KATA PENGANTAR
Buku Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat 2008 -2012 disusun
sebagai
bentuk
komitmen
Pemerintah
Provinsi
Sumatera
Barat dalam menjalankan
amanah
Undang-Undang
Nomor 24
Tahun 2007 tentang
Penanggulangan
Bencana
yang didalamnya
memuat hal - hal yang terkait dengan
pelaksanaan
Penanggulangan
Bencana
dalam lingkup
wilayah negara Kesatuan
Republik
Indonesia.
Dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
ditegaskan
bahwa penanggulangan
bencana
yang berpotensi
terjadi, tidak hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah
semata tetapi juga menjadi
tanggungjawab
semua pihak yang memiliki kapasitas dalam penanggulangan
bencana seperti
akademisi,
lembaga
kemasyarakatan,
media massa,
institusi
swasta,
dan juga masyarakat
umum.
Untuk itu, Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat telah melakukan langkah - langkah yang sesuai
diantaranya
dengan
penyusunan
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat 2008
-2012 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
yang ada di Provinsi Sumatera Barat.
Penyusunan
Rencana Penanggulangan
Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 - 2012 ini sudah
dimulai
sejak Maret 2008 dan berakhir
pada Oktober
2008. Dalam Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat 2008 - 2012 ini dapat dilihat
program
dan kegiatan
dalam lima tahun kedepan
yang menjadi
prioritas
Provinsi
Sumatera
Barat
dalam penanggulangan
bencana.
Akhir saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pemangku
kepentingan
yang telah mendukung
tersusunnya
Buku Rencana Penanggulangan
Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 - 2012 ini,
dengan harapan
buku ini dapat dijadikan
pendoman
oleh semua pihak dalam upaya penanggulangan
bencana
di Provinsi
Sumatera
Barat yang kita cintai ini.
Semoga upaya kita dalam menyelamatkan
manusia dari ancaman bencana memberikan
hasil yang
optimal
dan diridhoi
oleh Allah SWT.
Padang, November2008
KATASAMBI.'TAN
Kami
menyambut
baik atas tersusunnya
Buku Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat Tahun 2008 - 2012. Rencana
Penanggulangan
Bencana
tingkat Provinsi ini
merupakan
yang pertama di Indonesia.
Hal ini menunjukkan
kesungguhan
Pemerintah
Provinsi
Sumatera Barat serta para pemangku kepentingan
dalam Penanggulangan
Bencana untuk
melakukan
penyelenggaraan
Penanggulangan
Bencana
yang sistemik,
menyeluruh,
terpadu dan
terkoordinasi
dengan harapan agar terwujud masyarakat
yang tangguh dalam menghadapi
bencana
di daerah
masing
- masing.
Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang Undang no 24 Tahun 2OO7 tentang
Penanggulangan
Bencana,
setiap Daerah harus menyusun
Rencana
Penanggulangan
Bencana,
sebagai
bentuk dari upaya pengurangan
risiko bencana
sekaligus
bagian
pembangunan
system
Penanggulangan
Bencana
melalui
perkuatan
subsistem
Perencanaan.
Dalam
manajemen
bencana
di isyaratkan
bahwa salah satu kunci keberhasilan
dalam melaksanakan
suatu program adalah
tersedianya
perencanaan
yang baik.
Rencana
Penanggulangan
Bencana
ini merupakan
langkah
awal dari serangkaian
kegiatan
penanggulangan
bencana
di Sumatera
Barat.
Perencanaan
ini harus
teruji di lapangan
dan jangan
segan
- segan untuk menyempurnakannya
jika terdapat kelemahan
- kelemahan
dalam tataran
implementasinya.
Rencana
Penanggulangan
Bencana
ini hanya
akan operasional
jika terintegrasi
ke dalam
rencana
pembangunan
daerah.
Untuk
itu perlu
dukungan
berbagai
pihak
terkait
baik
dari
eksekutif
maupun
legislatif
untuk mengintegrasikan
rencana
ini ke dalam rencana
pembangunan
daerah
dan men.ladikan
Penanggulangan
Bencana
khususnya
program
pengurangan
risiko bencana
menjadi
salah
satu program
pembangunan
daerah.
Selaku Kepala BNPB
saya memberikan
apresiasi
setinggi-tingginya
kepada Pemerintah
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat beserta
seluruh pemangku
kepentingan
yang berperan
dalam
penyusunan
rencana
Penanggulangan
Bencana
ini, semoga
inisiatif
ini dapat tertularkan
ke daerah
lainnya
untuk
maksud
dan tujuan
yang
sama.
