• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI SLAMETAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRADISI SLAMETAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI SELAMATAN KEMATIAN

DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Progam Strata Satu (S1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

Oleh :

ULFATI ULINNUHA A8.22.12.162

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul tentang tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi, Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Permasalahan dalam skripsi ini yakni 1. Apa yang melatar belakangi pelaksanaan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi 2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi dan 3. Bagaimana respon masyarakat Pepelegi terhadap adanya tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi.

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang memberikan klarifikasi secara mendetail, yakni mengungkap gejala secara holistik dan kosntektualmelalui pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi secara langsung lengkap tentang tradisi kematian di desa Pepelegi dengan menggunakan pendekatan antropologi yakni memaparkan situasi dan kondisi masyarakat yang meliputi kondisi sosial budaya dan kondisi keagamaannya. Menggunakan teori fungsional yakni hubungan dialekstis antara agama dengan fungsinya yang diaplikasikan melalui ritual, dalam Teori Fungsional yakni pengaplikasiannya melihat dan meneliti peristiwa tradisi kematian di desa Pepelegi, serta menggunakan teori Challenge and respon yakni untuk memahami tantangan dan respon masyarakat dengan adanya tradisi selamatan kematian yakni respon masyarakat Pepelegi yang menerima dan tidak menerima.

(7)

ABSTRACT

This thesis titled traditions Pepelegi selamatan death in the village, District Waru Sidoarjo. Problems in this thesis namely 1. What is the background for the implementation of the death in the village of salvation tradition Pepelegi 2. How procedures of salvation tradition of death in the village Pepelegi and 3. How Pepelegi public response to their tradition in the village Pepelegi selamatan death.

This research is using qualitative research methods are clarified in detail, that reveal symptoms holistically and kosntektualmelalui the collection of data through observation, interviews and documentation directly about the traditions of death in the village Pepelegi using anthropological techniques that expose the circumstances of society that includes social and cultural conditions and religious conditions. Using functional theory and the relationship dialekstis between religion and the function that is applied through a ritual, in the Theory of Functional namely its application to view and examine the events of the tradition of death in the village Pepelegi, and using the theory of Challenge and response that is to understand the challenges and the public response to their tradition of salvation death of the response Pepelegi people who accept and not accept.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... I PERNYATAAN KEASLIAN ... II

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... III

PERSETUJUAN PENGUJI ... IV

PEDOMAN TRANSLITERASI ... V

MOTTO ... VI

PERSEMBAHAN ... VII

KATA PENGANTAR ... VIII

ABSTRAK ... X

DAFTAR ISI... XII

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penilitian ... 7

D. Kegunaan Penilitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metodologi Penilitian... 12

(9)

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENILITIAN

A. Letak Geografis Desa Pepelegi ... 17

1. Kabupaten Sidoarjo ... 18

2. Kecamatan Waru ... 18

3. Desa Pepelegi ... 19

B. Kondisi Sosial Desa Pepelegi ... 20

1. Keadaan Penduduk... 21

2. Bidang Ekonomi ... 21

3. Bidang Sosial Keagamaan ... 23

a. Keadaan Keagamaan Masyarakat ... 25

b. Sosial Kebudayaan Bersifat Keagamaan ... 25

4. Bidang Pendidikan ... 27

5. Bidang Sosial Kebudayaan ... 31

BAB III RUANG LINGKUP TRADISI SELAMATAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO A. Latar Belakang Pelaksanakan Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 34

B. Tujuan Mengadakan Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 41

C. Jenis - Jenis Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 42

(10)

E. Proses Pelaksanaan Tradisi Selamatan kematian di Desa Pepelegi

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 48

BAB IV RESPON MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SELAMATAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO

A.Masyarakat yang Menerima Dengan Adanya Tradisi Selamatan Kematian

di Desa Pepelegi Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo ... 57

B.Masyarakat yang Tidak Menerima Dengan Adanya Tradisi Selamatan

Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo ... 66

Bab V PENUTUP

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama penyempurna dari agama-agama lain yang

berdasarkan Al – Qur’an dan Al – Hadist. Islam memiliki nilai yang universal

dan absolut sepanjang zaman, namun demikian Islam sebagai dogma tidak

kaku dalam menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu memunculkan

dirinya dalam bentuk yang luwes, ketika menghadapi masyarakat yang

dijumpainya dengan beraneka ragam budaya, adat kebiasaan atau tradisi.

Dalam sejarah, agama dan simbol memiliki pengaruh karena terdapat

unsur nilai dan unsur simbol di dalamnya. Dalam hal ini kemudian

berkembang suatu sistem-sistem kepercayaan, ritual yang kompleks namun

penerapannya bisa lentur dalam batas tertentu sehingga cukup terjadinya

proses adopsi, akulturasi dan adaptasi dengan budaya lokal. Dengan demikian,

walau inti ajaran Islam sama namun bisa saja berbeda sesuai konteks lokal dan

sosial bagi pemeluknya dimanapun ia tinggal dan berada.

Sebelum masuknya Islam ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah

terlebih dahulu mengenal paham animisme dan dinamisme, kemudian barulah

(12)

2

masuk ke Indonesia komunikasi antar penganut paham dan agama tersebut

tidak dapat dihindarkan.

Para sejarawan mengatakan bahwa para pembawa Islam adalah

pedagang dari Gujarat. Pedagang dari Gujarat menyebarkan Agama Islam

melalui interaksi dan komunikasi dengan penduduk lokal yang saat itu masih

beragama Hindu-Budha dan ini merupakan ajaran berbeda sehingga

menciptakan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan Islam yang

dibawa oleh pembawa ajaran Islam tersebut.1

Unsur budaya Islam tersebar di Jawa dengan seiring dengan masuknya

Islam di Indonesia Secara kelompok masyarakat Jawa telah mengental unsur

budaya Islam sejak mereka berhubungan dengan pedagang sekaligus mubaligh

pada taraf penyiaran Islam pertama kali. Pada awal interaksi kebudayaan -

kebudayaan ini saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang

berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh

manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi.2 Tradisi

merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di dalamnya unsur-unsur dari

warisan kebudayaan dan dipindahkan dari generasi ke generasi.3

1Sri Suhandjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipura II (Yogyakarta: Gama Media, 2004), 327. 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa ( Jakarta: Balai Pustaka, 1984 ), hlm. 322.

(13)

3

Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa

mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu

corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang

bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini

dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan

yang lain berbeda.

Kebudayaan sebagai cara merasa dan cara berpikir yang menyatakan

diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk

kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Salah satu unsur budaya Jawa

yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.4

Di kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan

yang sangat baik antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu perlu

dilakukan berbagai ritual sakral. Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia

dengan yang gaib dalam dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan.5

Dalam hal ini, terjadi karena adanya adat-istiadat dari berbagai suku bangsa

yang berbeda-beda dan di dalamnya terdapat suatu tradisi yang ada. Salah

satu tradisi yang terdapat pada suku bangsa di Indonesia yang berada di pulau

Jawa adalah Tradisi Selamatan.

(14)

4

Selametan atau yang biasanya dikatakan selamatan adalah suatu upacara

pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus upacara dalam sistem

religi orang Jawa pada umumnya, dan penganut agama Jawi khususnya.

Biasanya masyarakat Jawa mengadakan upacara selamatan di rumah orang

yang meninggal, kemudian mengundang tetangga terdekat maupun anggota

keluarga atau orang-orang yang bertempat tinggal yang tidak jauh dari tempat

tersebut.

Clifort Geertz, menjelaskan bahwa selametan tidak hanya berfungsi

memelihara rasa solidaritas antara para peserta upacara itu saja, tetapi juga

dalam rangka memelihara hubungan baik dengan arwah nenek moyang.

Dalam tradisi Jawa, masyarakat Pepelegi juga ada terdapat berbagai

keragaman tradisi lokalnya yang terkait dengan upacara-upacara lingkaran

hidup sampai upacara keagamaan. Upacara tersebut diantaranya upacara adat

kelahiran, upacara hari-hari Islam, upacara pindah rumah dan upacara adat

kematian.

