31 BAB IV
ANALISIS MASALAH
Musik tradisional suku Rote pada umumnya digunakan untuk mengiring berbagai tarian tradisional suku Rote. Alir melodi dan pola ritmik yang dimainkan menentukan tarian yang dimaiankan. Tarian-tarian tersebut dimainkan oleh laki-laki, perempuan, dan anak-anak, tanpa memandang perbedaan usia. Tarian-tarian yang awalnya bersifat sakral ini kini banyak ditampilkan pada acara-acara sekuler dan bersifat hiburan. Dari sekian banyak tarian tersebut, ada beberapa yang sering ditampilkan, seperti tarian Batu Matia Telu, Teorenda, Lelendo Ndao, dan Taibenu.
Batu Matia Telu, Teorenda, Lelendo Ndao, dan Taibenu memiliki pola melodik dan ritmik tertentu yang khas sebagai berikut:
32
Batu matia telu dimulai dengan nggasa daeng bersambung ke ina Laladan,
dan nggasa laing. Ketiga bilah inilah yang berperan sebagai melodi utama
lagu. Pada suara tengah ana leko dan ana paiseli berbunyi secara bergantian sehingga membuka jalan bagi ana do’odea dan ana laladan pada suara atas untuk masuk. Setelah semua dimainkan secara stabil baru tambur dimainkan.
Tambur berfungsi sebagai penambah tekanan (aksen) pada nada-nada tertentu. Tiga pukulan tambur yang diberi aksen merupakan penunjuk lagu akan berakhir.
Durasi not:
Tambur : menggunakan not bernilai seperempat, seperdelapan, dan seperenambelas dengan sinkopasi dan penggunaan ornamentasi berupa acciaccatura.
Atas : menggunakan not bernilai seperdelapan Tengah : menggunakan not bernilai seperdelapan
33 2. Te’o Renda
Te’o Renda dimulai dengan ana leko dan ana paiselo kemudian disusul ana do’odea dan ana laladan. Setelah keempat bilah itu bermain stabil barulah
nggasa laing, nggasa daeng, dan ina laladan sebagai pemegang melodi beserta
tambur menyusul dimainkan hingga saatnya tambur memberi aba-aba berhenti.
34
3. Lelendo Ndao
Lelendo Ndao dimulai dari ina makamu sebagai penentu tempo. Gerakan
35 Durasi not:
Tambur : menggunakan not bernilai seperempat, seperdelapan, seperenambelas dengan sinkopasi dan penggunaan ornamentasi berupa acciaccatura.
Atas : dimulai dengan not bernilai seperempat pada bilah ana do’odea, dan dilanjutkan dengan not seperdelapan pada bilah ana laladan.
Tengah : dimulai dengan not bernilai seperempat pada bilah ana leko, dan dilanjutkan dengan not seperdelapan pada bilah ana paiseli.
Bawah : penulisan notasi dibagi menjadi dua suara. Suara bawah memainkan ina makamu dalam not seperdelapanan, sementara suara atas memainkan ina makamu, ina laladan,
dan nggasa laing dalam not bernilai seperdelapanan.
4. Taibenu
Ana do’odea mengawali musik ini disusul dengan ana laladan sebagai
36
paiseli dan ana leko, ana do’odea tetap konsisten memainkan tugasnya
sebagai responsi singkat.
Alur ini kemudian disusul oleh nggasa laing. Nggasa daeng, ina laladan, ina
tatae, dan ina makamu segera bergabung membentuk suatu pola melodik
dan ritmik yang kontras dengan para ana. Kontras ini membentuk paduan ritmik dan harmoni yang menarik. Sementara di sisi lain tambur tetap konsisten memainkan peranannya sebagai penambah aksen dan penanda berhentinya lagu.