Diajukan untuk memenuhi tugas “SKRIPSI”
Oleh :
Annisa Warodhatul Jannah D01211041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
i
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Tarbiyah dan Keguruan
Oleh :
ANNISA WARODHATUL JANNAH NIM. D01211041
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pribadi muslim adalah sikap keseharian seorang muslim yang sesuai dengan tuntunan ajaran Agama Islam. Kepribadian muslim memiliki 10 ciri yaitu: (1) Aqidah yang bersih, (2) Ibadah yang benar, (3) akhlak yang kokoh, (4) kekuatan jasmani, (5) intelek dalam berfikir , (6) berjuang melawan hawa nafsu, (7) pandai menjaga waktu, (8) teratur dalam suatu urusan, (9) memiliki kemampuan untuk berusaha sediri (mandiri), dan (10) bermanfaat bagi orang lain.
Dan majelis ta’lim merupakan salah satu pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relativ banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.1
Untuk itu, peneliti mengadakan penelitian dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Majelis ta’lim yang terbilang baik dibuktikan dengan hasil penyebaran angket
dengan skor rata-rata 16,1 yang tergolong baik.
2. Pembentukan kepribadian muslim masyarakat Desa Kedinding Tarik Sidorjo juga tergolong baik yakni ada peningkatan dari sebelumnya, hal ini terlihat dari usaha-usaha untuk membentuk kepribadian muslim masyarakat dengan melakukan dimensi-dimensi religiusitas yang meliputi keyakinan, ritual (ibadah), pengetahuan agama, pengalaman, dan pengamalan dalam kehidupan seharihari.
3. Dengan demikian dapat diketahui bahwa rxy r tabel (rxy lebih besar dari r tabel) yaitu rxy=0,562, pada taraf signifikansi 5% maka konsekuensinya adalah hipotesis nol atau nihil yang menyatakan bahwa tidak ada peranan
Majelis Ta’lim terhadap pembentukan kepribadian muslim masyarakat ditolak
dan hipotesis alternatif atau kerja yang menyatakan bahwa ada peranan majelis
ta’lim terhadap pembentukan kepribadian muslim masyarakat Kedinding
Tarik Sidoarjo disetujui.
x
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Hipotesa Penelitian ... 8
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan... .. 9
G. Definisi Operasional ... 10
H. Metode Penelitian... . 12
I. Sistematika Pembahasan ... 22
xi
4. Keadaan Jamaah ... 29
5. Materi... .. 30
6. Metode... . 34
B. Pembentukan Kepribadian Muslim Masyarakat 1. Pengertian Kepribadian ... 42
2. Pengertian Kepribadian Muslim ... 43
3. Ciri-ciri Kepribadian Muslim ... 44
4. Aspek Dasar Pengembangan Kepribadian Muslim ... 68
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim... . 74
C. Peranan Majelis Ta’lim Terhadap Kepribadian Muslim... ... 78
BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian 1. Populasi dan Sampel ... 88
2. Jenis dan Sumber Penelitian ... 89
3. Metode Pengumpulan Data ... 91
xii
Huda... ... 98
2. Letak Geografi ... 99
3. Struktur organisasi... .. 99
4. Data Guru ... 100
5. Keadaan Jamaah ... 101
6. Penyajian Data tentang Pelaksanaan Pengajaran di Majelis Ta’lim Nurul Huda ... 102
7. Penyajian Data tentang Pembentukan Kepribadian Muslim Masyarakat di Majelis Ta’lim Nurul Huda... .. 105
B. Analisis Data 1. Data Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pengajaran di Majelis Ta’lim Nurul Huda ... 111
2. Data Tentang Pembentukan Kepribadian Muslim Masyarakat di Majelis Ta’lim Nurul Huda ... 114
xiii DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Keaslian Tulisan Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Surat Keterangan Bukti Penelitian Lampiran 4. Persetujuan Pembimbing Skripsi Lampiran 5. Bukti Konsultasi
1
A. Latar Belakang
Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia kini sedang berusaha membangun
citra bangsa sambil tetap mempertahankan identitas kulturnya. Proses ganda ini diikhtiarkan dengan mencari keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, sekaligus melestarikan pola kehidupan sosial budaya yang mendukung proses
tersebut, dengan rumusan yang lebih mantap dan luas. Proses ini bersifat edukatif dan distributif yang dapat menyiapkan langkah-langkah yang lebih tepat untuk
memajukan dan menyebarkan pesan pembangunan yang sarat akan nilai luhur dimana dapat merangsang motivasi.
Proses yang kemudian melembaga ini diharapkan dapat menyediakan mekanisme
yang sesuai untuk memperlancar terbentuknya tingkah laku yang dikehendaki. Serta memberikan sanksi sosial sewajarnya terhadap tindakan yang menyimpang. Hal ini
sangat penting dalam kaitannya dengan upaya menemukan berbagai alternatif proses pendekatan pendidikan bangsa dalam bentuk transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memahami dan menyadari potensi diri dalam rangka mengorganisir
Islam adalah agama yang haq dan sempurna, yang merupakan syari’at Allah
yang diturunkan kepada umat manusia di muka bumi agar mereka beriadah padanya.1
Dan untuk menanamkan keyakinan ini dibutuhkan suatu proses pendidikan baik pendidikan formal atau pendidikan non formal yang didukung dengan adanya
kegiatan-kegiatan keagamaan yang telah merambah luas di masyarakat dewasa ini. Dan saarana yang digunakan untuk proses pendidikan serta kegiatan-kegiatn tersebut adalah sekolah, madrasah, pesantren, rumah, atau lingkungan sekitar. Sedangkan
pelaksana dari proses itu melibatkan semua orang yang ada di sekelilingnya seperti orang tua, guru, ataupun masyarakat khalayak ramai.
