Model evolusi partai : Pendekatan menyeluruh terhadap organisasi partai dan komunikasi politik
Abstrak
Teori organisasi partai dan komunikasi politik melakukan pendekatan mengenai isu perilaku kelompok dari perspektif yang berbeda dan saling berlawanan. Arikel ini mengeksplor kemungkinan sintesis teoritas antara organisasi partai, komunikasi politik, dan pendekatan marketing. Terutama berfokus pada peran mekanisme internal partai dari segi internal ketika
periode pemilu. Setelah menelusuri kegagalan model yang ada mengenai kominkasi politik dan model marketing, artikel ini menggarisbawahi model menyeluruh bagi organisasi partai dan komunikasi politik, sebagai usaha untuk mengisi gap diantara dua pendekatan ini.
Latar belakang
Dalam usaha untuk menjelaskan perilaku partai, sebaiknya mengetahui berbagai kendala yang ada didalamnya, Anthony Downs berargumen bahwa ideologi mencegah partai untuk berkembang dengan membatasi ruang untuk bergerak, sedangkan John May (1973) mengatakan bahwa anggota partai yang radikal membatasi tindakan pemimpin partai.
Organisasi (apalagi dalam politik) memiliki berbagai hal sebagai premis yang dapat merubah, mengevolusi dan mentranformasi partai.
Dalam artikel ini, akan dijelaskan setiap pendekatan satu persatu, baik itu komunikasi politik, marketing, maupun organisasi partai.Dan mencari tahu hubungan antara setiap pendekatan yang akhirnya akan menjelaskan bagaimana partai berubah pada setiap pemilu, dan membentuk model yang sesuai untuk menjelaskan perubahan tersebut, yaitu “Model evolusi partai”
Teori mengenai komunikasi politik dan marketing
Perkembangan mengenai cara berkampanye dalam pemilu telah menjadi perdebatan utama di bidang komunikasi politik dan riset marketing. Margaret Scammel berpendapat
perilaku partai dan pemlih, sebagai usaha untuk mengidetifikasi cara-cara baru untuk memahami politik modern. Bagaimanapun, peralihan penitik beratan dari teknik promosi ke pemahaman strategis mengenai pasar politik telah membuat marketing politik menjadi pusat dari kampanye politik. Beberapa studi terdahulu juga menganggap bahwa kampanye
komunikasi politik modern sangat dipengaruhi dan ditentukan dari elemen marketing politiknya.
Banyak pendekatatan yang dikembangkan untuk memberikan pola pikir yang jelas untuk menganalisis perubahan pada kampanye politik. Misalnya pendekatan Amerikanisasi, profesionalisasi, modernisasi, sejarah, geografis, ruang lingkup dan masih banyak lagi.
Pendekatan yang paling teliti dan paling ringkas mengenai perkembangan kampanye politik dikemukakan oleh David Farrel dan Paul Webb, yang mengembangkan model tiga tahap tentang profesionalitas kampanye. Mereka berargumen bahwa perubahan dalam kampanye politik pada tiap tahunnya berhubungan dengan perkembangan technical, resource dan thematic. Perkembangan teknis adalah perkembangan teknologi, perkembangan sumber daya adalah staff dan anggota partai yang semakin berkembang (SDM), dan perkembangan tema adalah bagaimana kondisi politik di masyarakat, dalam kasus ini adalah bagaimana isu politik dan situasi politik di suatu negara.
Ketika studi kampanye menganggap bahwa perkembangan masyarakat dan perubahan sistem media adalah faktor utama yang membentuk evolusi perkembangan kampanye.
