• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Ganti Kerugian Atas Hak Milik Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum di Kecamatan Medang Deras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Ganti Kerugian Atas Hak Milik Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum di Kecamatan Medang Deras"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan salah satu cita cita dari masyarakat

indonesia, maka pembangunan tersebut diarahkan untuk mencapai kemajuan dan

kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. 2

2

Lihat, “Rencana pembangunan Lima Tahun Kelima 1989/1990-1993/1994” ,Republik Indonesia, hal 17

Dalam pengertian lain,

pembangunan nasional dapat diartikan merupakan rangkaian upaya pembangunan

yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan

negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional. Dimana

kemakmuran tersebut dapat dicapai melalui pembangunan baik fisik maupun non

fisik, langsung atau tidak langsung, serta memerlukan tanah sebagai wadah dari

kegiatan pembangunan tersebut. Kebutuhan akan tanah dalam masa-masa

sekarang sangat meningkat dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Hal ini

terjadi dikarenakan pada umumnya, hampir semua sektor dan bidang

pembangunan memerlukan tanah sebagai sarana dan penopang utamanya dalam

melaksanakan proyek-proyek pembangunan tersebut dan untuk memenuhi

pelaksanaannya tersebut maka pemerintah mengadakan atau menyediakan tanah

berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 atau dikenal

(2)

pelepasan hak-hak atas tanah3

Sebagai wujud nyata dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945,

maka lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria ini disebutkan bahwa:

“Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang pada mulanya telah dimiliki masyarakat

secara pribadi maupun golongan.

Dalam hal pemerintah memerlukan tanah untuk kepentingan umum,

Pemerintah menghadapi banyak masalah karena disini menyangkut dua

kepentingan yaitu kepentingan Pemerintah yang berhadapan dengan kepentingan

rakyat. Hal tersebut sering terjadi biasanya disebabkan oleh faktor tarik menarik

kepentingan yang ada di dalam masyarakat, untuk menentukan siapa yang paling

berhak dalam memanfaatkan fungsi tanah demi kepentingan masing-masing

kelompok marjinal, kelompok pengusaha atau pemilik modal dan kelompok

struktur pemerintah.

Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan landasan sebagaimana

dalam Pasal 33 ayat (3) Bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.Dari ketentuan dasar ini dapat diketahui bahwa kemakmuran

masyarakatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air

dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

3

(3)

yang tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh A.P Parlindungan4

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaannya

sebagai berikut :

Ayat 1 pasal 2 ini telah memberikan suatu sikap bahwa untuk mencapai

tujuan dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tidaklah pada tempatnya bahwa Bangsa

Indonesia ataupun negara bertindak sebagai pemilik tanah. Hal ini sesuai dengan

penjelasan dari UUPA tersebut sehingga negara sebagai suatu organisasi

kekuasaan seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa sehingga

tepatlah sikap tersebut bahwa bumi, air, ruang, angkasa dan kekayaan alama yang

terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Dari

penjelasan UUPA mengenai hal ini maka hak menguasai negara yang dimaksud

adalah :

b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian

dari) bumi,air dan ruang angkasa itu.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air, dan

ruang angkasa

Melalui hak menguasai dari Negara inilah maka Negara selaku badan

penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan

fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di

4

(4)

dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup

penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.5

Undang-Undang Pokok Agraria sendiri memberikan landasan hukum bagi

pengambilan tanah hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 yaitu Untuk

Kepentingan Umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan

bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi

yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang. Peraturan yang

berhubungan dengan ganti rugi tanah pada saat ini mengacu kepada Keputusan

Presiden (Keppres) No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang dalam konsiderannya

menyatakan :

Namun untuk pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut di atas,

memerlukan tanah sebagai wadahnya.Dalam hal persediaan tanah masih luas,

pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah.Tetapi

persoalannya tanah merupakan sumberdaya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak

pernah bertambah luasnya.Tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati

dengan hak (tanah hak), dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.

Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk

kepentingan umum di atas tanah Negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh

adalah dengan mengambil tanah- tanah hak.Kegiatan “mengambil” tanah (oleh

pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum)

inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah (Pasal 1 Peraturan

Presiden Nomor 65 Tahun 2006).

5Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk

(5)

a. Bahwa pembangunan nasional, khususnya pembangunan berbagai fasilitas

untuk kepentingan umum, memerlukan bidang tanah untuk itu

pengadaannya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya ;

b. Bahwa pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan

memerhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip

pernghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah ;

c. Bahwa atas dasar pertimbangan tersebut, pengadaan tanah untuk

kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan untuk

tingkat petama ditempuh dengan cara musyawarah langsung dengan para

pemegang hak atas tanah6

Sebelum dikeluarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 tersebut peraturan

pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan pembebasan tanah untuk

kepentingan swasta sangat beraneka ragam, Untuk mengatasi masalah ganti rugi

tanah tersebut, maka pemerintah mengeluarkan “Peraturan Pemerintah No. 39

Tahun 1973 yang mengatur tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh

Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan

Benda-benda yang ada di atasnya”.

Ditinjau dari aspek hukum keberadaan Keppres no. 55 Tahun 1993 adalah

untuk memberikan suatu landasan bagi pemerintah dalam mengatasi berbagai

kesulitan bidang pertahanan ketika pemerintah melaksanakan berbagai proyek

pembangunan khususnya untuk kepentingan umum sesuai dengan program

pemerintah. Tanah-tanah yang berada dan dikuasai atau dimiliki oleh

6

(6)

perorangan atau masyarakat, belum tentu pemiliknya bersedia menyerahkan

tanahnya kepada pemerintah atau swasta untuk pembangunan.

Dari segi sosiologis, pemegang tanah sebagai mata pencaharian.Selain itu,

relokasi atau perpindahan tempat dari sebuah komunitas yang sudah menyatu

dengan pemilik tanah membuat mereka enggan untuk melepaskan hak atas tanah

yang mereka miliki.Pemilik tanah mengalami ketercabutan dari kehidupan sosial

di tempat mereka tinggal sebelumnya.

Memaksa orang untuk menyerahkan hak atas tanah yang menjadi miliknya

atau kepunyaannya adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum dan

merupakan suatu pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada

diri manusia, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak

boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.7

Peraturan atau regulasi terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum di

Indonesia menyebutkan bahwa dasar nilai ganti rugi tanah berdasarkan

NJOP.Sebuah penaksiran yang berdasakan NJOP berarti mengurangi nilai tanah

pada objek-objek tertentu.Karena itu, peran penilai harga tanah sangat

menentukan nilai ekonomis tanah yang layak dengan tujuan tidak merugikan

rakyat sebagai pemegang hak atas tanah.8

7

Undang-Undang No. 39/1999 tentang HAM.Hal.1. 8

Bernhad Limbong, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, (Jakarta : Margaretha Pustaka, 2011) hlm. 369

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian skripsi ini

mengambil judul “ Tinjau Yuridis Gangi Kerugian atas Hak Milik dalam

(7)

B.PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pengadaan tanah dan

perkembangannya?

2. Apakah yang menjadi kriteria dan pengertian dari kepentingan umum

dalam pengadaan tanah?

3. Bagaimanakah proses pemberian ganti kerugian yang dilaksanakan dalam

pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

C.TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pengadaan tanah dan

perkembangannya.

2. Untuk mengetahui apa kriteria dan pengertian dari kepentingan umum

dalam pengadaan tanah.

3. Untuk mengetahui bagaimana proses dari pemberian ganti kerugian yang

dilaksanakan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

D.MANFAAT PENULISAN

Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan dalam hal ini adalah :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis menambah literatur mengenai perkembangan hukum

agraria dalam kaitannya dengan pemberian ganti kerugian atas hak milik

dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

(8)

1) Memberikan tambahan wawasan atau pengetahuan kepada

masyarakat mengenai bidang pertanahan.

2) Memberikan penjelasan mengenai proses pengadaan tanah demi

kepentingan umum beserta pemberian ganti kerugian yang adil dan

yang layak.