Pendidikan sendiri mempunyai peran yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur bagi suatu bangsa, dan menjadi cermin kepribadian masyarakatnya. Dalam
konteks ini Muhammad Noer Syam dalam bukunya filsafat pendidikan
mengemukakan bahwa:
“hubungan masyarakat dengan pendidikan menampakkan hubungan korelasi
yang positif. Artinya, pendidikan yang maju dan modern akan menghasilkan masyarakat yang maju dan modern pula. Sebaliknya pendidikan yang maju dan
1
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
modern hanya ditemukan dan diselenggarakan oleh masyarakat yang maju dan
modern”.2
Urgennya pendidikan suatu bangsa, menggugah pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang dituangkan dalam Undang-Undang RI
Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Kemudian pendidikanpun berkembang sebagaimana zaman, yakni dengan
membagi dan membedakan antara pendidikan formal dengan pendidikan non formal. Pendidikan formal sendiri merupakan suatu pendidikan yang dikatakan resmi dan diakui oleh pemerintah, yang mana kurikulumnya mengikuti aturan pemerintah,
sedangkan pendidikan non formal merupakan suatu pendidikan yang ada di luar sekolah dan kuriikulumnya tidak mengikuti kurikulum pemerintah.
Adapun pendidikan formal biasanya ada pada sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, sedangkan pendidikan non formal biasanya ada pada diniyah, taman
pendidikan al Qur’an, ataupun majelis-majelis ta’lim yang ada di lingkungan
masyarakat. Dapat pula dikatakan identik dengan kegiatan-kegiatan kegamaan yang
menjadi sebutan pendidikan non formal.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sisitem pendidikan nasional, pada pasal 47 ayat 2 dinyatakan bahwa satuan pendidikan non formal atau
2
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap di indahkan, degan kata lain pendidikan pada jalur luar sekolah atau pendidikan non formal akan tetap tumbuh dan
berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.3
Dan majelis ta’lim merupakan salah satu pendidikan non formal Islam yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relativ banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia
dengan sesamanya, serta manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.4
Salah satu hal yang menjadi tujuan majelis ta’lim adalah menambah ilmu dan
keyakinan agama, yang akan mendorong pengamalan ajaran agama yang diwujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan, kontak sosial yakni silaturrahmi,
dan meningkatakan kesadaran dalam kesejahteraan rumah tangga dal lingkungannya.5
Adapun kegiatan keagamaan itu sendiri adalah suatu aktifitas keagamaan yang
dilakukan oleh orang-orang muslim dengan tujuan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT, serta mengharapakan akan ridloNya. Kegiatan ini biasanya di atur dan di bina lansung oleh pemuka agama setempat yang bekerja sama dengan
takmir masjid dan masyarakat sekitar.kemudian kegiatan ini di sebarluaskan kepada masyarakat dan dilakukan rutin setiap minggunya.
3
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1996) 33 4
Ibid., 95 5
Kegiatan ini antara lain pembacaan Sholawat Nabi (diba’an), yasinan, tahlilan, jamiyah hadrah, dan istighotsah yang mana di lakukan secara bergilir tiap minggu.
Dan pendidikan islam sendiri merupakan suatu kebutuhan setiap manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat di
didik dan mendidik sehingga mampu menjadi kholifah di bumi serta pendukung dan pemegang kebudayaan.
Kemudian dengan adanya majelis ta’lim yang didalamnya terdapat kegiatan
-kegiatan keagamaan dan diiringi dengan wejangan-wejangan atau petuah-petuah maka terciptalah suasana keagamaan yang lebih baik dan maju dari sebelumya, dan
terlihat sangat jelas dengan terwujudnya peningkatan kepribadian muslim di masyarakat tersebut. Serta dengan adanya usaha sadar yang dilakukan untuk menyakinkan, memahamkan, dan mengamalkan ajaran islam pada masyarakat
melalui pendidikan non formal atau pendekatan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan sebagai aktifitas rutinan.6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan pendidikan non formal di masyarakat yakni majelis ta’lim serta kegiatan-kegiatan keagamaan mingguan yang ada dan merambah dimasyarakat dapat meningkatkan kepribadian muslim yakni
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang majelis ta’lim dan hubungannya dengan kepribadian muslim masyarakat di desa Kedinding, Tarik,
Sidoarjo. Tempat ini adalah salah satu desa yang asal mulanya dikatakan sebagai masyarakat abangan yakni minim akan pengetahuan agama kemudian dengan
diadakannya majelis ta’lim dan kegiatan keagamaan yang di bawa oleh pendatang
baru yakni ustadz Sawadi lambat laun pendidikan agama islam dan masalah-masalah
keagamaan terlihat lebih berkembang.
Dari uraian di atas menimbulkan seabuah masalah yakni “Bagaimana Peranan
Majelis Ta’lim Terhadap Pembentukan Kepribadian Masyarakat Di Majelis
Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo.” Pertanyaan tersebut meskipun
sederhana tapi cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengajaran di Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo ?
2. Bagaimanakah karakteristik jamaah majelis ta’lim Nurul Huda ditinjau dari
kepribadian muslim ?
3. Adakah peranan majelis ta’lim terhadap masyarakat desa Kedinding dalam
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan pengajaran di Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo ?
2. Untuk megetahui ada atau tidaknya karakteristik jamaah majelis ta’lim Nurul Huda ditinjau dari kepribadian muslim
3. Untuk mengetahui peranan majelis ta’lim terhadap masyarakat desa
Kedinding dalam membentuk kepribadian muslim ?
D. Manfaat Penelitian
Masalah ini penting untuk diteliti karena hasilnya akan mempunyai beberapa manfaat, antara lain:
1. Bagi pengelola Majelis Ta’lim: Memperluas wawasan bagi pengelola Majelis
Ta’lim, khususnya Majelis Ta’lim Nurul Huda, untuk meningkatkan kualitas
atau mutu kegiatan dalam majelis tersebut, dan lebih berperan secara optimal
dalam pembentukan kepribadian muslim masyarakat setempat.
2. Bagi masyarakat: Untuk memberikan gamaran bagi masyarakat tentang keberadaan Majelis Ta’lim Nurul Huda yang akan dijadikan wadah mencari
ilmu agama secara mendalam.
3. Bagi mahasiswa: Untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis sendiri
menyelesaikan Program Strata 1 di Jurusan Pendidikan Agama Islam Prodi Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel
Surabaya.
4. Bagi peneliti selanjutnya: Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi
motivasi dan tambahan informasi bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan pendidikan agama baik dengan focus yang sama maupun berbeda.