Salah satu diantara upacara tersebut yang menjadi pokok bahasan dalam

skripsi ini adalah upacara selamatan kematian. Dalam masyarakat Islam

Indonesia sebagian umat menganggap bahwa roh orang yang telah meninggal

masih mempunyai hubungan dengan manusia hidup, sehingga merasa perlu

mengadakan upacara selamatan kematian.6

(15)

5

Selamatan kematian atau tahlilan sering di jumpai di lingkungan

masyarakat. Selamatan ini biasanya dilakukan oleh keluarga dari orang yang

meninggal dunia yang mempunyai tujuan untuk mendo’akan orang yang

meninggal dunia agar supaya segala dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT

dan dilapangkan kuburnya.7 Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah

dilakukan secara turun-temurun dan sudah mengakar dan menjadi budaya

pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.

Upacara tersebut pada awalnya merupakan budaya orang Hindu-Budha

dalam pelaksanaanya disertai dengan pembakaran kemenyan dan

wangi-wangian,8 serta menyajikan makanan-makanan yang tujuannya mengirim

berkah kepada orang-orang yang sudah meninggal dianggap sebagai leluhur

nenek moyang mereka.

Selamatan kematian adalah berdoa bersama-sama untuk mendoakan

seseorang yang sudah meninggal . Contoh bila seorang muslim meninggal,

maka keluarga terdekat atau masyarakat yang ditinggalkan mengadakan

upacara keagamaan dalam selamatan kematian yang berlangsung selama, 1-7

hari, 40 hari,100 hari, 1 tahun, dan 2 tahun.

Seiring memperingati hari kematian di zaman modern ini ternyata masih

berjalan dan berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya di Desa

Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Tradisi upacara slametan

7Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

(16)

6

kematian di Desa Pepelegi ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan tradisi

slametan kematian pada umumnya. Dari mulai geblag, tiga hari, tujuh hari,

empat puluh hari, seratus hari, hingga sampai seribu hari, Tradisi upacara

selamatan kematian di Desa Pepelegi ini yang menjadi permasalahan menarik

dalam studi kasus ini yakni: 1) Pada saat tradisi selamatan kematian

dilaksanaan, jama’ah tahlilan biasanya mengikut sertakan doa khusus kepada

sesepuh desa Pepelegi (pendiri desa Pepelegi)9 dalam awalan kirim doa 2)

Masyarakat yang kondisi perekonomiannya rendah mempunyai anggapan

sudah kewajiban melaksanakan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi 3)

Bagi jama’ah yang tidak melaksanakan akan dianggap tidak menghargai

leluhur, pelit, kikir dan tidak mempunyai jiwa sosial dan sang mayit dianggap

seperti kematian binatang.104) Berkaitan dengan adanya paham NU,

Muhammadiyah dan LDII yang ada di desa Pepelegi, ingin mengetahui

bagaimana respon masyarakat dengan adanya tradisi selamatan kematian

tersebut.

Berdasarkan penelitian, tradisi selamatan kematian di Desa Pepelegi

tersebut adalah tradisi yang dilakukan oleh warga faham Nahdhatul Ulama’

tanpa membedakan agama islam kejawen maupun islam moderat, warga yang

memiliki perekonomian rendah, menengah maupun kelas atas menganggap

tradisi selamatan kematian ini sudah menjadi kearifan lokal bagi masyarakat

Nahdliyyin pada umumnnya

(17)

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang pelaksanaan tradisi slametan kematian di Desa

Pepelegi?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi slametan kematian di Desa

Pepelegi?

3. Bagaimana respon masyarakat Pepelegi terhadap adanya tradisi kematian di

Desa Pepelegi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan latar belakang dilakukannya tradisi selamatan kematian

di Desa Pepelegi.

2. Untuk mengetahui pelaksanakan tradisi selamatan kematian di Desa

Pepelegi.

3. Untuk menjelaskan respon masyarakat terhadap adanya tradisi selamatan

kematian di Desa Pepelegi.

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk menjadi sumbangan penelitian yang bisa memperluas wawasan

keilmuan, terutama dalam hal budaya tepatnya masalah Selamatan

Kematian.

2. Sebagai landasan untuk membangun peradaban manusia di masa yang akan

datang.

3. Untuk memperkaya khazanah kebudayaan Islam.

(18)

8

E. Pendekatan dan Kerangka teori

Kebudayaan cenderung diikuti oleh masyarakat pendukungnya secara

turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya, meskipun sering terjadi

anggota masyarakat itu datang silih berganti disebabkan munculnya

bermacam-macam faktor, seperti kematian dan kelahiran.11 Kematian

menimbulkan dalam diri orang yang berduka-cita suatu tanggapan ganda cinta

dan segan. Orang-orang yang berduka-cita ditarik ke arah almarhum oleh rasa

kasih sayang kepadanya, disentakkan belakang darinya oleh perubahan yang

ditimbulkan oleh kematian. Ritus-ritus kematian menjaga kelangsungan

kehidupan manusia dengan mencegah orang-orang yang berduka-cita dari

penghentian entah dorongan untuk lari terpukul panik dari keadaan itu atau

sebaliknya, dorongan untuk mengikuti almarhum ke kubur.12

Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis, yaitu pendekatan

yang menggunakan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status

dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup dan

sebagainya.13

Dengan pendekatan ini, penulis mencoba memaparkan situasi dan kondisi

masyarakat yang meliputi kondisi sosial budaya dan kondisi keagamaannya.

Antropologi memberi bahan prehistoris sebagai pangkal bagi tiap penulis

sejarah. Kecuali itu, konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat

dikembangkan oleh antropologi, akan memberi pengertian untuk mengisi latar

11 Soejono Soekanto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Geramedia, 1969), 79. 12 Cliffor Geertz dalam Kebudayan dan Agama, hlm. 95-96.

(19)

9

belakang dari peristiwa sejarah yang menjadi pokok penelitian.14Pendekatan

antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya

memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Sedangkan teori yang digunakan adalah Teori Fungsional yang

dikembangkan oleh B.Malinowski. B. Malinowski mengasumsikan adanya

hubungan dialekstis antara agama dengan fungsinya yang diaplikasikan

melalui ritual. Secara garis besar ritual, fungsi dasar dan agama diarahkan

kepada sesuatu yang supranatural15. Partisipan yang terlibat dalam sebuah

ritual biasa melihat kemajuan agama sebagai sarana meningkatkan hubungan

spiritual dengan Tuhan karena pada dasarnya manusia secara naluriah

memiliki kebutuhan spiritual.

Haloei Radam mengatakan bahwa religi mengandung makna

keberagamaan dalam segala aktivitas dan tindakan manusia. Artinya, masalah

religi bukanlah sekedar masalah bagaimana manusia mengkonsepsikan Tuhan

dan jagad raya ini serta hidup sesudah mati, atau aktivitas manusia menghayati

adanya Tuhan dan kehidupan di dunia lain,16 tetapi juga berupa masalah

mengapa mereka mengkonsepsikan semua hal itu dan untuk apa semua itu

bagi kehidupan seseorang atau orang seorang dan masyarakatnya. Haloei

Radam berpandangan religi adalah konsepsi manusia tentang

(20)

10

aktivitas berkenaan dengannya yang berfungsi memantapkan kehidupan

pribadi dan mengentalkan ikatan sosial.17

Memantapkan kehidupan pribadi maksudnya membina dan

mengembangkan mengembangkan identitas individu dan rasa aman

emosional, dan mengentalkan ikatan sosial berarti menjadikan kehidupan

sekelompok orang lebih utuh serta menjadi tenaga pendorong dan pembenaran

pencapaian tujuan bersama.

Suatu kebudayaan terjadi, karena tantangan dan respon antara manusia

dengan alam sekitarnya. Dalam alam yang baik manusia berusaha untuk

mendirikan suatu kebudayaan. Arnold J. Toynbee18 memperkenalkan sejarah

dalam kaitan dengan teori challenge and response. Maksud dari teori tersebut

adalah kebudayaan terjadi dan dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara

manusia dan alam sekitarnya. Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan

digerakkan oleh sebagian sebagian kecil dari pemilik kebudayaan.

Peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan,

bukan karena menempuh jalan yang terbuka lebar dan mulus. Peradaban

muncul sebagai suatu tanggapan atas tantangan walaupun bukan atas dasar

murni hukum sebab akibat, melainkan hanya sekedar hubungan, dan hubungan

itu terjadi antara manusia dan manusia lainnya.19

17 Ibid hlm...16

18 Indonesiadalam sejarah.blogspot.com.Teori Sejarah-Menurut-Arnold-Toynbee. (Diakses 14 April 2016)

(21)

11

Malinowski berpandangan bahwa peribadatan-peribadatan yang berkaitan

dengan kematian merupakan pelampiasan berbagai emosi yang bermanfaat

dari orang-orang yang dicintainya, dan pada saat yang sama, merupakan

ekspresi penyesuaian baru dengan berbagai status dan peranan dalam

kelompok setelah meninggalnya salah satu seorang anggotanya. Dengan

demikian agama mendiskripsikan dan membantu melestarikan tradisi dan

berbagai peribadatan keagamaan senantiasa dilaksanakan oleh nama

kelompok.20

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Selamtan Kematian yang sudah diteliti adalah

1. Skripsi oleh Ana Rahmi pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Tahun 2007

dengan judul “Makna Simbolik dalam Hidangan Selametan Kematian di

Desa Bayemtaman Kecamatan Kartoharjo Kabupaten Magetan”.

Penelitian ini membahas tentang makna dan symbol hidangan dalam

selamatan kematian.

2. Skripsi oleh Lindaniyah pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah Peradaban

Islam, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Tahun 1994 dengan

judul “Upacara Tahlilan Pada Petilasan Syekh Maulana Ishak di Dukuh

Sentono Desa Kregenan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo”.

(22)

12

Skripsi ini membahas tentang tradisi upacara Tahlilan yang dilakukan pada

petilasan Syekh Maulana Ishak oleh masyarakat Dukuh Sentono Desa

Kragenan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.

Sementara skripsi yang berjudul “Tradisi Selamatan Kematian Desa

Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo” ini mengungkapkan

keberadaan Selamatan Kematian di Desa Pepelegi dan mengetahui bagaimana

respon antara paham Nahdatul Ulama ( NU ), Muhammadiyah dan LDII yang

ada di desa Pepelegi tersebut, sehingga nanti dicapai penelitian yang

komprehensif.

G. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten

Pepelegi. Sedangkan subyek penelitian skripsi ini adalah masyarakat pepelegi

dan kegiatan tradisi selamatan kematian yang ada di Desa Pepelegi.

2. Heuristik atau pengumpulan data dari sumbernya, yakni mengumpulkan

data-data yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi, berupa buku-buku

kepustakaan yaitu sumber dan diperoleh dari buku-buku literatur yang

(23)

13

3. Verifikasi atau kritik sumber, yaitu tahap menguji keabsahan sumber

sumber yang telah terkumpul dan dievaluasi baik melalui kritik ekstern

maupun intern.

4. Bahan dan Sumber

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis

menggunakan sumber-sumber diantaranya :

1) Sumber Kepustakaan (data literatur )

Sumber yang digunakan untuk mencari teori tentang

masalah-masalah teoritis yang diteliti, yaitu mencari kepustakaan dan buku-buku

serta tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan

dalam skripsi ini.

2) Sumber Lapangan ( data empiris )

Sumber data ini dari lokasi penelitian yaitu Desa Pepelegi

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.Yang dilakukan penulis melalui:

a. Informan adalah individu – individu yang memiliki beragam

posisi, sebagai mempunyai akses berbagai informasi yang

dibutuhkan peneliti. Adapun informan dalam penelitian ini

terdiri dari tokoh masyarakat, aparat desa dan masyarakat yang

ada di Desa Pepelegi. Dalam hal ini tentunya dipilih informan

(24)

14

obyek penelitian ini, dimana juga mampu memberikan

informasinya secara akurat dan padat.

b. Peristiwa dan aktivitas, setiap rangkaian kegiatan yang

berkaitandengan penulisan skripsi ini. Dalam peristiwa dari

proses kegiatan selamatan kematian yang dilakukan di Desa

Peepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Untuk itu, pada tahap

ini dilakukan cara-cara pengumpulan sumber sebagai berikut:

a. Metode observasi atau pengamatan dilakukan agar dapat memberikan

informasi atas suatu kejadian yang tidak dapat diungkapkan dan telah

menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Di samping itu, metode

observasi juga digunakan sebagai langkah awal yang baik untuk

menjalin interaksi sosial dengan tokoh masyarakat dan siapa saja yang

terlibat dalam penelitian ini.

b. Metode Interview atau wawancara dilakukan dengan bertatap muka

dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi dan

keterangan-keterangan. Penulis melakukan tanya jawab secara

langsung kepada pelaku tradisi, orang yang mengetahui tentang tradisi

selamatan kematian. Menurut prosedurnya penulis melakukan

(25)

15

dan terpimpin dengan menyusun pokok-pokok permasalahan,

selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.21

c. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yakni

jenis data primer dan data sekunder. Jenis data adalah upacara serta tindakan

orang yang diwawancarai dan diamati22. Hal ini dapat dikatakan data primer

karena diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama.

Data primer yang berasal dari wawancara mendalam berkaitan dengan

informan kunci, yakni orang yang dianggap tahu dan orang sebagai pelaku

tentang dilaksanakannya tradisi selamatan kematian. Selanjutnya data

sekunder adalah dokumen, buku yang ada kaitannya dengan masalah ini, serta

laporan hasil penelitian sebelumnya, bila ada.

d. Sistematika Pembahasan

Rangkaian pembahasan penelitian harus selalu sistematis dan saling

berkaitan satu dengan yang lain agar menggambarkan dan menghasilkan hasil

penelitian yang maksimal. Sistematika pembahasan ini adalah deskripsi

urutan-urutan penelitian yang digambarkan secara sekilas dalam bentuk

bab-bab.

21Cholid Narbuko Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 85.

(26)

16

Garis besarnya, penelitian ini memuat tiga bagian yaitu pendahuluan pada

bab pertama, isi atau hasil penelitian terdapat di dalam bab dua, bab tiga dan

bab empat, sementara kesimpulan ada pada bab lima.

BAB I Pendahuluan, berisi tentang kajian tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan

kerangka teori, metodologi penelitian dan bahan dan sumber yang digunakan.

BAB II Penulis memaparkan pembahasan tentang gambaran umum

masyarakat Pepelegi Kecamatan Waru yakni tentang kehidupan sosial

keagamaan, perekonomian, kebudayaan serta letak Desa Pepelegi.

BAB III Berisi tentang ruang lingkup Selamatan Kematian Islam di Desa

Pepelegi diantara yakni latar belakang, tujuan, jenis-jenis tradisi slametan

kematian, tempat dan pelaksanakan tradisi selametan kematian.

BAB IV Berisi respon masyarakat dengan adanya tradisi slametan

kematian, baik yang menerima maupun tidak menerima dengan adanya tradisi

selamatan kematian tersebut.

BAB V yakni merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil

(27)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENILITIAN

A. Letak Geografis

1. Kabupaten Sidoarjo

Kabupaten Sidoarjo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,

Indonesia. Ibu kotanya adalah Sidoarjo. Sidoarjo merupakan salah satu

penyangga utama Kota Surabaya, dan termasuk dalam kawasan Gerbang

kertosusila. Luas kabupaten Sidoarjo adalah 719,63 KM2, dengan jumlah kecamatan 18 dan jumlah kelurahan sebanyak 353. Kabupaten Sidoarjo yakni

berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura.

d. Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Mojokerto.

Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Provinsi Jawa

Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat. Keberhasilan

ini dicapai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya seperti industri

(28)

18

dengan baik dan terarah21. Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber daya manusia yang memadai, maka dalam

perkembangannya Kabupaten Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah

strategis bagi pengembangan perekonomian regional. Kabupaten Sidoarjo

terletak antara 112o5’ dan 112o9’ Bujur Timur dan antara 7o3’ dan 7o5’ Lintang Selatan.

Kabupaten Sidoarjo terletak di antara dua aliran sungai yaitu Kali

Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Brantas yang

berhulu di kabupaten Malang.22

2. Kecamatan Waru

Waru adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa

Timur, Indonesia. Luas kecamatan Waru adalah 3.032 Ha2 dan jumlah penduduknya 231.309 jiwa. Kecamatan ini berbatasan dengan Kota Surabaya,

dan di kecamatan ini terdapat Terminal Purabaya, terminal bus terbesar di

Indonesia. Di sisi utara kecamatan ini terdapat Bundaran Waru, yang

merupakan pintu gerbang utama Kota Surabaya dari arah barat daya

(Mojokerto atau Madiun atau Kediri) dan dari arah selatan (Malang atau

Banyuwangi).

