• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pengembangan Profesi Guru MBS.do (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Pengembangan Profesi Guru MBS.do (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu, manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan

pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan muncul kemandirian sekolah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian MBS?

2. Bagaimana sejarah munculnya MBS? 3. Mengapa MBS itu penting?

4. Bagaimana dampak dan keuntungan penerapan MBS? 5. Apa keuntungan penerapan MBS?

6. Apa tujuan MBS?

7. Apa manfaat penerapan MBS?

8. Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan MBS? C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian MBS

2. Untuk mengetahui sejarah munculnya MBS 3. Untuk mengetahui pentingnya penerapan MBS

4. Untuk mengetahui dampak dan keuntungan penerapan MBS 5. Untuk mengetahui keuntungan penerapan MBS

6. Untuk mengetahui tujuan penerapan MBS 7. Untuk mengetahui manfaat penerapan MBS

(2)
(3)

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan padanan kata dari school based management (SBM). Dalam hal ini Bank dunia (the world bank) telah memberikan pengertian bahwa “MBS adalah desentralisasi level otoriter

penyelenggaraan sekolah kepada level sekolah. Tanggung jawab dan pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan atau penyelenggaraan sekolah telah diserahkan kepada kepala sekolah, guru-guru, para orangtua siswa, kadang-kadang peserta didik atau siswa, dan anggota komunitas sekolah lainnya”. Dalam kesempatan lain bank dunia dalam kalimat yang sedikit berbeda, tetapi hakikatnya sama,”manajemen berbasis sekolah adalah satu strategi untuk meningkatkan sekolah dengan menyerahkan otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari negara dan kabupaten kepada satuan pendidikan sekolah secara individual. MBS menyediakan para kepala sekolah, guru-guru, para siswa, dan para orangtua siswa, untuk

melakukan pengawasan secara lebih besar terhadap proses pendidikan dengan memberikan tanggung jawab untuk pengambilan tentang anggaran, personel, dan kurikulum”.1

Wohlsteeter, Priscilla & Mohrman (1996) menyatakan bahwa MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah di tingkat lokal guna memajukan

sekolahnya. Partisipan lokal itu terdiri atas: kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa. Sedangkan Myers dan Stonehill (1993) mengemukakan bahwa MBS merupakan strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentansfer otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke

sekolah-sekolah secara individual. Penerapan MBS memberikan kewenangan kepada kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dan msyarakat untuk memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan dan memberikan mereka tanggung jawab untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personil, dan kurikulum. Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) lokal dalam pengambilan keputusan akan dapat meningkatkan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa.2

Berdasarkan pengertian tersebut, penerapan MBS disatuan pendidikan sekolah sesungguhnya terkait dengan bagaimana proses penentuan kebijakan sekolah harus

1Suparlan, Manajemen Berbasis SekolahDari Teori Sampai Dengan Praktek, (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2013), hlm. 49

(4)

ditetapkan oleh sekolah. Dengan konsep MBS, proses penentuan kebijakan harus ditetapkan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah. Jika

sebelumnya kepala sekolah menentukan semua kebijakan sekolah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan sekolah, maka dengan MBS kepala sekolah harus menerapkan kepemimpinan partisipatif, yaitu kepemimpian dengan prinsip memberikan pelibatan secara luas kepada semua pemangku kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan disekolah secara demokratis. Otokrasi (kekuasaan diri-sendiri) kepala sekolah harus berubah menjadi demokrasi (kekuasaan rakyat) atau keterlibatan semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan

pendidikan di sekolah. Akibatnya, keberhasilan atau kegagalan dari pelaksanaan kebijakan tersebut nanti akan menjadi keberhasilan atau pun kegagalan bersama. 3

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang pada mulanya bersifat sentralistik, membuat proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia tidak merata yang mana sebagian besar SDM yang bekualitas dimiliki atau berada di wilayah perkotaan.