Jakarta, November
2008
Kepala,
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA
Provinsi Sumatera
Barat
W
GUBERNUR SUMATERA BARAT
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT
N O M O R I I 5 T A H U N 2 O O S
TENTANG
ITENCANA PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI SUMATERA BARAT'
2008-2012
DENGAN RAI.IMAT TUIIAN YANG MAI_IA ESA
M e n i m b a n g :
GUBERNUR SUMATERA BARAT
a. bahwa
l<ondisi
geografis
Provinsi
Sumatera
Barat merupakan
daerah
rawan
bencana
seperti
gempa,
stunami,
tanah longsor,
banjir, gurlullg
meletus
dan
angin
puting
belir-rng
yang
berpotensi
menimbulkan
kerusal<an
dan kerLrgian;
b. bahwa
dalarn
rangka
penglrrangan
risilco
bencana
di Provinsi
Sumatera
Barat
dibutuhkan
perencanaan
secara
terpadu
dan terkoordinir
sesuai
dengan
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 sefta ketentuan
Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat
Nomor 5 Tahun
2007;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud
pada huruf a darr
huru b, mal<a
perlu ditetapkan
Peraturan
Gubernur
Sumatera
Barat Tentang
Rencana
Penan
ggr-r
langan
Bencana
Prov
i nsi Sumatera
Barat.
L Undang-Undang
Nornor
61 Tahun
1958
teritang
Penetapan
Undang-Undang
Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah
Swatantra
Tingkat I Sumatera
Barat, Jambi dan Riau nrenjadi
Urrdang-Undang
Jo Peraturan
Pemerintah
Nonror 29 Tahutl 1979;
2. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan
Lingl<ungan
H i d u p ;
3. Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999
tenlang
I(ehutanan;
4. Undang-Undarrg
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistern Perencanaan
Pembangunan
Nasional;
5. Undang-Undang
Nomor 32 Tahr.rn
2004 tentang Pemerintahan
Daerah
sebagairnana
telah beberapa
l<ali
diubah,
teral<hir
dengan
Undang-Undang
Nonror
12 Tahun
2008;
6. Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perirnbangan
l(euangan
Antara
Pemerintah
Pusat
dan Pemerintah
daerah;
7. Undang-Undang
Nornor
24 Tahun
2007 tentang
Penanggr,rlangan
Bencana;
8. Undang-Undang
Nornor
26 Tahun 2007 tehtang
Penataan
Ruang;
Mengirrgat
I. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentaLrg
Pengelolaan
Wilayali
Pesisir
dan Pulau-Pulau
I(ecil;
10. Peraturan
Pemerintah
Nomor 58 Tahun
2005
tentang
Pengelolaan
l(euangan
Daerah;
11. Peraturan
Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan
Antara Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah Provinsi dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota;
12. Peraturan
Pemerintah
Nomor 2l Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan
Penanggu
Iangan
Bencana;
l3.Peraturan
Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2008 tentans Pendanaan
dan
Pengelolaan
Bantuan
Bencana;
14. Peraturan
Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2008 tentang
tentang
Peran
Sefia
Lerlbaga Internasional
dan Lembaga Asing Non Pemerintah
Dalarn
Penanggr"r
langan
Bencana;
15. Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat Nomor 4 Tahr-rn
2007 tentang
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Sumatera
Barat
2006-20
I 0;
16. Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat Nomor 5 Tahun 2007 tentans
Penanggulangan
Bencana;
17. Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat Nornor 7 Tahun 2008 terrtang
Rencana
Pembangunan
Jangl<a
Panjarrg
Daerah
(RPJPD)
Provinsi
Sumatera
Barat 2005-2025,
M E M U T U S K A N
Menctapl<an :
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT TENTANG
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI
SUMATERA BARAT 2O08-2012
P a s a l
1
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat
2008-2012,
yang
selanjutnya
disingl<at
dengan
RPB Provinsi
Sumatera
Barat adalah
Dokumen
Perencanaan
Jangl<a
Menengah
Penanggulangan
Bencana
Provinsi Sumatera
Barat
untuk
periode
Tahun
2008
sarnpaidengan
Tahun2012;
Pasal
2
RPB Provinsi Sumatera
Barat 2008-2012
disusun
sebagai
pedoman
bagi
Pemerintah,
Pemerintah
Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota,
Perguruan
f inggi, Lembaga
Profesi,
Lembaga
Swadaya
Masyarakat,
Internasional
Non
Goverment
Organisasi
dan Masyarakat;
P a s a l
3
RPB Provinsi
Sumatera
Barat 2008-2012
dimal<sr.rd
dalarn
pasal
2 meniadi
pedornan
bagi:
a. Pemerintah
Provinsi
dalam menyusun
Rencana
Aksi Pengurangan
Risil<o
Bencana;
b, Pernerintah
Kabupaten/Kota
dalam menyusln'r
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Kabupaten/Kota;
Pasal
4
RPB Bencana
Provinsi Sumatera
Barat 2008-2012
sebagaimana
tercantlm
dalam Lampiran
merupakan
satu kesatuan
dan bagian
yang tidak terpisahkan
dari Peraturan
Gubernur
ini:
Pasal
5
Peraturan
Gubernur
ini mulai berlaku
pada
tanggal
diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan
mengundangkan
Peraturan
Gubernur
ini dengan
penempatannya
dalam Berita Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat.