21 www.sidoarjokab.go.id

(29)

19

Waru merupakan salah satu kawasan industri utama di selatan Surabaya.

Banyak sentra Industri di sini, mulai Logam, di desa Ngingas serta Sepatu atau

Sandal yang terdapat di desa Wadung Asri, Berbek, Kepuh kiriman dan

Wedoro. Desa Berbek yang secara administratif masuk kecamatan Waru juga

jadi termassuk bagian dari kawasan Industri Rungkut (SIER) yang kemudian

lebih dikenal dengan sebutan Kawasan Industri Berbek. Waru juga dikenal

sebagai pusat Industri penyangga dari Surabaya, dan banyak industri penting

yang sebelumnya berpusat di kota kecamatan ini. Misalnya pabrik paku,

pabrik susu Nestle, perusahaan biskuit UBM sampai pabrik soda (Persero).

Selain itu, Ispat Indo perusahaan baja terbesar di dunia asal India yang

dimiliki oleh salah satu orang terkaya dunia, Laksmi Mittal juga berada di

kota kecamatan ini. Secara geografis, Terminal Purabaya, sebagai terminal bus

terbesar di Indonesia, ada dalam wilayah Bungurasih, Waru.

3. Desa Pepelegi

Pepelegi adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Waru, Kabupaten

Sidoarjo, dan berada disebelah barat desa Waru. Luas wilayah desa Pepelegi

menurut penggunaan yakni diantaranya luas permukiman 88,60 Hektar, luas

persawahan 15,25 Hektar, luas perkebunan 0,00 Hektar, luas kuburan 0,20

Hektar, luas pekarangan dan taman 0,00 Hektar dan 1,17 Hektar serta luas

perkantoran dan taman 1,17 dan 0,13Hektar, luas prasana umum lainnya 20,60

(30)

20

Di sebelah utara, desa Pepelegi berbatasan dengan Medaeng, di sebelah

selatan berbatasan dengan Bangah, sedangkan sebelah timur berbatasan

dengan Sawotratap dan sebelah barat berbatasan dengan Wage.

B. Keadaan Sosial Desa pepelegi

1. Keadaan Penduduk

Keadaan masyarakat Desa Pepelegi cukup baik dan bersih, karena

sering adanya semangat persatuan dalam bergotong dan saling toleransi

terhadap umat beragama maka jika ada warga Desa Pepelegi mengadakan

bersih-bersih desa dan memeperbaiki saluran air untuk menjaga

kemungkinan dari banjir.

Menurut data monografi tahun 2015 sampai 2016 bahwa Desa

Pepelegi jumlahnya 4611 Kartu Keluarga yang terdiri dari 4580 KK

laki-laki dan 31 KK perempuan dan mengalami perkembangan sekitar 0,88%

[image:30.595.124.514.189.735.2]

dan 3,33%.

Tabel 1.2

Potensi Sumber Daya Manusia23

Jumlah laki-laki

Jumlah perempuan

7958 Orang

8402 Orang

16360 Orang

(31)

21

Jumlah total

Jumlah Kepala Keluarga

Kepadatan Penduduk

4611 KK

750,00 per KK

2. Keadaan Bidang Ekonomi Masyarakat Pepelegi

Mata pencaharian masyarakat Desa Pepelegi terdiri dari sektor

pertanian, sektor industri kecil dan rumah tangga, sektor jasa, dan sektor

industri menengah dan besar. Adapun tabelnya sebagai berikut :

Tabel 1.3

Sumber: Data monografi 2015-2016 Desa Pepelegi

Sektor Pertanian Petani 15 orang

Buruh tani 60 orang

Pemilik usaha tani 15 orang

Sektor Industri dan KerajianRumah Tangga

Montir 5 orang

Tukang batu 85 orang

Tukang kayu 20 orang

Tukang jahit 12 orang

(32)

22

Sektor Jasa Pemilik usaha informasi dan komunikasi 5 orang

Kontraktor 2 orang

Pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran 500 orang

Sektor Industri Menengah dan Besar

Karyawan perusahaan swasta 4100 orang

Karyawan perusahaan pemerintah 150 orang

(33)

23

3. Kondisi Sosial Keagamaan

a. Keadaan Keagamaan Masyarakat

T

a

b

e

l

Sumber data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016

Masyarakat Pepelegi mayoritas beragama Islam akan tetapi Islam disini

mempunyai bermacam-macam paham diantara Nahdatul Ulama,

Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau yang biasanya

disebut LDII. Meskipun, dari perbedaan paham yang ada, akan tetapi toleransi

di desa Pepelegi dalam kerukunan hidup bermasyarakat maupun beragama

sangat rukun dan saling menghargai satu sama lain24, saling pengertian, saling

24Isyhar Ashari (Kepala Lurah Desa Pepelegi), Wawancara, Pepelegi, 23 Maret 2016.

Agama Laki-laki Perempuan

Islam 7463 orang 7857 orang

Kristen 300 orang 310 orang

Katholik 150 orang 160 orang

Hindu 25 orang 50 orang

Budha 20 orang 25 orang

Konghucu 0 orang 0 orang

(34)

24

menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran

agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat berupaya menyediakan sarana atau tempat beribadah untuk

menampung jamaahnya dalam melaksanakan ibadah, sarana fisik yang dapat

[image:34.595.134.481.244.614.2]

menunjang ibadah di desa ini yakni adalah

Tabel 1.5

Jumlah Masjid 9 buah

Jumlah Musholla 10 buah

Jumlah Gereja Kristen

Protestan

1 buah

Jumlah Gereja Katholik 1 buah

Jumlah Wihara 0 buah

Jumlah Pura 0 buah

Jumlah Klenteng 0 buah

(35)

25

b. Sosial kebudayaan bersifat keagamaan

Sosial kebudayaan yang besrifat keagamaan ialah suatu gerak

budaya yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang

dimotifsir oleh unsur-unsur keagamaan.

Masyarakat Desa Pepelegi ini sangat aktif dalam kegiatan

keislaman25, hal ini terbukti adanya kegiatan keagamaan secara rutin antara lain:

1. Perayaan Maulid Nabi,yakni kebudayaan yang terwujud dengan

satu tujuan untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad

SAWdan Biasanya diadakan pengajian akbar.

2. Perayaan Isra’ Mi’raj biasanya jatuh pada tanggal 27 Rajab.

Perayaan Isra’ Mi’raj biasanya diisi dengan diba’an, dan

pengajian akbar.

3. Setiap bulan tiap RT mengadakan kegiatan kirim doa (yasin

tahlil) akan tetapi berbeda dalam pelaksanaannya baik tanggal

maupun hari. Kegiatan ini dinamakan arisan RT namun diisi

dengan kegiatan tahlilan dan dilakukan secara bergilir oleh setiap

RT.

4. Setiap Senin diadakan pengajian rutinan di Masjid Islahun

Nahdliyyin yang dipimpin oleh pemuka agama setempat yakni

bapak Abdul Majid.

(36)

26

5. Setiap Senin sore diadakan belajar Qiroa’ah di Masjid Islahun

Nahdliyyin biasanya diisi oleh remaja Masjid Islahun Nahdliyyin

6. Setiap Rabu diadakan kegiatan istighosah, yasin dan tahlil.

Kegiatan ini dihadiri khususnya bapak-bapak dan bertempat di

Masjid Islahun Nahdliyyin.

7. Setiap Jum’at ibu-ibu Muslimah NU mengadakan kirim doa atau

tahilan dan bergilir dari rumah ke rumah.

8. Setiap Jum’at anak-anak remaja Masjid mengadakan jamiyyah di

Masjid Islahun Nahdliyyin dan dan terkadang dilaksanakan

bergilir dari rumah ke rumah.

9. Setiap Sabtu di adakan fatayat NU mengadakan kegiatan kirim

doa (yasin tahlil) dan kegiatannya dilakukan secara bergilir dari

rumah ke rumah. Biasanya dihadiri oleh kaum putri.

10.Setiap Minggu diadakan GP Anshor mengadakan kegiataan

kirim doa yasin tahlil yang juga keliling dari rumah ke rumah.