E. Hipotesa Penelitian
Istilah hipotesis berasal dari kata Yunani yang terdiri atas kata “Hippo“ yang
berarti lemah atau di bawah dan “tesis” yang berarti teori atau proposisipernyataan.6
Hipotesis merupakan prediksi terhadap hasil penelitian yang diusulkan dan diperlukan untuk memperjelas masalah yang sedang di teliti berarti hipotesis
merupakan pemecahan sementara atas masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara dua variable atau lebih.7 Pernyataan tersebut belum sepenuhnya diakui kebenarannya dan harus diuji terlebih dahulu. Dalam penelitian ini peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
6
Mardalis , Metode Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta Bumi Aksara, 1995), hal 47
7
1. Hipotesis kerja (ha)
Hipotesis kerja (hipotesis alternatif menyatakan bahwa adanya hubungan
antara variabel x dan y yang menyarankan adanya perbedaan antara dua kelompok.16 Ini berarti hipotesis kerja menyatakan bahwa ada korelasi antara
majelis ta’lim terhadap pembentukan kepribadian muslim masyarakat.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis Nol (Hipotesis statistik) biasaya dipakai dengan penelitian yang
bersifat statistik yang diuji dengan perhitungan statistik Nol menyarankan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel x dan y.
Dengan demikian hipotesis nol dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak
ada pengaruh antara majelis ta’lim dan pembentukan kepribadian masyarakat.
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah peranan majelis ta’lim dan
pembentukan kepribadian muslim masyarakat. Peneliti menjadikan masalah di atas
sebagai sasaran penelitian dan lokasi yang diambil peneliti adalah di Majelis Ta’lim
Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
Agar jelas dan tidak luas pembahasan dalam karya ilmiah ini, maka kiranya peneliti untuk memberikan batasan masalah, batasan masalah dalam penelitian ini
1. Peranan majelis ta’lim terhadap pembentukan kepribadian muslim masyarakat
di Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
2. Subjek dalam penelitian ini adalah jamaah pengajian majelis ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik Sidoarjo yang berusia 18-40 tahun.
G.Definisi Operasional
Adapun pengertian dari definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat yang didefinisikan yang dapat diamati (observasi), konsep ini sangatlah
penting, karena hal yang dapat diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa.8 Untuk menghindari kesalahfahaman dalam
menafsirkan dalam judul penelitian, maka penulis akan memberikan definisi operasional sebagai berikut:
1. Peranan.
Peranan adalah suatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.9
Adapun peranan yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah sesuatu hal yang memiliki peran dalam pembentukan kepribadian muslim masyarakat Majelis
Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo.
8
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 76 9
2. Majelis Ta’lim.
a. Majelis: pertemuan (kumpulan) orang banyak.10
b. Ta’lim: berarti pengajaran agama (Islam), pengajian.11
Jadi Majelis Ta’lim adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau
sebagai wadah pengajian agama Islam.
3. Kepribadian.
Menurut A. D. Marimba kepribadian adalah lebih luas artinya, meliputi
kualitas keseluruhan dari seseorang. Kualitas itu akan tampak dalam cara-caranya berbuat, cara-caranya berfikir, cara-caranya mengeluarkan pendapat, sikapnya,
minatnya, filsafat hidupnya serta kepercayaannya12.
4. Kepribadian Muslim.
Menurut A. D. Marimba menyatakan bahwa keperibadian muslim adalah
kepribadian yang seluruh aspek-aspek yakni baik tingkah laku luarnya kegiata-kegiatan jiwanya, maupun falsafah hidupnya dan kepercayaannya, menunjukan
pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada–Nya.13
10
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 545 11
Ibid, 887. 12
Drs. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1962),
66 13
H. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian dalam skripsi ini adalah berbentuk penelitian kuantitatif. Jenis penelitian kuantitatif sangat sesuai untuk diterapkan apabila penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sebab akibat atau hubungan. Yang dimaksud di sini adalah pengembangan moral manusia dalam upaya membentuk kepribadian
muslim msayarakat Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
Dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasi dua variable yang nantinya akan dicari korelasi antara keduanya. Adapun variable tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Independent variable atau variabel bebas (X) dalam hal ini adalah peranan
majelis ta’lim.
b. Dependent variable atau variabel terikat (Y) dalam hal ini adalah
pembentukan kepribadian muslim masyarakat majelis ta’lim Nurul Huda
Kedinding, Tarik, Sidoarjo
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti.14 Adapun dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
14
masyarakat desa Kedinding yang menjadi jama’ah majelis ta’lim Nurul
Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
b. Sampel
Sampel adalah Sample adalah sebagian dari populasi atau wakil dari
populasi.15 Penyelidikan secara sample ini dilakukan karena mengingat sempitnya, keterbatasan waktu, dana, biaya dan tenaga serta factor ekonomi lainnya.16
Menurut Suharsimi Arikunto untuk sekedar ancer-ancer jika jumlah subyeknya kurang dari 100, lebih baik di ambil semuanya. Namun jika lebih
besar maka dapat di ambil antara 10%-15% atau 20-25%.17
Karena terdiri dari dua variabel yaitu peranan majelis ta’lim dan
pembentukan kepribadian muslim masyarakat desa Kedinding, maka agar
diperoleh sampel yang representatif, teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik Stratified Random Sampling, dengan mengambil
sampel 25% dari jumlah jamaah di Majelis Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo yaitu 22 jamaah.
