• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Makan dan Status Gizi Mahasiswa Asal Tolikara dalam Perubahan Lingkungan Budaya T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Makan dan Status Gizi Mahasiswa Asal Tolikara dalam Perubahan Lingkungan Budaya T1 BAB I"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku makan adalah suatu istilah untuk

menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan

frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan, dan

pemilihan makanan (Tan, 1970 dalam Purwaningrum,

2008). Selain itu Suhardjo (1989, dalam Purwaningrum,

2008) mendefinisikan perilaku makan sebagai cara individu

memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi

terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya.

Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007, dalam Hastusi,

2012) menyatakan berbagai macam faktor yang

mempengaruhi pola makan atau perilaku makan seseorang

adalah faktor budaya, faktor ini cukup menentukan jenis

makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak

geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya.

Faktor selanjutnya yaitu agama/kepercayaan, faktor status

sosial ekonomi, faktor personal preference, rasa lapar, nafsu

makan dan rasa kenyang, serta faktor kesehatan.

Ambar (2011) menyatakan pola makan seseorang

dibentuk dari latar belakang budaya yang dimilikinya.

(2)

pada kebiasaan (praktek) makan serta berakibat pula pada

kondisi gizinya. Efendi (2009) menjelaskan budaya dan

makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makanan

berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi

tubuh. Konsumsi dan penyajian makanan berkaitan dengan

budaya individu, keluarga dan komunitas setempat.

Misalnya dalam suku Jawa, porsi makan antara anak dan

orang tua berbeda. Budaya mempengaruhi individu dan

keluarga dalam menentukan makanan yang dikonsumsi.

Setiap suku acap kali mengaktualisasikannya secara

berbeda. Misalnya Suku Padang yang khas mengkonsumsi

makanan yang berlemak tidak terbiasa makan sayur atau

lalapan seperti suku Sunda. Contoh lainnya, di Lumajang,

Jawa Timur, daun kelor muda digunakan untuk disayur dan

dimakan, tetapi di Jakarta digunakan untuk memandikan

mayat dan tidak dimakan. Lingkungan sosial memberikan

gambaran jelas tentang perbedaan pola makan. Setiap

masyarakat atau suku mempunyai perilaku makan berbeda

sesuai kebiasaan yang dianut. Masyarakat mengkonsumsi

bahan makanan tertentu yang mempunyai nilai sosial sesuai

dengan tingkat status sosial yang terdapat pada masyarakat

(3)

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti

perilaku makan mahasiswa-mahasiswi asal Tolikara, Papua

yang hidup sebagai mahasiswa di Salatiga dalam

perubahan lingkungan budaya.

Menurut penuturan dari salah satu tokoh masyarakat

Papua, Pdt. Ibu Margarita J. Mali (2016) penduduk Tolikara

Papua, lebih sering mengkonsumsi ubi seperti ubi petatas,

keladi dan singkong sebagai makanan pokok. Selain itu

daging babi, ayam, dan babi hutan. Sebagai daerah

pegunungan ikan yang sering dikonsumsi adalah ikan air

tawar. Masyarakat pedalaman lebih suka berburu untuk

mencari hasil bumi untuk dikonsumsi. Masyarakat juga

melakukan tradisi bakar batu yang berupa ritual memasak

bersama-sama warga 1 kampung yang bertujuan untuk

bersyukur dan sebagainya. Tradisi ini dilakukan dengan

batu dibakar hingga panas membara, kemudian ditumpuk di

atas makanan yang akan dimasak dan dimakan nantinya.

Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa

asal Papua di Salatiga khususnya mahasiswa Tolikara

tentang perilaku makan selama di Salatiga ditemukan

bahwa perilaku makan mahasiswa berbeda dengan perilaku

makan sebelumnya selama di Tolikara. Mahasiswa lebih

(4)

dalam sehari. Rasa makanan menjadi faktor utama

pemilihan makanan. Tidak sedikit warung makan di Salatiga

yang menyajikan makanan dengan rasa yang sedikit

berbeda dengan yang sering dikonsumsi sebelumnya.

Mahasiswa mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok

menggantikan ubi jalar yang dikonsumsi sebelumnya.

Mahasiswa juga lebih sering mengkonsumsi mie instan

karena dinilai lebih cepat dan praktis. Mahasiswa

mengatakan ada beberapa jenis makanan yang sering

dikonsumsi sebelumnya di Tolikara namun hampir bahkan

tidak pernah dikonsumsi oleh mahasiswa lagi selama di

Salatiga.

Status gizi di Indonesia pada kelompok dewasa

berusia >18 tahun didominasi dengan masalah obesitas,

walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi.

Gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa >18

tahun dapat diketahui melalui prevalensi gizi berdasarkan

indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) (Profil Kesehatan

Indonesia, 2013). Prevalensi status gizi penduduk dewasa

(>18 tahun) di Indonesia berdasarkan IMT menurut data

Riskesdas (2013) yaitu kurus 11,09%, berat badan lebih

11,48%, dan obesitas 14,76%. Papua merupakan salah satu

(5)

badan lebih yaitu 13,77% dan obesitas 15,86% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2014). Hasil riset menunjukan bahwa

secara umum prevalensi gizi buruk dari provinsi Papua

adalah 6,6% dan gizi kurang 14,6%. Status gizi untuk

penduduk umur 15 tahun keatas, prevalensi obesitas umum

secara provinsi adalah 23,5% (10,0% berat badan lebih dan

13,5% obese) (Riskesdas Provinsi Papua, 2007).

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan

yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam

memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Perilaku makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan

kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat

akan melahirkan status gizi yang baik (Sulistyoningsih, 2010

dalam Burhan, dkk, 2014). Dalam konteks kehidupan

mahasiswa, sering terjadi perubahan lingkungan budaya.

Bagaimana perubahan lingkungan budaya yang

mempengaruhi perilaku makan mahasiswa ini adalah

sesuatu yang menarik untuk dijawab.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai perilaku makan dan

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan singkat tersebut di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

perilaku makan dan status gizi mahasiswa dalam perubahan

lingkungan budaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perilaku makan dan status gizi mahasiswa Tolikara dalam

perubahan lingkungan budaya yang meliputi konsumsi

mahasiswa, status gizi, perilaku makan mahasiswa selama

di Papua dan perilaku makan mahasiswa selama

bermahasiswa di Salatiga.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai adaptasi perilaku makan dalam

perubahan lingkungan budaya.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah

pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berharga

dalam mengaplikasikan teori mengenai perilaku makan

mahasiswa dalam perubahan lingkungan budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi rumput lauteucheuma cottoni di

Namun demikian, berbeda kontras dengan pandangan Horowitz (2006) yang mengingatkan MK terhadap adanya potensi politisasi, Mietzner menilai bahwa berdasarkan putusan dan

Pengaruh model pembelajaran cooperative script terhadap motivasi dan hasil belajar matematika siswa merupakan suatu penelitian yang akan menguji ada tidaknya pengaruh

Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk Nitrogen dan pupuk organik cair terhadap produksi per tanaman sawi pakchoy dapat dilihat pada Tabel 3.. Hasil Uji Beda Rataan

[r]

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative script terhadap motivasi belajar matematika siswa

Lahan tipe A selalu digenangi oleh air pasang, baik pasang besar (terjadi pada musim hujan) maupun pada saat pasang kecil (terjadi pada musim kemarau), sedangkan lahan tipe B

Ada orang berpendapat bahwa masyarakat Barat yang melahirkan demokrasi mempunyai budaya yang berbeda dari budaya Indonesia.. Ini dipakai alasan oleh