BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai sebuah Negara yang memiliki masyarakat plural. Menurut Furnivall, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur atau tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak
bercampur dan menyatu dalam satu unit politik tunggal.1 Sedangkan menurut John Titaley pluralism adalah kenyataan bahwa dalam suatu kehidupan bersama
manusia terdapat keragaman suku, ras, budaya dan agama.2 Kedua defenisi tersebut mengarah pada suatu realitas kemajemukan seperti halnya realitas masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, budaya, ras/etnis, dan
agama yang tersebar diseluruh pelosok nusantara. Secara khusus agama, di Indonesia terdapat enam agama yang diakui keberadaannya, yaitu Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha, dan Kong Fu Chu.
Kemajemukan seperti yang diuraikan di atas, juga menjadi fenomena masyarakat Kota Palu. Secara geografis, Kota Palu memiliki luas Wilayah
395,06 kilometer persegi, berada pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk
Palu yang secara astronomis terletak antara 0o,36” - 0o,56” Lintang Selatan dan
119o,45” - 121o,1” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis Khatulistiwa
dengan ketinggian 0 - 700 meter dari permukaan laut.3 Kota Palu yang juga
1
Azyurmadi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 10.
2
John A. Titaley, Religiousitas Di Alinea Tiga : Pluralism, Nasionalisme Dan Transformasi Agama-Agama Di Indonesia (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 169.
3
Palu Dalam Angka 2015, Peny. Seksi Integritas Pengolahan dan Diseminisasi Statistik,
merupakan ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah dibagi dalam delapan Kecamatan
dan 45 Keluarahan. Adapun kedelapan kecamatan tersebut, ialah Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Ulujuna, Kecamatan Tatanga, Kecamatan Palu Selatan,
Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Mantikulo, Kecamatan Palu Utara, dan Kecmatan Taweli. Secara administratif, batas-batas wilayah Kota Palu adalah
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binangga, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sigi, dan di sebelah Barat berbatasan dengan
Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu.4
Kota Palu merupakan daerah yang didiami oleh berbagai suku bangsa
yang memeluk agama yang berbeda-beda, seperti Kaili, Jawa, Kulawi, Pamona, Banggai, dan Tionghoa.5 Kaili sendiri sebagai suku asli terdiri atas 12 (dua belas) etnik asli tersebar mendiami 10 (sepuluh) kabupaten dan satu kota.6 Selain
suku-suku tersebut, masyarakat Kota Palu juga dihuni oleh masyarakat yang berlatar belakang suku Bali, Toraja, Manado, Sangihe, Bugis, dan Seko.7 Secara khusus agama, hingga saat ini di tengah masyarakat Kota Palu terdapat beberapa
agama seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Hasil proyeksi Penduduk tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kota Palu mencapai 362.202 jiwa. Berdasarkan hal itu, prosentase jumlah penduduk Kota Palu menurut kepemelukan agama adalah Islam 80,67 prosent,
4
Akmal Salim Ruhana, Profil Gerakan Dakwah di Kota Palu dalam Beragama Antara Jaminan Kemerdekaan Dan Religius, Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius, Set. Achmad Rosidi, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI, Volume 11, Nomor 2, April – Juni, 2012), 90.
5
Ibid.,
6Atura Nu Ada Ate Givu Nu Ada To Kaili Ri Livuto Nu Palu
, Peny. Timudin Dg. Mangera Bauwo (Palu: Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, 2012), 18.
