• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memimpin Diri Sendiri: Suatu Studi terhadap Pemaknaan Ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne T1 712009001 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memimpin Diri Sendiri: Suatu Studi terhadap Pemaknaan Ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne T1 712009001 BAB II"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Studi Hermeneutik

Dalam dunia sastra, teori merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara hubungan yang diteliti dalam masyarakat atau dalam teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra dibutuhkan pemahaman akan teori yang akan dijadikan landasan dalam mengkaji objek penelitian, sehingga ada sinkronisasi antara teori dengan objek yang dibahas tersebut. Metode penelitian sastra adalah metode yang sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra. Sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra yang kian hari makin beragam.

Metode penelitian sastra diperlukan agar kita bisa lebih mudah dalam melakukan penelitian dimana sastra yang menjadi objeknya. Di dalam perkembangan peradaban manusia, sastra selalu menempati posisi yang penting. Sastra juga menjadi tolak ukur terhadap majunya peradaban manusia. Dari dulu hingga kini, sastra tidak pernah mati. Bahkan, ia selalu berkembang dan tercipta karya-karya sastra yang fenomenal. Maka objek penelitian sastra sudah selayaknya memiliki metode khusus yang sesuai dengan metode universal dalam penelitian.

(2)

mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara empiris yang didasarkan pada data dan fakta. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan ilmu-ilmu dan teori sastra semakin berkembang.

B. Penafsiran Teks

Hermenetika berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing berarti ―menafsirkan dan ― penafsiran‖. Istilah didapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri

Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneneutika juga bermuatan pandangan hidup dari

penggagasnya. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia1.

Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu2 :

1. Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian.

2. Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti

3. Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain.

Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ‖menafsirkan‖ – interpreting, understanding. Dengan demikian hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi

ketidaktahuan menjadi mengerti. Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya, metode ini mensyaratkan

1

xa.yimg.com/kq/groups/.../HERMENEUTIKA.doc. diunduh pada hari Minggu, 24 Maret 2013, pukul 18.25 WIB. 2

(3)

adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa depan. Dengan kata lain, hermeneutika adalah ilmu praktis yang dipakai untuk menentukan kaidah dan patokan yang perlu diperhatikan dalam penafrsiran teks3. Jan van Luxemburg membedakan enam jenis pokok penafsiran, sebagai berikut4 :

1. Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sudah jelas 2. Penafsiran yang berusaha untuk meyusun kembali arti historik

3. Penafsiran heurmenetik, yaitu keahlian menginterpretasi karya sastra—yang berusaha memperpadukan masa lalu dan masa kini

4. Tafsiran-tafsiran dengan sadar yang disusun dengan bertitik tolak pada pandangannya sendiri mengenai sastra

5. Tafsiran-tafsiran yang bertitik pangkal pada suatu problematik tertentu—misalnya; permasalahan psikologi atau sosiologi

6. Tafsiran yang tidak langsung berusaha agar secara memadai sebuah teks bisa diartikan. Pendekatan yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif.

Jika teks yang bersangkutan tidak memunyai versi yang berbeda, maka terlebih dahulu harus dilakukan penafsiran filologis. Adapun aktivitas yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian memunyai arti untuk menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut/dipakai/dipahami seorang kritikus.

3

Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 6 4

(4)

Menurut Carl Braathen juga, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula hermeneutika berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis (penafsiran teks-teks agama) dan kemudian berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi5.

Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni : 1. Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni

kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.

2. Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.

3. Sebagai penafsiran fisafat.

Dalam makna “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini.

Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”, penulis menggunakan dua pendekatan

hermeneutik yaitu ; kritik historis dan reader response. Pendekatan kritik historis adalah pendekatan yang menekankan pada segi intelektual dan dikembangkan karena dipengaruhi oleh

5

(5)

rasionalisme. Pendekatan ini bertujuan untuk menyelidiki teks–teks dalam konteks sejarah dan budaya. Selain itu juga, untuk memahami teks-teks dan latar belakang kehidupan di balik teks6.