E.Tinjauan Pustaka

1) Pengertian Tanah dan Tinjauan Umum mengenai Hak-hak atas Tanah

Pengertian tanah menurut kamus Besar Bahasa Indonesia yang

diterbitkan oleh Balai Pustaka Departeen Pendidikan dan Kebudayaan,

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah 9

Hukum tanah di Indonesia mengalami perombakan pada saat

diberlakukannya UUPA pada tanggal 24 September 1960, sehingga dapat adalah lapisan

permukaan bumi yang di atas sekali.Sedangkan dalam Hukum tanah,

sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang

telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam

Pasal 4 dinyatakan bahwa

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

(9)

dikatakan bahwa pada tanggal tersebut muncul pembaharuan Hukum

Tanah yang berlaku di Indonesia.10

2) Hak-hak atas Tanah

Pada dasarnya Hak atas tanah lahir dan mengikat pihak-pihak yang

melaksanakan perbuatan hukum yang menciptakan hak tersebut serta

pihak ketiga, yang saat mana Hak Atas Tanah dibukukan pada buku tanah

melalui kegiatan pendaftaran tanah.

Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, menyatakan adanya macam-macam

hak atas tanah yang diberikan kepada masyarakat, baik secara individu

maupun secara bersama-sama yang didasarkan pada hak menguasai

Negara.

Pasal-pasal yang mengatur hak-hak atas tanah sebagai lembaga:

Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas

tanh adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53.

1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh morang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

2) Hak-hak atas tanah dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

(10)

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.

Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 di atas ditentukan

dalam pasal 16 ayat 1, yang bunyinya sebagai berikut :

Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah :

(a) Hak milik

(b) Hak guna usaha

(c) Hak guna bangunan

(d) Hak pakai

(e) Hak sewa

(f) Hak membuka tanah

(g) Hak memungut hasil hutan

(h) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas

yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang

sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu11

1) Hak atas tanah yang bersifat primer

:

Merupakan hak atas tanah yang berasal dari tanah Negara.Macam-macam

hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara.

11Urip Santoso, Hukum Agraria & hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media

(11)

2) Hak atas tanah yang bersifat sekunder

Merupakan tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak

atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas Tanah Pengelolaan, Hak

Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak

Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk

Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian

Bagi Hasil) Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Masing-masing dari hak tersebut akan diuraikan sebagai berikut

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 16 ayat 1 dimana antara lain :

1) Hak Milik12

Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA hak milik adalah hak turun-temurun,

terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan

mengingat ketentuan dalam Pasal 6, yaitu semua hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial. Hak milik atas tanah dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain.

Hak Milik bersifat turun-menurun maksudnya bahwa Hak Milik atas

tanah tersebut tidak hanya berlangsung selama hidup pemegang Hak milik

atas tanah, tetapi dapat juga dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila pewaris

meninggal dunia, oleh karena itu Hak Milik jangka waktunya tidak

terbatas. Hak Milik bersifat terkuat maksudnya bahwa Hak Milik

merupakan induk dari macam hak atas tanah lainnya dan dapat dibebani

12

(12)

oleh hak atas tanah lainnya, seperti Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai.Hak Milik bersifat terpenuh maksudnya Hak Milik menunujuk luas

wewenang yang diberikan kepada pemegang Hak Milik dalam

menggunakan tanahnya baik untuk usaha pertanian maupun untuk

mendirikan bangunan.

Hak Milik bersifat turun temurun, terkuat dan terpenuh bukan berarti

bahwa Hak Milik merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas dan tidak

dapat diganggu gugat.Hal ini Ini dimaksudkan untuk membedakan Hak

Milik dengan hak-hak atas tanah lainnya yang dimiliki oleh individu.

Dengan kata lain, Hak Milik merupakan hak yang paling kuat dan paling

penuh diantara hak-hak atas tanah lainnya.

Yang menjadi subjek dari hak milik adalah yang terdapat dalam Pasal

21 UUPA, antara lain :

a) Warga Negara Indonesia

b) Oleh pemerinah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya

c) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

pencampuran harta karena perkwinan, demikian pula warga Negara

Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya

undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib

melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika

(13)

maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada

negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain uang

membebaninya tetap harus berlangsung.

d) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai

tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat

(3) Pasal ini.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka hanya warga negara Indonesia

tunggal yang dapat mempunyai Hak Milik, orang asing tidak

diperbolehkan untuk mempunyai Hak Milik.Orang asing dapat

mempunyai tanah dengan Hak Pakai yang luasnya terbatas.

Terjadinya hak milik diatur melalui beberapa cara antara lain :

a) Melalui hukum adat yang diatur dalam peraturan pemerintah;

b) Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah menurut cara dan

syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

c) Ketentuan undang-undang.