7
Kristen Protestan 9,84 prosent, Kristen Katholik 2,68 prosent, Hindu 2,44
prosent, dan Budha 4,37 prosent.8
Tabel I. Penduduk Kota Palu Menurut Agama tahun 2014:
No Agama Jumlah Jiwa Prosentase
1 Islam 292.188 80,67
2 Kristen Protestan 35.641 9,84
3 Kristen Katolik 9.707 2,68
4 Hindu 8.838 2,44
5 Budha 15.828 4,37
6 Kongfuchu - -
Jumlah 362.202 100
Sumber: Berdasarkan data Kementrian Agama Kota Palu
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Kota Palu memeluk agama Islam. Fenomena masyarakat Kota Palu yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam tidak terlepas dari keberadaan sebuah Organisasi Islam yang bernama Al-Khairaat. Lembaga Al-khairaat berawal dari sebuah madrasah di Palu, Sulawesi Tengah, yang didirikan oleh Sayid Idrus bin
Salim Aldjufri pada 14 Muharram 1349 Hijriah, bertepatan 11 Juni 1930 Masehi. Lembaga ini terus berkembang pesat di kota-kota dan
kampung-kampung hingga pada akhirnya menjadi Organisasi Keagamaan yang mapan, mandiridan mempengaruhi banyak daerah lainnya.9
Sayid Idrus bin Salim Aljufri, tokoh pendiri Alkhairaat adalah seorang Ulama Besar yang berasal dari Hadramaut, memiliki pengetahuan yang luas
8
Palu Dalam Angka 2015…, 68.
9
berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu agama Islam. Dia merupakan sosok
pengembang agama Islam di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu. Organisasi Islam Alkhairaat yang didirikannya memiliki peran penting di tengah
masyarakat Kota Palu. Peran itu ialah Kota Palu menjadi arena pertemuan baik regional maupun nasonal yang dilaksanakan oleh Organisasi Islam Alkhairaat.
Selain itu, kehadiran Alkhairaat telah mampu menciptakan manusia-manusia yang mengenal dan mengetahui hak dan kewajibannya terhadap agama, bangsa, dan negara.10
Dalam pandangan masyarakat Kota Palu, Sayyid Idrus bin Salim Aljufri adalah sosok yang berjasa dalam memajukan dakwah Islam dan pendidikan di
tengah masyarakat Kota Palu. Dan karena hal itu, pemerintah Kota Palu menetapkan, pertama, nama Sayyid Idrus bin Salim Aljufri diabadikan menjadi nama bandara udara di Kota Palu.11 Saat ini Bandar udara Kota Palu bernama
Mutiara Sis Aljufri yang awalnya bernama Mutiara. Kedua, menetapkan Wilayah Kecamatan Palu Barat sebagai Wilayah pusat religi. Alasan penetapan tersebut ialah di Kecamatan Palu Barat terletak makam Sayyid Idrus Bin Salim
Aljufri yang menjadi tujuan utama ziarah religi. Ketiga, menetapkan nama Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri menjadi nama sebuah jalan di Kecamatan Palu
Barat.
Kecamatan Palu Barat merupakan pusat pergerakan Organisasi Islam Alkhairaat. Di Wilayah inilah terletak Kantor Pusat Pengurus Besar Organisasi
Islam Alkhairaat. Hasil proyeksi penduduk pada tahun 2013, menunjukkan
10
Abd. Muis Thahir, Sejarah Tanah Kaili Dan Perkembangannya, (Towale, 2004), 83.
11Wawancara dengan Bapak Abdullah Latopada, Kepala Kantor Kementerian Agama
bahwa jumlah penduduk Kecamatan Palu barat adalah 50.751 jiwa. Berdasarkan
hal tersebut, prosentase jumlah penduduk Kecamatan Palu Barat berdasarkan kepemelukan agama adalah Islam 95 prosent, Kristen Protestan 3 Prosent,
Kristen Katolik 1 Prosent, dan Budha 1 Prosent.
Tabel I.2. Penduduk Kecamatan Palu Barat menurut agama tahun 201312:
No Agama Jumlah Jiwa Prosentase
1 Islam 48.214 95
2 Kristen Protestan 1.523 3
3 Kristen Katolik 507 1
4 Budha 507 1
5 Hindu - -
6 Konfuchu - -
Jumlah 50.751 100
Sumber: Kementerian Agama Kota Palu.
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Palu Barat memeluk agama Islam. Hal ini diperkuat dengan banyaknya bangunan rumah ibadah agama Islam di Wilayah Kecamatan Palu Barat.