Diundangkan
di Padang
pada
tanggal 10 Desernber 200g
648
BERITA
DAERAH
PROVINSI
SUMATERA
BARAT
NOMOR: 115 Tahun 2O0B
DAERAH
TERA BARAT
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Daftar
Isi
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI
i
DAFTAR
ISTILAH
iii
Bab 1 PENDAHULUAN
1
L
ATAR
B
ELAKANG
1
T
UJUAN
3
L
ANDASAN
H
UKUM
3
R
UANG
L
INGKUP
4
P
ENGERTIAN
5
Bab 2 GAMBARAN RISIKO BENCANA
8
A
NCAMAN
B
AHAYA
8
B
AHAYA
A
LAM
12
B
AHAYA
N
ON
A
LAM
12
K
ERENTANAN
12
K
EMAMPUAN
16
R
ISIKO
17
Bab 3 KERANGKA PENANGGULANGAN BENCANA
17
A
NCAMAN
B
AHAYA
17
V
ISI
D
AN
M
ISI
18
K
EBIJAKAN
&
S
TRATEGI
18
Bab 4 KELEMBAGAAN
24
S
TRUKTUR
O
RGANISASI
24
T
UGAS
D
AN
F
UNGSI
26
S
UMBER
D
AYA
27
Bab 5 PERAN DAN POTENSI MASYARAKAT
30
M
ASYARAKAT
.
30
D
UNIA
U
SAHA
31
L
EMBAGA
N
ON
P
EMERINTAH
32
P
ERGURUAN
T
INGGI
32
M
EDIA
33
Bab 6 KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
34
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Daftar
Isi
T
AHAP
T
ANGGAP
D
ARURAT
41
T
AHAP
R
EHABILITASI
42
R
ENCANA
T
INDAK
44
P
ERAN
RPB
44
K
EBIJAKAN
O
PERASIONAL
44
M
EKANISME
I
MPLEMENTASI
45
K
EBIJAKAN
O
PERASIONAL
45
Bab 7 PENDANAAN
46
Bab 8 PENUTUP
47
SEKAPUR
SIRIH
48
LAMPIRAN
1:
RENSTRA
PB
PROVINSI
SUMATERA
BARAT
LAMPIRAN
2:
RENCANA
TINDAK
PB
PROVINSI
SUMATERA
BARAT
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Daftar
Istilah
DAFTAR
ISTILAH
APBD
:
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
BAPPEDA
:
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
BAPPEDALDA
:
Badan
Pengendalian
Dampak
Lingkungan
Daerah
BKD
:
Badan
Kepegawaian
Daerah
BMG
:
Badan
Meteorologi
dan
Geofisika
BNPB
:
Badan
Nasional
Penggulangan
Bencana
BPBD
:
Badan
Penggulangan
Bencana
Daerah
CSR
:
Corporate
Social
Responsibility
DIKNAS
:
Dinas
Pendidikan
Nasiomal
DINAS
PU
:
Dinas
Pekerjaan
Umum
DINKES
:
Dinas
Kesehatan
DINSOS
:
Dinas
Sosial
DISHUB
:
Dinas
Perhubungan
DKP
:
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
DOLOG
:
Depot
Logistik
DPA
:
Dokumen
Pelaksanaan
Anggaran
DPRD
:
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
KESBANGLINMAS
:
Kesatuan
Bangsa
dan
Perlindungan
Masyarakat.
KPUD
:
Komisi
Pemilihan
Umum
Daerah
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Daftar
Istilah
NGO
:
Non
Government
Organization
PB
:
Penanggulangan
Bencana
PRB
:
Pengurangan
Resiko
Bencana
PUSDALOPS
:
Pusat
Pengendalian
Operasi
RAD
:
Rencana
Aksi
Daerah
RKA
:
Rencana
Kerja
Anggaran
RPB
:
Rencana
Penggulangan
Bencana
RTRK
:
Rencana
Tata
Ruang
Kota
RTRW
:Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
SAR
:
Search
and
Rescue
SATKORLAK
:
Satuan
Kordinasi
Pelaksanaan
SATLAK
:
Satuan
Pelaksana
SATPOL
PP
:
Satuan
Polisi
Pamong
Praja
SOP
:
Standard
Operating
Procedure
(Prosedur
Tetap)
SOTK
:Satuan
Organisasi
Tata
Kerja
UN
:
United
Nation
(Perserikatan
Bangsa
‐
bangsa)
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
PENDAHULUAN
encana
dalam
bentuk
apapun
dapat
terjadi
kapan
saja
dan
dimana
saja
di
muka
bumi
ini.
Bencana
tersebut
ada
yang
datang
dengan
didahului
oleh
peringatan
namun
ada
juga
yang
datang
secara
mendadak.
Manusia
sebagai
mahluk
yang
ditakdirkan
hidup
di
dunia
ini
diberi
kemampuan
untuk
bertahan
hidup
dalam
kondisi
dimana
dia
berada
termasuk
dalam
keadaan
terjadinya
bencana.