Biasanya dilaksanakan dan dihadiri kaum putra pada umumnya.

11.Setiap Malam Jum’at diadakan yasin tahlil di Desa Pepelegi dan

bergilir dari rumah kerumah.

12.Setiap Sabtu Malam Ahad di adakan pengajian rutin ba’da

Magrib di Masjid Ar-Rahma Muhamadiyah di antaranya

membahas tentang:26

a. Sabtu pertama membahas tentang kajian Hadist

(37)

27

b. Sabtu kedua membahas kajian Tafsir Al-Qur’an.

c. Sabtu ketiga membahas kajian Tauhid.

d. Sabtu keempat membahas kajian Umum.

e. Sabtu kelima membahas kajian Fiqh yang menyangkut

peribadatan sehari-hari.

13. Diadakan pengajian rutin membahas kajian Samrah Asmaul

Husna pada hari Senin dan Kamis Ba’da Isya di Masjid

At-Taqwa LDII.27 Samrah Asmaul Husna yakni penjabaran Asmaul Husna dari Ar-Rahman sampai akhir.28

4. Kondisi Pendidikan Masyarakat Pepelegi

Pendidikan merupakan hal terpenting bagi manusia. Maju

mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh maju pendidikan di negara

tersebut. Karena itulah untuk memajukan negaranya, bangsa Indonesia

mencanangkan program wajib belajar 9 tahun di seluruh pelosok wilayah

di kota-kota besar maupun kota wilayah terpencil.

Tidak ketinggalan di Desa Pepelegi ini aparat desa, guru dibantu

masyarakat berupaya terus membebaskan masyarakat Pepelegi dari buta

huruf. Meskipun hanya tamat SD,SMP, dan SMA, yang terpenting

[image:37.595.135.514.272.534.2]

masyarakat tahu baca dan menulis. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

tabel berikut :

(38)

[image:38.595.137.516.121.759.2]

28

Tabel 1.6

Tingkatan Pendidikan Penduduk Jumlah

Penduduk yang buta huruf dan aksara

latin

Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk

TK dan kelompok bermain anak

Penduduk dan anak cacat fisik dan

mental

Penduduk sedang SD

Penduduk tamat SD

Penduduk tidak tamat SD

Penduduk sedang SLTP

Penduduk tidak tamat SLTP

Penduduk sedang SMA

Penduduk tidak tamat SMA

Penduduk tamat D1

Penduduk tamat D2

Penduduk tamat D3

Penduduk tamat S1

Penduduk tamat S2

Penduduk tamat S3

Penduduk tamat SLB A

3 orang

308 orang

0 orang

1530 orang

164 orang

0 orang

1319 orang

204 orang

861 orang

329 orang

76 orang

40 orang

44 orang

909 orang

168 orang

440 orang

3 orang

(39)

29

S S

Sumber Data: Monograf Desa Pepelegi 2015-2016

[image:39.595.156.517.113.190.2]

Sedangkan penduduk yang wajib belajar 9 tahun dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 1.7

Sumber Data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016

Upaya masyarakat di atas, dibarengi pula dengan jumlah usaha

guru dan murid mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah

dasar serta SMP maupun SMA. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel

dibawah ini :

Penduduk tamat SLB B

Penduduk tamat SLB C

1 orang

1 orang

NO Penduduk Jumlah

1

2

3

Penduduk usia 7-15 tahun

Penduduk usia 7-15 tahun

yang masih sekolah

Penduduk usia 7-15 tahun

yang tidak sekolah

2849 orang

2849 orang

[image:39.595.136.479.231.559.2]
(40)

30

Tabel 1.8

NO Rasio Guru dan Murid Jumlah

1.

Kelompok bermain anak Jumlah Guru TK

Jumlah Siswa TK

85 orang

1916 orang

2. SD/ Sederajat

Jumlah Guru

Jumlah Siswa

150 orang

3240 orang

3. Jumlah SMP

Jumlah Guru

Jumlah Siswa

25 orang

378 orang

4. SMA

Jumlah Guru

Jumlah Siswa

- Orang

(41)

31

5. SLB

Jumlah Guru

Jumlah Siswa

- orang

- orang

Sumber Data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016

5. Bidang Sosial Kebudayaan

Kebudayaan yang bersifat kemasyarakatan adalah suatu gerak

budaya yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang motifisir

oleh unsur-unsur kemasyarakatan misalnya Tradisi Ruwat Desa.

Tradisi Ruwat Desa29 di desa Pepelegi tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mendoakan agar masyarakat setempat terbebas dari

segala macam kesialan hidup dan nasib jelek, sekaligus mendapat

kesejahteraan dengan hasil panen yang melimpah. Pelaksanaan tradisi ini

biasanya berlangsung di tanah lapang.

(42)

BAB III

RUANG LINGKUP TRADISI SELAMATAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN

SIDOARJO

Masyarakat Jawa secara kultural adalah orang-orang yang hidup dimana

di kehidupan seharinya menggunakan bahasa Jawa yang dilakukan secara

turun-temurun. Sebagai suku Jawa, mereka membanggakan keturunan dari

dinasti yang pernah berkuasa di tanah Jawa yaitu, Mataram dan Majapahit.

Dua kerajaan Mataram dan Majapahit telah menjadi kebanggaan, karena

dengan segala ilmu dan kejayaannya telah mengalami pandangan hidup orang

Jawa.30 Mereka juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan

orang-orang Jawa.

Meskipun dalam perkembangannya kehidupan orang Jawa telah

mengalami pergeseran budaya, sejak zaman prasejarah, Hindhu-Budha, Islam

dan Kolonialisme, sehingga sekarang peradaban yang bercorak Jawa masih

mengental di kalangan orang Jawa. Meskipun kebudayaan Jawa bercampur

dengan agama lain , tetapi figur, roh dan kenyataan ini masih terlihat jelas.

Orang Jawa pada sejak zaman prasejarah memiliki kepercayaan

animisme, mereka menganggap semua yang bergerak dianggapnya hidup,

(43)

33

memiliki kekuatan ghaib dan roh serta meiliki watak yang baik dan jahat.

Kepercayaan semacam itu hingga kini masih ada di kalangan orang Jawa.31

Setiap desa memiliki cerita dan sejarah sendiri sampai terbentuknya.

Desa Pepelegi di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, malah memiliki dua

versi cerita asal mula namanya. Menurut pamong desa, Bapak To’im, Pepelegi

berasal dari nama pasaran di kalender Jawa yakni Pepe yang dulu adalah Pon

sedangkan Legi tetap Legi. Konon desa Pepelegi ini dulu ada yang mbaurekso

desa tersebut, yakni Mbah Jatisari dan Mbah Kenongosari. Pamong desa

mengataka tidak tahu pasti sejarah singkat tentang yang mbaurekso desa

tersebut.

Untuk memperingati tradisi selamatan kematian hari satu sampai seribu

hari orang meninggal kini disertai dengan doa-doa yang Islami seperti yasinan

dan tahlilan. Walau sudah di Islamkan, tradisi selamatan kematian tersebut

masih disertai doa-doa khusus sebagai menghormati kepada pepundhen

(Eyang, Kyai dan Mbah) yang mbaurekso32 desa atau wilayah tersebut.33

Clifford Geertz mengungkapkan bahwa selametan merupakan agama

orang Jawa. Seperti telah disebutkan orang Jawa sejak lahir hingga

kematiannya, termasuk pindah rumah, ganti nama, mendapat pekerjaan, ketika

orang Jawa mengalami musibah dan mendapatkan berkah perlu diadakan

31 Koentjraningrat, Sejarah Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1954), 103. 32Fajar, Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.

(44)

34

tradisi selamatan.34 Inti sari bagi orang Jawa pentingnya mengadakan tradisi

selamatan adalah mencari keselamatan.