Tabel 1.3. Jumlah Bangunan Rumah Ibadah di Kecamatan Palu Barat
Tahun 2016.13
Islam Kristen Budha Hindu Kongfuchu
Masjid Surau Gereja Wihara Pura Miao/Kelenteng
35 21 1 1 - -
12
Profil Kecamatan Palu Barat 2014, (Palu: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kota Palu, 2014), 33-34.
13
Secara keseluruhan jumlah Abnaul (masyarakat, umat) Organisasi Islam
Al-Khairaat di Kota Palu tahun 2015, adalah 231.590 jiwa, 75 % dari jumlah keseluruhan umat Islam yang terdapat di Kota Palu. Hal ini menjadikan
Alkhairaat sebagai organisasi Islam dengan jumlah pengikut terbesar di Kota Palu14 dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya seperti Nahdatul Ulama
(NU), Darud Da’wah wal Irsyad (DDI), Muhammdiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan beberapa Organisasi Islam kecil seperti Front Pembela Islam (FPI), dan Forum Umat Islam (FUI),15 yang juga terdapat di Kota Palu.
Tidak dapat dipungkiri, Kota Palu yang di dalamnya Organisasi Alkhairaat berdiri dan berkembang memiliki masyarakat yang majemuk dalam
hal agama. Pada umumnya Realitas kemajemukan agama di satu sisi merupakan suatu tantangan. Tantangan, karena keragaman agamanya, terutama agama-agama dunia, dapat menjadi sumber bagi lahirnya konflik yang sangat serius
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk juga beragama. Bawaan nilai-nilai moral, etis dan spiritual agama-agama dunia yang inherent, dapat menjadi pemicu terciptanya konflik-konflik tersebut. Di sisi lain dapat
menjadi peluang, karena kalau keragaman agama itu bisa tertangani secara tepat, kemungkinan konflik itu bisa berubah menjadi dukungan moral, etis dan
spiritual yang positif bagi kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama.16
Apa yang dimaksudkan bahwa kemajemukan agama di satu sisi
merupakan sebuah tantangan telah terbukti di tengah kehidupan kemajemukan
14Wawancara dengan Bapak Lukman Taher, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Alkhairat,
(20 Agustus 2016)
15
Akmal Salim Ruhana, Profil Gerakan Dakwa…, 91.
16
agama di Indonesia. Dalam sejarahnya, beberapa daerah di Wilayah Indonesia
mengalami berbagai macam konflik yang mengatasnamakan agama. Demikian halnya masyarakat Kota Palu, dalam beberapa tahun terakhir terjadi peristiwa
intoleransi. Pada tahun 2004, terjadi peristiwa penembakan seorang pendeta. Kemudian pada tahun 2005, terjadi peristiwa ledakan bom di Maesa, tepatnya di
pasar penjual daging babi. Masih segar dalam ingatan masyarakat Kota Palu tentang peristiwa penembakan pendeta pada tahun 2004, masyarakat Kota Palu kembali dikejutkan dengan peristiwa penembakan seorang pendeta pada tahun
2006.17 Tentu peristiwa-peristiwa ini menimbulkan pemikiran apakah tindakan-tindakan tersebut motifnya agama atau tidak? Kemudian sejauh mana peran
organisasi agama di Kota Palu, seperti halnya Alkhairaat, dalam merespon berbagai peristiwa intoleransi tersebut?
Berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi di tengah masyarakat Kota
Palu, mengindikasikan bahwa kerukunan antaragama di Kota Palu belum sepenuhnya kondusif. Tindakan-tindakan intoleransi antaragama seperti tersebut di atas tidak menutup kemungkinan terulang kembali. Dengan kata lain potensi
terjadinya tindakan intoleransi yang dapat mengakibatkan konflik antaragama di tengah masyarakat Kota Palu yang majemuk, sangat besar. Hal ini memberi
pemahaman bahwa merawat dan menjaga kemajemukan agama masyarakat Kota Palu, bukanlah sesuatu yang mudah. Realitas kemajemukan agama masyarakat Kota Palu dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang sulit untuk
17
mengatasinya.18 Berdasarkan hal tersebut, peran organisasi agama, seperti
halnya Alkhairaat, sangat penting dalam rangka menjaga dan merawat kemajemukan agama masyarakat Kota Palu.