15
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1998 ), 79 16
Ine I Amirman Yousda dan Arifin Zainal, Penelitian dan Statistik Pendidikan (Jakarta: Bumi Askara, 1993), 135
17
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini meliputi dua macam data yaitu:
1) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang tidak bisa diukur secara langsung.18 Adapun yang dimaksud data kualitatif dalam penelitian ini yaitu:
a) Data tentang historis adanya Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
b) Data tentang struktur kepengurusan Majelis Ta’lim Nurul Huda
Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
c) Data tentang letak geografis Majelis Ta’lim Nurul Huda
Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
d) Data tentang kegiatan pengajaran yang berkaitan dengan materi
dan metode yang digunakan di Majelis Ta’lim Nurul Huda
Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
e) Data tentang pembentukan kepribadian muslim masyarakat
2) Data Kuantitatif
18
Data kuantitatif adalah data yang berhubungan langsung dengan angka-angka atau bilangan.19 Adapun yang dimaksud dengan data
kuantitatif di sini yaitu:
a) Data tentang pelaksanaan kegiatan pengajaran dan data tentang
pembentukan kepribadian muslim masyarakat di Majelis Ta’lim
Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
b) Data tentang jumlah guru Majelis Ta’lim Nurul Huda Tarik,
Sidoarjo.
c) Data tentang jumlah pengurus Majelis Ta’lim Nurul Huda Tarik,
Sidoarjo.
d) Data tentang jumlah anggota yang termasuk masyarakat Majelis
Ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
b. Sumber Data 1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama baik individu seperti hasil wawancara atau hasil angket yang diajukan oleh peneliti kepada responden. Adapun yang menjadi sumber
data adalah masyarakat yang menjadi jamaah di Majelis Ta’lim Nurul
Huda, pengasuh, pengurus, dan ustadz/ustadzah Majelis Ta’lim Nurul
Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
19
Dalam hal ini penelitian menggunakan teknik kuesioner, wawancara, dan observasi dalam pengumpulan data, maka sumber data disebut
responden baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah merupakan data-data yang diperoleh dan digunakan untuk mendukung data/informasi data primer. Adapun data sekunder tersebut adalah meliputi dokumen, buku-buku, serta catatan
apa saja yang berhubungan dengan masalah ini.
Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik observasi, dokumentasi, membaca buku-buku literatur, yang berkaitan dengan penelitian yang
berupa benda, gerak proses sesuatu dan dokumentasi atau catatan yang berisikan tentang subyek penelitian.
c. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1) Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
yang di selidiki itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan
dalam situasi khusus.20
Dalam menyelidiki ini, penulis menggunakan teknik observasi non partisipan yakni observasi yang dijalankan, dimana peneliti tidak turut
langsung mengambil bagian dalam situasi yang diteliti, peneliti hanya sebagai penonton/mengamati saja. Hal ini dipergunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan pelaksanaan pengajaran di
Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo.
2) Metode Interview
Metode interview adalah cara pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab atau percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut
masalah yang diajukan dalam penelitian. Dilakukan kepada responden yang sudah dipilih.21
Dalam hal ini penulis menggunakan bentuk interview yang bersifat tidak langsung yaitu wawancara yang dilakukan bukan kepada orang yang
diselidiki, akan tetapi pada pengurus Majelis Ta’lim Nurul Huda
Kedinding, Tarik, Sidoarjo dan interview yang penulis gunakan adalah
20
Winarno Surahman, Dasar dan Tehnik Research Meodologi Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1990). 62 21
interview tidak terstruktur yaitu pedoman waawancara yang hanya
memuat garis besarnya saja tentang apa yang hendak ditanyakan.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan upaya pembentukan kepribadian muslim masyarakat yang
mengikuti kegiatan pengajaran di Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding,
Tarik, Sidoarjo.
3) Metode Angket
Metode angket adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan tertulis kepada responden untuk memperoleh informasi dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal yang telah
diketahuinya.
Adapun peneliti menggunakan angket langsung yaitu memberikan
daftar pertanyaan langsung kepada responden untuk memperoleh data yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui pendapat atau sikap seseorang
terhadap suatu masalah. Sedangkan jenis angketnya adalah tipe pilihan yakni angket yang hanya meminta responden untuk memilih beberapa jawaban yang telah disediakan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi yang berhubungan dengan peaksanaan kegiatan pengajaran di
majelis ta’lim dan pembentukan kepribadian muslim masyarakat.
Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang diperoleh dengan melalui dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan
masalah.22 Adapun data-data ini meliputi: catatan, buku literatu, agenda dan lain sebagainya
5) Tekhnik Analisa Data
Sesuai dengan judul ini, peneliti menggunakan dua metode dalam menganalisa masalah, dengan menyesuaikan jenis data yang ada. Adapun
analisa yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Teknik Analisa Non Statistik
Yaitu suatu analisa yang bertujuan untuk mencari konklusi dari data-data yang ada. Dalam hal ini kategori tinggi digunakan untuk
mengetahui data tentang peranan Majelis Ta’lim Nurul Huda desa
Kedinding Tarik Sidoarjo. Adapun analisa ini peneliti menggunakan rumus prosentase.
b) Teknik Analisa Statistik
Adapun yang dimaksud dengan teknik analisa statistik adalah merupakan teknik analisa dengan cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk penyelidikan yang berbentuk angka-angka.23
22
Amirul Hadi, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 110 23
Adapun teknik analisa data statistik ini, peneliti gunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya Peranan Majelis Ta’lim Terhadap
Pembentukan Kepribadian Muslim Masyarakat. Dalam hal ini, peneliti menggunaka rumus “product momen”.
Rumus Product Momen sebagai berikut:24
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
rXY: koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel
terikat.
X: Variabel bebas
Y: Variabel terikat
N: jumlah Responden atau jumlah subyek penelitian
Namun untuk lebih memudahkan untuk mengetahui hasil dari
rumus tersebut bagaimana peranan Majelis Ta’lim terhadap
pembentukan kepribadian muslim masyarakat di Majelis Ta’lim Nurul
Huda Kedinding, Tarik, Sidoarjo . Maka perlu menggunakan
24
menginterpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh atau nilai
r. interpretasi tersebut antara lain:25
Besarnya r product moment Interpretasi
0,00 - 0,02
0,20 - 0,40
0,40 - 0,70
0,70 - 0,90
- Antara varibel x dan variabel y
memang terdapat korelasi akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat
rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel x dengan variabel y).
- Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang lemah atau
rendah.
- Antara variabel x dan variabel y
terdapat korelasi yang sedang atau cukup.
- Antara variabel x dan variabel y
terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.
25
0,90 – 100 - Antara variabel x dan variabel y terdapat
korelasi yang sangat kuat atau sangat
tinggi.
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembaca mudah untuk membaca bagian yang diperlukan dalam skripsi ini. Peneliti memberikan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, Tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, hipotesa
penelitian, metologi penelitian, sistematika penelitian.
BAB II Landasan teori yang berisi tentang:
1. Majelis Ta’lim: pengertian majelis ta’lim, tujuan majelis ta’lim, peran
majelis ta’lim, keadaan majelis ta’lim (jama’ah), materi majelis ta’lim,
metode pengajaran majelis ta’lim.