Pada
mulanya
kesadaran
untuk
bertahan
dan
tetap
eksis
dari
bencana,
hanya
merupakan
kepedulian
individu
atau
sekelompok
kecil
masyarakat.
Namun,
seiring
berkembangnya
jumlah
masyarakat,
kebutuhan
pengelolaan
bencana
yang
lebih
sistematis
secara
bersama
‐
sama
sangat
diperlukan
agar
hasilnya
lebih
efektif
dan
efisien.
LATAR
BELAKANG
Saat
ini
isu
bencana
sudah
menjadi
isu
universal.
Pada
akhir
dekada
abad
yang
lalu,
beberapa
negara
telah
berkumpul
dan
mendeklarasikan
sebagai
dekade
pengurangan
resiko
bencana.
Dalam
deklarasi
telah
disepakati
perlunya
pemahaman
dan
komitmen
bersama
dari
semua
pihak
dalam
penanggulangan
bencana.
Yang
paling
penting
dari
semuanya
adalah
komitmen
dari
para
pengambil
keputusan
di
setiap
negara.
Resolusi
Nomor
63
tahun
1999
yang
dikeluarkan
Dewan
Ekonomi
dan
Sosial
Perserikatan
Bangsa
‐
bangsa,
menyerukan
kepada
pemerintahan
di
setiap
negara
untuk
menyusun
suatu
Rencana
Tindak
Nasional
yang
bertujuan
untuk
mengurangi
risiko
bencana.
Dengan
rencana
tersebut,
diharapkan
keberlanjutan
dari
pembangunan
di
masing
‐
masing
negara
akan
tetap
dapat
dilaksanakan.
Perkembangan
internasional
selanjutnya
adalah
pertemuan
Hyogo
yang
mencanangkan
Hyogo
Framework
for
Action
2005
‐
2015
yang
menyerukan
pada
seluruh
negara
untuk
menyusun
mekanisme
Pengurangan
Risiko
Bencana
(PRB)
atau
Disaster
Risk
Reduction
(DRR)
yang
terpadu
dengan
dukungan
kelembagaan
dan
sumber
‐
daya
yang
tersedia.
Negara
Republik
Indonesia
adalah
bagian
dari
masyarakat
dunia
yang
bertanggung
jawab
untuk
melindungi
masyarakatnya
sendiri
dari
bencana
telah
mengeluarkan
Undang
‐
undang
Republik
Indonesia
Nomor
24
tahun
2007
tentang
Penanggulangan
Bencana
(PB).
Undang
‐
undang
ini
bertujuan
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
untuk
memberi
perlindungan
kepada
kehidupan
dan
penghidupan
yang
ada
di
negara
Republik
Indonesia
dari
bencana
dengan
cara
menyelenggarakan
penanggulangan
bencana
secara
terencana,
terpadu,
terkoordinasi
dan
terintegrasi.
Disamping
itu,
undang
‐
undang
ini
juga
mengakomodir
kearifan
budaya
lokal
seperti
sikap
gotong
‐
royong,
kesetia
‐
kawanaan
dan
kedermawanan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
penanggulangan
bencana
di
daerahnya
masing
‐
masing.
Dalam
undang
‐
undang
tersebut,
Pemerintah
Daerah
diwajibkan
untuk
menyelenggarakan
Penanggulangan
Bencana
di
daerahnya.
Penanggulangan
bencana
tersebut
meliputi
pemenuhan
hak
masyarakat
yang
terkena
bencana,
perlindungan
dari
dampak
bencana,
peningkatan
kapasitas
masyarakat
untuk
mengurangi
risiko
bencana,
dan
pembangunan
fisik
yang
ramah
bencana.
Semua
kegiatan
tersebut
wajib
menggunakan
anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
(APBD).
Selain
itu,
Pemerintah
Daerah
juga
memiliki
hak
untuk
menetapkan
kebijakan
Penanggulangan
Bencana
di
daerahnya
selaras
dengan
kebijakan
pembangunan
daerah
dengan
memasukkan
unsur
‐
unsur
potensi
alam
dan
teknologi
yang
ada
di
daerahnya.
Sehubungan
dengan
undang
‐
undang
bencana
tersebut,
Provinsi
Sumatera
Barat
telah
menyusun
Rencana
Penanggulan
Bencana
(RPB)
Provinsi
Sumatera
Barat.
Penyusunan
dimulai
sejak
bulan
November
2007
dan
berakhir
pada
bulan
Oktober
2008.
Beberapa
tahapan
dalam
proses
penyusunan
RPB
telah
dilakukan
antara
lain
identifikasi
data
(kuisioner,
interview,
lokakarya,
diskusi
grup),
analisis
data,
dan
penulisan
draf.
Konsultasi
publik
juga
dilakukan
ketika
draf
pertama
diselesaikan
untuk
menguji
apakah
RPB
telah
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat.
Dalam
penyusunan
RPB
telah
melibatkan
partisipasi
dari
semua
pemangku
kepentingan
yang
terkait
dengan
kebencanaan.