Pendekatan marketing politik menitikberatkan pada pengaruh komunikasi dan teknik marketing terhadap partai politik, politikus, dan hasil pemilu. Lees-Marshment, salah satu pakar di pendekatan ini beranggapan bahwa perilaku, kebijakan, keanggotan, pimpinan , dan struktur organisasi suatu partai berubah sesuai keinginan pasar. Ada 3 tipe parai : Berorientasi pada produk, berorientasi pada penjualan dan berorientasi pada pasar. Partai yang
berorientasi pada produk menitikberatkan pada produknya sendiri, yaitu nilai-nilai dan ideologi yang dianut partai tersebut, dan berharap masyarakat akan menyetujui produk yang ditawarkan oleh partai. Partai yang berorientasi pada penjualan menitikberatkan pada
komunikasi dan strategi marketing serta segmentasi pasar yang tepat untuk menjual ideologi dan nilai-nilai mereka. Sebaliknya partai yang beriorientasi pada pasar dibuat untuk memnuhi kebutuhan publik pada saat itu.
berfokus pada perubahan partai politik yang selalu dipengaruhi oleh keadaan eksternal, satunya lagi berfokus pada pembentukan image dan meniadakan pesan itu sendiri.
Kegagalan pendekatan yang ada
Pendekatan komunikasi poltik dan model marketing hanya meyediakan dasar parsial dan tidak lengkap dan tidak dapat menjelaskan isu mengenai dinamiika internal partai dan efeknya terhadap kampanye. Studi terdahulu pada perilaku partai dan pemiu selalu berfokus pada mekanisme internal partai atau persaingan partai. Pendekatan semacam ini hanya
berfokus pada satu partai dan bersifat spesifik sehingga tidak bisa menjelaskan fenomena umum yang terjadi di partai politik.
Salah satu kelemahan dari model tedahulu adalah tidak memperhatikan budaya masing-masing partai, mereka cenderung untuk melihat perilaku anggota secara tetap dan tidak berubah. Model terdahulu gagal untuk mengidentifikasi partai sebagai organisasi yang dinamis dimana setiap hubungan didalam partai dikarakteristikan dengan pembagian
kekuasaan organisasional.
Pemakaian strategi marketing dan profesionalias yang tinggi didalam kampanye dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh struktur organisasi internal suatu partai. Kampanye politik modern menitikberatkan pada penguatan inti dari partai, baik melalui perekrutan anggota, melalui konsultan yang objektif, dan pemimpin yang tidak hanya kapabel, tetapi juga memiliki citra diri yang baik. Dengan kata lain, partai poliitik secara tidak sadar harus beradaptasi baik secara internal maupun eksternal agar dapat berubah dan survive di masa modern ini, secara lebih lanjut, bagaimana partai secara internal menjadi lebih fleksibel dan berevolusi mengikuti perkembangan zaman.
Contoh yang jelas adalah bagaimana partai buruh di Inggris yang berhasil menang tipis pada tahun 1997 dengan mendapatkan suara dari pendukung kelas menengah meskipun secara esensi partai buruh merubah sedikit ideologinya. Sedangkan partai konservatif tetap
memegang teguh pandagannya dan mempromosikan nilai-nilai kanan yang dianut oleh para loyalisnya. Hasilnya selama 3 periode pemilihan, partai buruh menang secara beruntun dan
Model evolusi partai
Melihat langsung dari literatur mengenai organisasi partai dan marketing politik, serta menganalisis bagaimana interaksi diantara keduanya, jurnal ini mengembangkan suatu model yang koheren dan terpusat yang dinamakaan „model evolusi partai‟. Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana karakteristik sebuah partai dan struktur organisasi dapat memengaruhi „profesionalitasnay‟. Dengan kata lain, Model evolusi partai
mengidentifikasikan sampai sejauh mana teknik marketing yang mempengaruhi perilaku partai berhubungan dengan sejarah dan masa lalu partai tersebut. Secara lebih lanjut model evolusi partai berusaha untuk menjelaskan perilaku partai saat pemilu, tetapi dengan tetap
memerhatikan dinamika internal partai.
Gambar diatas adalah model yang menjelaskan perkembangan organisasi, pemilu dan partai dari tahun ke tahun, dengan memeriksa perkembangan mereka melalui kerangka 3 tahap. Tahap pertama mengacu pada bentuk partai dan institusi partai, argumennya adalah bahwa partai berperilaku sesuai dengan ide awal terciptanya partai. Tahap kedua berisi tipe organisasi dan tipe partai, mengeksplorasi dan mengidentifikasi perubahan dan perilaku internal partai dari sisi sejarah dan masa lalu partai. Terakhir adalah tahap ketiga yang memandang partai sebagai komunikator kampanye pemilu, menganalisis perilaku jangka pendek partai dalam pemilu dengan melihat perubahan partai dari perilakunya yang biasa.