2. Pembentukan kepribadian muslim masyarakat: pengertian kepribadian muslim, ciri-ciri kepribadian muslim, aspek dasar pengembangan kepribadian muslim, serta faktor faktor yang mempengaruhi
BAB III Metode Penelitian: Berisikan tentang Jenis Penelitian, Populasi dan Sampel, Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
BAB IV Hasil Penelitian: Dalam bab ini bahasan pertama tentang gambaran umum obyek penelitian yang memuat tentang sejarah berdirinya
Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo, Visi dan Misi
Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo, letak geografis
Majelis Ta’lim Nurul Huda Kedinding Tarik Sidoarjo, struktur
organisasi, data guru, keadaan jamaah, dan sarana dan prasarana. Bahasan kedua yakni analisa data.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Majelis Ta’lim
1. Pengertian Majelis Ta’lim
Kata Majelis Ta’lim berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata Majelis
dan Ta’lim. Majelis berarti tempat dan ta’lim berarti pengajaran atau
pengajian. Dengan demikian secara bahasa majelis ta’lim bisa diartikan
sebagai tempat melaksanakan pengajaran atau pengajian ajaran Islam.26
Secara istilah, pengertian Majelis Ta’lim sebagaimana dirumuskan
pada musyawarah Majelis Ta’lim se DKI Jakarta yang berlangsung pada
tanggal 9-10 Juli 1980, adalah lembaga pendidikan Islam nonformal yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur,
diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan
Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya, maupun manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.27
Menurut Tutty Alwiyah, pada umumnya Majelis Ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat murni. Ia didirikan, dikelola, dipelihara,
26
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 95
27
Ibid, 95 dikutip dari Depag RI, Pedoman Majelis Ta’lim (Jakarta: Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Khutbah Agama Islam Pusat, 1984), 5.
dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, Majelis
Ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.28 Sehingga dapat dikatakan bahwa Majelis Ta’lim adalah suatu komunitas muslim yang secara khusus menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran tentang agama Islam yang bertujuan untuk memberikan bimbingan dan tuntunan serta pengajaran agama Islam kepada jamaah.
Majelis Ta’lim bila dilihat dari struktur organisasinya, termasuk
organisasi pendidikan luar sekolah atau lembaga pendidikan Islam yang bersifat nonformal, yang senantiassa menanamkan akhlak yang luhur dan
mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, serta memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta diridhoi oleh Allah
SWT.
Bila dilihat dari segi tujuan, Majelis Ta’lim termasuk lembaga atau
sarana dakwah Islam yang secara self standing dan self disclipined dapat mengatur dan melaksanakan kegiatan-kegiatannya, di dalamnya berkembang prinsip demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi
kelancaran pelaksanaan ta’lim sesuai dengan tuntunan pesertanya.29
Dari pengertian tersebut di atas, tampak bahwa majelis ta’lim
diselenggarakan berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti
28
Tutty Alawiyah AS, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Ta’lim (Bandung: Mizan, 1997), 75
29
pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya.
Pada majelis ta’lim terdapat hal-hal yang cukup membedakan dengan yang
lain, di antaranya:
a. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam.
b. Masyarakat adalah pendiri, pengelola, pendukung, dan pengembang
majelis ta’lim.
c. Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana
halnya sekolah atau madrasah
d. Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak), bukan pelajar
atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majelis ta’lim bukan
merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah atau madrasah.
e. Tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.30
Degan merujuk penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa majelis
ta’lim adalah salah satu pendidikan Islam non formal yang ada di Indonesia
yang sifatnya tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan, dan sangat baik untuk
mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, dan bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ajaran agama Islam.
30
2. Tujuan Majelis Ta’lim
Hal yang menjadi tujuan Majelis Ta’lim, mungkin rumusannya bermacam
-macam. Sebab para pendiri Majelis Ta’lim dalam organisasi, lingkungan, dan
jamaah yang ada, tidak pernah mengkalimatkan tujuannya, akan tetapi segala
bentuk dari apa yang diperbuat oleh manusia itu pasti mempunyai maksud dan tujuan yaitu untuk menyempurnakan pendidikan anak supaya:
a. Benar-benar menjadi seorang muslim dalam seluruh aspeknya.
b. Merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT dengan segala makna yang terkandung dalam tujuan ini dan segala dampaknya, seperti dalam
kehidupan, akidah, akal, dan pikiran.31
Sedangkan menurut Tutty Alawiyah bahwa tujuan Majelis Ta’lim berdasarkan
fungsinya, sebagai berikut:
a. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan Majelis Ta’lim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong
mangamalkan agama.
b. Berfungsi sebagai tempat kontak sosial, maka tujuannya adalah untuk bersilaturrahmi.
31
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: CV
c. Berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan
jamaahnya.
Sedangkan menurut penulis, tujuan dari Majelis Ta’lim adalah membentuk
insan kamil yakni manusia sempurna di mata Allah SWT dan agar terwujudnya kebbahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi Allah SWT yang merupakan konsekuensi logis dari aktifitas
yang dilakukan manusia.
3. Peran Majelis Ta’lim
Secara strategis Majelis Ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang
bercorak Islami, berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Di samping itu, untuk menyadarkan
umat Islam dalam rangka menghayati, memahami, dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup, sosial budaya dan alam
sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok umat lain. Untuk itu, pemimpinnya harus berperan sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan sikap hidup Islami yang
membawa kepada kesehatan mental rohaniah dan kesadaran fungsional selaku kholifah di bumi ini.32
32
Jadi peranan secara fungsional majelis Ta’lim adalah mengkokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang menthal-spiritual keagamaan
Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan bathiniahnya, duniawiah dan ukhrowiah bersamaan, sesuai tuntutan ajaran agama
Islam yaitu iman dan taqwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya. Peran demikian sejalan dengan pembangunan nasional kita.