Mereka
terdiri
dari
Akademisi,
LSM,
Dinas
‐
Dinas
yang
ada
di
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota,
Perusahan
Swasta,
Media
Massa,
Tokoh
‐
tokoh
Masyarakat,
dan
lain
‐
lain.
Agar
proses
penyusunan
RPB
lebih
sistematis,
dibentuk
Tim
Inti
yang
memiliki
kompetensi
dibidang
kebencanaan
untuk
memandu,
mengarahkan,
dan
mengkordinasikan
keselurahan
proses.
Dalam
pelaksanaannya,
RPB
ini
akan
menjadi
panduan
bagi
semua
pihak
dalam
pelaksanan
pembangunan
di
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat
yang
berbasiskan
kebencanaan.
RPB
ini
berlaku
mulai
tahun
2008
hingga
tahun
2012.
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
TUJUAN
Tujuan
penyusunan
Rencana
Penanggulangan
Bencana
(RPB)
Provinsi
Sumatera
Barat
adalah:
1.
Mempersiapkan
perencanaan
yang
terarah,
terpadu
dan
terkoordinasi
untuk
menurunkan
risiko
bencana
di
Provinsi
Sumatera
Barat.
2.
Meningkatkan
kinerja
lembaga
dan
instansi
Penanggulangan
Bencana
di
Provinsi
Sumatera
Barat
menuju
profesionalisme
dengan
pencapaian
yang
terukur
dan
terarah.
3.
Mensinergikan
kinerja
pemerintah,
swasta,
masyarakat
dan
instansi
terkait
dalam
penanggulangan
bencana
sesuai
dengan
budaya
masing
‐
masing
daerah
di
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat.
4.
Melindungi
masyarakat
di
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat
dari
bahaya
yang
mengancam.
L
ANDASAN
H
UKUM
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat
Tahun
2008
–
2012
dibuat
berdasarkan
landasan
hukum
yang
berlaku
di
Indonesia
dan
Provinsi
Sumatera
Barat.
Landasan
‐
landasan
hukum
tersebut
adalah
:
1.
Undang
‐
Undang
Nomor
23
Tahun
1997,
tentang
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup.
2.
Undang
‐
Undang
Nomor
41
Tahun
1999,
tentang
Kehutanan.
3.
Undang
‐
Undang
Nomor
7
Tahun
2004,
tentang
Sumber
‐
daya
Air.
4.
Undang
‐
Undang
Nomor
25
Tahun
2004,
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(SPPN).
5.
Undang
‐
Undang
Nomor
32
Tahun
2004,
tentang
Pemerintah
Daerah.
6.
Undang
‐
Undang
Nomor
24
Tahun
2007,
tentang
Penanggulangan
Bencana.
7.
Undang
‐
Undang
Nomor
26
Tahun
2007,
tentang
Penataan
Ruang.
8.
Undang
‐
Undang
Nomor
27
Tahun
2007,
tentang
Pengelolaan
Wilayah
Pesisir
dan
Pulau
‐
Pulau
Kecil.
9.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
38
Tahun
2007,
tentang
Urusan
Pemerintahan
antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota.
10.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
21
Tahun
2008,
tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan
Bencana.
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
12.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
23
Tahun
2008,
tentang
Peran
Serta
Lembaga
Internasional
dan
Lembaga
Asing
Non
‐
Pemerintah
dalam
penanggulangan
bencana.
13.
Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat
Nomor
4
Tahun
2007,
tentang
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Daerah
(RPJMD)
Provinsi
Sumatera
Barat
Tahun
2006
‐
2010.
14.
Peraturan
Daerah
Provinsi
Sumatera
Barat
Nomor
5
Tahun
2007,
tentang
Penanggulangan
Bencana.
15.
Keputusan
Gubernur
Provinsi
Sumatera
Barat
Nomor
32
Tahun
2002,
tentang
Prosedur
Tetap
(PROTAP)
Penanggulangan
Bencana
dan
Penanganan
Pengungsi
Provinsi
Sumatera
Barat.
R
UANG
L
INGKUP
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat
berlaku
di
wilayah
administratif
Provinsi
Sumatera
Barat
yang
terdiri
dari
12
Kabupaten
dan
7
Kota
seperti
terlihat
pada
gambar
1
.
Diharapkan
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat
dapat
memberikan
solusi
dalam
menangani
masalah
kebencanaan
yang
terjadi
di
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat.
Dalam
pelaksanaannya,
RPB
ini
dapat
dilihat
dari
dua
sudut
pandang
yaitu
dari
sudut
pandang
Pemerintah
Provinsi
dan
dari
sudut
pandang
Pemerintah
Kabupaten.
Di
internal
Pemerintahan
Provinsi
Sumatera
Barat,
RPB
ini
terbatas
dalam
pelaksanaan
fungsi
koordinasi,
fasilitasi
dan
motivasi/stimulasi
Pemerintah
Provinsi
kepada
Pemerintahan
Kabupaten/
Kota
yang
berada
di
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat.