Sebagai sebuah organisasi Islam yang memiliki abnaul terbesar dan berada di tengah kemajemukan masyarakat Kota Palu, dipastikan Abnaul
Alkhairaat tidak dapat menghindari interaksi sosial dengan pemeluk agama lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses interaksi sosial tersebut sering terjadi gesekan yang dapat menyebabkan konflik antaragama. Dalam konteks
Kota Palu, konflik atas nama agama sering kali terjadi disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat Kota Palu terhadap agama orang lain.19
Terciptanya kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat Kota Palu, tidak terlepas dari peran Organisasi Agama yang terdapat di Kota Palu. Dan peran tersebut tidak terlepas dari konsep kemajemukan yang dimiliki oleh
suatu organisasi agama. Konsep kemajemukan berhubungan erat dengan sikap beragama yang dimiliki oleh suatu organisasi Agama, seperti halnya Alkhairaat. Alkhairaat sebagai Organisasi Islam dengan jumlah abnaul terbesar di Kota
Palu, memiliki peran strategis untuk mewujudkan kerukunan antaragama di Kota Palu. Jumlah Abnaul seperti itu, dapat menempatkan Alkhairaat sebagai salah
satu pilar dalam menjaga kerukunan hidup beragama di Kota Palu. Dalam Tri Kerukunan hidup beragama, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah,20
18
Abd. Muis Thahir, Sejarah Tanah Kaili, 85
19
Hamzah & A. Markarma, Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Dalam Islam Berbasis Multikulturalisme Di Kota Palu Sulawesi Tengah, (Palu: STAIN Datokarama, ISTIQRA, Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013), 16.
20
Alkhairaat memiliki peran besar dalam menjaga tri kerukunan hidup beragama
tersebut.
2. Masalah Penelitian
Bertolak dari latar belakang pemikiran tersebut di atas maka masalahnya
adalah bagaimana konsep Organisasi Islam Al-Khairaat tentang kemajemukan agama di Kota Palu? Bagaimana peran Organisasi Islam Al-Khairaat di tengah
kemajemuka agama di Kota Palu?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang konsep kemajemukan
Organisasi Islam Alkhairaat serta mendeskripsikan dan menganalisis peran Organisasi Islam Alkhairaat di tengah kemajemukan agama di Kota Palu.
4. Manfaat Penelitian
1) Secara teoritis,
Penelitian ini dapat memberikan informasi atau sumbangan pemikiran bagi
masyarakat umum secara khusus Gereja tentang Organisasi Islam Al-Khairaat di tengah kemajemukan masyarakat Kota Palu.
2 ) Secara praktis,
Bagi masyarakat Sulawesi Tengah secara khusus masyarakat Kota Palu yang majemuk, kebebasan beragama yang bertanggung jawab,
toleransi, kerukunan, dan kerja sama antar kelompok-kelompok umat beragama menjadi syarat utama membangun masyarakat sipil. Oleh sebab itu
keagamaan, dan pemerintah,21 memahami bahwa kemajemukan agama
masyarakat Kota Palu merupakan sebuah keniscayaan. Dan di dalamnya ada komitmen bersama untuk menjaga dan merawat kemajemukan agama di
Kota Palu.
5. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy Moleong, 2010:4), metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam defenisi lain metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generlisasi. Disebut metode kualitatif, karena data yang terkumpul lebih bersifat kualitatif. 22 Sifat dari penelitian ini adalah
deskriptif, artinya adalah menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta atau populasi tertentu. 23
Melalui penelitian ini akan diupayakan untuk menggambarkan secara
mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Namun tidak hanya sebatas mengumpulkan, menyusun serta mendeskripsikan data, tetapi juga menganalisa
21
Tony Tampake, Redefenisi Tindakan Sosial Dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Poso: Studi Sosiologi Terhadap Gerakan Jemaat Eli Salom Kele’i di Poso, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2014), 16.