4. Keadaan Majelis Ta’lim (Jama’ah)
Pengelolaan atau keadaan dalam majelis ta’lim dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain :
a. Menurut lingkungan jamaah, maka majelis ta’lim dapat di klasifikasikan sebagai
1) Majelis ta’lim daerah pinggiran
2) Majelis ta’lim daerah gedongan
3) Majelis ta’lim daerah komplek perumahan
4) Majelis ta’lim perkantoran dan sebagainya
b. Menurut tempat penyelenggaraan, klasifikasinya sebagai berikut : 1) Di masjid atau musholla
2) Di madrasah atau ruang khusus semacam itu 3) Di rumah secara tetap atau berpindah-pindah
c. Menurut organisasi jamaah, maka klasifikasi majelis ta’lim antara lain 1) Majelis ta’lim yang dibuka, dipimpin, dan bertempat khusus yang
dibuat oleh pengurus sendiri atau guru
2) Majelis ta’lim yang didirikan, dikelola, dan ditempati bersama, mereka
mempunyai pengurus yang dapat diganti kepengurusannya (di pemukiman atau dikantor)
3) Majelis ta’lim yang mempunyai organisasi induk seperti Aisyiah,
muslimat, Al-hidayah, dan sebagainya.
5. Materi Majelis Ta’lim
Seperti yang telah terjadi di lapangan, materi dari majelis ta’lim merupakan
pelajaran atau ilmu yang diajarkan dan disampaikan pada saat pengajian itu dilakukan, dan materi-materi tersebut tidak jauh berbeda dengan pendidikan
agama yang ada disekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, dengan lain kata materi atau isi tetap mengacu pada ajaran agama Islam.33
Adapun pengklasifikasian materi pada majelis ta’lim yang diajarkannya
antara lain adalah:
a. Majelis ta’lim yang tidak mengajarkan sesuatu secara rutin,tetapi hanya
sebagai tempat berkumpul membaca sholawat bersama atau surat yasin, atau membaca mauled nabi dan sholat sunnah berjamaah dan sebulan
33 Harlin, Metode dan Pendekatan Dakwah Majelis Ta’lim Al
sekali pengurus majelis ta’lim mengundang seorang guru untuk
berceramah, dan ceramah inilah yang merupakanisi ta’lim.
b. Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar ajaran agama, seperti belajar membaca al-qur’an atau penerangan fiqih.
c. Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, tauhid, atau akhlak yang diberikan dalam pidato-pidato muballigh kadang-kadang dilengkapi juga dengan Tanya jawab.
d. Majelis ta’lim seperti butir ke tiga dengan menggunakan kitab tertentu sebagai pegangan di tambah dengan pidato-pidato atau ceramah.
e. Majelis ta’lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang diberikan teks tertulis.materi pelajaran disesuaikan dengan situasi yang
hangat berdasarkan ajaran Islam.34
Majelis ta’lim disini juga merupakan sebuah tradisi yang kental bagi
masyarakat, dengan tradisi-tradisi semacam inilah pemahaman dan pengetahuan
masyarakat luas tentang ajaran Islam dapat terjawab, walaupun tidak setiap hari mengikuti tetapi setidaknya mereka pernah mendengarkanajaran Islam.35
Seperti halnya majelis ta’lim yang didalamnya ada kegiatan membaca
sholawat bersama atau membaca surat yasin dapat menumbuhkan rasa cinta kepada nabi Muhammad serta mengetahui arti kehidupan yang sesungguhnya di
34
Tutty Alawiyah AS, 79 35
Ani Susilowati, Pengaruh Pengajian Rutin Majelis Ta’lim Al-Mua’wwanah Terhadap Akhlak Ibu
dunia ini, kemudian dengan belajar membaca ar-qur’an akan mempermudah
seseorang dalam memahami arti al-qur’an.
Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih,
tauhid, atau akhlak merupakan dimensi pembentukan awal dari pemahaman
tentang ajaran Islam. Hal ini dikarenakan aqidah (kepercayaan) adalah bidang teori yang dipercayai terlebih dahulu sebelum yang lain-lain, hendaknya kepercayaan itu bulat dan penuh tiada bercampur dengan syak, ragu dan
kesamaan.Kemudian aqidah merupakan seruan dan penyiaran yang pertama dari rasulullah dan dimintanya supaya di percaya oleh manusia dalam tingkatpertama
(terlebih dahulu), dan dalam al-qur’an aqidah di sebut dengan kalimat“Iman”.
Tentang akhlak yang merupakan ilmu budi pekerti yang membahas sifat-sifat manusia yang buruk dan baik, dengan ilmu akhlak akan memberikan jalan
dan membuka pintu hati orang untuk berbudi pekerti yangbaik dan hidup berjasa dalam masyarakat.berbuat dan beramal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat, menurut Imam Ghazali “Akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa
seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak
pertimbangan lagi”.atau boleh juga dikatakansudah menjadi kebiasaan.36
Dimensi akhlak, adalah materi yang paling sering disampaikan pada
majelis ta’lim, hal ini bertujuan karena akhlak adalah sumber dari sikap atau
berhubungan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,dan secara sadar ataupun
36
tidak akhlak itu akan tercermin dalam diri seseorang. Seperti halnyalapang dada, peramah, sabar(tabah),jujur, tidak dengki, dan sifat-sifat baik yang
lainnya.dengan sifat baik itu maka akan disenangi banyak orang dalam pergaulan dan hidup bermasyarakat dilingkungan. Begitu pula sebaliknya sifat iri hati,
dengki, suka berdusta, pemarah, dan lainnya, maka akan dijauhi oleh masyarakat dilingkungannya.
Syariat atau fiqih diajarkan juga bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang hubungannya baik dengan tuhan, sesama manusia, ataupun dirinya sendiri,sebagaimana maksud dari syariat sendiri adalah
sebuah susunan, peraturan, dan ketentuan yang disyariatkan Tuhan denhgan lengkap atau pkok-pokoknya saja supaya manusia mempergunakannya dalam mengatur hubungan dengan tuhan. Hubungan dengan saudara seagama,
hubungan saudara sesama manusia serta hubungannya dengan alam besar dan kehidupan.37
Dan dalam al-qur’an syariat disebut dengan islah “amal saleh” yaitu perbuatan baik, seperti perbuatan baik pada semuanya. Pertama,hubungan dengan Tuhan yaitu dengan melakukan ibadah, seperti sholat, puasa, zakat dan
lainnya. kedua, hubungan dengan sesame manusia seperti jual-beli, utangpiutang,
37
berbuat baik sesama dan semua hal di dunia yang masih ada hubungan dengan
sesama.38
6. Metode Pengajaran Majelis Ta’lim
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata ini
berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti mealui, dan hodos
berarti jalan atau cara.39 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata metode
diartikan sebagai cara yang teratur digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.40
Berikut ini ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para
ahli:41
a) Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi pemahaman kepada murid-murid dalam segala
macam pelajaran. Jadi, metode juga merupakan rencana ang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas.