Ada sejumlah hal yang mendasari perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Pertama, sistem penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Padahal, kebijakan pusat itu kerap terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi dan sekolah. Akibatnya, sekolah pun menjadi kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas yang pada akhirnya berdampak pada kurangnya motivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dan tata layanan pendidikan di sekolah. Kedua, kebijakan

penyelenggaraan pendidikan terlalu berorientasi pada keluaran pendidikan (output) dan masukan (input), sehingga kurang memperhatikan proses pendidikan itu sendiri.

Ketiga, peran serta masyarakat terutama orang tua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang.4

Berdasarkan kelemahan-kelamahan tersebut di atas, perlu dilakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik menuju desentralistik melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah untuk memperbaiki mutu pendidikan

(5)

di Indonesia secara merata dengan mengeluarkan peraturan perundangundangan yakni undang-undang No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Di dalam undang-undangtersebut, tertuang undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional pasal 51 ayat 1 yang di dalamnya pula termuat dengan jelas konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu, “Pengeloaan satuanpendidikan anak usia dini, pendidikan dasar danpendidikan menengah dilaksanakan berdasarkanstandar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.5

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otomatis dalam menejemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.6

Ada beberapa tingkatan dalam pelaksanaan MBS disekolah, seperti

kewenangan hanya dari kepala sekolah kepada para guru saja. Tingkatan berikutnya, penyerahan kewenangan manajemen telah diserahkan sampai kepada siswa dan partisipasi orangtua melalui komite sekolah, bahkan juga kepada masyarakat.

Beberapa urusan yang telah diserahkan kepada semua pemangku kepentingan sekolah antara lain:7

1. Penyusunan RAPBS menjadi APBS

2. Penyusunan rencana pengembangan sekolah (RPS) 3. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

Sementara itu, urusan-urusan penyelenggaraan pendidikan, seperti

pengangkatan guru dan tenaga administrasi sekolah, penyampaian lapiran hasil belajar

5 Edi Setiawan, Implementasi MBS di SMK I Bantul, 2016

(6)

siswa, masih lebih banyak diberikan kepada pihak kepala sekolah dan para pendidik di sekolah.

B. Sejarah kelahiran MBS

Penerapan MBS di suatu negara pasti tidak terlepas dari perkembangan pendidikan dan upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan di negara tersebut. Sejak tahun 60-an dan 70-an banyak sekali inovasi yang telah dilakukan. Misalnya, pengenalan kurikulum baru untuk memperbaiki mutu pendidikan dan

pendekatanpendekatan baru (metode baru) dalam proses pembelajaran, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Baru ketika tahun 80-an, saat terjadi perkembangan manajemen dalam dunia industri dan organisasi komersial mencapai sukses, orang mulai percaya bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan, perlu ada lompatan dari tataran

pengajaran di dalam kelas ke tataran organisasi. Perubahan itu dilakukan di dalam struktur dan gaya manajemen sekolah (Cheng, 1996).8

Negara Inggris, New Zealand, beberapa negara bagian di Australia, dan Amerika serikat adalah negara yang pertama kali ditahun 1970-an telah menerapkan kebijkan MBS dalam agenda pembangunan pendidikannya, pada tahun 1990-an, kebijakan MBS kemudian diadopsi dinegara-negara Asia, termasuk wilayah Hongkong (Cina), Sri langka, Koera, Nepal, dan dunia Arab. Penegmbangan dan pelaksanaan MBS akhirnya juga sampai ke Indonesia melalui beberapa program dan kegiatan, baik yang dibiayai oleh dana dari dalam negeri maupun luar negeri.