Hapusnya hak milik lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 27 UUPA antara

lain :

a) Tanahnya jatuh kepada Negara yang disebabkan pencabutan hak

untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara

serta kepentingan bersama dari rakyat. Penyebab yang kedua adalah

(14)

karena tanah diterlantarkan. Penyebab yang terakhir adalah karena

ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) ;

b) Tanahnya musnah.

2) Hak Menguasai Negara

Hak menguasai tanah oleh negara bersumber dari kekuasaan yang

melekat pada negara, sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 33

Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam

penjelasannya dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung dalam bumi adalah pokok pokok kemakmuran rakyat, sebab itu

harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.Pernyataan tersebut menjelaskan dua hal, yaitu bahwa

secara konstitusional Negara memiliki legitimasi yang kuat untuk

menguasai tanah sebagai bagian dari bumi, namun penguasaan tersebut

harus dalam kerangka untuk kemakmuran rakyat.

Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan pasal 33 ayat 3 UUD

1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber daya alam oleh Negara

sebagai berikut :

i. Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai

yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa termasuk

kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan

tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh

(15)

Hak menguasai Negara tersebut dalam ayat 1 pasal ini memberikan

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang- orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air, dan ruang angkasa.

ii. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut

pada ayat 2 pasal 33, digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan kesejahteraan,

kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang

merdeka, berdaulat adil dan makmur.

iii. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat

hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan

kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang

berlaku.

Berdasarkan pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep

UUPA, pengertian “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”,

(16)

seperti hal tersebut diatas.13 Isi wewenang Negara yang bersumber pada hak

menguasai SDA oleh Negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu,

wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai

tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang

pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi”.14

Wewenang Negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang

termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan

hukum antara tanah dengan negara.Hukum yang mengatur pengakuan dan

perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian

hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh

siapapun.Oleh Karena itu, sangat tidak tepat jika melihat hubungan Negara

dengan tanah terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum adat

dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan dengan tanahnya.

Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat

“tritunggal”.

Hal ini dipertegas dalam

pasal 9 ayat 2” tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun

wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak

atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri

maupun keluarganya”.

15

13

Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan, hlm .234

14

Istilah” Bersifat Pribadi” menyatakan bahwa, sifat pribadi hak individual menunjukkan kepada kewenangan pemegang hak untuk menggunakan tanah yang bersangkutan bagi kepentingan dan dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.

15

Budi Harsono, Op.Cit.,hlm.7.

(17)

menguasai tanah oleh Negara, Hubungan antara masyarakat hukum adat

dengan tanah ulayatnya melahirkan hak ulayat, dan gabungan antara

perorangan dengan tanah melahirkan hak-hak perorangan atas

tanah.16

16

Pasal 2 UUPA, Parlindungan AP, dalam bukunya Komentar atas undang-undang pokok agrarian, alumni, bandung, h.11

idealnya hubungan ketiga hak tersebut (hak menguasai tanah oleh

Negara, hak ulayat dan hak perorangan atas tanah) terjalin secara harmonis

dan seimbang. Artinya, ketiga hak itu sama kedudukan dan kekuatannya,

dan tidak saling merugikan. Namun peraturan perundang-undangan di

Indonesia memberi kekusaan yang besar dan tidak jelas batas-batasnya

kepada Negara untuk menguasai semua tanah yang ada diwilayahnya

Indonesia. Sebagai contoh, berdasar Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967

tentang “Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan” dan Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang “Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan”,

dalam pemberian Hak Guna Usaha (HGU), dan kuasa pertambangan yang

diberikan diatas tanah ulayat, menyebabkan hilangnya sebagian tanah-tanah

ulayat masyarakat hukum adat. Demikian pula dengan pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 1961 tentang “Pencabutan Hak Atas Tanah Dan

Benda-Benda Yang Ada Diatasnya” dan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun

1993 tentang “Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum” yang diganti oleh Peraturan Presiden Nomor 36

(18)

Untuk Kepentingan Umum”, terjadi pengambilan tanah perorangan secara

paksa oleh pemerintah.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Sifat/Materi Penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini adalah bersifat deskriptif analisis yang mengarah pada penelitian

yuridis normatif yang merupakan suatu penelitian yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan yang hukum yang

lain.17

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder adalah

data dari penelitian kepustakaan di mana dalam data sekunder terdiri dari

2(dua) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

serta bahan hukum tersier (bahan hukum tambahan), sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat

berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada

kaitannya dengan permasalahan yang dibahas terdiri dari :