38
Ibid., 14 39
Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 209 40
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
740 41
b) Abdurrahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
c) Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan terjadinya proses belajar mengajar yang berkesan.
Dalam pendidikan Islam, An-Nahlawi, seorang pakar pendidikan Islam, mengemukakan metode pendidikan yang berdasarkan metode al Qur’an dan Hadits yang dapat menyentuh perasaan, yaitu sebagai berikut:
a) Metode hiwar (percakapan) Alqurani dan nabawi adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik dan sengaja
diarahkan pada satu tujuan yang dikehendaki oleh pendidik. Dalam percakapan itu, bahan pembicaraan tidak dibatasi yang dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti sains, filsafat, seni, dan agama.
Kadang-kadang pembicaraan itu sampai pada satu kesimpulan, Kadang-kadang-Kadang-kadang juga tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat
pihak lain. Jenis-jenis hiwar ini ada lima macam, yaitu:
1) Hiwar khitabi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hambaNya.
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam
Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama
3) Hiwar qishashi adalah percakapan yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas.hiwar ini merupakan bagian dari uslub kisah
dalam al-Qur’an. Misalnya kisah Suaib dan kaumnya yang terdapat dalam surah Hud ayat 84-85.
Artinya: dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada
Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan
timbangan, Sesungguhnya aku melihat kamu dalam Keadaan yang baik
(mampu) dan Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari
yang membinasakan (kiamat)." dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku,
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
4) Hiwar jadali adalah hiwar yang bertujuan untuk menetapkan hujjah, baik dalam rangka menegakkan kebenaran maupun menolak kebatilan.
Contohnya terdapat dalam Surah An-Najam ayat 1-5 yang mendeskripsikan tentang:
Artinya: “Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak
sesat dan tidak pula keliru. Dan Tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan
kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.”
5) Hiwar nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik
sahabat-sahabatnya.
b) Metode kisah Qurani dan nabawi adalah penyajian bahan pembelajaran
juga cara mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Dalam pendidikan Islam, kisah merupakan metode yang sangat penting karena dapat
menyentuh hati manusia. Kisah menampilkan tokoh dalam konteks yang menyeluruh sehingga pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati,
seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.
c) Metode amtsal (perumpamaan) Al qur’ani adalah penyajiian bahan
pembelajaran dengan mengangkat perumpamaan yang ada dalam
Al-qur’an. Metode ini mempermudah peserta didik dalam memahami konsep
yang abstrak. Ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda yang
konkret, seperti kelemahan Tuhan orang kafir yang diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang itu lemah sekali, bahkan disentuh dengan lidi pun dapat rusak.
Metode ini sama seperti yang disampaikan oleh Abdurrahman Saleh Abdullah. Metode ini mempunyai kelebihan karena dapat memberikan
pemahaman konsep abstrak bagi peserta didik serta dapat memberi kesan yang mendalam. Selain itu, dapat pula membawa pemahaman rasional yang mudah dipahami, sekaligus dapat menumbuhkan daya motivasi untuk
meningkatkan imajinasi yang baik dan meninggalkan imajinasi yang tercela.
pendidikan baik secara institusional maupun nasional. Pelajar cenderung meneladani pendidiknya. Ini dilakukan oleh semua ahli pendidikan, baik di
Barat maupun di Timur. Secara psikologis, pelajar memang senang meniru, tidak saja baik, tetapi juga yang tidak baik.
Menuruut Ismail metode-metode yang di gunakan dalam majlis ta’lim antara lain:
a. Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang paling disuka dan digunakan guru dalam proses pembelajaran dikelas, karena dianggap paling mudah dan
praktis di laksanakan.17metode ini merupakan metode mengajar yang klasik, tetapi masih dipakai orang dimana-mana hingga sekarang, metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi
dan pengetahuan lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Untuk pengajaran pokok bahasan keimanan, metode ceramah
hendaknya dipadukan dengan strategi yang relevan, yakni yang sesuai dengan materi, karena materi tauhid tidak dapat untuk diperagakan, dan
tuhan,malaikat, nabi dan rasul, hari kiamat dan seterusnya sama sekali
tidak dapat digambarkan atau diperagakan (divisualkan).42
Satu-satunya metode yang tepat untuk digunakan dalam penyajian materi tauhid adalah ceramah, penggunaan metode ceramah memerlukan
kelincahan dan seni berbicara guru agama (kiai, ustadz). Disamping penyajian cerita-cerita lucu atau sedih yang proporsional (tidak berlebih/seimbang). pada akhir jam pelajaran, guru agama juga dianjurkan
untuk membuka forum tanya jawab untuk mengetahui atau memperbaiki kadar pemahaman siswa atas pokok-pokok bahasan yang telah disajikan.
b. Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu metode didalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangakan murid menjawab atau
sebaliknya tentang materi yang telah disampaikan.43 Metode Tanya jawab ini dilakukan pelengakap atau variasi dari metode ceramah, atau sebagai
ulangan pelajaran yang telah diberikan, selingan dalam pembicaraan, untuk merangsang anak didik (jamaah) agar perhatiannya tercurah pada masalah yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan pada proses berpikir.
Oleh karena itu dapat dikatakan metode Tanya jawab hanya sebagai
42
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan,( Bandung: Remaja Rosda Karya,2008) 205 43
pelengkap atau penopang pada materi ceramah, apalagi pada majelis ta’lim yang materinya tentang tauhid, ataupun dimensi materi yang lain.