Masyarakat Jawa mengadakan upacara selamatan dengan tujuan agar

dirinya merasa tentram karena telah diselamatkan oleh Allah atau

mengharapkan keselamatan dari Allah yang diyakininya. Berdasarkan

keyakinan itu, selametan disebut agama, karena di dalam tata cara

pelaksanaanya mengandung syariat atau kaidah tradisi, misalnya dari tata cara,

dan pelaksanaan ritual dengan disertai do’a berasal Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sudah menjadi adat dan tradisi masyarakat Indonesia, bila ada saudara

yang meninggal dunia, biasanya diadakan tradisi selamatan kematian atau

yang biasanya disebut tahlilan. Pembacaan tahlil ini biasanya diadakan pada 1,

3,7 ,40,100 bahkan 1 tahun setelah kematiannya.35

Tradisi selamatan kematian atau yang biasanya disebut tahlilan

merupakan tradisi Islam yang telah mengakar dan berkembang di

tengah-tengah msyarakat khususnya Jawa.

A. Latar Belakang Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Masyarakat Pepelegi memandang bahwa asal-usul atau dasar orang

melaksanakan kematian tahlilan berasal dari budaya Islam. Dengan kata

34 Clifford Geertz, The Religion of Java, Terj. Aswab Mahasin, ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1981), 13. 35Muhammad Nasir MH, Katanya BID’AH Ternyata SUNNAH (Semarang: Syiar Media

(45)

35

lain masyarakat Pepelegi mayoritas membolehkan adanya selametan,

meskipun dengan dasar yang berbeda-beda.

Menurut Pak Fajar “budaya selamatan kematian sendiri sudah

merupakan kebiasaan manusia sejak dulu”.36 Dari berbagai macam ritual

Jawa, seperti nyadran, ziarah, khaul, slametan memperingati kematian

seseorang mulai hari pertama sampai ke seribu, merupakan praktek

kepercayaan tradisi pra-Islam diusahakan tidak diubah oleh para

pendakwah, akan tetapi dibiarkan hidup.37

Para pendakwah dari kalangan Islam mistik yang diperankan wali songo mempunyai rasa toleran, yakni tidak menyembelih sapi. Cara walisongo ditempuh dengan tujuan agar tidak menyinggung umat Hindu yang menganggap binatang itu adalah suci (keramat). Aturan tradisi ini masih berlaku hingga sekarang di kota Kudus (Jawa Tengah) yang dikenal sebagai kota santri, sehingga jika mengadakan ritual korban tidak menyembelih sapi melainkan kambing dan kerbau.38

Sedangkan dasar yang dipakai oleh Bapak Abdul Majid,

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari,39 bahwasannya suatu

ketika nabi Muhamammad melewati dua kuburan muslim, lantas beliau

Nabi bersabda:

36Fajar, Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.

(46)

36

َﺣ

ﱠﺪ

َﺛ َﻨ

َﻳ ﺎ

ْ َ

َﺣ

ﱠﺪ

َﺛ َﻨ

َ

أ ﺎ

ُﺑ ْ

ُﻣ

َﻌ

ِوﺎ

َ ًﺔ

َﻋ

ِﻦ

َ

َ

أ

ْﻋ

َﻤ

ِﺶ

َﻋ

ْﻦ

ُﻣ

َﺠ

ِ ﺎ

ٍﺪ

َﻋ

ْﻦ

َ

ُوﺎ

ٍس

َﻋ

ْﻦ

ْﺑا

ِﻦ

َﻋ

ﱠﺒ

ِس ﺎ

َر

ِ

َ

ُﷲ

َﻋ

ْ ُ

َﻤ

َﻋ ﺎ

ِﻦ

ﱠﻨﻟا

ِ ِّ

َﺻ

ُﷲ

َﻋ

َﻠ ْﻴ

ِﮫ

َو

َﺳ

ﱠﻠ

َﻢ

َا ﱠﻧ

ُﮫ

َﻣ

ﱠﺮ

ِﺑ

َﻘ ْ َ

ْﻳ

ِﻦ

ُ َﻌ

ﱠﺬ

َﺑ

َنﺎ

ِا ﱠ

ُ َﻤ

َ

ﻟ ﺎ

ُﻴ

َﻌ

ﱠﺬ

َﺑ

ِنﺎ

َو

َﻣ

ُﺎ

َﻌ

ﱠﺬ

َﺑ

ِنﺎ

ِ

َﻛ

ِ ٍ

َ

أ ﱠﻣ

َا ﺎ

َﺣ

ُﺪ

ُ َﻤ

َﻓ ﺎ

َن

َﻻ

َ

ْﺴ

َﺘ ِ

ُ

ِﻣ

ْﻦ

ْ

ﻟا

َﺒ

ْﻮ

ِل

َو َا

ﱠﻣﺎ

َ ْ

َﺧ

ُﺮ

َﻓ

َ

َنﺎ

َﻳ

ْﻤ

ِ

ِﺑ

ﻟاﺎ

ﱠﻨ

ِﻤ ْﻴ

َﻤ

ِﺔ

ُﺛ

ﱠﻢ

َ

أ

َﺧ

َﺬ

َﺟ

ِﺮ ْ

َﺬ

ًة

َر

ْ

َﺒ

َﺔ

َﻓ

َﺸ

ﱠﻘ

َ

ِﺑ ﺎ

ِﻨ

ْﺼ

َﻔ ْ

ِن

ُﺛ

ﱠﻢ

َﻏ

َﺮ

َز

َﻗ ﻞ

ْ َ

َو

ِﺣا

َﺪ

ًة

َﻓ

َﻘ

ُ

ﻟﺎ

ْﻮ َ

َر ﺎ

ُﺳ

ْﻮ

َل

ِﷲ

َو

َﺳ

ﱠﻠ

َﻢ

ِﻟ

َﻢ

َﺻ

َﻨ

ْﻌ

َﺖ

َ

َﺬ

َﻓا

َﻘ

َلﺎ

َ

َﻌ

ﱠﻠ

ُﮫ

َ

أ

ْن

ُﻳ

َﺨ

ﱠﻔ

َﻒ

َﻋ

ْ ُ

َﻤ

َﻣ ﺎ

َ

ﻟﺎ

ْﻢ

َﻳ ْﻠ

َ

َﺴ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dan Al- Amasy dan Mujahid dan

Thawus dari Ibnu ‘Abbas radhiallanhu ‘anhumma berkata, dari Nabi Shallallahu’alaihi wassallam bahwasannya Beliau berjalan melewati dua kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Lalu Beliau bersabda“Keduanya sungguh disiksa dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Yang satunya disiksa karena tidak bersuci setelah kencing sedang satunya lagi karena suka mengadu domba” Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah daunnya lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Mereka bertanya: “Kenapa anda melakukan ini? Nabi SAW menjawab “Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini masih basah”

Berdasarkan hadist shahih inilah umat islam maupun masyarakat

Pepelegi melakukan ajaran nabi SAW :

(47)

37

Artinya : Dari Ibnu Abbas R.A bahwasannya Rasulullah pernah melewati dua kubur. Beliau bersabda : “ Sesungguhnya penghuni dua kubur itu sedang diadzab. Mereka diadzab bukan karena perkara yang besar, tetapi sesungguhnya perbuatan dosa besar. Adapun salah seorang dari keduanya suka mengadu domba sedangkan satunya lagi tidak biasa melindungi dirinya dari air kencingnya” (Muttafaq ‘alaih).40

Sebagian masyarakat Pepelegi berpandangan bahwa tradisi selamatan

kematian berasal dari budaya Islam dan budaya lokal , mereka mengacu pada

sejarah masuknya islam di Jawa yang tidak terlepas dari peran wali sembilan.

Para wali sembilan menyebarkan agama Islam itu memiliki beberapa macam

metode, yakni dengan cara memahami akulturasi agama Islam dengan budaya

yang ada. Salah satunya tradisi selamatan kematian yang pada saat itu belum

dilakukan masyarakat Jawa yang mana pada saat itu Jawa masih beragama

Hindu dan Budha.

Islam yang berkembang di Indonesia pada awalnya adalah Islam Sufi,

yang memiliki salah satu karakter modern dan akomodatif terhadap terhadap

kebudayaan dan kepercayaan setempat serta Islam mewarnai mengisi

ajaran-ajaran Islam dalam budaya lokal. Islamisasi di Jawa bersifat apa adanya dan

tidak merubah kepercayaan dan praktek keagamaan lokal tersebut.41 Posisi

Islam mewarnai dengan mengisi ajaran-ajaran Islam dalam budaya lokal.

Islamisasi di Jawa bersifat kontiyuitas dari apa adanya dan bukanlah merubah

kepercayaan dan praktek lokal agama tersebut.42

40Syaikh Salim Bin ‘Ied Al- Hilali, Syarah Riyadush Shalihin Jilid V. (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,2005), 73.

41Ayzumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan

XVIII (Bandung: Mizan, 1994), 35.

(48)

38

Dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu

dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya atau doanya.

Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan setelah Islam masuk,

berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip

ajaran Islam.

Secara etimologi, kata tahlilan termasuk jenis kalimat isim Mutāṣārrif

yang merupakan pecahan Mushtāq dari isim Māṣdār berwazantāf’ilān. Kata

ini berasal hāl-lā-lā, fi’l māḍi tergolong pada bāb At-thulāthi āl Mājid dengan

tambahan tāshdid pada ‘in fi’l mengandung arti membaca Lā illā Allāh.

Tahlilan adalah sebuah tradisi yang berupa kumpul-kumpul antar warga

untuk membaca do’a, yang biasa dilakukan pada saat ada anggota warga yang

kesusahan karena ada keluarganya yang meninggal, atau untuk memperingati

meninggalnya seseorang.43

Dengan demikian, upacara tahlilan adalah upacara pembacaan dzikir

dan do’a-do’a dari beberapa ayat dari beberapa ayat al-Qur’an yang

didalamnya ada bacaan tahlil. Oleh orang Jawa kegiatan ini kemudian disebut

dengan tahlilan.44

Dalam acara kumpul-kumpul ini diisi dengan membaca ayat-ayat

al-Qur’an dan kalimah thayyibah, mulai dengan bacaan surat ikhlash,

43Muhyidin Abdusshomad, Tahlil dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah Kajian Kitab

Kuning, (Surabaya: PP.Nurul Islam, 2005), 25.

44 Ust. H.Shoilihin Hasan, M.HI, Amaliyah Nahdliyyah Tahlilan, Yasinan, dan Istighasah beserta

(49)

39

muawwidzatain, ayat kursi, bacaan shalawat, tahlil, tasbih, dan istighfar.

Urutan bacaan telah disusun sedemikian rupa sehingga sudah sedemikian

mentradisi. Jika ada varian bacaan di sana sini, perbedaan tersebut tidak terlalu

jauh.45

Selamatan kematian atau yang sering dikenal dengan istilah

“TAHLILAN” dalam masyarakat Islam Indonesia sangat kental sekali.

Terutama dikalangan masyarakat Islam tradisional, walaupun tidak jarang

pula dilakukan oleh sebagian orang yang berintelek.

Selametan merupakan salah satu tradisi ritual yang dilakukan oleh

masyarakat Jawa dan suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang

beberapa kerabat atau tetangga. Secara tradisional, acara selamatan dimulai

dengan doa bersama, duduk bersila di atas tikar, melingkari

nasi tumpeng dengan lauk pauk46. Tradisi selamatan kematian ini sudah

dilaksanakan secara turun-temurun sejak dulu hingga saat ini.

Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an “Manusia adalah ciptaan

dan milik Allah, lahir di alam dunia untuk beribadah kepada-Nya dan akan

kembali ke hadirat-Nya47. Manusia diciptakan dari tanah, akan dikembalikan

ke tanah dan kelak akan dibangkitkan dari tanah48. Kehidupan manusia

melalui siklus kehidupan yang panjang berpindah dari satu alam ke alam yang

lain : dari alam arwah ke alam kandungan, lahir ke alam dunia, transit ke alam

45 Abdul Majid , Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.

46Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984). 21.

(50)

40

barzah (alam kubur) dan akhirnya menetap selamanya di alam akhirat.

Kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan perpindahan dari alam dunia

ke alam penantian (barzah / kubur).49

Dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu

dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya atau doanya.

Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan setelah Islam masuk,

berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip

ajaran Islam.

Upacara selamatan kematian unsur Islam dapat dilihat dengan jelas dari

segi bacaan-bacaan do’a yang dibacakan dalam selamatan.50 Hampir semua

do’a yang dibacakan dalam selamatan itu selalu diawali dengan surat

al-Fatihah, demikian pula pada akhir do’a. Kemudian bahasa do’a menggunakan

bahasa Arab, yang intinya berisi tentang permohonan untuk keselamatan.

Do’a selamatan yang paling sering dibacakan modin pada setiap upacara selamatan adalah sebagai berikut:

َا ﱠﻟ

ُ ﻠ

َﻢ

ِا ﱠﻧ

َ ﺎ

ْﺴ

َ

ُ

َﻚ

َﺳ

َ

َﻣ

ًﺔ

ِ

ِ

ّ

ﻟا

ْﻳ ﺪ

ِﻦ

َو

َﻋ

ِﻓ ﺎ

َﻴ

ًﺔ

ِ

ْ

ا

َ

َﺴ

ِﺪ

َو

ِز

َﻳ

َد ﺎ

ًة

ِ

ْ

ﻟا

ِﻌ

ْﻠ ِﻢ

َو َ

َﺮ

َﻛ

ًﺔ

ِ

ِّﺮﻟا

ْز

ِق

َو َﺗ

ْﻮ

َﺑ

ًﺔ

َﻗ

ْﺒ

َﻞ

َ

ْ

ﳌا

ْﻮ

ِت

َو

َر

ْﺣ

َﻤ

ًﺔ

ِﻋ

ْﻨ

َﺪ

َ

ْ

ﳌا

ِتﻮ

َو

َﻣ

ْﻐ

ِﻔ َ

ﺮ ًة

َ ْﻌ

َﺪ

َ

ْ

ﳌا

ْﻮ

ِت

َا ﱠﻟ

ُ ﻠ

ﱠﻢ

َ

ِّﻮ

ْن

َﻋ

َﻠ ْﻴ

َﺎﻨ

ِ

َﺳ

َﻜ

َﺮ

ِتا

َ

ْ

ﳌا

ْﻮ

ِت

َ و

ﱠﻨﻟا

َﺠ

ِةﺎ

ِّﻣ

َﻦ

ﱠﻨﻟا

ْرﺎ

َو

ْ

ﻟا

َﻌ

ْﻔ

َﻮ

ِﻋ

ْﻨ

َﺪ

ْ

ا

ِ

َﺴ

ْبﺎ

َر ﱠ

َﻨﺎ

َ

ُﺗ ِﺰ

ْغ

ُﻗ ُﻠ

ْﻮ

َﺑ َﻨ

َ ﺎ

ْﻌ

َﺪ

ِا ْد

َ

َﺪ

ْﻳ َ

َﻨ

َو ﺎ

َ

ْﺐ

َ

ﻟ َﻨ

ِﻣ ﺎ

ْﻦ

49K.H Muhammad Nasir MH, Katanya BID’AH Ternyata SUNNAH (Semarang: Syiar Media Publishing Kelompok Penerbit RaSAIL, 2012). 145.

(51)

41

َ

ُﺪ

ْﻧ

َﻚ

َر

ْﺣ

َﻤ

ًﺔ

ِا ﱠﻧ

َﻚ

َا ْﻧ

َﺖ

ْ

ﻟا

َﻮ

َ

ْﺐ

َر

ﱠﺑا

َﻦ

َا ِﺗ

َﻨ

ِﺎ

ﱡﺪﻟا

ْﻧ َﻴ

َﺣ ﺎ

َﺴ

َﻨ

ْﺔ

َو ِ

َ ْ

ِﺧ

َﺮ ِة

َﺣ

َﺴ

َﻨ

ْﺔ

َو

ِﻗ َﻨ

َﻋ ﺎ

َﺬ

َب ا

ﱠﻨﻟا

ْرﺎ

َو

ْ

ا

َ ْﻤ

ُﺪ

ِ ِ

َر

ِّب

ا

ْ

َﻌ

َﻠ ِﻤ

ْ

ن

Ᾱllāhummā innās ālukā sālāāmātān fiddin wā’fiyātān fil jāsādi waziyādātān fil jāsādi wāziyādātān fi’lmi wābārākātān firrizqi wātāwbātān qāblāl māuti wārāhmātān ‘ndāl māutiwā māghfirātān bā’dāl māut. Ᾱllāhummā hāwwin ‘lāynā fii sākārātil māuti wānnājātiā minānnāāri wāl ‘fwā ‘ndāl ḥisāb. Rābbānā lāātuzigh qulubānāā bā’dā hādāitānāā, wāhāblānāā millādunkā rāhmātān innākā āntāl wāhāb. Rābbānā ātināā fiddun yāā ḥāsānāh wāfil ākhirāti ḥāsānāh wāqinā ‘dhābānnār. Wāllhāmduliilāhhirrābbil’lāmin.

B. Tujuan Melaksanaan Tradisi Selamatan Kematian di Dmdesa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Secara umum masyarakat Pepelegi mengadakan tradisi selamatan

kematian dengan dua tujuan yakni tujuan yang berorientasi sosiologis dan

religius.

1. Tujuan yang berotientasi sosiologis

Salah satu tujuan yang dikemukakan oleh masyarakat

Pepelegi yakni karena sudah merupakan kebiasaan. Jika salah

seorang penduduk Desa Pepelegi tidak melaksanakan selamatan

kematian51, ada kemungkinan akan menjadi bahan omongan

masyarakat. Karena alasan sosial inilah maka tujuan tersebut

berorientasi sosiologis.

(52)

42

2. Tujuan yang berorientasi religius

Bapak Abdul Majid mengungkapkan52 “bahwa tujuan

mengadakan tahlilan atau selamatan kematian yaitu untuk

mendoakan arwah keluarga supaya arwah diberi keselamatan

dan diampuni dosannya. Dengan demikian tujuan yang

orientasinya mengarah pada keagamaan itulah, maka tujuan

tersebut disebut mampu berorientasi religius.

Diyakini bahwa pada hari pertama sampai 40 hari, sukma orang

meninggal tersebut masih di rumah keluarga yang ditinggal

sehingga sanak keluarga berupaya megirim do’a agar si mayit di

alam arwahnya senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT.

C. Jenis-Jenis Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Dalam keterkaitannya tradisi selamatan kematian bagi orang Jawa,

terdapat suatu komponen ritus kematian. Pada saat pelaksanaan tradisi

selamatan kematian tidak sembarangan dalam persoalan waktu.

(53)

43

Tradisi selamatan kematian atau yang biasanya disebut tahlil yang

berkaitan dengan nilai angka dan kandungan makna tersendiri

didalamnya. Di desa Pepelegi khususnya masyarakat Pepe terdapat

melakukan selamatan kematian yang terdapat beberapa jenis

diantaranya yakni hari pertama, ketujuh, ke empatpuluh, keseratus,

mendhak pisan dan mendhak pindho.

Menurut Bapak Abdul Majid53 jenis hari tersebut mempunyai arti

penting yang mendasari tradisi selamatan kematian atau yang biasa

disebut tahlilan tersebut dilaksanakan. Jenis-jenis tersebut diantaranya

yakni :

1. Ngesur tanah.

Pada hari pertama sesudah meninggalnya seseorang setelah

melakukan penguburan, si pihak keluarga melakukan selamatan

yang dinamakan ngesur tanah. Ngesur tanah diselenggarakan

pada saat hari meninggalnya seseorang. Diselenggarakan pada

sore hari setelah jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau

ngesur tanah berarti membuat lubang untuk penguburan mayat.

Setelah selesainya ngesur tanah biasanya diadakan tradisi

selamatan kematian atau tahlilan di rumah orang yang meninggal

pada malam hari pertama atau ba’da magrib. Acara tahlilan

dipimpin oleh seorang mudin, setelah jama’ah tahlilan sudah

(54)

44

datang kemudian duduk berkeliling. Acara tahlilan dimulai,

setelah selesai tahlilan jama’ah tahlilan di beri hidangan.

Makanan yang dihidangkan pada saat tradisi selamatan kematian

atau tahlilan tidak ada aturannya, banyak dan beraneka ragam

tergantung dari keadaan perekonomian yang mengadakan.54

Do-doa yang biasa dilakukan Do-doa pada umumnya yakni Q.S yasin

1-83 ayat dan tahlil kemudian ditambah dengan doa selamat.

Orang yang telah meninggal di dalam kuburnya di

hidupkan kembali seperti semula dan ditanya oleh malaikat

adalah ruh dan jasanya. Setelah penguburan ruh yang berpisah

kembali kejasadnya untuk dimintai pertanggung jawaban pada

saat ia hidup di dunia. Menurut kepercayaan orang Jawa,

mengadakan selamatan kematian di hari pertama dengan tujuan

agar roh yang meninggal tidak menemukan kesukaran dalam

ujian dan pemeriksaan oleh beberapa malaikat.55

2. Nelung dina atau selamatan setelah tiga hari kematian.

Selametan tiga hari disebut juga nelung dino. Pelaksanakan

selamatan biasanya dilakukan malam hari menjelang hari dan

pasaran ke tiga. Selamatan nelung dina bertujuan berpisahnya

roh yang berpisah dengan badan berjalan dengan mulus.

(55)

45

3. Mitung dina atau selamatan setelah tujuh hari kematian.

Selametan tujuh hari kematian hari disebut juga mitung

dino. Selamatan mitung dina dimaksudkan untuk penghormatan

terhadap roh setelah tujuh hari roh mulai keluar dari rumah.

Pada malam terakhir, pembacaan tahlil ditutup dan

sekaligus selamatan mitung dina. Selamat kematian pada hari

ketujuh jama’ah tahlilan biasanya diberi berkat yang berisi nasi

dan lauk pauknya.

4. Matang puluh dina atau selamatan setelah 40 hari kematian.

Tradisi selamatan matang puluh dina dimaksudkan

sebagai upaya untuk mempermudah perjalanan roh menuju ke

alam kubur. Ahli waris membantu perjalanan itu dengan

mengirim doa yaitu dengan bacaan tahlil dan selamatan.

5. Nyatus dina atau selamatan setelah 100 hari kematian.

Tradisi selamatan nyatus dina dimaksudkan untuk

menyempumakan semua hal yang bersifat badan wadhag. Di

alam kubur ini, roh masih sering kembali ke dalam keluarga

sampai upacara selamatan tahun pertama atau mendhak pisan

(56)

46

6. Mendhak sepisan atau selamatan setelah satu tahun kematian.

Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang

diselenggarakan ketika orang meninggal pada setahun pertama.

Tata cara pelaksanaan tradisi selamatan kematian pada mendhak

sepisan sama dengan tradisi selamatan kematian lainnya . Fungsi

selamatan ini adalah untuk untuk mengingat-ingat kembali akan

jasa-jasa orang yang telah meninggal.

7) Mendhak pindho atau selamatan setelah dua tahun kematian.

Selamatan mendhak pindho dimaksudkan untuk

menyempumakan semua kulit, darah dan semacamnya.

Pada saat ini jenasah sudah hancur luluh, tinggal tulang

saja. Pada saat ini juga dilakukan pengiriman doa dengan

secara tahlil dan sajian selamatan.

8) Nyewu atau selamatan sete1ah seribu hari kematian

Nyewu boleh dikatakan sebagai puncak dari rangkaian

tradisi selamatan kematian. Pada saat ini or

Gambar

  Tabel 1.2
 Tabel 1.5
tabel berikut :
 Tabel 1.6
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah tradisi Selametan Kematian di Desa Jati Rejo, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten ?, serta (2) bagaimanakah

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,

Untuk menggambarkan doa-doa apa saja yang dibacakan dalam pelaksaan Tradisi Walimatul Khitan di Dusun Pesisir Desa Angkatan Kecamatan Arjasa Kabupaten Sumenep, Kangean

Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk, makna, dan fungsi Tradisi Gong Senen bagi masyarakat pendukungnya, serta faktor apa

merupakan tradisi musyrik, sehingga tidak sedikit dari masyarakat yang perlahan- lahan meninggalkan tradisi ini, namun pada dasarnya tradisi ini merupakan tradisi

Kemudian makna tradisi penyembelihan hewan pada acara kematian masyarakat Batak Mandailing di Desa Sosopan Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara adalah

TRADISI PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN DI KECAMATAN TEUPAH TENGAH KABUPATEN SIMEULUE SKRIPSI Diajukan Oleh SRI RAHAYU NENGSIH NIM 160501069 Mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora Program

Maka penulis akan meneliti permasalah tersebut dengan judul : Tradisi Peringatan “Slametan ” Sesudah Kematian Seseorang Pada Masyarakat Suku Jawa Ditinjau Dari Hukum Islam