1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

tentang Perturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

17Bambang Sungguno. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada,

(19)

2. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

3. Perpres Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti : hasil – hasil penelitian, hasil

wawancara, serta pengembalian bahan hukum khususnya mengenai

pemberian ganti kerugian atas hak milik dalam pengadaan tanah

untuk kepentingan umum.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum penunjang mencakup :

Bahan – bahan yang memberi petunjuk – petunjuk maupun

penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder

Bahan – bahan primer, sekunder, tersier (penunjang) di luar bidang

hukum seperti kamus, ensiklopedia, majalah, koran, makalah, dan

(20)

3. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan

untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini dibagi atas 2 (dua) cara, yaitu :

a. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang diperoleh dengan membaca dan

mempelajari peraturan perundang-undangan dan literatur kemudian

diklasifikasikan berdasarkan prioritas sehubungan dengan

permasalahan yang dibahas.

b. Wawancara (interview)

Proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan

dengan mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan

secara langsung informasi – informasi atau keterangan –

keterangan.18

4. Analisis Data

Pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara dengan cara

melakukan tanya-jawab dengan narasumber yaitu Bapak M.Mujianto

selaku salah satu masyarakat yang tanahnya dikenakan pengadaan

tanah bagi pembangunan demi kepentingan umum atau pelebaran rel

oleh PT.KAI.

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi

dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan

analisa data kualitatif yang merupakan proses mencari dan menyusun secara

18

(21)

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan membuat

kesimoulan sehingga dapat dijadikan contoh dan patokan dari topik

pembahasan dalam penulisan skripsi ini dan mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain 19

G. Keaslian Penulisan

.

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Ganti

kerugian atas Hak Milik dalam Pengadaan tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara)” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak

sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli

serta dapat dipertaggungjawabkan secara moral dan akademik.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, di mana dalam Bab

terdiri dari unit – unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat

dalam bentuk uraian :

Bab I Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum layaknya

penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan,

Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian

Penulisan, serta Sistematika Penulisan.

Bab II Peraturan mengenai Pengadaan Tanah dan perkembangannya

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang beberapa hal

yang berkenaan dengan judul sub bab yaitu :Pengertian dan Dasar

19

(22)

Hukum Pengadaan Tanah, Tinjauan Hukum dan Terminologi dari

Pencabutan,Pembebasan, Pelepasan dan Pengadaan Tanah dan

Panitia Pengadaan Tanah

Bab III Kepentingan Umum sebagai syarat dalam Pengadaan Tanah

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang hal-hal yang

secara umum dibahas mengenai Kepentingan Umum dalam

Berbagai Perspektif dan Kriterianya, Asas-Asas Pengadaan Tanah

demi Kepentingan Umum, dan Pengaturan mengenai Kepentingan

Umum dan Peraturan Pengadaan Tanah di Indonesia.

Bab IV Pemberian Ganti Kerugian dan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang : Tinjauan

Umum Ganti Rugi, Bentuk dan Dasar Ganti Rugi Dalam

Pengadaan Tanah , Prosedur Pemberian Ganti Kerugian Menurut

Undang-Undang No.2 tahun 2012 dan Kasus Pelaksanaan

Pemberian Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah untuk Kepetingan

Umum di Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup yang merupakan bab terakhir yang

berisikan kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

adalah sifat, perbuatan, perlakuan yang berat sebelah atau sesuatu yang memihak pada jenis kelamin tertentu dan hal ini dapat meyebabkan kesenjangan sosial

Based on the assessment of the suitability of the seagrass ecotourism in coastal waters and small islands of Padang City we suggest that the seagrass ecosystems can continue to grow

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul

Tradisi nyastra merupakan wari- san sebagai modal budaya yang telah dipraktikkan secara turun-temurun sehingga telah menjadi kebi- asaan (habitus) yang dilaksanakan dalam

diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi laju perbaikan klinis pasien SKA adalah status penyakit dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi dan profil

Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa adanya ketetapan harga yang lebih baik seperti harga yang lebih terjangkau dan sesuai dengan menu yang disajikan, maka akan

Analisis dalam penelitian ini, penulis telah melakukan pengujian data yang kedua yang berdasarkan tingkat validitas data tentang angket yang ada hubungannya dengan

[r]