Misalnya, program Managing Basic Educatiion (MBE) dari USAids, program Whole School Development (WSD) dan Whole District Developement (WDD) yang dibiayai oleh Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP).9

Kelahiran MBS pada awalnya menggunakan beberapa nama yang berbeda-beda, yaitu tata kelola berbasis sekolah, manajemen mandiri sekolah atau manajemen yang bermarkas disekolah. Yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunaan 3M yaitu, man, money, dan material. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan untuk peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka direktorat

(7)

pembinaan SMP menanamkan MBS sebagai menejemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).10

C. Mengapa MBS itu penting?

Pertama, MBS dapat meningkatan akuntabilitas kepada sekolah dan guru terhadap peserta didik, orangtua siswa, dan masyarakat. Mekanisme akuntabilitas yang semula masih harus menunggu adanya laporan tertulis (kalau ada) dari kepala sekolah atau para guru, maka dengan penerapan MBS sejak awal apa yang harus dilapirkan itu telah dapat diketahui secara lebih awal. Misalnya, sebelum MBS belum banyak pemangku kepentingan yang mengetahui berapa besar anggaran yang tertuang dudalam rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS). Namun, dengan penerapan MBS, pada awal tahun pelajaran baru, semuanya telah mengetahui

RAPBS, yang memang harus dipajang dipapan pengumuman sekolah.11

Kedua, MBS memberikan keterbuakaan terhadap semua pemangku kepentingan dalam memberikan saran dan masukan untuk penentuan kebijakan-kebijakan penting yang diperlukan oleh sekolah. Dengan demikian, aspirasi dari semua pemangku kepentingan sangat dihargai untuk menjadi bagian penting dalam penentuan kebijakan yang akan diambil oleh lembaga pendidikan sekolah.12

D. Dampak penerapan MBS

Pertama, penerapan MBS mempunyai kontribusi yang lebih baik dalam menaikkan hasil belajar siswa. Kedua, penerapan MBS di Meksiko ternyata juga telah meningkatkan peran serta sekolah-sekolah didaderah pedesaan dan bahkan disekolah-sekolah yang para siswanya berasal dari suku asli. Ketiga, beberapa hasil evaluasi terhadap penerapan MBS pada khususnya, dan penerapan desentralisasi pendidikan di

(8)

Amerika serikat telah dapat menurunkan angka putus sekolah (DO), meskipun secara langsung tidak mempunyai dampk dalam kenaikan nilai hasil belajar.13

E. Keuntungan penerapan MBS

Menurut asosiasi administrator sekolah Amerika, asosiasi nasional kepala sekolah SD , asosiasi nasional kepala sekolah SMP, dan sumber-sumber lainnya, menyatakan bahwa MBS dapat:14

1. Membuat para individu yang kompeten disekolah untuk membuat keputusan yang dapat meningkatkan pembelajaran

2. Memberikan hak bersuara kepada seluruh komunitas sekolah dalam pengambilan keputusan kunci

3. Menekankan akuntabilitas untuk pengambilan keputusan

4. Mendorong kreativitas yang lebih besar dalam perancangan program

5. Mengarahkan kembali sumber daya untuk mendudkung encapaian tujuan yang telah dikembangkan di masing-masing sekolah

6. Mendorong anggaran yang realistik agar orangtua siswa dan guru menjadi lebih sadar tentang status keungan sekolah, keterbatasan pengeluaran, dan biaya-biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan program-program, dan

7. Meningkatkan semnagat para guru dan para petugas lainnya pada semua level di sekolah.

F. Tujuan MBS

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan

tekhnologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.15

MHS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat, bertujuan untuk

13 Suparlan, Manajemen Berbasis SekolahDari Teori.. hlm. 53

(9)

meningkatkan efisiensi, antara lain; diperoleh melalui keleluasan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhadaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, anatara lain melalui partisispasi orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya system intensif serta disinsetif. Peningkatan pemerataan antara lain, diperoleh melalui peningkatan partisifasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi kepada kelompok tertentu/ hal ini dimungkinkan pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.16

G. Manfaat MBS

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dakm mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebgai menejer maupun prmimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimentasi dilingkungan sekolahnya.

Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan disekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua, misalnya, orangtua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta didik, dan masyarakat yang lebuh luas dalam perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya control dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntable, transparan, egaliter,

(10)

dan demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pada berbagai level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.17

H. Factor-faktor yang perlu diperhatikan

BPPN bekerja sama dengan bank dunia (1999) telah mengkaji beberapa factor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manejemen berbasisi sekolah. Factor-faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas

pemerintah, peranan orangtua dan masyarakat, peran profesionaisme dan manajerial serta pengembangan profesi.18

a. Kewajiban sekolah 19

Manajemen berbasisi sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola system pendidikan professional. Oleh karena itu, pelaksanaa perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dalam tuntutan

pertanggungjawaban (akuntabel), yang relative tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Dengan

demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.

b. Kebijakan dan prioritas pemerintah

Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak

merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy dan numeracy), efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.

(11)

Agar prioritas pemerintah dilaksanakan oleh sekolah dan semua aktivitas sekolah ditunjukkan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapa belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman umum tentang pelaksanaan MBS. Pedoman-pedoman tersebut terutama

ditunjukkan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevaluasi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam rangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai tujuan.

c. Peran orangtua dan masyarakat

MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif danmemberdayakan otoritas daerah setempat, serta mngefisiensikan system dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisispasi masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen berbasis sekolah. Melalui dewan sekolah (school council), orangtua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih memahami seta mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk kegiatan belajar-mengajar. Besarnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sekolah tersebut, mungkin dapat menimbulkan rancunya kepentingan antara sekolah, orangtua, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah peril

merumuskan untuk berpartisipasi (pembagian tugas) setiap unsur secara jelas dan tegas.

d. Peranan profesionaisme dan manajerial

(12)

pendidikan. Kepala sekolah khususnya, perlu mempelajari dengan teliti, baik kebijakan dan prioritas pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus:20

1) Memiliki kemampuan untuk berkolaorasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah;

2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tengtang teori pendidikan dan pembelajaran;

3) Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis situasi sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian masa depan berdasarkan situasi sekarang;

4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mngidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan disekolah; dan

5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.

Pemahaman terhadap sifat professional dan manajerial tersebut sangat penting agar peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan serta supervise dan monitoring yang direncanakan sekolah betul-betul untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah.

e. Pengembangan profesi

Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa sebaiknya sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pelaksanaan MBS sedini mungkin. Mereka tidak perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi tentang MBS

(13)

dan berinisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan tentang aspek-aspek yang terkait

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

MBS berawal dari paradigma sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Dalam bidang pendidikan lahirlah apa yang disebut dengan otonomi pendidikan, yang pada gilirannya telah melahirkan manajemen berbasis sekolah. Dalam MBS satuan pendidikan sekolah tidak lagi hanya menjadi institusi yang berada pada posisi paling bawah sabagai institusi pelaksana saja melainkan menjadi institusi yang harus melaksanakan fungsi manajemen.

Penerapan MBS tidak hanya akan berdampak pada upaya peningkatan mutu

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, E. Manajamen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosda Karya, 2013 Setiawan, Edi. Implementasi MBS di SMK I Bantul, 2016

Suparlan. Manajemen Berbasis SekolahDari Teori Sampai Dengan Praktek. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum perlakuan penggojokan, posisi buku, konsentrasi BAP dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap tebal helai daun, jaringan palisade dan bunga

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi nilai, emotional branding , dan kepercayaan merek berpengaruh kepada loyalitas pengguna sepeda

Menindaklanjuti hasil evaluasi kualifikasi pengadaan barang/jasa Pekerjaan Pembangunan 2 (Dua) Ruang Kelas Baru SMPN 4 Warunggunung dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir

Pertama kali mahasiswa akan diajak untuk mengenal software-software tersebut, kemudian diikuti dengan pemanfaatan software-software tersebut untuk menyelesaikan beberapa

Judul Tesis : IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH DI MTs Al

Telah dilakukan evaluasi penggunaan sediaan farmasi intravena untuk penyakit infeksi pada salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung secara retrospektif dari bulan

Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan skrining terhadap inhibitor RNA helikase JEV , yaitu suatu enzim yang esensial untuk replikasi virus dari isolat A ctinomycetes