Ketiga tahap ini dipakai untuk dapat menjelaskan perubahan atau „evolusi‟ suatu partai secara menyeluruh dan komprehensif, dimana perubahannya tidak hanya terjadi pada
Simpulan
Jurnal ini memakai pendekatan kritis terhadap teori yang sudah lama mengenai komnikasi politik dan marketing sebagai usaha untuk mengisi kekosongan antara kedua teori ini mengenai perilaku partai. Melihat perkembangan teknologi dan sosial yang sangat cepat belakangan ini, partai politik merubah perilakunya untuk dapat menjawab permintaan dan tantangan yang dihadapi oleh pemilih. Beberapa partai telah berhasil menjawab tantangan perubahan, dan lebih banyak yang gagal. Tujuan utama dari jurnal ini adalah untuk
mempresentasikan suatu model menyeluruh yang dapat menjawab pertanyaan, mengapa ada partai yang bisa beradaptasi dan ada yang tidak? Dengan menganalisis peran dari sisi internal
Contoh di Indonesia
Teori evolusi partai dapat menjelaskan perilaku partai di Indonesia. Karena teori ini adalah teori universal yang memang ikut menyertakan latar belakang dan sejarah partai
politik sebagai variabel dalam modelnya, sehingga dapat menjelaskan perilaku partai, dimanapun partai itu berasal, baik dari Amerika, Tiongkok maupun Indonesia.
Dalam kasus di Indonesia, saya ingin mengambil salah satu perubahan partai yang terus terjadi, dan saat ini menjadi isu faktual yang ramai untuk diperbincangkan oleh
masyarakat Indonesia, yaitu evolusi dari Partai Golkar. Partai Golkar sejatinya adalah partai yang selalu mendapatkan suara yang tinggi dan salah satu partai yang memiliki sumber daya (baik manusia, pengaruh politik dan kapital) yang sangat tinggi dan diperhitungkan dalam percaturan politik di Indonesia. Bahkan dalam 4 pemilu terakhir Golkar selalu berada di dua peringkat teratas dalam pemilu legislatif (kedua pada tahun 1999, pertama pada tahun 2004, kedua pada tahun 2009, dan kedua pada tahun 2014). Ini menunjukkan bahwa golakar memiliki animo dan popularitas yang sangat tinggi di masyarakat Indonesia. Fenomena ini menunjukkan bahwa partai Golkar mampu untuk beradaptasi (meskipun hanya secara legislatif), terhadap perkembangan politik di negara ini.
Partai Golkar adalah partai yang memiliki kekuasaan tinggi saat zaman pemerintahan almarhum mantan presiden Soeharto, disebut juga zaman Orde Baru. Partai Golkar
memonopoli jalannya pemerintahan (meskipun ada 2 partai lain yaitu PDI dan PPP), tetapi partai Golkar selalu menjadi pemenang dan menguasai percaturan politik di Indonesia.
Semuanya berubah ketika terjadi reformasi, dan Soeharto dipaksa untuk turun dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia. Selanjutnya, mantan presiden Indonesia B.J Habibie mengadakan pemilu yang diikuti oleh 48 partai. Pada saat itu Golkar sangat dihujat karena partai Golkar adalah simbol dari rezim lama yang otoriter, feodal dan identik dengan KKN (korupsi kolusi dan nepotisme). Hasil dari pemilu legislatif 1999 menunjukkan bahwa Golkar
Pada tahun 2004, partai Golkar berhasil memenangi pemilu, kali ini dengan kekuatan kader-kader serta pejabat yang memiliki nama di setiap daerah. Salah satu strategi jitu partai Golkar adalah mendatangkan publik figur artis sebagai caleg, sebut saja sosok seperti Nurul Arifin, Anwar Fuady, Ruhut Sitompul. Sosok-sosok ini akrab di mata dan telinga masyarakat Indonesia. Strategi artis sebagai vote-getter juga menunjukkan bahwa partai Golkar mampu berubah dari segi internal dan tidak mengandalkan sosok-sosok lama seperti Akbar Tandjung, Harmoko, Sri Sultan dan lainnya.