B. Pembentukan Kepribadian Muslim Masyarakat 1. Pengertian Kepribadian
Secara psikologis, kepribadian adalah sejumlah sifat sifat tertentu yang membedakan seseorang dengan orang lain. Bastaman mengutip pendapat
ClydeKluckhohn dan Henry A, Murray menyatakan bahwa ”Personality in nature
society, and culture.”44
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa setiap orang memiliki keunikan pribadi yang menjadi ciri khasnya, memiliki kepribadian dasar yang berlaku
untuk seluruh manusia yang seringkali dipengaruhi oleh kehidupan sosial dan budayanya. Kepribadian juga diartikan sebagai dinamika dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pengertian
kepribadian terdapat tiga hal penting, yaitu (1) merupakan karakteristik individu yang membedakannya dengan orang lain, (2) mencakup aspek jasmani dan rohani, dan (3) berpengaruh terhadap cara seseorang dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
44
2. Kepribadian Muslim
A.D. Marimba menyatakan bahwa keperibadian muslim adalah kepribadian
yang seluruh aspek-aspek yakni baik tingkah laku luarnya kegiata-kegiatan jiwanya, maupun falsafah hidupnya dan kepercayaannya, menunjukan pengabdian kepada
Tuhan, penyerahan diri kepada–Nya.45 Dalam pengertian di atas terlihat bahwa kepribadian muslim merupakan kepribadian yang dipenuhi dengan keimanan, karena kepribadian adalah sikap manusia secara totalitas, maka kepribadian muslim berarti
semua sikap, tingkah laku sikap yang dihasilkan dari manifestasi kegiatan jasmaniah dan rohaniah yang bersandar pada ajaran-ajaran Islam. Bastaman, menyatakan bahwa
kepribadian muslim adalah citra (image) seseorang yang berkaitan dengan cita (idealitas) dan fakta (aktualitas) seseorang yang didasarkan pada Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa seseorang itu beragama Islam.46
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian muslim adalah ciri khas seseorang (dalam hal ini umat Islam) yang sesuai dengan Al-Qur’an
dan Al-Hadist yang tercermin dalam sikap, ucapan, tindakan, dan pola pikir seseorang. Norma yang menjadi landasan bersikap seseorang dengan kepribadian
muslim adalah ajaran Islam.
45
A.D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam.(Bandung: Al Maarif: 2001), 68 46
3. Ciri-Ciri Kepribadian Muslim
Agar bisa memiliki pribadi kepribadian muslim yang kuat Dr.
Muhammadiyah Dja’far menjelaskan kedalam 5 hal. Di antara hal –hal yang
menguatkan kepribadian muslim adalah47 :
a. Kesederhanaan dalam kehidupan dengan melalui jalan yang lurus dalam mengatur harta benda.
b. Kesederhanaan tentang makanan dan minuman.
c. Menyakini bahwa segala yang dilarang (diharamkan) oleh Islam adalah untuk memelihara keserasian dan keseimbangan, agar ia tetap stabil dan harmonis.
d. Menghindari segala macam perbuatan yang disebut oleh al Qur’an sebagai perbuatan setan seperti riba, judi, menipu dan lain sebagainya.
e. Melakukan olah raga secara teratur, karena olah raga dapat menumbuhkan sikap sportif dan percaya diri sendiri.
Menurut Abdul Mujib bahwasanya Kepribadian Muslim meliputi lima rukun Islam, yaitu:
a. Membaca dua alimat syahadat, yang melahirkan kepribadian syahadatain;
b. Menunaikan shalat, yang melahirkan kepribadian mushalli;
c. Mengerjakan puasa, yang melahirkan kepribadian shaim;
47
d. Membayar zakat, yang melahirkan kepribadian muzakki;
e. Melaksanakan haji, yang melahirkan kepribadian hajji.
Heryana menyatakan setidaknya ada 10 karakteristik kepribadian muslim, yaitu (1) Aqidah yang bersih atau salimul aqidah, (2) Ibadah yang benar atau
shahihul ibadah, (3) akhlak yang kokoh atau matinul khuluq, (4) kekuatan jasmani
atau qowiyyul jismi, (5) intelek dalam berfikir atau mutsaqoful fikri , (6) berjuang melawan hawa nafsu atau mujahadatul linafsihi, (7) pandai menjaga waktu atau
harishun ala waqtihi, (8) teratur dalam suatu urusan atau munazhshamun fi syuunihi, (9) memiliki kemampuan untuk berusaha sediri (mandiri) atau qodirun alal kasbi, dan
(10) bermanfaat bagi orang lain atau nafi’un lil ghoirihi.48
Berikut ini dibahas secara rinci kesepuluh ciri kepribadian muslim di atas:
a. Aqidah yang bersih (Salimul Aqidah)
Aqidah seseorang yang bersih merupakan dasar yang harus ada dalam diri setiap pribadi muslim. Untuk itulah maka dalam awal dakwahnya, Nabi
Muhammad SAW lebih menekankan pada penanaman aqidah, iman, dan tauhid. Dengan aqidah yang bersih seseorang akan memiliki keterikatan yang sangat kuat kepada Allah SWT. Kebersihan dan kemantapan aqidah seseorang akan
membuatnya benar-benar memasrahkan diri kepada Allah SWT sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 162 yang berbunyi:
48
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Dalam ajaran Islam, keimanan atau aqidah merupakan pokok ajaran Islam,
atau dengan kata lain keimanan merupakan fondasi ajaran Islam sebelum umat Islam melangkah lebih. Iman dalam diri setiap muslim harus mendapat prioritas pertama dan utama. Karena keimanan ini adalah penyangga kuat, maka setiap
muslim harus berusaha memantapkannya.
Iman sebagai titik pokok ajaran Islam memberikan beberapa keyakinan dan
pengajaran kepada umat Islam yaitu:
1) Iman mengajarkan, memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada
manusia, bahwa Tuhan itu adalah Esa dan bersifat dengan segala sifat kesempurnaan-Nya.
2) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa
manusia itu asalnya satu.
3) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa
4) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa segala kreatifitas ia hanya merencanakan dan bekerja sedangkan berhasil
atau tidaknya usaha itu Tuhan yang menentukan.
5) Iman mengajarkan dan memberikan keyakinan kepada manusia bahwa
hidupnya akan berlangsung sampai hari kiamat.49
Dalam ajaran Islam ada beberapa rangkaian keimanan yang tersusun
berdasarkan QS. Annisa: 136