C. Pendekatan Sejarah/Historis

Pendekatan sejarah adalah pendekatan yang selalu berkutat dengan bagaimana persoalan ―Sosial, Politik, atau bahkan intelektual yang berpengaruh atau berkaitan dengan pada persoalan teks tertentu‖. Para peneliti dengan pendekatan historis mencoba menggumuli, bagaimana suatu

teks mewadahi dan mewujudkan nilai dan pemikiran pada masa tertentu. Pendekatan ini biasanya dilakukan untuk mempertanyakan alasan serta latar belakang teks atau hal-hal seperti situasi khusus yang melahirkan karya, pemikiran, keadilan sosial dan politik yang mempengaruhi pengarang dan kehidupannya, hubungan karya dan status kepengarangnya dan lain-lain, dengan meneliti kata, kalimat dan konsep-konsep yang digunakan dalam sebuah teks. Seperti contoh seorang peneliti dapat mendekatkan suatu teks kepada pembaca masa kini. Pendekatan sejarah ini juga memiliki syarat sumber-sumber yang asli seperti kalender, brosur, foto, catatan sejarah, buku harian, kamus, katalog, panduan, poster dan lain-lain7.

Dalam Kritik Sejarah sebagai peneliti perlu adanya ―Penelitian Sosiologi Sastra‖ atau

pendekatan sosiokultural. Pendekatan ini menekankan bahwa suatu karya sastra sebagai gambaran kehidupan yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang melahirkannya. Pendekatan sosiokultural ini juga dalam landasan pemikirannya juga sejalan dengan pendekatan sejarah. Suatu karya tidak selalu secara langsung dapat dinikmati kita. Penikmat suatu karya akan meningkat ketika kita menelaah suatu karya dengan pendekatan sejarah8. Pendekatan sejarah ini pada dasar dan tujuannya sangat tepat di gunakan untuk mengetahui latar belakang

6

Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 16 7

Riris K. Toha-Sarumpat, Pedoman Penelitian Sastra Anak,Jakarta :Yayasan Pusat Obor Indonesia,2010, 41 8

(6)

dari suatu karya dilihat dari sejarahnya khsusnya untuk memahami latar belakang adanya makna memimpin diri sendiri.

D. Pendekatan Respon Pembaca (Reader Respons)

Pendekatan reader respons merupakan sebuah pendekataan yang telah digunakan selama lima dekade oleh para peneliti sastra. Pendekatan ini berkembang sebagai suatu reaksi atas dominasi pendekatan text-oriented. Pendekatan respons pembaca dinamakan sebagai teori resepsi, reader response, atau aesthetic response9. Dalam penggunaan ketiga istilah itu tersebut hampir bersinonim. Pendekatan ini menitikberatkan pada pembentukan estetika dalam sebuah teks, sedangkan pendekatan resepsi lebih berfokus pada dampak yang timbul, senang atau tidaknya pembaca, dan latar belakang penilaian pembaca.

Namun pada hakikatnya, pendekatan reader response dan resepsi sama-sama mengacu kepada keterlibatan pembaca dalam membangun suatu makna baru dalam teks. Pendekatan reader respons memiliki cakupan yang lebih luas dari pada resepsi karena tidak hanya berbicara mengenai penerimaan pembaca, tetapi juga melibatkan interprestasi pembaca. Pendekatan ini juga dijuluki pendekatan ―terbuka‖ dikarenakan pendekatan ini mengizinkan setiap orang untuk

menggunakan tanggapan pribadi atau reaksi pribadinya pada teks sastra10.

Seorang ahli teori membaca, Louise Rosenblatt dalam bukunya yang terkenal dengan judul Literature as Exploration (1995) , menekankan bahwa teks dan pembaca tidak bisa terpisahkan

dalam suatu peristiwa membaca. Pendekatan ini juga sendiri bertujuan untuk meningkatkan

9

Mario Kalrier, An Introduction to Literary Studies, London :Roultadge, 2004, 54

10

(7)

keterampilan pembaca dalam berhubungan dengan teks sastra. Dalam hal ini pembaca berfungsi sebagai penanggap yang dengan sukarela mendekati teks dan memberikan respon terhadap teks11.

Pendekatan ini percaya bahwa tidak ada makna secara pasti benar dan mutlak dalam sebuah teks. Pendekatan ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa pembaca datang pada teks untuk mencari makna yang tersembunyi dan yang mutlak ditemukan tersebut, tetapi pendekatan ini meyakini bahwa hadirnya teks sebagai sesuatu yang merangsang tanggapan dari pembaca berdasarkan pengalaman, pikiran dan perasaan dari pembaca.

Kepedulian dan tanggapan pembaca atas teks, seluruhnya bersumber dari dalam teks, ditopang oleh bukti yang berupa konteks, yang dapat dijelaskan dan ditunjukan berdasarkan teks12. Setiap tanggapan dari para pembaca dikatakan berbeda, dikarenakan masing-masing pembaca berada di lingkungan, suasana, serta pengetahuan yang pasti berbeda sehingga tanggapan atas isi teks mungkin saja dapat berubah.