Sedangkan
dalam
lingkup
Pemerintahan
Kabupaten/
Kota,
RPB
ini
dapat
dijadikan
Gambar
1.
Wilayah
administrasi
Provinsi
Sumatera Barat
(Sumber
:
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
rujukan
dalam
penyusunan
RPB
Kabupaten/
Kota
yang
berisikan
kegiatan
‐
kegiatan
yang
bersifat
teknis
sesuai
dengan
kondisi
lokal.
Dari
lingkup
fase
bencana
yang
dibahas,
RPB
ini
mencakup
seluruh
tahapan
dalam
penang
‐
gulangan
bencana
yaitu
fase
mitigasi/pence
‐
gahan,
fase
kesiap
‐
siagaan,
fase
tanggap
darurat
dan
fase
pemulihan
bencana.
Sementara
itu,
jenis
bencana
yang
dibahas
dalam
Rencana
Penang
‐
gulangan
Bencana
ini,
disesuaikan
dengan
tipe
bencana
yang
ada
di
Undang
‐
und
ANG
N
OMOR
24
T
AHUN
2007
TENTANG
Penanggulangan
Ben
‐
cana.
Sedangkan
prioritas
bencana
yang
ditangani
dalam
RPB
disesuaikan
dengan
kondisi
daerah
yang
diperoleh
dari
identifikasi
data
dan
hasil
penampungan
ide
secara
partisipatif
dari
seluruh
kelompok
yang
terlibat
dalam
penyusunan
RPB
ini.
P
ENGERTIAN
Untuk
menyamakan
persepsi
dalam
memahami
Rencana
Penanggulangan
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat,
disajikan
pengertian
‐
pengertian
kata
dan
kelompok
kata
sebagai
berikut:
Bencana
(disaster)
adalah
suatu
peristiwa
yang
disebabkan
oleh
alam
(seperti
gempa
‐
bumi,
tsunami,
gunung
meletus,
banjir,
kekeringan,
angin
topan,
tanah
longsor,
epidemi
dan
wabah
penyakit)
atau
ulah
manusia
(seperti
gagal
teknologi,
gagal
modernisasi,
konflik
sosial
antar
‐
kelompok
atau
antar
‐
komunitas
masyarakat
dan
teror)
sehingga
menyebabkan
timbulnya
korban
jiwa,
kerusakan
lingkungan,
kerugian
harta
benda
dan
dampak
psikologis.
Bahaya
(hazard)
adalah
situasi,
kondisi
atau
karakteristik
biologis,
klimatologis,
geografis,
geologis,
sosial,
ekonomi,
politik,
budaya
dan
teknologi
suatu
masyarakat
di
suatu
wilayah
untuk
jangka
waktu
tertentu
yang
berpotensi
menimbulkan
korban
dan
kerusakan.
Kerentanan
(vulnerability)
adalah
tingkat
kekurangan
kemampuan
suatu
masyarakat
untuk
mencegah,
menjinakkan,
mencapai
kesiapan,
dan
menanggapi
dampak
bahaya
tertentu.
Kerentanan
dapat
berupa
kerentanan
fisik,
ekonomi,
sosial
dan
tabiat,
yang
dapat
ditimbulkan
oleh
beragam
penyebab.
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
Risiko
(risk)
bencana
adalah
potensi
kerugian
yang
ditimbulkan
akibat
bencana
pada
suatu
wilayah
dan
kurun
waktu
tertentu
berupa
kematian,
luka,
sakit,
jiwa
terancam,
hilangnya
rasa
aman,
mengungsi,
kerusakan
atau
kehilangan
harta,
dan
gangguan
kegiatan
masyarakat.
Pencegahan
(prevention)
adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk
mencegah
terjadinya
sebagian
atau
seluruh
bencana.
Mitigasi
(mitigation)
adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk
mengurangi
risiko
bencana
dengan
menurunkan
kerentanan
dan/atau
meningkatkan
kemampuan
menghadapi
ancaman
bencana.
Mitigasi
Fisik
(Structure
Mitigation)
adalah
upaya
dilakukan
untuk
mengurangi
risiko
bencana
dengan
menurunkan
kerentanan
dan/atau
meningkatkan
kemampuan
menghadapi
ancaman
bencana
dengan
membangun
infrastruktur.
Mitigasi
Non
‐
Fisik
(Non
Structure
Mitigation)
adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk
mengurangi
risiko
bencana
dengan
menurunkan
kerentanan
dan/
atau
meningkatkan
kemampuan
menghadapi
ancaman
bencana
dengan
meningkatkan
kapasitas
pemerintah
dan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana.
Kesiap
‐
siagaan
(preparedness)
adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk
mengantisipasi
bencana
melalui
pengorganisasian
langkah
‐
langkah
yang
tepat
‐
guna
dan
berdaya
‐
guna.