22
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), 1
23
dan menginterpretasi tentang arti data-data itu. 24 Dalam penelitian ini metode
pengumpulan data akan menggunakan metode wawancara (interveuw). Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari seseorang dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara secara garis
besar dibagi dua, yakni wawancara tak tersturktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka, wawancara
etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized in-terview) yang susunan pertanyaaannya sudah ditetapkan
sebelumnya (biasanya tertulis dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.25 Dalam proses wawancara yang akan lakukan, penulis mencoba memadukan kedua model wawancara tersebut. Di satu sisi, penulis melakukan
wawancara mendalam, intensif, dan kualitatif. Di sisi lain, semua pertanyaan wawancara, sebelumnya penulis telah siapkan. Narasumber utama yang akan diwawancarai ialah pengurus pusat Gerakan Alkhairaat di Palu, pemerintah, dan
tokoh-tokoh agama lain yang berkompeten memberikan informasi akurat tentang Organisasi Islam Alkhairaat.
Penelitian Kepustakaan. Penelitian kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dari bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan
24
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1982), 30.
25
sebagainya yang relevan dengan penelitian.26 Studi kepustakaan berkaitan
dengan kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selainitu studi
kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah. 27 Berdasarakan
pengertian tersebut, maka penelitian tentang konsep dan peran Organisasi Islam Alkhairaat di Kota Palu menggunakan bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, buku, dokumen, dan arsip yang dianggap relevan dengan
kajian penelitian. Untuk penelitian kepustakaan ini, penulis lakukan di beberapa tempat di Kota Palu, seperti Kantor Pengurus Besar Organisasi Islam Alkhairaat,
Perpustakaan Universitas Alkhairaat, dan Perpustakaan daerah Sulawesi Tengah.
6. Sistematika Penulisan
Secara garis besar tesis ini ditulis dalam beberapa bab, yaitu:
1) Bab I Pendahuluan.
Bab ini berisikan uraian tentang latar belakang permasalahan, rumusan
maslaah, tujuan penelitian, mnfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematikan penulisan.
2) Bab II Landasan Teoritis Tentang Peran Agama Dalam Kemajemukan
Bab ini berisi uraian tentang landasan teori dari konsep dan peran agama dalam kemajemukan. Bagian ini diuraikan dalam tiga bagian, yaitu: defenisi
agama dan keberagamaan, tipologi sikap beragama, dan peran agama.
26
Koentjaraningrat, Kamus Istilah Anhtropologi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, 1984), 420.
27
3) Bab III Alkhairaat di Kota Palu
Pada dasarnya yang menjadi inti sari bab III ialah konsep dan peran Organisasi Islam Alkhairaat di tengah kemajemukan agama masyarakat Kota
Palu. Namun untuk mencapai hal tersebut maka dalam bab III ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan tujuan utama uraian bab III tersebut.
Bab III terdiri atas tiga bagian besar. Pertama, situasi masyarakat Lembah Palu sebelum agama Islam masuk. Kedua, masuknya agama Islam di Lembah Palu. Ketiga, Islam Alkhairaat di Lembah Palu. Bagian ketiga terdiri atas
beberapa sub bagian, yaitu: profil Sayyid Idrus bin Salim Aljufri selaku tokoh pendiri Organisasi Islam Alkhairaat, dari Hadramaut ke Indonesia, berdirinya
Alkhairat di Palu; Al-khairaat: Latar belakang, arti, tujuan serta ajarannya; Nasionalisme Sayyid Idrus bin Salim Aljufri dan Abnaul Alkhairaat di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia; Alkhairaat paskah Sayyid Idrus bin
Salim Aljufri; dan Alkhairaat dalam Realitas Kemajemukan agama masyarakat Kota Palu.
4) Bab IV Analisis
Bab IV berisi uraian Alkhairaat dalam kemajemuka agama di Kota Palu. Bab ini terdiri atas tiga bagain utama, yaitu: Hakikat organisasi Islam Alkhairaat,
analisis konsep kemajemukan Organisasi Islam Alkhairaat serta analisis peran Organisasi Islam Alkhairaat dalam kemajemukan agama masyarakat Kota Palu.
5) Bab V Penutup