Sampai pada saat ini Golkar tetap survive dan dapat beradaptasi dengan keadaan politik, meskipun tetap saja melalui berbagai macam konflik internal seperti yang terjadi pada
saat ini. Tetapi konflik yang terjadi merupakan hal yang natural, dimana ini adalah proses yang dibutuhkan oleh partai politik untuk dapat berevolusi dan tetap diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Partai Golkar yang saat ini masih berada dalam koalisi merah putih bisa saja berpindah haluan menjadi koalisi Indonesia Hebat, tergantung dari penyelesaian konflik partai Golkar itu sendiri. Proses adaptasi ini merupakan proses berkelanjutan yang akan terus terjadi, dan saya kira partai Golkar yang memiliki ketua umum berbeda-beda pada setiap periode memiliki kans yang tinggi untuk memenangkan pemilu 2019, apabila bisa berevolusi dan berubah menjadi kekuatan ketiga dari dua partai utama saat ini (PDI-P dan Gerindra).
Tentu saja banyak partai lain yang juga berubah (ke arah yang lebih baik maupun sebaliknya), PDI-P yang merupakan partai dengan ideologi yang nasionalis dan terlihat Mega-sentris ternyata mampu berevolusi setelah 2 kali gagal memenangkan legislatif dan ekskutif secara berturut-turut pada 2004 dan 2009, mereka memilih Jokowi sosok yang populer dengan rakyat dan merubah strategi komunikasinya menjadi lebih luwes dan tidak sekaku dulu. Padahal bila mengacu pada ideologi serta latar belakang PDI-P. Mungkin sosok seperti Prabowo atau bahkan Megawati sendiri lebih cocok diajukan sebagai calon yang sesuai, tetapi PDI-P mampu beradaptasi dan dapat memenangkan pemilu 2014 baik legislatif maupun eksekutif.
Salah satu partai yang tidak mampu beradaptasi adalah Partai Demokrat, dimana
mencalonkan diri sebagai presiden untuk ke-3 kalinya, partai Demokrat kehilangan suara yang signifikan. Ini adalah salah satu contoh partai y ang gagal berevolusi dan beradaptasi dengan kondisi politik di Indonesia.
Simpulan
Contoh diatas hanya segelintir dari kisah partai politik dan organisasi di Indonesia. Belum lagi jika meyebut banyak partai politik yang menghilang sedikit demi sedikit, atau bahkan juga perkembangan Nasdem yang berubah dari ormas menjadi partai politik yang diperhitungkan. Semua ini dapat dijelaskan melalui model evolusi partai.
Model evolusi partai memiliki tiga tahap yang dapat menjelaskan perubahan partai di Indonesia, contohnya saja Partai Golkar, dimana pada awalnya adalah partai ortodoks yang memiliki ideologi yang kuat dan memiliki pemimpin yang sangat berpengaruh yaitu
Soeharto. Tetapi, seiring berjalannya waktu, bentuk partai berubah ketika pemilik-pemilik kapital seperti Jusuf Kalla maupun Aburizal Bakrie datang dan mendapatkan dukungan dari mayoritas internal partai. Tipe partai dan organisasi pun berubah. Saat pemilu, partai Golkar pun mampu menjadi komunikator politik yang baik dan melakukan berbagai strategi yang sangat fleksibel sehingga partai Golkar tidak pernah keluar dari 2 besar pemilu legislatif.
Model evolusi partai adalah model paling komprehensif untuk menjelaskan evolusi partai, tetapi menurut saya ada kekurangan didalam model ini karena tidak menjelaskan pengaruh media dan komunikasi massa serta publik secara komprehensif terhadap perubahan partai politik. Padahal sebagaimana kita tahu media dan komunikasi massa menjadi penentu kemenangan berbagai pemilu, sebut saja kemenangan Barrack Obama menjadi Presiden Amerika karena memakai facebook, kemenangan Ridwan Kamil menjadi Walikota Bandung karena memakai twitter atau naiknya suara Partai Nasdem karena seccara pervasif
menggunakan Metro TV sebagai kendaraan partai. Model evolusi partai ini harus