daun. Hampir semua bagian dapat dimanfaatkan. Melihat berbagai potensi yang dimiliki komoditas ubi kayu untuk dikembangkan menjadi
layak dikembangkan di Indonesia. Selain ketersediaan lahan yang luas,
Indonesia juga memiliki iklim dan tanah yang cocok untuk mengembangkan komoditas singkong, terlebih tanaman ini mampu tumbuh di dataran tinggi dan
rendah dan tidak mengenal musim (Salim, 2011).
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah potensial untuk menghasilkan ubi kayu. Produksi ubi kayu Sumatera Utara tahun 2015 sebesar
1.619.495 ton naik sebesar 236.149 ton dibandingkan produksi tahun 2014. Kenaikan produksi ini disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 5.775 hektar
atau 13,73 persen, dan hasil per hektar sebesar 9,66 kw/ha atau 2,94 persen (BPS, 2016).
Di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan
salah satu sentra produksi ubi kayu terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki
luas panen lebih kecil jika di bandingkan dengan luas panen di Kabupaten Simalungun. Walaupun demikian, produktivitas di Kabupaten Serdang Bedagai terus mengalami peningkatan dan paling tinggi diantara kabupaten lainnya.
Petani merupakan subjek utama yang menentukan kinerja produtivitas
usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan usahataninya memberikan manfaat tertinggi dari sumber daya yang dikelola. Produktivitas
sumber daya usahatani tergantung pada teknologi yang diterapkan. Oleh karena itu, kemampuan dan kemauan petani dalam menggunakan teknologi yang didorong oleh aspek sosial dan ekonomi merupakan syarat mutlak tercapainya
upaya pengembangan pertanian dalam rangka meningkatkan produktivitas di suatu daerah (Yusdja,dkk, 2004).
Anggapan bahwa ubi kayu tidak memerlukan pupuk adalah tidak benar, karena hara yang diserap oleh ubi kayu per satuan waktu dan luas lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lain. Penelitian menunjukkan bahwa hara
terbawa panen untuk setiap ton umbi segar adalah 6,54 kg N, 2,24 kg P2O5, dan
9,32 kg K2O/ha/musim. Hara tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap
musim. Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara, sehingga kesuburan tanah menurun dan produksi ubi kayu akan merosot (Prihandana, dkk, 2007).
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang
sangat potensial untuk mengembangkan usahatani ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara. Produktivitas tanaman ubi kayu yang dimiliki oleh Kabupaten Serdang
Bedagai yaitu sebesar 39,7 ton/ha namun masih lebih rendah jika di bandingkan dengan Kabupaten Toba Samosir yang memiliki produktivitas tanaman ubi kayu
sebesar 46,9 ton/ha. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman ubi kayu di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu penggunaan pupuk yang tidak efisien, hal ini dikarenakan masih banyak petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai
pupuk yang efisien, akibatnya produksi akan terhambat dan membuat tanaman
menjadi mati. Sehingga perlu dilakukan analisis secara ilmiah agar petani dapat menggunakan pupuk secara efisien.
Mandailing Natal 125 3.281 26,252
Tapanuli Selatan 265 7.594 18,656
Tapanuli Tengah 453 15.025 33,167
Tapanuli Utara 1.261 36.703 29,106
Toba Samosir 723 33.963 46,974
Labuhanbatu - - -
Asahan 736 20.575 27,955
Simalungun 20.247 680.653 33,617
Dairi 382 9.304 24,357
Karo 5 86 17,221
Deli Serdang 4.443 143.247 32,241
Langkat 615 21.802 35,451
Nias Selatan 1.497 13.007 8,689
Humbang Hasundutan 391 13.019 33,296
Pakpak Bharat 54 1.644 30,444
Samosir 223 6.645 29,799
Serdang Bedagai 13.407 532.886 39,747
Batu Bara 738 24.731 33,511
Padang Lawas Utara 214 5.947 27,791
Padang Lawas 217 6.415 29,564
Labuhanbatu Selatan 88 1.313 14,926
Labuhanbatu Utara 68 1.710 25,142
Nias Utara 74 949 12,820
Nias Barat 39 644 16,519
Kota
Sibolga - - -
Tanjungbalai 23 439 19,074
Pematang Siantar 488 10.420 21,352
Tebing Tinggi 384 11.378 29,631
Medan 113 2.838 25,118
Binjai 100 2.551 25,514
Padangsidimpuan 161 4.743 29,459
Gunungsitoli 107 1.995 18,644
Sumatera Utara 47.837 1.619.495 33,854
Maka dari itu, penulis ingin menganalisis tingkat efisiensi penggunaan
pupuk oleh petani pada tanaman ubi kayu.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan pupuk oleh petani pada usahatani ubi
kayu ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk oleh petani ubi
kayu?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan pupuk oleh petani pada usahatani ubi kayu.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk (biaya pupuk, harga ubi kayu, pengalaman petani, dan pendapatan) oleh petani ubi kayu.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumber informasi kepada petani ubi kayu agar memperhatikan penggunaan pupuk secara efisien dan optimal.
2. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam merumuskan kebijakan terhadap subsektor pangan (ubi kayu).
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya berhubungan