D.1. Tokoh pendekatan reader respons13. 1. Hans Rober Jauss

Tanggapan seorang pembaca tentunya berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan tanggapan itulah yang disebut oleh Hans Robert Jauss sebagai horiszon of expactation atau horison harapan dari pembaca tersebut. Horison harapan sendiri juga adalah harapan-harapan pembaca sebelum membaca karya sastra. Horison harapan pembaca ditentukan oleh :

1. Norma-norma umum yang keluar dari teks ;

(8)

2. Pengetahuan dan pengalaman pada teks yang sudah dibaca sebelumnya ; 3. Kontradiksi antara fiksi dengan kenyataan.

2. Wolfgang Iser

Ia memperkenalkan konsep efek , yakni cara sebuah karya mengarahkan reaksi pembaca kepada karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra, terdapat kesenjangan antara teks dan pembaca. Di sanalah terjadi kekosongan atau tempat yang terbuka yang kemudian diisi oleh pembaca. Respons pembaca yang mengisi tempat terbuka tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurutnya, karya sastra tersebut memiliki 2 kutub, yaitu kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik ini merupakan teks penulis, sedangkan kutub estetik adalah realisasi yang dicapai oleh pembaca.

3. Norman Holland

Norman memulai pemikirannya berawal dari kajiannya terhadap karya sastra dengan pendekatan psikoanalisis. Holland juga berbicara mengenai proses pembacaan. Holland berargumentasi bahwa setiap pembaca memasukan fantasinya ke dalam teks dan memodifikasikannya dengan mekanisme pertahanan.

(9)

D.2. Pembaca dalam pendekatan Reader Response14

Dalam pendekatan ini dikenal beberapa isitilah pembaca. Pembaca yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

1. Pembaca biasa, adalah pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah orang yang membaca suatu karya sastra sebagagai karya biasa, bukan dengan tujuan penelitian. 2. Pembaca ideal, adalah pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian. 3. Pembaca implisit, adalah peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni

keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya

4. Pembaca eksplisit, adalah pembaca yang dapat disebut juga sebagai pembaca fiktif, imajiner atau imanen.

5. Pembaca terinformasi (informed readers), adalah pembaca yang memiliki kemampuan literasi yang cukup.

D.3. Jenis Penelitian

Penelitian reader response dibagi menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu tertentu, sedangkan penelitian diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman.

D.4. Kekuatan dan Kelemahan15 D.4.1. Penelitian Sinkronis

Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai berikut :

14

ibid

15

(10)

1. Responden dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastra terlebih dahulu. 2. Penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu

kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra. 3. Dapat dilakukan pada karya sastra populer.

Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :

1. Karena tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa kendala saat pelaksanaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan responden, pemilihan teks sastra dan penentuan teori.

2. Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca pada satu kurun waktu, sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit beberapa tahun yang lalu, maka akan sangat sulit untuk membedakan antara tanggapan yang dulu dan masa sekarang.

D.4.2. Penelitian Diakronis

Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai berikut

1. Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil intertekstualitas, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya sastra turunan.

2. Peniliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori sastra bandingan, teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung.

3. Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap suatu karya sastra.

(11)

1. Pada umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan karya sastra yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra yang dikenal banyak orang telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti terdahulu.

2. Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khusunya hasil intertekstual, peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya sastra turunan tersebut.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa setiap tanggapan dari para pembaca berbeda-beda karena semua dipengaruhi oleh latar belakang pembaca. Jawaban dan tanggapan pembaca juga akan berbeda sesuai dengan pola pikir keyakinan dan juga bacaan tersebut. Setiap pembaca mempunyai andil dalam memberikan makna baru terhadap teks yang dibacanya. Metode reader response ini sangat berkaitan untuk mendapatkan pemahaman dari para pembaca untuk

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana (Strata 1) Jurusan Elektro. Fakultas Teknik

Testing for Language Teachers (2nd ed.). Cambridge: Cam- bridge University Press. Poor English? Be careful You Won't be Able to Graduate. Cramming to Meet Standards Hard on

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan nisbah bagi hasil atas pembiayaan mudharabah adalah jumlah nominal yang

(ingga pada terjadi dua kasus di dua tempat berbeda yang datang dari ujung timur )ndonesia yaitu kabupaten Tolikara Provinsi Papua dan Kabupaten Singkil Provinsi

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik. Universitas

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PSEUDOMONAS SP PADA TELUR BURUNG PUYUH (COTURNIX-COTURNIX JAPONICA) YANG GAGAL MENETAS DI DESA GAROT KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH