TRADISI SELAMATAN KEMATIAN
DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Progam Strata Satu (S1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Oleh :
ULFATI ULINNUHA A8.22.12.162
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul tentang tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi, Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Permasalahan dalam skripsi ini yakni 1. Apa yang melatar belakangi pelaksanaan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi 2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi dan 3. Bagaimana respon masyarakat Pepelegi terhadap adanya tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi.
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang memberikan klarifikasi secara mendetail, yakni mengungkap gejala secara holistik dan kosntektualmelalui pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi secara langsung lengkap tentang tradisi kematian di desa Pepelegi dengan menggunakan pendekatan antropologi yakni memaparkan situasi dan kondisi masyarakat yang meliputi kondisi sosial budaya dan kondisi keagamaannya. Menggunakan teori fungsional yakni hubungan dialekstis antara agama dengan fungsinya yang diaplikasikan melalui ritual, dalam Teori Fungsional yakni pengaplikasiannya melihat dan meneliti peristiwa tradisi kematian di desa Pepelegi, serta menggunakan teori Challenge and respon yakni untuk memahami tantangan dan respon masyarakat dengan adanya tradisi selamatan kematian yakni respon masyarakat Pepelegi yang menerima dan tidak menerima.
ABSTRACT
This thesis titled traditions Pepelegi selamatan death in the village, District Waru Sidoarjo. Problems in this thesis namely 1. What is the background for the implementation of the death in the village of salvation tradition Pepelegi 2. How procedures of salvation tradition of death in the village Pepelegi and 3. How Pepelegi public response to their tradition in the village Pepelegi selamatan death.
This research is using qualitative research methods are clarified in detail, that reveal symptoms holistically and kosntektualmelalui the collection of data through observation, interviews and documentation directly about the traditions of death in the village Pepelegi using anthropological techniques that expose the circumstances of society that includes social and cultural conditions and religious conditions. Using functional theory and the relationship dialekstis between religion and the function that is applied through a ritual, in the Theory of Functional namely its application to view and examine the events of the tradition of death in the village Pepelegi, and using the theory of Challenge and response that is to understand the challenges and the public response to their tradition of salvation death of the response Pepelegi people who accept and not accept.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I PERNYATAAN KEASLIAN ... II
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... III
PERSETUJUAN PENGUJI ... IV
PEDOMAN TRANSLITERASI ... V
MOTTO ... VI
PERSEMBAHAN ... VII
KATA PENGANTAR ... VIII
ABSTRAK ... X
DAFTAR ISI... XII
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penilitian ... 7
D. Kegunaan Penilitian ... 7
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 8
F. Penelitian Terdahulu ... 11
G. Metodologi Penilitian... 12
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENILITIAN
A. Letak Geografis Desa Pepelegi ... 17
1. Kabupaten Sidoarjo ... 18
2. Kecamatan Waru ... 18
3. Desa Pepelegi ... 19
B. Kondisi Sosial Desa Pepelegi ... 20
1. Keadaan Penduduk... 21
2. Bidang Ekonomi ... 21
3. Bidang Sosial Keagamaan ... 23
a. Keadaan Keagamaan Masyarakat ... 25
b. Sosial Kebudayaan Bersifat Keagamaan ... 25
4. Bidang Pendidikan ... 27
5. Bidang Sosial Kebudayaan ... 31
BAB III RUANG LINGKUP TRADISI SELAMATAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO A. Latar Belakang Pelaksanakan Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 34
B. Tujuan Mengadakan Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 41
C. Jenis - Jenis Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 42
E. Proses Pelaksanaan Tradisi Selamatan kematian di Desa Pepelegi
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ... 48
BAB IV RESPON MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SELAMATAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO
A.Masyarakat yang Menerima Dengan Adanya Tradisi Selamatan Kematian
di Desa Pepelegi Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo ... 57
B.Masyarakat yang Tidak Menerima Dengan Adanya Tradisi Selamatan
Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo ... 66
Bab V PENUTUP
A. Simpulan ... 70
B. Saran ... 71
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama penyempurna dari agama-agama lain yang
berdasarkan Al – Qur’an dan Al – Hadist. Islam memiliki nilai yang universal
dan absolut sepanjang zaman, namun demikian Islam sebagai dogma tidak
kaku dalam menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu memunculkan
dirinya dalam bentuk yang luwes, ketika menghadapi masyarakat yang
dijumpainya dengan beraneka ragam budaya, adat kebiasaan atau tradisi.
Dalam sejarah, agama dan simbol memiliki pengaruh karena terdapat
unsur nilai dan unsur simbol di dalamnya. Dalam hal ini kemudian
berkembang suatu sistem-sistem kepercayaan, ritual yang kompleks namun
penerapannya bisa lentur dalam batas tertentu sehingga cukup terjadinya
proses adopsi, akulturasi dan adaptasi dengan budaya lokal. Dengan demikian,
walau inti ajaran Islam sama namun bisa saja berbeda sesuai konteks lokal dan
sosial bagi pemeluknya dimanapun ia tinggal dan berada.
Sebelum masuknya Islam ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah
terlebih dahulu mengenal paham animisme dan dinamisme, kemudian barulah
2
masuk ke Indonesia komunikasi antar penganut paham dan agama tersebut
tidak dapat dihindarkan.
Para sejarawan mengatakan bahwa para pembawa Islam adalah
pedagang dari Gujarat. Pedagang dari Gujarat menyebarkan Agama Islam
melalui interaksi dan komunikasi dengan penduduk lokal yang saat itu masih
beragama Hindu-Budha dan ini merupakan ajaran berbeda sehingga
menciptakan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan Islam yang
dibawa oleh pembawa ajaran Islam tersebut.1
Unsur budaya Islam tersebar di Jawa dengan seiring dengan masuknya
Islam di Indonesia Secara kelompok masyarakat Jawa telah mengental unsur
budaya Islam sejak mereka berhubungan dengan pedagang sekaligus mubaligh
pada taraf penyiaran Islam pertama kali. Pada awal interaksi kebudayaan -
kebudayaan ini saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang
berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh
manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi.2 Tradisi
merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di dalamnya unsur-unsur dari
warisan kebudayaan dan dipindahkan dari generasi ke generasi.3
1Sri Suhandjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipura II (Yogyakarta: Gama Media, 2004), 327. 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa ( Jakarta: Balai Pustaka, 1984 ), hlm. 322.
3
Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa
mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu
corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang
bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini
dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan
yang lain berbeda.
Kebudayaan sebagai cara merasa dan cara berpikir yang menyatakan
diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk
kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Salah satu unsur budaya Jawa
yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.4
Di kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan
yang sangat baik antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu perlu
dilakukan berbagai ritual sakral. Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia
dengan yang gaib dalam dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan.5
Dalam hal ini, terjadi karena adanya adat-istiadat dari berbagai suku bangsa
yang berbeda-beda dan di dalamnya terdapat suatu tradisi yang ada. Salah
satu tradisi yang terdapat pada suku bangsa di Indonesia yang berada di pulau
Jawa adalah Tradisi Selamatan.
4
Selametan atau yang biasanya dikatakan selamatan adalah suatu upacara
pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus upacara dalam sistem
religi orang Jawa pada umumnya, dan penganut agama Jawi khususnya.
Biasanya masyarakat Jawa mengadakan upacara selamatan di rumah orang
yang meninggal, kemudian mengundang tetangga terdekat maupun anggota
keluarga atau orang-orang yang bertempat tinggal yang tidak jauh dari tempat
tersebut.
Clifort Geertz, menjelaskan bahwa selametan tidak hanya berfungsi
memelihara rasa solidaritas antara para peserta upacara itu saja, tetapi juga
dalam rangka memelihara hubungan baik dengan arwah nenek moyang.
Dalam tradisi Jawa, masyarakat Pepelegi juga ada terdapat berbagai
keragaman tradisi lokalnya yang terkait dengan upacara-upacara lingkaran
hidup sampai upacara keagamaan. Upacara tersebut diantaranya upacara adat
kelahiran, upacara hari-hari Islam, upacara pindah rumah dan upacara adat
kematian.
Salah satu diantara upacara tersebut yang menjadi pokok bahasan dalam
skripsi ini adalah upacara selamatan kematian. Dalam masyarakat Islam
Indonesia sebagian umat menganggap bahwa roh orang yang telah meninggal
masih mempunyai hubungan dengan manusia hidup, sehingga merasa perlu
mengadakan upacara selamatan kematian.6
5
Selamatan kematian atau tahlilan sering di jumpai di lingkungan
masyarakat. Selamatan ini biasanya dilakukan oleh keluarga dari orang yang
meninggal dunia yang mempunyai tujuan untuk mendo’akan orang yang
meninggal dunia agar supaya segala dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT
dan dilapangkan kuburnya.7 Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah
dilakukan secara turun-temurun dan sudah mengakar dan menjadi budaya
pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.
Upacara tersebut pada awalnya merupakan budaya orang Hindu-Budha
dalam pelaksanaanya disertai dengan pembakaran kemenyan dan
wangi-wangian,8 serta menyajikan makanan-makanan yang tujuannya mengirim
berkah kepada orang-orang yang sudah meninggal dianggap sebagai leluhur
nenek moyang mereka.
Selamatan kematian adalah berdoa bersama-sama untuk mendoakan
seseorang yang sudah meninggal . Contoh bila seorang muslim meninggal,
maka keluarga terdekat atau masyarakat yang ditinggalkan mengadakan
upacara keagamaan dalam selamatan kematian yang berlangsung selama, 1-7
hari, 40 hari,100 hari, 1 tahun, dan 2 tahun.
Seiring memperingati hari kematian di zaman modern ini ternyata masih
berjalan dan berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya di Desa
Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Tradisi upacara slametan
7Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
6
kematian di Desa Pepelegi ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan tradisi
slametan kematian pada umumnya. Dari mulai geblag, tiga hari, tujuh hari,
empat puluh hari, seratus hari, hingga sampai seribu hari, Tradisi upacara
selamatan kematian di Desa Pepelegi ini yang menjadi permasalahan menarik
dalam studi kasus ini yakni: 1) Pada saat tradisi selamatan kematian
dilaksanaan, jama’ah tahlilan biasanya mengikut sertakan doa khusus kepada
sesepuh desa Pepelegi (pendiri desa Pepelegi)9 dalam awalan kirim doa 2)
Masyarakat yang kondisi perekonomiannya rendah mempunyai anggapan
sudah kewajiban melaksanakan tradisi selamatan kematian di desa Pepelegi 3)
Bagi jama’ah yang tidak melaksanakan akan dianggap tidak menghargai
leluhur, pelit, kikir dan tidak mempunyai jiwa sosial dan sang mayit dianggap
seperti kematian binatang.104) Berkaitan dengan adanya paham NU,
Muhammadiyah dan LDII yang ada di desa Pepelegi, ingin mengetahui
bagaimana respon masyarakat dengan adanya tradisi selamatan kematian
tersebut.
Berdasarkan penelitian, tradisi selamatan kematian di Desa Pepelegi
tersebut adalah tradisi yang dilakukan oleh warga faham Nahdhatul Ulama’
tanpa membedakan agama islam kejawen maupun islam moderat, warga yang
memiliki perekonomian rendah, menengah maupun kelas atas menganggap
tradisi selamatan kematian ini sudah menjadi kearifan lokal bagi masyarakat
Nahdliyyin pada umumnnya
7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang pelaksanaan tradisi slametan kematian di Desa
Pepelegi?
2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi slametan kematian di Desa
Pepelegi?
3. Bagaimana respon masyarakat Pepelegi terhadap adanya tradisi kematian di
Desa Pepelegi?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan latar belakang dilakukannya tradisi selamatan kematian
di Desa Pepelegi.
2. Untuk mengetahui pelaksanakan tradisi selamatan kematian di Desa
Pepelegi.
3. Untuk menjelaskan respon masyarakat terhadap adanya tradisi selamatan
kematian di Desa Pepelegi.
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk menjadi sumbangan penelitian yang bisa memperluas wawasan
keilmuan, terutama dalam hal budaya tepatnya masalah Selamatan
Kematian.
2. Sebagai landasan untuk membangun peradaban manusia di masa yang akan
datang.
3. Untuk memperkaya khazanah kebudayaan Islam.
8
E. Pendekatan dan Kerangka teori
Kebudayaan cenderung diikuti oleh masyarakat pendukungnya secara
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya, meskipun sering terjadi
anggota masyarakat itu datang silih berganti disebabkan munculnya
bermacam-macam faktor, seperti kematian dan kelahiran.11 Kematian
menimbulkan dalam diri orang yang berduka-cita suatu tanggapan ganda cinta
dan segan. Orang-orang yang berduka-cita ditarik ke arah almarhum oleh rasa
kasih sayang kepadanya, disentakkan belakang darinya oleh perubahan yang
ditimbulkan oleh kematian. Ritus-ritus kematian menjaga kelangsungan
kehidupan manusia dengan mencegah orang-orang yang berduka-cita dari
penghentian entah dorongan untuk lari terpukul panik dari keadaan itu atau
sebaliknya, dorongan untuk mengikuti almarhum ke kubur.12
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis, yaitu pendekatan
yang menggunakan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status
dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup dan
sebagainya.13
Dengan pendekatan ini, penulis mencoba memaparkan situasi dan kondisi
masyarakat yang meliputi kondisi sosial budaya dan kondisi keagamaannya.
Antropologi memberi bahan prehistoris sebagai pangkal bagi tiap penulis
sejarah. Kecuali itu, konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat
dikembangkan oleh antropologi, akan memberi pengertian untuk mengisi latar
11 Soejono Soekanto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Geramedia, 1969), 79. 12 Cliffor Geertz dalam Kebudayan dan Agama, hlm. 95-96.
9
belakang dari peristiwa sejarah yang menjadi pokok penelitian.14Pendekatan
antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Sedangkan teori yang digunakan adalah Teori Fungsional yang
dikembangkan oleh B.Malinowski. B. Malinowski mengasumsikan adanya
hubungan dialekstis antara agama dengan fungsinya yang diaplikasikan
melalui ritual. Secara garis besar ritual, fungsi dasar dan agama diarahkan
kepada sesuatu yang supranatural15. Partisipan yang terlibat dalam sebuah
ritual biasa melihat kemajuan agama sebagai sarana meningkatkan hubungan
spiritual dengan Tuhan karena pada dasarnya manusia secara naluriah
memiliki kebutuhan spiritual.
Haloei Radam mengatakan bahwa religi mengandung makna
keberagamaan dalam segala aktivitas dan tindakan manusia. Artinya, masalah
religi bukanlah sekedar masalah bagaimana manusia mengkonsepsikan Tuhan
dan jagad raya ini serta hidup sesudah mati, atau aktivitas manusia menghayati
adanya Tuhan dan kehidupan di dunia lain,16 tetapi juga berupa masalah
mengapa mereka mengkonsepsikan semua hal itu dan untuk apa semua itu
bagi kehidupan seseorang atau orang seorang dan masyarakatnya. Haloei
Radam berpandangan religi adalah konsepsi manusia tentang
10
aktivitas berkenaan dengannya yang berfungsi memantapkan kehidupan
pribadi dan mengentalkan ikatan sosial.17
Memantapkan kehidupan pribadi maksudnya membina dan
mengembangkan mengembangkan identitas individu dan rasa aman
emosional, dan mengentalkan ikatan sosial berarti menjadikan kehidupan
sekelompok orang lebih utuh serta menjadi tenaga pendorong dan pembenaran
pencapaian tujuan bersama.
Suatu kebudayaan terjadi, karena tantangan dan respon antara manusia
dengan alam sekitarnya. Dalam alam yang baik manusia berusaha untuk
mendirikan suatu kebudayaan. Arnold J. Toynbee18 memperkenalkan sejarah
dalam kaitan dengan teori challenge and response. Maksud dari teori tersebut
adalah kebudayaan terjadi dan dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara
manusia dan alam sekitarnya. Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan
digerakkan oleh sebagian sebagian kecil dari pemilik kebudayaan.
Peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan,
bukan karena menempuh jalan yang terbuka lebar dan mulus. Peradaban
muncul sebagai suatu tanggapan atas tantangan walaupun bukan atas dasar
murni hukum sebab akibat, melainkan hanya sekedar hubungan, dan hubungan
itu terjadi antara manusia dan manusia lainnya.19
17 Ibid hlm...16
18 Indonesiadalam sejarah.blogspot.com.Teori Sejarah-Menurut-Arnold-Toynbee. (Diakses 14 April 2016)
11
Malinowski berpandangan bahwa peribadatan-peribadatan yang berkaitan
dengan kematian merupakan pelampiasan berbagai emosi yang bermanfaat
dari orang-orang yang dicintainya, dan pada saat yang sama, merupakan
ekspresi penyesuaian baru dengan berbagai status dan peranan dalam
kelompok setelah meninggalnya salah satu seorang anggotanya. Dengan
demikian agama mendiskripsikan dan membantu melestarikan tradisi dan
berbagai peribadatan keagamaan senantiasa dilaksanakan oleh nama
kelompok.20
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Selamtan Kematian yang sudah diteliti adalah
1. Skripsi oleh Ana Rahmi pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Tahun 2007
dengan judul “Makna Simbolik dalam Hidangan Selametan Kematian di
Desa Bayemtaman Kecamatan Kartoharjo Kabupaten Magetan”.
Penelitian ini membahas tentang makna dan symbol hidangan dalam
selamatan kematian.
2. Skripsi oleh Lindaniyah pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah Peradaban
Islam, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Tahun 1994 dengan
judul “Upacara Tahlilan Pada Petilasan Syekh Maulana Ishak di Dukuh
Sentono Desa Kregenan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo”.
12
Skripsi ini membahas tentang tradisi upacara Tahlilan yang dilakukan pada
petilasan Syekh Maulana Ishak oleh masyarakat Dukuh Sentono Desa
Kragenan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
Sementara skripsi yang berjudul “Tradisi Selamatan Kematian Desa
Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo” ini mengungkapkan
keberadaan Selamatan Kematian di Desa Pepelegi dan mengetahui bagaimana
respon antara paham Nahdatul Ulama ( NU ), Muhammadiyah dan LDII yang
ada di desa Pepelegi tersebut, sehingga nanti dicapai penelitian yang
komprehensif.
G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten
Pepelegi. Sedangkan subyek penelitian skripsi ini adalah masyarakat pepelegi
dan kegiatan tradisi selamatan kematian yang ada di Desa Pepelegi.
2. Heuristik atau pengumpulan data dari sumbernya, yakni mengumpulkan
data-data yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi, berupa buku-buku
kepustakaan yaitu sumber dan diperoleh dari buku-buku literatur yang
13
3. Verifikasi atau kritik sumber, yaitu tahap menguji keabsahan sumber
sumber yang telah terkumpul dan dievaluasi baik melalui kritik ekstern
maupun intern.
4. Bahan dan Sumber
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis
menggunakan sumber-sumber diantaranya :
1) Sumber Kepustakaan (data literatur )
Sumber yang digunakan untuk mencari teori tentang
masalah-masalah teoritis yang diteliti, yaitu mencari kepustakaan dan buku-buku
serta tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan
dalam skripsi ini.
2) Sumber Lapangan ( data empiris )
Sumber data ini dari lokasi penelitian yaitu Desa Pepelegi
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.Yang dilakukan penulis melalui:
a. Informan adalah individu – individu yang memiliki beragam
posisi, sebagai mempunyai akses berbagai informasi yang
dibutuhkan peneliti. Adapun informan dalam penelitian ini
terdiri dari tokoh masyarakat, aparat desa dan masyarakat yang
ada di Desa Pepelegi. Dalam hal ini tentunya dipilih informan
14
obyek penelitian ini, dimana juga mampu memberikan
informasinya secara akurat dan padat.
b. Peristiwa dan aktivitas, setiap rangkaian kegiatan yang
berkaitandengan penulisan skripsi ini. Dalam peristiwa dari
proses kegiatan selamatan kematian yang dilakukan di Desa
Peepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Untuk itu, pada tahap
ini dilakukan cara-cara pengumpulan sumber sebagai berikut:
a. Metode observasi atau pengamatan dilakukan agar dapat memberikan
informasi atas suatu kejadian yang tidak dapat diungkapkan dan telah
menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Di samping itu, metode
observasi juga digunakan sebagai langkah awal yang baik untuk
menjalin interaksi sosial dengan tokoh masyarakat dan siapa saja yang
terlibat dalam penelitian ini.
b. Metode Interview atau wawancara dilakukan dengan bertatap muka
dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi dan
keterangan-keterangan. Penulis melakukan tanya jawab secara
langsung kepada pelaku tradisi, orang yang mengetahui tentang tradisi
selamatan kematian. Menurut prosedurnya penulis melakukan
15
dan terpimpin dengan menyusun pokok-pokok permasalahan,
selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.21
c. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yakni
jenis data primer dan data sekunder. Jenis data adalah upacara serta tindakan
orang yang diwawancarai dan diamati22. Hal ini dapat dikatakan data primer
karena diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama.
Data primer yang berasal dari wawancara mendalam berkaitan dengan
informan kunci, yakni orang yang dianggap tahu dan orang sebagai pelaku
tentang dilaksanakannya tradisi selamatan kematian. Selanjutnya data
sekunder adalah dokumen, buku yang ada kaitannya dengan masalah ini, serta
laporan hasil penelitian sebelumnya, bila ada.
d. Sistematika Pembahasan
Rangkaian pembahasan penelitian harus selalu sistematis dan saling
berkaitan satu dengan yang lain agar menggambarkan dan menghasilkan hasil
penelitian yang maksimal. Sistematika pembahasan ini adalah deskripsi
urutan-urutan penelitian yang digambarkan secara sekilas dalam bentuk
bab-bab.
21Cholid Narbuko Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 85.
16
Garis besarnya, penelitian ini memuat tiga bagian yaitu pendahuluan pada
bab pertama, isi atau hasil penelitian terdapat di dalam bab dua, bab tiga dan
bab empat, sementara kesimpulan ada pada bab lima.
BAB I Pendahuluan, berisi tentang kajian tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan
kerangka teori, metodologi penelitian dan bahan dan sumber yang digunakan.
BAB II Penulis memaparkan pembahasan tentang gambaran umum
masyarakat Pepelegi Kecamatan Waru yakni tentang kehidupan sosial
keagamaan, perekonomian, kebudayaan serta letak Desa Pepelegi.
BAB III Berisi tentang ruang lingkup Selamatan Kematian Islam di Desa
Pepelegi diantara yakni latar belakang, tujuan, jenis-jenis tradisi slametan
kematian, tempat dan pelaksanakan tradisi selametan kematian.
BAB IV Berisi respon masyarakat dengan adanya tradisi slametan
kematian, baik yang menerima maupun tidak menerima dengan adanya tradisi
selamatan kematian tersebut.
BAB V yakni merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENILITIAN
A. Letak Geografis
1. Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Ibu kotanya adalah Sidoarjo. Sidoarjo merupakan salah satu
penyangga utama Kota Surabaya, dan termasuk dalam kawasan Gerbang
kertosusila. Luas kabupaten Sidoarjo adalah 719,63 KM2, dengan jumlah kecamatan 18 dan jumlah kelurahan sebanyak 353. Kabupaten Sidoarjo yakni
berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura.
d. Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Mojokerto.
Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Provinsi Jawa
Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat. Keberhasilan
ini dicapai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya seperti industri
18
dengan baik dan terarah21. Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber daya manusia yang memadai, maka dalam
perkembangannya Kabupaten Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah
strategis bagi pengembangan perekonomian regional. Kabupaten Sidoarjo
terletak antara 112o5’ dan 112o9’ Bujur Timur dan antara 7o3’ dan 7o5’ Lintang Selatan.
Kabupaten Sidoarjo terletak di antara dua aliran sungai yaitu Kali
Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Brantas yang
berhulu di kabupaten Malang.22
2. Kecamatan Waru
Waru adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa
Timur, Indonesia. Luas kecamatan Waru adalah 3.032 Ha2 dan jumlah penduduknya 231.309 jiwa. Kecamatan ini berbatasan dengan Kota Surabaya,
dan di kecamatan ini terdapat Terminal Purabaya, terminal bus terbesar di
Indonesia. Di sisi utara kecamatan ini terdapat Bundaran Waru, yang
merupakan pintu gerbang utama Kota Surabaya dari arah barat daya
(Mojokerto atau Madiun atau Kediri) dan dari arah selatan (Malang atau
Banyuwangi).
21 www.sidoarjokab.go.id
19
Waru merupakan salah satu kawasan industri utama di selatan Surabaya.
Banyak sentra Industri di sini, mulai Logam, di desa Ngingas serta Sepatu atau
Sandal yang terdapat di desa Wadung Asri, Berbek, Kepuh kiriman dan
Wedoro. Desa Berbek yang secara administratif masuk kecamatan Waru juga
jadi termassuk bagian dari kawasan Industri Rungkut (SIER) yang kemudian
lebih dikenal dengan sebutan Kawasan Industri Berbek. Waru juga dikenal
sebagai pusat Industri penyangga dari Surabaya, dan banyak industri penting
yang sebelumnya berpusat di kota kecamatan ini. Misalnya pabrik paku,
pabrik susu Nestle, perusahaan biskuit UBM sampai pabrik soda (Persero).
Selain itu, Ispat Indo perusahaan baja terbesar di dunia asal India yang
dimiliki oleh salah satu orang terkaya dunia, Laksmi Mittal juga berada di
kota kecamatan ini. Secara geografis, Terminal Purabaya, sebagai terminal bus
terbesar di Indonesia, ada dalam wilayah Bungurasih, Waru.
3. Desa Pepelegi
Pepelegi adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Waru, Kabupaten
Sidoarjo, dan berada disebelah barat desa Waru. Luas wilayah desa Pepelegi
menurut penggunaan yakni diantaranya luas permukiman 88,60 Hektar, luas
persawahan 15,25 Hektar, luas perkebunan 0,00 Hektar, luas kuburan 0,20
Hektar, luas pekarangan dan taman 0,00 Hektar dan 1,17 Hektar serta luas
perkantoran dan taman 1,17 dan 0,13Hektar, luas prasana umum lainnya 20,60
20
Di sebelah utara, desa Pepelegi berbatasan dengan Medaeng, di sebelah
selatan berbatasan dengan Bangah, sedangkan sebelah timur berbatasan
dengan Sawotratap dan sebelah barat berbatasan dengan Wage.
B. Keadaan Sosial Desa pepelegi
1. Keadaan Penduduk
Keadaan masyarakat Desa Pepelegi cukup baik dan bersih, karena
sering adanya semangat persatuan dalam bergotong dan saling toleransi
terhadap umat beragama maka jika ada warga Desa Pepelegi mengadakan
bersih-bersih desa dan memeperbaiki saluran air untuk menjaga
kemungkinan dari banjir.
Menurut data monografi tahun 2015 sampai 2016 bahwa Desa
Pepelegi jumlahnya 4611 Kartu Keluarga yang terdiri dari 4580 KK
laki-laki dan 31 KK perempuan dan mengalami perkembangan sekitar 0,88%
[image:30.595.124.514.189.735.2]dan 3,33%.
Tabel 1.2
Potensi Sumber Daya Manusia23
Jumlah laki-laki
Jumlah perempuan
7958 Orang
8402 Orang
16360 Orang
21
Jumlah total
Jumlah Kepala Keluarga
Kepadatan Penduduk
4611 KK
750,00 per KK
2. Keadaan Bidang Ekonomi Masyarakat Pepelegi
Mata pencaharian masyarakat Desa Pepelegi terdiri dari sektor
pertanian, sektor industri kecil dan rumah tangga, sektor jasa, dan sektor
industri menengah dan besar. Adapun tabelnya sebagai berikut :
Tabel 1.3
Sumber: Data monografi 2015-2016 Desa Pepelegi
Sektor Pertanian Petani 15 orang
Buruh tani 60 orang
Pemilik usaha tani 15 orang
Sektor Industri dan KerajianRumah Tangga
Montir 5 orang
Tukang batu 85 orang
Tukang kayu 20 orang
Tukang jahit 12 orang
22
Sektor Jasa Pemilik usaha informasi dan komunikasi 5 orang
Kontraktor 2 orang
Pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran 500 orang
Sektor Industri Menengah dan Besar
Karyawan perusahaan swasta 4100 orang
Karyawan perusahaan pemerintah 150 orang
23
3. Kondisi Sosial Keagamaan
a. Keadaan Keagamaan Masyarakat
T
a
b
e
l
Sumber data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016
Masyarakat Pepelegi mayoritas beragama Islam akan tetapi Islam disini
mempunyai bermacam-macam paham diantara Nahdatul Ulama,
Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau yang biasanya
disebut LDII. Meskipun, dari perbedaan paham yang ada, akan tetapi toleransi
di desa Pepelegi dalam kerukunan hidup bermasyarakat maupun beragama
sangat rukun dan saling menghargai satu sama lain24, saling pengertian, saling
24Isyhar Ashari (Kepala Lurah Desa Pepelegi), Wawancara, Pepelegi, 23 Maret 2016.
Agama Laki-laki Perempuan
Islam 7463 orang 7857 orang
Kristen 300 orang 310 orang
Katholik 150 orang 160 orang
Hindu 25 orang 50 orang
Budha 20 orang 25 orang
Konghucu 0 orang 0 orang
24
menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran
agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat berupaya menyediakan sarana atau tempat beribadah untuk
menampung jamaahnya dalam melaksanakan ibadah, sarana fisik yang dapat
[image:34.595.134.481.244.614.2]menunjang ibadah di desa ini yakni adalah
Tabel 1.5
Jumlah Masjid 9 buah
Jumlah Musholla 10 buah
Jumlah Gereja Kristen
Protestan
1 buah
Jumlah Gereja Katholik 1 buah
Jumlah Wihara 0 buah
Jumlah Pura 0 buah
Jumlah Klenteng 0 buah
25
b. Sosial kebudayaan bersifat keagamaan
Sosial kebudayaan yang besrifat keagamaan ialah suatu gerak
budaya yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang
dimotifsir oleh unsur-unsur keagamaan.
Masyarakat Desa Pepelegi ini sangat aktif dalam kegiatan
keislaman25, hal ini terbukti adanya kegiatan keagamaan secara rutin antara lain:
1. Perayaan Maulid Nabi,yakni kebudayaan yang terwujud dengan
satu tujuan untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad
SAWdan Biasanya diadakan pengajian akbar.
2. Perayaan Isra’ Mi’raj biasanya jatuh pada tanggal 27 Rajab.
Perayaan Isra’ Mi’raj biasanya diisi dengan diba’an, dan
pengajian akbar.
3. Setiap bulan tiap RT mengadakan kegiatan kirim doa (yasin
tahlil) akan tetapi berbeda dalam pelaksanaannya baik tanggal
maupun hari. Kegiatan ini dinamakan arisan RT namun diisi
dengan kegiatan tahlilan dan dilakukan secara bergilir oleh setiap
RT.
4. Setiap Senin diadakan pengajian rutinan di Masjid Islahun
Nahdliyyin yang dipimpin oleh pemuka agama setempat yakni
bapak Abdul Majid.
26
5. Setiap Senin sore diadakan belajar Qiroa’ah di Masjid Islahun
Nahdliyyin biasanya diisi oleh remaja Masjid Islahun Nahdliyyin
6. Setiap Rabu diadakan kegiatan istighosah, yasin dan tahlil.
Kegiatan ini dihadiri khususnya bapak-bapak dan bertempat di
Masjid Islahun Nahdliyyin.
7. Setiap Jum’at ibu-ibu Muslimah NU mengadakan kirim doa atau
tahilan dan bergilir dari rumah ke rumah.
8. Setiap Jum’at anak-anak remaja Masjid mengadakan jamiyyah di
Masjid Islahun Nahdliyyin dan dan terkadang dilaksanakan
bergilir dari rumah ke rumah.
9. Setiap Sabtu di adakan fatayat NU mengadakan kegiatan kirim
doa (yasin tahlil) dan kegiatannya dilakukan secara bergilir dari
rumah ke rumah. Biasanya dihadiri oleh kaum putri.
10.Setiap Minggu diadakan GP Anshor mengadakan kegiataan
kirim doa yasin tahlil yang juga keliling dari rumah ke rumah.
Biasanya dilaksanakan dan dihadiri kaum putra pada umumnya.
11.Setiap Malam Jum’at diadakan yasin tahlil di Desa Pepelegi dan
bergilir dari rumah kerumah.
12.Setiap Sabtu Malam Ahad di adakan pengajian rutin ba’da
Magrib di Masjid Ar-Rahma Muhamadiyah di antaranya
membahas tentang:26
a. Sabtu pertama membahas tentang kajian Hadist
27
b. Sabtu kedua membahas kajian Tafsir Al-Qur’an.
c. Sabtu ketiga membahas kajian Tauhid.
d. Sabtu keempat membahas kajian Umum.
e. Sabtu kelima membahas kajian Fiqh yang menyangkut
peribadatan sehari-hari.
13. Diadakan pengajian rutin membahas kajian Samrah Asmaul
Husna pada hari Senin dan Kamis Ba’da Isya di Masjid
At-Taqwa LDII.27 Samrah Asmaul Husna yakni penjabaran Asmaul Husna dari Ar-Rahman sampai akhir.28
4. Kondisi Pendidikan Masyarakat Pepelegi
Pendidikan merupakan hal terpenting bagi manusia. Maju
mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh maju pendidikan di negara
tersebut. Karena itulah untuk memajukan negaranya, bangsa Indonesia
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun di seluruh pelosok wilayah
di kota-kota besar maupun kota wilayah terpencil.
Tidak ketinggalan di Desa Pepelegi ini aparat desa, guru dibantu
masyarakat berupaya terus membebaskan masyarakat Pepelegi dari buta
huruf. Meskipun hanya tamat SD,SMP, dan SMA, yang terpenting
[image:37.595.135.514.272.534.2]masyarakat tahu baca dan menulis. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
tabel berikut :
[image:38.595.137.516.121.759.2]
28
Tabel 1.6
Tingkatan Pendidikan Penduduk Jumlah
Penduduk yang buta huruf dan aksara
latin
Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk
TK dan kelompok bermain anak
Penduduk dan anak cacat fisik dan
mental
Penduduk sedang SD
Penduduk tamat SD
Penduduk tidak tamat SD
Penduduk sedang SLTP
Penduduk tidak tamat SLTP
Penduduk sedang SMA
Penduduk tidak tamat SMA
Penduduk tamat D1
Penduduk tamat D2
Penduduk tamat D3
Penduduk tamat S1
Penduduk tamat S2
Penduduk tamat S3
Penduduk tamat SLB A
3 orang
308 orang
0 orang
1530 orang
164 orang
0 orang
1319 orang
204 orang
861 orang
329 orang
76 orang
40 orang
44 orang
909 orang
168 orang
440 orang
3 orang
29
S S
Sumber Data: Monograf Desa Pepelegi 2015-2016
[image:39.595.156.517.113.190.2]Sedangkan penduduk yang wajib belajar 9 tahun dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1.7
Sumber Data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016
Upaya masyarakat di atas, dibarengi pula dengan jumlah usaha
guru dan murid mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah
dasar serta SMP maupun SMA. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini :
Penduduk tamat SLB B
Penduduk tamat SLB C
1 orang
1 orang
NO Penduduk Jumlah
1
2
3
Penduduk usia 7-15 tahun
Penduduk usia 7-15 tahun
yang masih sekolah
Penduduk usia 7-15 tahun
yang tidak sekolah
2849 orang
2849 orang
[image:39.595.136.479.231.559.2]
30
Tabel 1.8
NO Rasio Guru dan Murid Jumlah
1.
Kelompok bermain anak Jumlah Guru TK
Jumlah Siswa TK
85 orang
1916 orang
2. SD/ Sederajat
Jumlah Guru
Jumlah Siswa
150 orang
3240 orang
3. Jumlah SMP
Jumlah Guru
Jumlah Siswa
25 orang
378 orang
4. SMA
Jumlah Guru
Jumlah Siswa
- Orang
31
5. SLB
Jumlah Guru
Jumlah Siswa
- orang
- orang
Sumber Data : Monograf Desa Pepelegi 2015-2016
5. Bidang Sosial Kebudayaan
Kebudayaan yang bersifat kemasyarakatan adalah suatu gerak
budaya yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang motifisir
oleh unsur-unsur kemasyarakatan misalnya Tradisi Ruwat Desa.
Tradisi Ruwat Desa29 di desa Pepelegi tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mendoakan agar masyarakat setempat terbebas dari
segala macam kesialan hidup dan nasib jelek, sekaligus mendapat
kesejahteraan dengan hasil panen yang melimpah. Pelaksanaan tradisi ini
biasanya berlangsung di tanah lapang.
BAB III
RUANG LINGKUP TRADISI SELAMATAN KEMATIAN DI DESA PEPELEGI KECAMATAN WARU KABUPATEN
SIDOARJO
Masyarakat Jawa secara kultural adalah orang-orang yang hidup dimana
di kehidupan seharinya menggunakan bahasa Jawa yang dilakukan secara
turun-temurun. Sebagai suku Jawa, mereka membanggakan keturunan dari
dinasti yang pernah berkuasa di tanah Jawa yaitu, Mataram dan Majapahit.
Dua kerajaan Mataram dan Majapahit telah menjadi kebanggaan, karena
dengan segala ilmu dan kejayaannya telah mengalami pandangan hidup orang
Jawa.30 Mereka juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan
orang-orang Jawa.
Meskipun dalam perkembangannya kehidupan orang Jawa telah
mengalami pergeseran budaya, sejak zaman prasejarah, Hindhu-Budha, Islam
dan Kolonialisme, sehingga sekarang peradaban yang bercorak Jawa masih
mengental di kalangan orang Jawa. Meskipun kebudayaan Jawa bercampur
dengan agama lain , tetapi figur, roh dan kenyataan ini masih terlihat jelas.
Orang Jawa pada sejak zaman prasejarah memiliki kepercayaan
animisme, mereka menganggap semua yang bergerak dianggapnya hidup,
33
memiliki kekuatan ghaib dan roh serta meiliki watak yang baik dan jahat.
Kepercayaan semacam itu hingga kini masih ada di kalangan orang Jawa.31
Setiap desa memiliki cerita dan sejarah sendiri sampai terbentuknya.
Desa Pepelegi di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, malah memiliki dua
versi cerita asal mula namanya. Menurut pamong desa, Bapak To’im, Pepelegi
berasal dari nama pasaran di kalender Jawa yakni Pepe yang dulu adalah Pon
sedangkan Legi tetap Legi. Konon desa Pepelegi ini dulu ada yang mbaurekso
desa tersebut, yakni Mbah Jatisari dan Mbah Kenongosari. Pamong desa
mengataka tidak tahu pasti sejarah singkat tentang yang mbaurekso desa
tersebut.
Untuk memperingati tradisi selamatan kematian hari satu sampai seribu
hari orang meninggal kini disertai dengan doa-doa yang Islami seperti yasinan
dan tahlilan. Walau sudah di Islamkan, tradisi selamatan kematian tersebut
masih disertai doa-doa khusus sebagai menghormati kepada pepundhen
(Eyang, Kyai dan Mbah) yang mbaurekso32 desa atau wilayah tersebut.33
Clifford Geertz mengungkapkan bahwa selametan merupakan agama
orang Jawa. Seperti telah disebutkan orang Jawa sejak lahir hingga
kematiannya, termasuk pindah rumah, ganti nama, mendapat pekerjaan, ketika
orang Jawa mengalami musibah dan mendapatkan berkah perlu diadakan
31 Koentjraningrat, Sejarah Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1954), 103. 32Fajar, Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.
34
tradisi selamatan.34 Inti sari bagi orang Jawa pentingnya mengadakan tradisi
selamatan adalah mencari keselamatan.
Masyarakat Jawa mengadakan upacara selamatan dengan tujuan agar
dirinya merasa tentram karena telah diselamatkan oleh Allah atau
mengharapkan keselamatan dari Allah yang diyakininya. Berdasarkan
keyakinan itu, selametan disebut agama, karena di dalam tata cara
pelaksanaanya mengandung syariat atau kaidah tradisi, misalnya dari tata cara,
dan pelaksanaan ritual dengan disertai do’a berasal Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sudah menjadi adat dan tradisi masyarakat Indonesia, bila ada saudara
yang meninggal dunia, biasanya diadakan tradisi selamatan kematian atau
yang biasanya disebut tahlilan. Pembacaan tahlil ini biasanya diadakan pada 1,
3,7 ,40,100 bahkan 1 tahun setelah kematiannya.35
Tradisi selamatan kematian atau yang biasanya disebut tahlilan
merupakan tradisi Islam yang telah mengakar dan berkembang di
tengah-tengah msyarakat khususnya Jawa.
A. Latar Belakang Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Masyarakat Pepelegi memandang bahwa asal-usul atau dasar orang
melaksanakan kematian tahlilan berasal dari budaya Islam. Dengan kata
34 Clifford Geertz, The Religion of Java, Terj. Aswab Mahasin, ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1981), 13. 35Muhammad Nasir MH, Katanya BID’AH Ternyata SUNNAH (Semarang: Syiar Media
35
lain masyarakat Pepelegi mayoritas membolehkan adanya selametan,
meskipun dengan dasar yang berbeda-beda.
Menurut Pak Fajar “budaya selamatan kematian sendiri sudah
merupakan kebiasaan manusia sejak dulu”.36 Dari berbagai macam ritual
Jawa, seperti nyadran, ziarah, khaul, slametan memperingati kematian
seseorang mulai hari pertama sampai ke seribu, merupakan praktek
kepercayaan tradisi pra-Islam diusahakan tidak diubah oleh para
pendakwah, akan tetapi dibiarkan hidup.37
Para pendakwah dari kalangan Islam mistik yang diperankan wali songo mempunyai rasa toleran, yakni tidak menyembelih sapi. Cara walisongo ditempuh dengan tujuan agar tidak menyinggung umat Hindu yang menganggap binatang itu adalah suci (keramat). Aturan tradisi ini masih berlaku hingga sekarang di kota Kudus (Jawa Tengah) yang dikenal sebagai kota santri, sehingga jika mengadakan ritual korban tidak menyembelih sapi melainkan kambing dan kerbau.38
Sedangkan dasar yang dipakai oleh Bapak Abdul Majid,
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari,39 bahwasannya suatu
ketika nabi Muhamammad melewati dua kuburan muslim, lantas beliau
Nabi bersabda:
36Fajar, Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.
36
َﺣ
ﱠﺪ
َﺛ َﻨ
َﻳ ﺎ
ْ َ
َﺣ
ﱠﺪ
َﺛ َﻨ
َ
أ ﺎ
ُﺑ ْ
ﻮ
ُﻣ
َﻌ
ِوﺎ
َ ًﺔ
َﻋ
ِﻦ
َ
َ
أ
ْﻋ
َﻤ
ِﺶ
َﻋ
ْﻦ
ُﻣ
َﺠ
ِ ﺎ
ٍﺪ
َﻋ
ْﻦ
َ
ﻃ
ُوﺎ
ٍس
َﻋ
ْﻦ
ْﺑا
ِﻦ
َﻋ
ﱠﺒ
ِس ﺎ
َر
ِ
َ
ُﷲ
َﻋ
ْ ُ
َﻤ
َﻋ ﺎ
ِﻦ
ﱠﻨﻟا
ِ ِّ
َﺻ
ﱠ
ُﷲ
َﻋ
َﻠ ْﻴ
ِﮫ
َو
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
َا ﱠﻧ
ُﮫ
َﻣ
ﱠﺮ
ِﺑ
َﻘ ْ َ
ْﻳ
ِﻦ
ُ َﻌ
ﱠﺬ
َﺑ
َنﺎ
ِا ﱠ
ُ َﻤ
َ
ﻟ ﺎ
ُﻴ
َﻌ
ﱠﺬ
َﺑ
ِنﺎ
َو
َﻣ
ُﺎ
َﻌ
ﱠﺬ
َﺑ
ِنﺎ
ِ
َﻛ
ِ ٍ
َ
أ ﱠﻣ
َا ﺎ
َﺣ
ُﺪ
ُ َﻤ
َﻓ ﺎ
ﺎ
َن
َﻻ
َ
ْﺴ
َﺘ ِ
ُ
ِﻣ
ْﻦ
ْ
ﻟا
َﺒ
ْﻮ
ِل
َو َا
ﱠﻣﺎ
َ ْ
ﻷ
َﺧ
ُﺮ
َﻓ
َ
َنﺎ
َﻳ
ْﻤ
ِ
ِﺑ
ﻟاﺎ
ﱠﻨ
ِﻤ ْﻴ
َﻤ
ِﺔ
ُﺛ
ﱠﻢ
َ
أ
َﺧ
َﺬ
َﺟ
ِﺮ ْ
َﺬ
ًة
َر
ْ
ﻃ
َﺒ
َﺔ
َﻓ
َﺸ
ﱠﻘ
َ
ِﺑ ﺎ
ِﻨ
ْﺼ
َﻔ ْ
ِن
ُﺛ
ﱠﻢ
َﻏ
َﺮ
َز
ﱡ
َﻗ ﻞ
ْ َ
َو
ِﺣا
َﺪ
ًة
َﻓ
َﻘ
ُ
ﻟﺎ
ْﻮ َ
َر ﺎ
ُﺳ
ْﻮ
َل
ِﷲ
َو
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
ِﻟ
َﻢ
َﺻ
َﻨ
ْﻌ
َﺖ
َ
َﺬ
َﻓا
َﻘ
َلﺎ
َ
ﻟ
َﻌ
ﱠﻠ
ُﮫ
َ
أ
ْن
ُﻳ
َﺨ
ﱠﻔ
َﻒ
َﻋ
ْ ُ
َﻤ
َﻣ ﺎ
َ
ﻟﺎ
ْﻢ
َﻳ ْﻠ
َ
َﺴ
ﺎ
“Telah menceritakan kepada kami Yahya telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dan Al- Amasy dan Mujahid dan
Thawus dari Ibnu ‘Abbas radhiallanhu ‘anhumma berkata, dari Nabi Shallallahu’alaihi wassallam bahwasannya Beliau berjalan melewati dua kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Lalu Beliau bersabda“Keduanya sungguh disiksa dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Yang satunya disiksa karena tidak bersuci setelah kencing sedang satunya lagi karena suka mengadu domba” Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah daunnya lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Mereka bertanya: “Kenapa anda melakukan ini? Nabi SAW menjawab “Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini masih basah”
Berdasarkan hadist shahih inilah umat islam maupun masyarakat
Pepelegi melakukan ajaran nabi SAW :
37
Artinya : Dari Ibnu Abbas R.A bahwasannya Rasulullah pernah melewati dua kubur. Beliau bersabda : “ Sesungguhnya penghuni dua kubur itu sedang diadzab. Mereka diadzab bukan karena perkara yang besar, tetapi sesungguhnya perbuatan dosa besar. Adapun salah seorang dari keduanya suka mengadu domba sedangkan satunya lagi tidak biasa melindungi dirinya dari air kencingnya” (Muttafaq ‘alaih).40
Sebagian masyarakat Pepelegi berpandangan bahwa tradisi selamatan
kematian berasal dari budaya Islam dan budaya lokal , mereka mengacu pada
sejarah masuknya islam di Jawa yang tidak terlepas dari peran wali sembilan.
Para wali sembilan menyebarkan agama Islam itu memiliki beberapa macam
metode, yakni dengan cara memahami akulturasi agama Islam dengan budaya
yang ada. Salah satunya tradisi selamatan kematian yang pada saat itu belum
dilakukan masyarakat Jawa yang mana pada saat itu Jawa masih beragama
Hindu dan Budha.
Islam yang berkembang di Indonesia pada awalnya adalah Islam Sufi,
yang memiliki salah satu karakter modern dan akomodatif terhadap terhadap
kebudayaan dan kepercayaan setempat serta Islam mewarnai mengisi
ajaran-ajaran Islam dalam budaya lokal. Islamisasi di Jawa bersifat apa adanya dan
tidak merubah kepercayaan dan praktek keagamaan lokal tersebut.41 Posisi
Islam mewarnai dengan mengisi ajaran-ajaran Islam dalam budaya lokal.
Islamisasi di Jawa bersifat kontiyuitas dari apa adanya dan bukanlah merubah
kepercayaan dan praktek lokal agama tersebut.42
40Syaikh Salim Bin ‘Ied Al- Hilali, Syarah Riyadush Shalihin Jilid V. (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,2005), 73.
41Ayzumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII (Bandung: Mizan, 1994), 35.
38
Dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu
dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya atau doanya.
Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan setelah Islam masuk,
berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam.
Secara etimologi, kata tahlilan termasuk jenis kalimat isim Mutāṣārrif
yang merupakan pecahan Mushtāq dari isim Māṣdār berwazantāf’ilān. Kata
ini berasal hāl-lā-lā, fi’l māḍi tergolong pada bāb At-thulāthi āl Mājid dengan
tambahan tāshdid pada ‘in fi’l mengandung arti membaca Lā illā Allāh.
Tahlilan adalah sebuah tradisi yang berupa kumpul-kumpul antar warga
untuk membaca do’a, yang biasa dilakukan pada saat ada anggota warga yang
kesusahan karena ada keluarganya yang meninggal, atau untuk memperingati
meninggalnya seseorang.43
Dengan demikian, upacara tahlilan adalah upacara pembacaan dzikir
dan do’a-do’a dari beberapa ayat dari beberapa ayat al-Qur’an yang
didalamnya ada bacaan tahlil. Oleh orang Jawa kegiatan ini kemudian disebut
dengan tahlilan.44
Dalam acara kumpul-kumpul ini diisi dengan membaca ayat-ayat
al-Qur’an dan kalimah thayyibah, mulai dengan bacaan surat ikhlash,
43Muhyidin Abdusshomad, Tahlil dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah Kajian Kitab
Kuning, (Surabaya: PP.Nurul Islam, 2005), 25.
44 Ust. H.Shoilihin Hasan, M.HI, Amaliyah Nahdliyyah Tahlilan, Yasinan, dan Istighasah beserta
39
muawwidzatain, ayat kursi, bacaan shalawat, tahlil, tasbih, dan istighfar.
Urutan bacaan telah disusun sedemikian rupa sehingga sudah sedemikian
mentradisi. Jika ada varian bacaan di sana sini, perbedaan tersebut tidak terlalu
jauh.45
Selamatan kematian atau yang sering dikenal dengan istilah
“TAHLILAN” dalam masyarakat Islam Indonesia sangat kental sekali.
Terutama dikalangan masyarakat Islam tradisional, walaupun tidak jarang
pula dilakukan oleh sebagian orang yang berintelek.
Selametan merupakan salah satu tradisi ritual yang dilakukan oleh
masyarakat Jawa dan suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang
beberapa kerabat atau tetangga. Secara tradisional, acara selamatan dimulai
dengan doa bersama, duduk bersila di atas tikar, melingkari
nasi tumpeng dengan lauk pauk46. Tradisi selamatan kematian ini sudah
dilaksanakan secara turun-temurun sejak dulu hingga saat ini.
Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an “Manusia adalah ciptaan
dan milik Allah, lahir di alam dunia untuk beribadah kepada-Nya dan akan
kembali ke hadirat-Nya47. Manusia diciptakan dari tanah, akan dikembalikan
ke tanah dan kelak akan dibangkitkan dari tanah48. Kehidupan manusia
melalui siklus kehidupan yang panjang berpindah dari satu alam ke alam yang
lain : dari alam arwah ke alam kandungan, lahir ke alam dunia, transit ke alam
45 Abdul Majid , Wawancara, Pepelegi,14 Maret 2016.
46Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984). 21.
40
barzah (alam kubur) dan akhirnya menetap selamanya di alam akhirat.
Kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan perpindahan dari alam dunia
ke alam penantian (barzah / kubur).49
Dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu
dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya atau doanya.
Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Dan setelah Islam masuk,
berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam.
Upacara selamatan kematian unsur Islam dapat dilihat dengan jelas dari
segi bacaan-bacaan do’a yang dibacakan dalam selamatan.50 Hampir semua
do’a yang dibacakan dalam selamatan itu selalu diawali dengan surat
al-Fatihah, demikian pula pada akhir do’a. Kemudian bahasa do’a menggunakan
bahasa Arab, yang intinya berisi tentang permohonan untuk keselamatan.
Do’a selamatan yang paling sering dibacakan modin pada setiap upacara selamatan adalah sebagai berikut:
َا ﱠﻟ
ُ ﻠ
َﻢ
ِا ﱠﻧ
َ ﺎ
ْﺴ
َ
ﺄ
ُ
ﻟ
َﻚ
َﺳ
َ
ﻼ
َﻣ
ًﺔ
ِ
ِ
ّ
ﻟا
ْﻳ ﺪ
ِﻦ
َو
َﻋ
ِﻓ ﺎ
َﻴ
ًﺔ
ِ
ْ
ا
َ
َﺴ
ِﺪ
َو
ِز
َﻳ
َد ﺎ
ًة
ِ
ْ
ﻟا
ِﻌ
ْﻠ ِﻢ
َو َ
َﺮ
َﻛ
ًﺔ
ِ
ِّﺮﻟا
ْز
ِق
َو َﺗ
ْﻮ
َﺑ
ًﺔ
َﻗ
ْﺒ
َﻞ
َ
ْ
ﳌا
ْﻮ
ِت
َو
َر
ْﺣ
َﻤ
ًﺔ
ِﻋ
ْﻨ
َﺪ
َ
ْ
ﳌا
ِتﻮ
َو
َﻣ
ْﻐ
ِﻔ َ
ﺮ ًة
َ ْﻌ
َﺪ
َ
ْ
ﳌا
ْﻮ
ِت
َا ﱠﻟ
ُ ﻠ
ﱠﻢ
َ
ِّﻮ
ْن
َﻋ
َﻠ ْﻴ
َﺎﻨ
ِ
َﺳ
َﻜ
َﺮ
ِتا
َ
ْ
ﳌا
ْﻮ
ِت
َ و
ﱠﻨﻟا
َﺠ
ِةﺎ
ِّﻣ
َﻦ
ﱠﻨﻟا
ْرﺎ
َو
ْ
ﻟا
َﻌ
ْﻔ
َﻮ
ِﻋ
ْﻨ
َﺪ
ْ
ا
ِ
َﺴ
ْبﺎ
َر ﱠ
َﻨﺎ
َ
ﻻ
ُﺗ ِﺰ
ْغ
ُﻗ ُﻠ
ْﻮ
َﺑ َﻨ
َ ﺎ
ْﻌ
َﺪ
ِا ْد
َ
َﺪ
ْﻳ َ
َﻨ
َو ﺎ
َ
ْﺐ
َ
ﻟ َﻨ
ِﻣ ﺎ
ْﻦ
49K.H Muhammad Nasir MH, Katanya BID’AH Ternyata SUNNAH (Semarang: Syiar Media Publishing Kelompok Penerbit RaSAIL, 2012). 145.
41
َ
ﻟ
ُﺪ
ْﻧ
َﻚ
َر
ْﺣ
َﻤ
ًﺔ
ِا ﱠﻧ
َﻚ
َا ْﻧ
َﺖ
ْ
ﻟا
َﻮ
َ
ْﺐ
َر
ﱠﺑا
َﻦ
َا ِﺗ
َﻨ
ِﺎ
ﱡﺪﻟا
ْﻧ َﻴ
َﺣ ﺎ
َﺴ
َﻨ
ْﺔ
َو ِ
َ ْ
ِﺧ
َﺮ ِة
َﺣ
َﺴ
َﻨ
ْﺔ
َو
ِﻗ َﻨ
َﻋ ﺎ
َﺬ
َب ا
ﱠﻨﻟا
ْرﺎ
َو
ْ
ا
َ ْﻤ
ُﺪ
ِ ِ
َر
ِّب
ا
ْ
ﻟ
َﻌ
َﻠ ِﻤ
ْ
ن
Ᾱllāhummā innās ālukā sālāāmātān fiddin wā’fiyātān fil jāsādi waziyādātān fil jāsādi wāziyādātān fi’lmi wābārākātān firrizqi wātāwbātān qāblāl māuti wārāhmātān ‘ndāl māutiwā māghfirātān bā’dāl māut. Ᾱllāhummā hāwwin ‘lāynā fii sākārātil māuti wānnājātiā minānnāāri wāl ‘fwā ‘ndāl ḥisāb. Rābbānā lāātuzigh qulubānāā bā’dā hādāitānāā, wāhāblānāā millādunkā rāhmātān innākā āntāl wāhāb. Rābbānā ātināā fiddun yāā ḥāsānāh wāfil ākhirāti ḥāsānāh wāqinā ‘dhābānnār. Wāllhāmduliilāhhirrābbil’lāmin.
B. Tujuan Melaksanaan Tradisi Selamatan Kematian di Dmdesa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Secara umum masyarakat Pepelegi mengadakan tradisi selamatan
kematian dengan dua tujuan yakni tujuan yang berorientasi sosiologis dan
religius.
1. Tujuan yang berotientasi sosiologis
Salah satu tujuan yang dikemukakan oleh masyarakat
Pepelegi yakni karena sudah merupakan kebiasaan. Jika salah
seorang penduduk Desa Pepelegi tidak melaksanakan selamatan
kematian51, ada kemungkinan akan menjadi bahan omongan
masyarakat. Karena alasan sosial inilah maka tujuan tersebut
berorientasi sosiologis.
42
2. Tujuan yang berorientasi religius
Bapak Abdul Majid mengungkapkan52 “bahwa tujuan
mengadakan tahlilan atau selamatan kematian yaitu untuk
mendoakan arwah keluarga supaya arwah diberi keselamatan
dan diampuni dosannya. Dengan demikian tujuan yang
orientasinya mengarah pada keagamaan itulah, maka tujuan
tersebut disebut mampu berorientasi religius.
Diyakini bahwa pada hari pertama sampai 40 hari, sukma orang
meninggal tersebut masih di rumah keluarga yang ditinggal
sehingga sanak keluarga berupaya megirim do’a agar si mayit di
alam arwahnya senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT.
C. Jenis-Jenis Tradisi Selamatan Kematian di Desa Pepelegi Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Dalam keterkaitannya tradisi selamatan kematian bagi orang Jawa,
terdapat suatu komponen ritus kematian. Pada saat pelaksanaan tradisi
selamatan kematian tidak sembarangan dalam persoalan waktu.
43
Tradisi selamatan kematian atau yang biasanya disebut tahlil yang
berkaitan dengan nilai angka dan kandungan makna tersendiri
didalamnya. Di desa Pepelegi khususnya masyarakat Pepe terdapat
melakukan selamatan kematian yang terdapat beberapa jenis
diantaranya yakni hari pertama, ketujuh, ke empatpuluh, keseratus,
mendhak pisan dan mendhak pindho.
Menurut Bapak Abdul Majid53 jenis hari tersebut mempunyai arti
penting yang mendasari tradisi selamatan kematian atau yang biasa
disebut tahlilan tersebut dilaksanakan. Jenis-jenis tersebut diantaranya
yakni :
1. Ngesur tanah.
Pada hari pertama sesudah meninggalnya seseorang setelah
melakukan penguburan, si pihak keluarga melakukan selamatan
yang dinamakan ngesur tanah. Ngesur tanah diselenggarakan
pada saat hari meninggalnya seseorang. Diselenggarakan pada
sore hari setelah jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau
ngesur tanah berarti membuat lubang untuk penguburan mayat.
Setelah selesainya ngesur tanah biasanya diadakan tradisi
selamatan kematian atau tahlilan di rumah orang yang meninggal
pada malam hari pertama atau ba’da magrib. Acara tahlilan
dipimpin oleh seorang mudin, setelah jama’ah tahlilan sudah
44
datang kemudian duduk berkeliling. Acara tahlilan dimulai,
setelah selesai tahlilan jama’ah tahlilan di beri hidangan.
Makanan yang dihidangkan pada saat tradisi selamatan kematian
atau tahlilan tidak ada aturannya, banyak dan beraneka ragam
tergantung dari keadaan perekonomian yang mengadakan.54
Do-doa yang biasa dilakukan Do-doa pada umumnya yakni Q.S yasin
1-83 ayat dan tahlil kemudian ditambah dengan doa selamat.
Orang yang telah meninggal di dalam kuburnya di
hidupkan kembali seperti semula dan ditanya oleh malaikat
adalah ruh dan jasanya. Setelah penguburan ruh yang berpisah
kembali kejasadnya untuk dimintai pertanggung jawaban pada
saat ia hidup di dunia. Menurut kepercayaan orang Jawa,
mengadakan selamatan kematian di hari pertama dengan tujuan
agar roh yang meninggal tidak menemukan kesukaran dalam
ujian dan pemeriksaan oleh beberapa malaikat.55
2. Nelung dina atau selamatan setelah tiga hari kematian.
Selametan tiga hari disebut juga nelung dino. Pelaksanakan
selamatan biasanya dilakukan malam hari menjelang hari dan
pasaran ke tiga. Selamatan nelung dina bertujuan berpisahnya
roh yang berpisah dengan badan berjalan dengan mulus.
45
3. Mitung dina atau selamatan setelah tujuh hari kematian.
Selametan tujuh hari kematian hari disebut juga mitung
dino. Selamatan mitung dina dimaksudkan untuk penghormatan
terhadap roh setelah tujuh hari roh mulai keluar dari rumah.
Pada malam terakhir, pembacaan tahlil ditutup dan
sekaligus selamatan mitung dina. Selamat kematian pada hari
ketujuh jama’ah tahlilan biasanya diberi berkat yang berisi nasi
dan lauk pauknya.
4. Matang puluh dina atau selamatan setelah 40 hari kematian.
Tradisi selamatan matang puluh dina dimaksudkan
sebagai upaya untuk mempermudah perjalanan roh menuju ke
alam kubur. Ahli waris membantu perjalanan itu dengan
mengirim doa yaitu dengan bacaan tahlil dan selamatan.
5. Nyatus dina atau selamatan setelah 100 hari kematian.
Tradisi selamatan nyatus dina dimaksudkan untuk
menyempumakan semua hal yang bersifat badan wadhag. Di
alam kubur ini, roh masih sering kembali ke dalam keluarga
sampai upacara selamatan tahun pertama atau mendhak pisan
46
6. Mendhak sepisan atau selamatan setelah satu tahun kematian.
Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang
diselenggarakan ketika orang meninggal pada setahun pertama.
Tata cara pelaksanaan tradisi selamatan kematian pada mendhak
sepisan sama dengan tradisi selamatan kematian lainnya . Fungsi
selamatan ini adalah untuk untuk mengingat-ingat kembali akan
jasa-jasa orang yang telah meninggal.
7) Mendhak pindho atau selamatan setelah dua tahun kematian.
Selamatan mendhak pindho dimaksudkan untuk
menyempumakan semua kulit, darah dan semacamnya.
Pada saat ini jenasah sudah hancur luluh, tinggal tulang
saja. Pada saat ini juga dilakukan pengiriman doa dengan
secara tahlil dan sajian selamatan.
8) Nyewu atau selamatan sete1ah seribu hari kematian
Nyewu boleh dikatakan sebagai puncak dari rangkaian
tradisi selamatan kematian. Pada saat ini or