Peringatan
dini
(early
warning)
adalah
upaya
pemberian
peringatan
sesegera
mungkin
kepada
masyarakat
tentang
kemungkinan
terjadinya
bencana
pada
suatu
tempat
oleh
lembaga
yang
berwenang.
Tanggap
darurat
(emergency
response)
bencana
adalah
upaya
yang
dilakukan
dengan
segera
pada
saat
kejadian
bencana
untuk
menangani
dampak
buruk
yang
ditimbulkan,
yang
meliputi
kegiatan
penyelamatan,
evakuasi
korban
dan
harta
benda,
pemenuhan
kebutuhan
dasar,
perlindungan,
pengurusan
pengungsi,
penyelamatan,
serta
pemulihan
pra
‐
sarana
dan
sarana.
L
ampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
1
Pendahuluan
Pemulihan
(recovery)
adalah
upaya
mengembalikan
kondisi
masyarakat,
lingkungan
hidup
dan
pelayanan
publik
yang
terkena
bencana
melalui
rehabilitasi.
Rehabilitasi
(rehabilitation)
adalah
perbaikan
semua
aspek
pelayanan
publik
dan
kehidupan
masyarakat
sampai
tingkat
yang
memadai
pada
wilayah
bencana.
Rekonstruksi
(reconstruction)
adalah
upaya
perbaikan
jangka
menengah
dan
jangka
panjang
berupa
fisik,
sosial
dan
ekonomi
untuk
mengembalikan
pelayanan
publik
dan
kehidupan
masyarakat
pada
kondisi
yang
sama
atau
lebih
baik
dari
sebelum
bencana.
Penanggulangan
Bencana
(disaster
management)
adalah
upaya
yang
meliputi:
penetapan
kebijakan
pembangunan
yang
berisiko
timbulnya
bencana;
pencegahan
bencana;
mitigasi
bencana;
kesiap
‐
siagaan;
rehabilitasi
dan
rekonstruksi.
Status
keadaan
darurat
bencana
adalah
suatu
keadaan
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah
untuk
jangka
waktu
tertentu
atas
dasar
rekomendasi
badan
yang
diberi
tugas
untuk
menanggulangi
bencana.
Pengungsi
adalah
orang
atau
sekelompok
orang
yang
terpaksa
atau
dipaksa
keluar
dari
tempat
tinggalnya
untuk
jangka
waktu
yang
belum
pasti
sebagai
akibat
dampak
buruk
bencana.
Setiap
orang
adalah
orang
perseorangan,
kelompok
orang,
dan/atau
badan
hukum.
Korban
bencana
adalah
orang
atau
sekelompok
orang
yang
menderita
atau
meninggal
dunia
akibat
bencana.
Prosedur
Tetap
adalah
serangkaian
upaya
terstruktur
yang
disepakati
secara
bersama
tentang
siapa
berbuat
apa,
kapan,
dimana
dan
bagaimana
cara
penanganan
bencana.
Gagal
teknologi
adalah
jenis
ancaman
bahaya
yang
disebabkan
oleh
tidak
berfungsinya
atau
kesalahan
operasi
suatu
media/aplikasi
tertentu.
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
2
GAMBARAN
RISIKO
BENCANA
engan
banyaknya
jenis
bahaya
alam
yang
mengancam,
Provinsi
Sumatera
Barat
dapat
disebut
sebagai
wilayah
“Supermarket
Bencana
Alam”.
Selain
potensi
bencana
yang
disebabkan
oleh
aktivitas
alam,
provinsi
ini
juga
memiliki
potensi
bencana
yang
disebabkan
oleh
manusia
seperti
konflik
sosial,
epidemi
wabah
penyakit
dan
kegagalan
teknologi.
Pada
paragraf
berikut
akan
disajikan
gambaran
umum
potensi
bencana
yang
ada
di
Provinsi
Sumatera
Barat.
Potensi
bencana
ini
diperoleh
berdasarkan
hasil
identifikasi
data
melalui
survey
secara
tidak
langsung
maupun
secara
langsung.
A
NCAMAN
B
AHAYA
Sejarah
telah
mencatat
beberapa
bencana
yang
ditimbulkan
oleh
gempa
bumi
di
Provinsi
Sumatera
Barat.
Pada
tanggal
28
Juni
1926,
telah
terjadi
gempa
bumi
di
Padang
Panjang
dengan
kekuatan
7
Sekala
Richter
yang
merenggut
354
korban
meninggal
dunia
dan
lebih
kurang
3000
rumah
rusak.
Gempa
ini
sangat
populer
diantara
para
orang
‐
orang
tua
masyarakat
yang
berada
di
wilayah
yang
terkena
gempa
dan
menjadikan
kejadian
ini
sebagai
referensi
penunjuk
waktu
untuk
mencatat
sesuatu
kejadian.
Pada
tanggal
6
Maret
2007,
siklus
gempa
yang
sama
terjadi
lagi
dengan
kekuatan
6,3
Sekala
Richter
dan
merenggut
66
korban
meninggal
dunia
dan
lebih
kurang
35000
rumah
rusak
di
10
kabupaten/kota
yang
berdekatan
dengan
pusat
gempa
ini.
Walaupun
jumlah
korban
tidak
sebanyak
yang
pertama,
namun
banyaknya
rumah
yang
rusak
telah
membuat
masyarakat
trauma
dan
merasa
tidak
aman
terhadap
kehidupan
yang
akan
datang.
Setelah
gempa
dan
tsunami
Aceh
pada
bulan
Oktober
2004,
bencana
gempa
bumi
telah
menjadi
momok
bagi
masyarakat
di
Provinsi
Sumatera
Barat.
Lebih
‐
lebih
lagi
kejadian
gempa
yang
terjadi
secara
beruntun
pada
tahun
‐
tahun
berikutnya
seperti
pada
bulan
April
2005,
Maret
2007,
September
2007,
dan
juga
gempa
‐
gempa
kecil
yang
mengikutinya
telah
membuat
bencana
gempa
bumi
menjadi
isu
utama
di
provinsi
ini
yang
menggerakkan
semua
pihak
untuk
mempersiapkan
diri
menghadapi
kemungkinan
dampak
yang
mungkin
ditimbulkannya.
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
2 Gambaran
Resiko
Bencana
Disamping
itu,
Peraturan
Gempa
Indonesia
(SNI
‐
1726,
2002)
menempatkan
Provinsi
Sumatera
Barat
sebagai
salah
satu
provinsi
yang
memiliki
percepatan
gempa
maksimum
(PGA)
tertinggi
di
Indonesia
(lihat
Gambar
2).
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
Provinsi
Sumatera
Barat
bisa
dipastikan
adalah
daerah
yang
rawan
terhadap
bencana
gempa
bumi.
Dari
hasil
kajian
yang
dilakukan
para
ahli
geologi
dan
juga
didukung
oleh
dokumen
dari
Pemerintahan
Belanda
menunjuk
‐
kan
bahwa
di
Kota
Padang
telah
terjadi
tsunami
yang
cukup
besar
yang
terjadi
pada
tanggal
10
February
1797
dan
24
November
1833.
Dilaporkan
ketinggian
tsunami
saat
itu
lebih
kurang
3
sampai
4
meter
dan
landaannya
menjangkau
lebih
kurang
1
km.
Dalam
waktu
dekat
para
ahli
juga
memperkirakan
akan
terjadi
gempa
besar
yang
merupakan
siklus
gempa
yang
sama
yang
berpusat
pada
zona
subduksi
Sumatera
yang
berada
di
dekat
Kepulauan
Mentawai
di
pantai
barat
pulau
Sumatera
dan
memiliki
potensi
menimbulkan
tsunami
yang
akan
menggenangi
daerah
pantai
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat.
Gambar
3
menunjukkan
peta
potensi
genangan
tsunami
di
daerah
pantai
wilayah
Provinsi
Sumatera
Barat.
Gambar
3.
Lokasi
landaan
tsunami
di
Provinsi
Sumatera
Barat
(Sumber:
Departemen
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral).
Lampiran
Pergub
Nomor
115
Tahun
2008
Bab
2 Gambaran
Resiko
Bencana
Provinsi
Sumatera
Barat
memiliki
4
gunung
berapi
yaitu
Gunung
Merapi,
Gunung
Tandikat,
Gunung
Talang
dan
Gunung
Kerinci.
Keempat
gunung
ini
berpotensi
menimbulkan
bencana
terhadap
wilayah
di
sekitarnya.
Tahun
lalu,
aktifitas
Gunung
Talang
yang
sempat
menyembulkan
lahar
meskipun
tidak
sampai
menimbulkan
bencana
besar
telah
menarik
para
ahli
nasional
maupun
internasional
untuk
mengkaji
lebih
lanjut
karakteristik
gunung
untuk
mem
‐
peridiksi
aktifitasnya
dimasa
yang
akan
datang.
Begitu
juga
Gunung
Marapi
masih
terus
mengeluarkan
asap
pada
beberapa
tahun
belakang
ini,
sehingga
potensi
bencana
yang
ditimbulkannya
terhadap
penduduk
di
sekitar
gunung
yang
cukup
padat
saat
ini
sangat
besar.
Lokasi
keempat
gunung
dapat
di
lihat
pada
Gambar
4.
Provinsi
Sumatera
Barat
juga
memiliki
sungai
‐
sungai
besar
yang
mengalir
dari
wilayah
pegunungan
di
sebelah
timur
menuju
ke
arah
pantai
di
bagian
barat.
Secara
tradisionil,
perkembangan
pen
‐
duduk
di
Provinsi
Sumatera
Barat
di
‐
mulai
dari
daerah
tepian
sungai
‐
sungai
besar
seperti
asal
usul
masyarakat
di
Kabupaten
Solok,
Kabupaten
Pasaman,
Kabupaten
Damasraya,
dan
Kabupaten
Agam.
Lokasi
yang
berada
di
sekitar
sungai
menyebabkan
<